Anda di halaman 1dari 8

Nama : Vicky Oktavia Nita

NIM : K7723074
Kelas : B/2023
RESUME ARTIKEL
TEORI BELAJAR

A. Implementasi Berbagai Teori Belajar dalam Pembelajaran Akuntansi


Seseorang dikatakan belajar apabila setelah melakukan kegiatan belajar ia menyadari
bahwa dalam dirinya telah terjadi suatu perubahan.
Pemerolehan Pengetahuan menurut Pandangan Psikologi Behavioristik
Thorndike, salah seorang penganut paham psikologi behavior, menyatakan bahwa
belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang
disebut stimulus (S) dengan respon (R) yang diberikan atas stimulus tersebut.
Selanjutnya, Thorndike (dalam Orton,1991:39-40; Resnick, 1981:13) mengemukakan
bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut:
(1) Hukum latihan (law of exercise), yaitu apabila asosiasi antara stimulus dan respon sering
terjadi, maka asosiasi itu akan terbentuk semakin kuat. ; (2) Hukum akibat (law of effect),
yaitu apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan
maka asosiasi akan semakin meningkat.
Jika dihubungkan dengan pengetahuan Akuntansi, hal ini berarti semakin sering suatu
konsep Akuntansi (pengetahuan) diulangi maka konsep Akuntansi itu akan semakin dikuasai.
Sebagai contoh, apabila seorang anak telah mengetahui bahwa 3 x 4 sama dengan 12,
kemudian anak tersebut sering ditanya tentang hal itu, maka ia akan semakin paham dan
bahkan secara otomatis dapat menjawab dengan benar apabila ditanya, karena ikatan
stimulus yaitu ”3 x 4 “ dengan responnya yaitu “12” akan semakin kuat.
Pemerolehan Pengetahuan Menurut Pandangan Psikologi Gestaltik
Psikologi gestalt pada akhirnya difokuskan pada fenomena yang lebih umum, yaitu
hakikat belajar dan pemecahan masalah. Menurut pandangan psikologi gestalt dapat
disimpulkan bahwa seseorang memperoleh pengetahuan melalui sensasi atau informasi
dengan melihat strukturnya secara menyeluruh kemudian menyusunnya kembali dalam
struktur yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dipahami.
Pemerolehan Pengetahuan menurut Pandangan Konstruktivistik
Piaget pemerolehan pengetahuan harus melalui tindakan dan interaksi aktif dari
seseorang/pembelajar terhadap lingkungan. suatu informasi (pengetahuan) baru dikenalkan
kepada seseorang dan pengetahuan itu cocok dengan skema/skemata (struktur kognitif) yang
telah dimilikinya maka pengetahuan itu akan diadaptasi melalui proses asimilasi dan
terbentuklah pengetahuan baru. Sedangkan, apabila pengetahuan baru yang dikenalkan itu
tidak cocok dengan struktur kognitif yang sudah ada maka akan terjadi disequilibrium,
kemudian struktur kognitif tersebut direstrukturisasi kembali agar dapat disesuaikan dengan
pengetahuan baru atau terjadi equilibrium, sehingga pengetahuan baru itu dapat diakomodasi
dan selanjutnya diasimilasikan menjadi pengetahuan skemata baru.

B. Teori Kontruktivisme dalam Pembelajaran


Teori merupakan kumpulan-kumpulan pemikiran seseorang yang sesuai dengan
aturan-aturan yang berlaku dan dapat diterima oleh akal sehat semua orang.
Teori Konstruktivisme
Dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktivisme adalah suatu upaya membangun
tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan sebuah teori yang
sifatnya membangun, membangun dari segi kemampuan, pemahaman, dalam proses
pembelajaran. Konsturktivisme merupakan bagaimana mengaktifkan siswa dengan cara
memberikan ruang yang seluas-luasnya untuk memahami apa yang mereka telah pelajari
dengan cara menerpakan konsep-konsep yang di ketahuinya kemudian mempaktikkannya ke
dalam kehidupan sehari-harinya.
Asumsi-Asumsi Konstruktivisme
Adapun asumsi-asumsi dari konstruktivisme adalah, pertama, manusia merupakan
siswa aktif yang mengembangkan pengetahuan bagi diri mereka sendiri. Di mana siswa
diberikan keluasan untuk mengembangkan ilmu yang sudah didapatkan tersebut, baik dengan
melakukan latihan, melakukan eksperimen maupun berdiskusi sesama siswa.
