Riskaica0242@gmail.com , Aulnrad1662@gmail.com
Abstrak
A. PENDAHULUAN
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk
suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap
benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya
sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan. Namun bagaimana
melibatkan individu secara aktif membuat atau pun merevisi hasil belajar yang
diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang bermanfaat bagi pribadinya. Pembelajaran
merupakan suatu sistim yang membantu individu belajar dan berinteraksi dengan sumber
belajar dan lingkungan.
Teori adalah seperangkat azaz yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu
dalam dunia nyata dinyatakan oleh McKeachie dalam grendel 1991 : 5 (Hamzah Uno,
2006:4). Sedangkan Hamzah (2003:26) menyatakan bahwa teori merupakan seperangkat
preposisi yang didalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri
dari satu atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat
dipelajari, dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas
Teori adalah seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide,
konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya.
1
Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian
kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran
yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.
B. PEMBAHASAN
1. Teori belajar Behavioristik
Teori belajar behaviorisme merupakan teori belajar yang telah cukup lama dianut
oleh para pendidik. Teori ini dicetuskan oleh Gagne dan Berliner yang berisi tentang
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
tidaknya perubahan tingkah laku.
Guru memberikan contoh soal yaitu gambarkan grafik fungsi dari persamaan kurva.
Siswa merespon dengan memperhatikan penjelasan dari guru. Lalu guru menjelaskan
jawabannya yaitu cara yang digunakan untuk menggambarkan grafik fungsi kuadrat adalah
: pertama buat tabel nilai, kedua letakkan koordinat yang diperoleh pada bidang cartesius,
ketiga hubungkan titik-titik tersebut sehingga terbentuk sebuah kurva yang mulus. Setelah
guru selesai menyampaikan materi, siswa diberi latihan soal oleh guru sebagai tolak ukur
dari materi yang sudah disampaikan.
Latihan soal yang diberikan yaitu menggambarkan grafik fungsi kuadrat pada bidang
cartesius dan siswa menjelaskan jawaban yang dikerjakannya. Jika siswa mampu menjawab
soal dengan benar maka akan ada penghargaan yang diberikan oleh guru misalnya nilai
tambahan. Sedangkan siswa yang belum bisa menjawab dengan benar maka harus
memperbaiki dengan memberikan hukuman yaitu latihan tambahan atau PR agar siswa
2
terbiasa dan dapat memahami materi yang telah disampaikan.
1) Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh
suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan
menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
2) Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering suatu tingkah laku
diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
3) Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat
bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak
memuaskan.
b. John Watson
Teori belajar Hull mengutamakan penguatan atas pengetahuan yang telah dimiliki
seseorang.
1. Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada. Namun fungsi
reinforcement bagi Hull lebih sebagai drive reduction daripada satisfied factor.
2. Dalam mempelajari hubungan S - R yang diperlu dikaji adalah faktor O yang mana
merupakan suatu kondisi internal dan sesuatu yang disimpulkan (inferred), efeknya dapat
dilihat pada faktor R yang berupa output.
d. Edwin Guthrie
Edwin Ray Guthrie lahir di Lincoln Nebrazka, Guthrie merupakah ahli behavioristik
yang percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses
belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah
3
laku seseorang. Begitu halnya dalam proses belajar mengajar. Namun, teori pemberian
hukuman ini mendapat kritikan dari beberapa ahli, alasannya ialah :
Skinner berpendapat bahwa ada dua bentuk penguatan, yaitu penguat positif
(positive reinforcers), danpenguat negatif (negative reinforcers). Penguat negatif
merupakan stimulus yang digerakkan melalui penginderaan seseorang. Penguat negatif
merupakan hal-hal yang akan dihindari oleh individu.
1) Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui
proses conditioning namun tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku
tersebut akan menurun bahkan musnah.
2. Teori Kognitivisme
Teori ini menyatakan bahwa proses lebih penting dari pada hasil, seperti berikut:
1. Belajar tidak sekedar melibatkan stimulus dan respon tetapi juga melibatkan proses
berfikir. Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang
terus menerus dengan lingkungan
a. Teori Gestalt
3. Teori Humanistik
Teori belajar humanistik adalah teori yang menyatakan bahwa manusia berhak
mengenali dirinya sendiri sebagai langkah untuk belajar, sehingga diharapkan mampu
mencapai aktualisasi diri. Itulah mengapa, teori ini beranggapan bahwa proses belajar
dinilai lebih penting daripada hasil belajar itu sendiri.