Kedua. Guru sebaiknya tidak mengajar dalam artian menyampaikan pelajaran dengan
cara tradisional kepada sejumlah siswa. Guru seharusnya membangun situasisituasi
sedemikian rupa sehingga siswa dapat terlibat secara aktif dengan materi pelajaran melalui
pengolahan materi-materi dan interaksi sosiaL.
Perspektif-Perspektif Dalam Konstruktivisme
Pertama, konstruktivisme eksogeneus. Pandangan ini mendasarkan pengaruh kuat
dari dunia luar pada konstruksi pengetahuan, seperti pengalaman-pengalaman, pengajaran
dan pengamatan terhadap model-model.
Kedua, konstruktivisme endogenus. Pengetahuan berkembang melalui aktifitas
kognitif dari abstraksi dan mengikuti sebuah rangkaian yang dapat diprediksikan secara
umum.
Ketiga, konstruktivisme dialektikal. Pengetahuan tidak hanya dapat diperoleh melalui
sekolah akan tetapi bisa juga di dapatkan melalui saling berinteraksi sesama teman, guru,
tetangga dan bahkan lingkungan sekitar kita.
Kelebihan Konstruktivisme
Pertama, guru bukan satu-satunya sumber belajar. Sebab dalam kosntruktivisme
pengetahuan itu tidak hanya di dapatkan dalam proses pembelajaran akan tetapi bisa juga di
dapatkan melalui diskusi, pengalaman dan juga bisa di dapatkan di lingkungan sekitarnya.
Kedua, siswa (pembelajaran) lebih aktif dan kreatif. siswa di tuntut untuk bisa
memahami ilmu-ilmu yang baru dan dapat di koneksikan dengan ilmu-ilmu yang sudah lama.
Ketiga, pembelajaran menjadi lebih bermakna. Artinya pembelajaran tidak hanya
mendengarkan dari guru saja akan tetapi siswa harus bisa mengaitkan dengan pengalaman-
pengalaman pribadinya.
Keempat, pembelajaran memiliki kebebasan dalam belajar. Kelima, perbedaan
individual terukur dan di hargai. Keenam, guru berfikir proses membina pengetahuan baru,
siswa berfikir untuk menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan.
Kekurangan Konstruktivisme
Pertama, proses belajar yang bukan merupakan perolehan informasi yang berlangsung
satu arah dari luar ke dalam diri siswa. . Kedua, guru tidak menerapkan pengetahuan yang
telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri.

C. Implikasi Teori Belajar Bruner dalam Model Pembelajaran Kurikulum 2013


Menurut Bruner, belajar adalah suatu proses aktif yang memungkinkan manusia
menemukan sesuatu yang baru di luar informasi yang sudah diberikan kepadanya. Menurut
Bruner manusia sebagai pemikir, pemroses, dan pencipta informasi. Oleh karena itu, Bruner
memusatkan perhatian pada sesuatu yang dilakukan manusia sesuai dengan informasi yang
diterimanya untuk mencapai suatu pemahaman yang bermakna.
Ada tiga proses kognitif yang berlangsung dalam belajar, yaitu: proses pemerolehan
informasi baru, proses transformasi informasi, proses mengevaluasi atau menguji relevansi
dan ketepatan pengetahuan. Menurut Bruner, proses belajar dapat terlaksana dengan baik jika
pengetahuan dipelajari melalui tiga tahapan perkembangan kognitif siswa yaitu:
1. Enaktif yaitu tahap perkembangan siswa memperoleh pengetahuan dengan
melakukan pengamatan langsung terhadap fakta atau realita yang terjadi di
lingkungan sekitar.
2. Ikonik yaitu tahap perkembangan siswa memperoleh pengetahuan tidak secara
langsung melalui benda konkrit atau situasi nyata pada lingkungan sekitar, melainkan
melalui visualisasi verbal dan gambargambar.
3. Simbolik yaitu tahapan perkembangan siswa memperoleh pengetahuan melalui
symbol bahasa, matematika, logika, dan sebagainya.
Bruner menjelaskan peran guru dalam belajar penemuan diantaranya: (1) guru sebagai
fasilitator dan tidak begitu mengendalikan proses pembelajaran; (2) guru harus pandai
menstimulasi atau memunculkan masalah, siswa memecahkan sendiri solusinya; (3) dan
membimbing dan memotivasi siswa untuk menemukan konsep, menemukan hubungan antar
bagian struktur materi dan membuat kesimpulan. Supaya pengetahuan dapat dengan mudah
ditransformasikan perlu memperhatikan yaitu; struktur pengetahuan, kesiapan, intuisi dan
motivasi.
Bruner lebih peduli terhadap proses pembelajaran dari pada hasil belajar. menurut Bruner
metode atau model belajar adalah salah satu faktor penentu keberhasilan dalam proses
pembelajaran. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model belajar penemuan atau
sering disebut dengan discovery learning. Masalah dalam Discovery learning dihadapkan
kepada siswa merupakan semacam masalah yang direkayasa guru.
Menurut Permendikbud Nomor 12 tahun 2016 tentang Standar Proses, implementasi
kurikulum 2013 di Indonesia menggunakan tiga model pembelajaran dengan metode ilmiah
yaitu: model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning), model pembelajaran
penemuan (Inquiry atau Discovery Learning), dan model pembelajaran berbasis proyek
(Project Based Learning ). Model belajar penemuan atau discovery learning yang
dikembangkan Bruner dengan tiga tahapan perkembangan kognitif siswa (enaktif, ikonik,
dan simbolik) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam
kurikulum 2013.
D. Teori Belajar vs Multimedia
A. Teori Belajar Behavioristik dalam Pengembangan MPI
Teori behavioristik memandang belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari adanya reaksi stimulus dan respon. Aliran behavioristik mempercayai
bahwa perilaku lah yang seharusnya dipelajari, sebab perilaku dapat dikaji secara
langsung. Seiring dengan perkembangan psikologi modern, aliran berhavioristik
Nr3berkembang menjadi teori belajar yang menganalisis proses belajar melalui
perubahan tingkah laku.
Thorndike, menjelaskan bahwa proses belajar merupakan proses trial-and-
error sampai peserta didik melakukan respon yang tepat. Hasil pemikiran Thorndike
banyak dikenal melalui beberapa hukum, yakni (a) hukum kesiapan (law of
readiness), (b) hukum latihan (law of exercises), dan (c) hukum efek (law of effect).
Teori behavioristik akan cocok apabila diterapkan untuk proses pembelajaran
yang bersifat hafalan dan konseptual yang statis (tetap). Dalam teori belajar
behavioristik menurut Edwin R. Guthrie, ditemukan adanya prinsip reward dan
punishment yang didasarkan pada asosiasi-asosiasi. Konsep reward dan punishment
merupakan bentuk penguatan untuk menimbulkan respon yang diinginkan.
B. Teori Belajar Kognitif dalam Pengembangan MPI
Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, persepsi, retensi,
pengolahan informasi, emosi dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Menurut Suyono &
Hariyanto (2014) teori belajar kognitif memiliki dua kunci pendekatan yakni:
1. Bahwa sistem ingatan adalah suatu prosesor informasi yang aktif dan
terorganisasi.
2. Bahwa pengetahuan awal memerankan peranan penting dalam pembelajaran
Dalam terjadinya proses belajar, teori belajar kognitif menggambarkan bahwa
seseorang akan melalui tahapan penyesuaian skema kognitif melalui proses asimilasi
dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses merespon lingkungan sesuai dengan
struktur kognitif yang dimiliki oleh seseorang, sedangkan akomodasi merupakan
proses memodifikasi struktur kognitif sesuai dengan respon yang diterima dari
lingkungan. Akhir dari proses belajar itu sendiri, menurut teori kognitif yakni
terciptanya keseimbangan (equilibration) antara pengalaman yang diterima dengan
perubahan atau adaptasi struktur kognitif yang dimilikinya.
Teori belajar kognitif ini juga memperhatikan pengalaman atau pengetahuan awal
yang dimiliki siswa sebagai dasar pertimbangan sebelum menyampaikan materi
pembelajaran yang baru. Seseorang dikatakan telah belajar apabila ia telah mencapai
keseimbangan (ekuilibrium) antara konsep baru dengan struktur skema pengetahuan
yang dimilikinya. Secara sederhana bahwa teori belajar kognitif ini lebih berkaitan
dengan penataan, penyajian konten (materi) agar lebih mudah dipahami oleh peserta
didik.