5
dan menggali potensi diri secara mandiri semaksimal mungkin. Sehingga peserta didik
tidak sekedar hanya menerima informasi yang disampaikan pendidik. Pendidik berperan
menjadi fasilitator dengan memberi motivasi dan memfasilitasi peserta didik dalam
menemukan pengalaman belajar. (Qodir, 2017)
6
4. Teori Belajar Konstruktivisme
Teori Konstruktivisme memiliki perspektif bahwa belajar merupakan konstruksi
informasi yang masuk ke otak. Teori ini mengatakan bahwa peserta didik yang menerima
informasi baru akan selalu memeriksa kebenaran dari informasi tersebut dan merevisi
prinsip-prinsip tersebut apabila sudah dianggap tidak dapat digunakan lagi. Hal ini
memberikan implikasi bahwa peserta didik harus terlibat aktif dalam kegiatan
pembelajaran.
Maka dari itu, teori konstruktivisme tidak hanya menerima konsep, tetapi terjadi
proses konstruksi pengetahuan melalui pengalaman karena pengetahuan bukan bersifat
pemberian, namun berasal dari proses konstruksi pengetahuan setiap peserta didik
sehingga pengetahuan yang didapat lebih dikuasai dan lama melekat dalam memori
peserta didik. (Sugrah, 2020)
a. Hill
Tindakan mencipta suatu makna dari apa yang sudah dipelajari seseorang.
b. Shymansky
Aktivitas yang aktif, ketika peserta didik melatih sendiri pengetahuannya, mencari
tahu apa yang sudah dipelajari, dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide
baru dengan kerangka berpikir sendiri.
c. Karli dan Margareta
Proses belajar yang diawali dengan adanya konflik kognitif, sehingga akhirnya
pengetahuan dibangun sendiri oleh peserta didik lewat pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan sekitarnya.
d. Tobin dan Timmons
Pembelajaran berlandaskan pandangan konstruktivisme yang harus
memperhatikan empat hal, yakni pengetahuan awal seseorang, belajar lewat
7
pengalaman, interaksi sosial, dan tingkat kepahaman.
e. Samsul Hadi
Peserta didik mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari, ini merupakan proses
menyesuaikan konsep-konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada
dalam pikiran mereka. Dalam hal ini peserta didik membentuk pengetahuan mereka
sendiri dan pendidik membantu sebagai mediator dalam proses pembentukan itu. Oleh
karena itu, pandangan konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan peserta
didik dalam mengorganisasikan pengalaman mereka dengan kata lain peserta didik lebih
berpengalaman untuk mengonstruksikan sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi
dan akomodasi. (Puri, 2013)
(Ormrod, 2008:324). Ada beberapa proses konstruksi dalam pembelajaran yang harus
dilalui, diantaranya :
Perlu diperhatikan bahwa siswa sering mengkontruksi makna dan tafsiran mereka
yang unik di setiap materi pelajaran yang mereka ikuti. Ada pendapat yang mengatakan
bahwa pengetahuan dan harapan (ekspektasi) sebelumnya secara khusus mungkin
mempengaruhi proses belajar ketika informasi baru bersifat ambigu. Komunikasi yang
baik dengan para siswa dalam proses pembelajaran sangat perlu diperhatikan baik
tentang akademis atupun non akademis. Sehingga para siswa dapat dengan cepat
mengkontruksi untuk menuju ke proses penyimpanan.
Dalam suatu peristiwa yang menarik, terkadang orang langsung bisa menjelaskan
dengan detail hanya dengan dipanggil dengan beberapa kata saja. Bahkan peristiwa itu
bisa mengkontruksi dalam memori orang dengan menambahkan beberapa hal yang
menarik. Karena dirasa peristiwa tersebut sangat menarik, sehingga tersimpan dengan
baik dalam ingatan. Dalam situasi yang menarik, orang bisa saja mengkontruksi memori
dalam dirinya terhadap suatu peristiwa dengan mengkombinasikan bagian-bagian yang
menarik yang dapat dipanggil dengan pengetahuan dan asumsi masing-masing orang
mengenai dunia (Roediger & McDermott, 2000 ;D, L. Schacter, 1999 ).