C. Teori Belajar Konstruktivistik dalam Pengembangan MPI
Belajar konstruktivistik ialah belajar merupakan proses membangun
konstruksi (bangunan) pengetahuan. Belajar juga dapat dikatakan sebagai proses
mandiri yang dilakukan dalam diri peserta didik untuk memenuhi kebutuhan
belajarnya.
Pebelajar atau peserta didik belajar melalui pengalaman belajar yang dia peroleh dari
dunia nyata melalui refleksi, analisis, maupun melalui pembelajaran kolaboratif.

E. Teori Belajar dan Model Penerapannya dalam Pembelajaran


Teori belajar merupakan dasar mengembangkan model yang akan digunakan. Model belajar
menjadi ketentuan dalam menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam proses
belajar yang akan dilaksanakan. Hasil belajar yang baik hanya dicapai melalui proses belajar
yang baik pula. . Hasil belajar yang baik hanya dicapai melalui proses belajar yang baik pula.
1. Perbedaan dan persamaan teori belajar Bolles dengan teori belajar Bronfenbrenner
Konsep teori belajar Bolles secara keseluruhan terdiri dari empat konsep yaitu
ekspektasi, predisposiosi bawaan, motivasi membatasi fleksibilitas respons, dan argument
tempat. Konsep argument tempat, Bolles mengatakan bahwa tempat sangat
mempengaruhi bentuk-bentuk belajar yang organisme lakukan dimana menurutnya
bahwa organism memiliki kewajiban untuk belajar atau tidak tergantung pada tempat
mereka berada dan bagaimana mereka menyesuaikan diri dengan keseluruhan skema.
Sedangkan konsep teori belajar dari Urie Bronfenbrenner lebih difokuskan pada
pengaruh konteks sosial dimana anak itu tinggal dan orang-orang yang mempengaruhi
perkembangan anak tersebut. Dalam teori belajar Urie Bronfenbrenner ini dijelaskan
bahwa banyaknya konteks sosial yang berinteraksi dalam sistem lingkungan baik
keluarga, teman sebaya, sekolah, tetangga, (sebagai sistem lingkungan yang mikro);
hubungan antar sekolah dengan keluarga (sebagai mesosistem); dewan sekolah, dewan
pengawas taman, fasilitas rekreasi, dan perpustakaan (sebagai ekosistem); nilai dan adat
istiadat masyarakat (sebagai makrosistem); dan keadaan ekonomi suatu masyarakat
(sebagai kronosistem) sangat mempengaruhi kualitas dan perkembangan dengan model
bioekologis.
Kedua konsep teori belajar tersebut juga sama-sama menekankan pada pentingnya
perlan lingkungan atau tempat terhadap perkembangan perilaku organism. Dimana dalam
konsep Bolles organisme dapat belajar atau tidak sangat tergantung pada tempat dimana
organism itu berada. Sedangkan dalam konsep Bronfenbrenner bahwa perkembangan
organism itu sangat ditentukan oleh banyaknya interaksi sosial yang terjadi dan dialami
oleh organisme baik pada sistem lingkungan yang mikro, meso, ekosistem, makro dan
kronosistem.
2. Perbedaan dan Persamaan teori belajar refleksiologi Watson, dengan teori belajar
koneksionisme Thorndike, dan teori belajar kondisioning operan Skinner
Watson adalah seorang yang mendukung peran lingkungan terhadap karakter
seseorang. Teori belajar Watson bersandar pada dua prinsip yaitu prekuensi dan resensi.
teori belajar ini lebih mementingkan proses pengualangan dan proses memberikan respon
terhadap suatu stimulus harus dilakukan dengan segera. Watson kurang mendukung pada
faktor penguatan (reinforcement), imbalan (reward), dan hukuman (punishment) sebagai
penyebab terjadinya pembelajaran.
Teori belajar Thorndike menyatakan bahwa bentuk paling dasar dari proses
belajar adalah trial and error learning atau yang disebut sebagai selecting and connecting.
Teori belajar Thorndike menyatakan bahwa bentuk paling dasar dari proses belajar adalah
trial and error learning atau yang disebut sebagai selecting and connecting.