Dalam proses konstruksi, hubungan sosial juga diperhatikan karena para siswa
juga perlu bekerja sama. Kerjasama ini dimaksudkan agar jika ada siswa yang bingung
8
terhadap materi dan malu untuk bertanya bisa bertanya kepada teman dan bisa
melakukan belajar kelompok dengan teman. Dalam beberapa kesempatan, makna
dikonstruksi secara bersama-sama oleh dua orang atau lebih serentak dalam satu waktu,
contohnya ketika salah satu siswa ada yang kebingungan dengan sebuah materimaka
siswa tersebut bertanya pada teman lain atau mengajak temannya untuk belajar
kelompok.
Menilai pemahaman siswa juga penting setelah akhir pelajaran, hal tersebut
sering dilupakan oleh beberapa guru. Evaluasi ini berguna jika ada siswa yang memahami
makna yang kurang benar bisa langsung diarahkan. Beberapa mikonsepsi dan
pemahaman yang sebagian benar sebagian salah bisa saja tetap bertahan kendati kita
telah mengerahkan segala usaha untuk meluruskannya.
Berpikir adalah memproses informasi secara mental atau secara kognitif. Secara
lebih formal, berpikir adalah penyusunan kembali atau manipulasi kognitif baik informasi
maupun simbol-simbol yang tersimpan dalam memori jangka panjang pada ingatan
seseorang. Namun, ketika informasi yang dibutuhkan untuk proses pemecahan masalah
belum dapat dihadirkan dalam pikiran kita, maka akan timbul masalah di dalam proses
pemecahan masalah tersebut.
1. Mengingat (Remembering)
9
dihadirkan dalam benaknya. Sehingga, terdapat dua hal yang berkaitan dengan proses
kognitif dasar ini yaitu mengenali (recognizing) dan memanggil kembali (recalling).
2. Mengerti (Understanding)
Jika sasaran utama berpikir adalah meningkatkan ingatan, maka semua proses
dalam berpikir akan terpusat hanya pada Mengingat (Remembering). Namun, ketika
sasaran utama dalam berpikir adalah meningkatkan transaksi antara sesuatu yang
dihadirkan dengan memori yang dimiliki.
3. Menerapkan (Applying)
Menerapkan terkait dengan memainkan penggunaan prosedur dalam
memecahkan masalah. Sehingga, dalam menerapkan harus memenuhi persyaratan
mendasar yakni memahami pengetahuan dari suatu prosedur. Suatu latihan adalah suatu
tugas yang telah diketahui prosedur yang tepat untuk digunakan, sedangkan suatu
masalah adalah suatu tugas yang pada awalnya tidak tahu prosedur apa yang akan
digunakan, sehingga siswa harus menemukan suatu prosedur untuk memecahkan
masalah tersebut.
1. Melaksanakan (Executing)
Dalam melaksanakan, tugas yang dikenal sering cukup petunjuk untuk menuntun
pilihan terhadap prosedur yang tepat untuk digunakan. Karena dalam tugas yang dikenal
tersebut telah diketahui prosedur apa yang harus digunakan untuk menyelesaikan tugas
tersebut. Sehingga dengan mudah membawa keluar suatu prosedur pengetahuan untuk
menyelesaikan tugas.
2. Mengimplementasikan (Implementing)
10
Berpikir Tingkat Tinggi (HOT)
1. Menganalisis (Analyzing)
2. Mengevaluasi (Evaluating)
Proses kognitif ini menegaskan tentang membuat suatu pendapat dalam kriteria
dan standar. Dalam kriteria yang sering digunakan adalah mutu, keefektifan, dan
konsisten. Sedangkan dalam standar yang digunakan adalah kuantitatif (jumlah) dan
kualitatif (kualitas). Kategori dalam mengevaluasi adalah mengecek (checking) –
pendapat tentang ketetapan internal – dan meninju (critiquing) – pendapat berdasar
pada kriteria eksternal.
3. Mengkreasi (Creating)
Perkembangan kognitif tahap ini terjadi pada usia 0-2 tahun. Tahap ini pemikiran
anak mulai melibatkan penglihatan, pendengaran, pergeseran dan persentuhan serta
selera. Artinya anak memiliki kemampuan untuk menangkap segala sesuatu melalui
inderanya. Bagi Piaget masa ini sangat penting untuk pembinaan perkembangan
pemikiran sebagai dasar untuk mengembangkan intelegensinya. (Khiyarusoleh, 2016)
Fase perkembangan kemampuan kognitif ini terjadi para rentang usia 2-7 tahun.