Teori belajar Skinner lebih menekankan pada perilaku yang perlu dicermati yakni
respondent behavior (perilaku responden) yang ditimbulkan oleh suatu stimulus yang
dikenal, dan perilaku operant behavior (perilaku operan) yang tidak diakibatkan oleh
stimulus yang dikenal. Pengkondisian tipe S yang dinamakan respondent conditioning
(pengkondisian responden) lebih menekankan arti pentingnya stimulus. Sedangkan
pengkondisian tipe R yang dinamakan operant conditioning lebih menekankan pada
respons.
Ketiga tokoh baik Watson, Thorndike, dan Skinner adalah sama-sama mengusung
teori belajar yang mengedepankan stimulus dan respons. Disamping itu proses
pengulangan dan latihan merupakan konsep persamaan yang terdapat dalam teori belajar
ini.
3. Teori Belajar Atribusi dari Bernard Weiner
Istilah atribusi mengacu pada penyebab sesuatu kejadian, atau hasil menurut
persepsi individu. Dalam teori ini, terdapat peristiwa internal yang bertindak sebagai
perantara stimulus tugas dan tingkah laku individu berikutnya. Orang yang motivasi
berprestasinya tinggi cenderung melihat dirinya lebih mampu dari orang lain dan
cenderung lebih banyak melakukan tugas-tugas untuk prestasi tersebut.
Faktor penyebab dicapainya keberhasilan maupun kegagalan serta dalam
hubungan dengan tingkah laku berikutnya yaitu, kemampuan; usaha; kesulitan tugas; dan
kemujuran. Asumsi dasar teori atribusi adalah bahwa mencari pemahaman itu sumber
utama dari motivasi manusia. . Bagi mereka yang motivasi berprestasinya tinggi maka
lebih cenderung menyalahkan diri sendiri untuk melakukan refleksi terhadap proses yang
dipersiapkan dan hasil yang diperoleh saat ini dijadikan sebagai motivasi untuk perbaikan
pada hari berikutnya. Sedangkan bagi mereka yang memiliki motivasi berprestasi rendah
akan lebih cenderung menyalahkan orang lain.
Contohnya: jika sekelompok siswa yang diberikan tes matematika, maka jika dari
hasil tes tersebut terdapat beberapa siswa yang mengalami kegagalan. Dan kegagalan itu
dikarena prekuensi dalam mempelajari materi yang masih minim disamping terdapat
kesalahan dalam menafsirkan maksud soal yang telah diberikan. Sehingga para siswa
diberikan tugas untuk mengerjakan soal latihan matematika untuk mengasah kemampuan
mereka. Bagi sebagian siswa yang tergolong bermotivasi tinggi tentu tidak akan
menghindari tugas yang diberikan, akan tetapi lebih cenderung untuk lebih teliti dalam
mencermati soal yang akan dikerjakan. Sedangkan bagi sebagian yang memiliki motivasi
berprestasi rendah akan tetap beranggapan bahwa soalnya sangat sulit, soalnya tidak
persis sama dengan contoh yang diberikan dan lain-lain alasan yang membuat mereka
akan tetap gagal dalam mengerjakan soal tersebut.
4. Teori Fenomenografi
Menurut Marton dan Saljo (Supardan, 2015: 25), jika pembelajar menerapkan
pendekatan pembelajaran tersebut dengan hasrat untuk memahami isi kandungannya,
maka peluang untuk dia memahami teks tersebut serta menguasai fakta-fakta penting
adalah besar peluangnya. Tetapi, jika seseorang pembelajar itu memusatkan perhatiannya
kepada penguasaan mengingat fakta-fakta dan memperlakukan penugasan yang diberikan
sebagai suatu yang membebankan, maka tingkat pemahaman terhadap materi
pembelajaran yang dihasilkan adalah lemah.
Salah satu temuan utama fenomenografi adalah bahwa ada dua cara yang berbeda
yang diambil oleh pembelajar ketika melakukan kegiatan akademik. Dua cara ini
kemudian dikenal dengan istilah pendekatan belajar dangkal (surface learning) dan
belajar mendalam (deep learning). Teori fenomenografi sangatlah penting dipahami oleh
guru di sekolah agar secara dini dapat membentuk pola belajar siswa yang lebih
mengarah pada pola belajar secara mendalam sehingga kemampuan berfikirnya dapat
terlatih dengan baik.