Pada tahap ini, anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-
gambar. Kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran
11
simbolis dan melampaui hubungan informasi inderawi dan tindakan fisik. Cara berpikir
anak pada pertingkat ini bersifat tidak sistematis, tidak konsisten, dan tidak logis.
Tahap operasi konkrit terjadi pada rentang usia 7-11 tahun. Tahap ini dimulai
dengan tahap progressive decentring di usia tujuh tahun. Sebagian besar anak telah
memiliki kemampuan untuk mempertahankan ingatan tentang ukuran, panjang atau
jumlah benda cair. Maksud ingatan yang dipertahankan di sini adalah gagasan bahwa satu
kuantitas akan tetap sama walaupun penampakan luarnya terlihat berubah.
Tahap operasi formal ada pada rentang usia 11 tahun-dewasa. Pada fase ini dikenal
juga dengan masa remaja. Remaja berpikir dengan cara lebih abstrak, logis, dan lebih
idealistic. Tahap operasional formal, usia sebelas sampai lima belas tahun. Pada tahap ini
individu sudah mulai memikirkan pengalaman konkret, dan memikirkannya secara lebih
abstrak, idealis dan logis.
8. Perbedaan Individu
Menurut para ahli Biologi bahwa terjadinya individu adalah akibat bertemunya sel
jantan dan betina. Pada setiap spesies/jenis makhluk jumlah dan bentuk kromosomnya
selalu sama dan bila spesiesnya berbeda, akan berbeda pula jumlah dan bentuk
chromosomenya. Gen dari sel jantan saling berpasangan dengan gen dari gen betina
dengan cara yang berbeda beda. Cara yang berbeda- beda inilah yang menyebabkan
perbedaan sifat individu. Perbedaan sifat individu inilah yang menyebabkan terjadinya
perbedaan individu berdasarkan faktor keturunan.
b. Faktor Lingkungan/Keluarga
Lingkungan dalam arti luas meliputi lingkungan statis dan dinamis. Keadaan
tempat maupun alam lebih bersifat statis, sedangkan lingkungan sosial lebih bersifat
12
dinamis. Lingkungan statis memberi pengaruh/dampak yang tentunya berbeda dengan
individu di lingkungan tertentu. Demikian juga lingkungan dinamis/pengaruh lingkungan
sosial juga berpengaruh terhadap orang-orang yang tinggal di lingkungan tersebut. Hal-
hal semacam itu akan membuat perbedaan sifat/pembawaan satu sama lain.
c. Faktor Campuran
13
DAFTAR PUSTAKA
https://journal.peradaban.ac.id/index.php/jdpgsd/article/view/17
Nahar, N. I. (2016). PENERAPAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DALAM PROSES
PEMBELAJARAN. NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 1(1).
http://jurnal.um-tapsel.ac.id/index.php/nusantara/article/view/94
Puri, R. I. I. (2013). PENGEMBANGAN MODUL EVALUASI PEMBELAJARAN
MENGGUNAKAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME.
https://repository.unsri.ac.id/6780/
Qodir, A. (2017). TEORI BELAJAR HUMANISTIK DALAM MENINGKATKAN PRESTASI
BELAJAR SISWA. PEDAGOGIK: Jurnal Pendidikan, 4(2).
https://doi.org/10.33650/PJP.V4I2.17
Sugrah, N. U. (2020). Implementasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran sains.
Humanika, 19(2), 121–138.
https://doi.org/10.21831/hum.v19i2.29274
Turhusna, D., & Solatun, S. (2020). Perbedaan Individu dalam Proses Pembelajaran.
AS-SABIQUN, 2(1), 18–42.
https://doi.org/10.36088/ASSABIQUN.V2I1.613
Usmaedi, U. (2017). Menggagas Pembelajaran HOTS Pada Anak Usia Sekolah Dasar.
JPsd (Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar), 3(1), 82–95.
https://doi.org/10.30870/JPSD.V3I1.1040
Widyati, W. (2014). BELAJAR DAN PEMBELAJARAN PERSPEKTIF TEORI KOGNITIVISME.
Biosel: Biology Science and Education, 3(2), 177–187.
https://doi.org/10.33477/BS.V3I2.521
14