Jika kita ingin mengetahui apakan siswa atau mahasiswa itu selama ini ia
melakukan proses belajar secara dangkal atau melakukan proses belajar secara
mendalam, maka dapat dilakukan melalui pemberian tugas kepada mereka untuk
dianalisis. Misalnya mahasiswa diberikan tugas untuk melakukan kritikal review tentang
sebuah artikel. Jika dari hasil analisis jawaban yang diberikan lebih dominan pada
pengungkapan fakta-fakta dari apa yang terdapat dalam artikel tersebut, maka mereka
tergolong ke dalam belajar secara dangkal. Jika mereka menganalisis lebih jauh dari
sekedar fakta, misalnya lebih mengarag pada makna secara kualitatif dari apa yang
dianalisisnya dari artikel tersebut maka mereka tergolong ke dalam belajar secara
mendalam.
5. Teori belajar metakognisi Flavel
Menurut Flavel, jika seseorang mengalami masalah dalam belajar, kemudian dia
melakukan proses perbaikan secara sengaja terhadap cara belajarnya, maka definisi ini
menunjukkan bahwa metakognisi dikaitkan dengan usaha yang sengaja dan sadar kearah
perbaikan hasil pemikiran yang dilakukan.
Selanjutnya Falavel (Supardan, 2015: 103) menyatakan bahwa metakognisi
meliputi pengetahuan tentang strategi, tugas, dan variabel-variabel person. Dalam
kategori-kategori pada paradigma ini memasukkan pengetahuan siswa tentang strategi-
strategi belajar dan berpikir, dan pengetahuan siswa tentang tugas-tugas, kapan dan
mengapa harus menggunakan beragam strategi tersebut.
6. Perbedaan dan Persamaan Teori belajar Abraham Maslow dengan Teori Belajar
Carl Roger
Persamaan dari kedua teori ini adalah bahwa kedua-duanya memandang bahwa
manusia itu baik atau sehat. Dengan kata lain mereka memandang kesehatan mental
sebagai proses perkembangan hidup alamiah, sementara penyakit jiwa, kejahatan, dan
persoalan kemiskinan lain dipandang sebagai penyimpangan dari kecenderungan
alamiah.
Sementara itu, letak perbedaannya adalah bahwa aktualisasi diri yang
dimaksudkan oleh Roger merupakan motivasi yang melekat pada diri setiap individu dan
bertujuan mengembangkan seluruh potensinya secara maksimal. Sedangkan Maslow
telah membuat teori tentang motivasi manusia yang membedakan antara kebutuhan-
kebutuhan dasar dan metakebutuhan-metakebutuhan. Kebutuhan dasar harus terpenuhi
terlebih dahulu secara cukup sebelum kebutuhan-kebutuhan lainnya. Ketika kebutuhan
dasar terpenuhi maka setiap orang akan berusaha untuk memaksimalkan kebutuhan
aktualisasi diri yaitu sebagai aktualisasi potensi, kapasitas, dan bakat yang sedang
berlangsung.
7. Perbedaan dan Persamaan Teori belajar Bandura dengan Martin dalam
Pengembangan Pembelajaran
teori belajar Bandura adalah asumsi bahwa pembelajaran pada hakikatnya berlangsung
melalui peniruan atau pemodelan. Dalam teori belajar observasional ini peniruan jauh
lebih kompleks karena individu dipahami sebagai pihak yang memainkan peran aktif
dalam menentukan kelompok perilaku mana yang hendak ia tiru dan juga frekuensi serta
intensitas peniruan yang hendak dijalankan.
Sedangkan teori belajar Martin yang mengusulkan cita-cita pendidikan yang peka gender,
yang menuntut pendidik untuk tetap menyadari pengaruh gender dalam kehidupan laki-
laki dan perempuan dimana gender tidak membuat dan menciptakan perbedaan.
Sedangkan persamaan kedua teori ini tergambar dari pentingnya peran lingkungan dalam
belajar, dalam proses pengembangan model pembelajaran baik pada teori Bandura
maupun pada teori Martin sama-sama mengedepankan unsur lingkungan sebagai salah
satu komponen penting dalam pendidikan dan pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai