NIM : K7723074 Kelas : B/2023 RESUME ARTIKEL TEORI BELAJAR
A. Implementasi Berbagai Teori Belajar dalam Pembelajaran Akuntansi
Seseorang dikatakan belajar apabila setelah melakukan kegiatan belajar ia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi suatu perubahan. Pemerolehan Pengetahuan menurut Pandangan Psikologi Behavioristik Thorndike, salah seorang penganut paham psikologi behavior, menyatakan bahwa belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R) yang diberikan atas stimulus tersebut. Selanjutnya, Thorndike (dalam Orton,1991:39-40; Resnick, 1981:13) mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut: (1) Hukum latihan (law of exercise), yaitu apabila asosiasi antara stimulus dan respon sering terjadi, maka asosiasi itu akan terbentuk semakin kuat. ; (2) Hukum akibat (law of effect), yaitu apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin meningkat. Jika dihubungkan dengan pengetahuan Akuntansi, hal ini berarti semakin sering suatu konsep Akuntansi (pengetahuan) diulangi maka konsep Akuntansi itu akan semakin dikuasai. Sebagai contoh, apabila seorang anak telah mengetahui bahwa 3 x 4 sama dengan 12, kemudian anak tersebut sering ditanya tentang hal itu, maka ia akan semakin paham dan bahkan secara otomatis dapat menjawab dengan benar apabila ditanya, karena ikatan stimulus yaitu ”3 x 4 “ dengan responnya yaitu “12” akan semakin kuat. Pemerolehan Pengetahuan Menurut Pandangan Psikologi Gestaltik Psikologi gestalt pada akhirnya difokuskan pada fenomena yang lebih umum, yaitu hakikat belajar dan pemecahan masalah. Menurut pandangan psikologi gestalt dapat disimpulkan bahwa seseorang memperoleh pengetahuan melalui sensasi atau informasi dengan melihat strukturnya secara menyeluruh kemudian menyusunnya kembali dalam struktur yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dipahami. Pemerolehan Pengetahuan menurut Pandangan Konstruktivistik Piaget pemerolehan pengetahuan harus melalui tindakan dan interaksi aktif dari seseorang/pembelajar terhadap lingkungan. suatu informasi (pengetahuan) baru dikenalkan kepada seseorang dan pengetahuan itu cocok dengan skema/skemata (struktur kognitif) yang telah dimilikinya maka pengetahuan itu akan diadaptasi melalui proses asimilasi dan terbentuklah pengetahuan baru. Sedangkan, apabila pengetahuan baru yang dikenalkan itu tidak cocok dengan struktur kognitif yang sudah ada maka akan terjadi disequilibrium, kemudian struktur kognitif tersebut direstrukturisasi kembali agar dapat disesuaikan dengan pengetahuan baru atau terjadi equilibrium, sehingga pengetahuan baru itu dapat diakomodasi dan selanjutnya diasimilasikan menjadi pengetahuan skemata baru.
B. Teori Kontruktivisme dalam Pembelajaran
Teori merupakan kumpulan-kumpulan pemikiran seseorang yang sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dan dapat diterima oleh akal sehat semua orang. Teori Konstruktivisme Dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan sebuah teori yang sifatnya membangun, membangun dari segi kemampuan, pemahaman, dalam proses pembelajaran. Konsturktivisme merupakan bagaimana mengaktifkan siswa dengan cara memberikan ruang yang seluas-luasnya untuk memahami apa yang mereka telah pelajari dengan cara menerpakan konsep-konsep yang di ketahuinya kemudian mempaktikkannya ke dalam kehidupan sehari-harinya. Asumsi-Asumsi Konstruktivisme Adapun asumsi-asumsi dari konstruktivisme adalah, pertama, manusia merupakan siswa aktif yang mengembangkan pengetahuan bagi diri mereka sendiri. Di mana siswa diberikan keluasan untuk mengembangkan ilmu yang sudah didapatkan tersebut, baik dengan melakukan latihan, melakukan eksperimen maupun berdiskusi sesama siswa. Kedua. Guru sebaiknya tidak mengajar dalam artian menyampaikan pelajaran dengan cara tradisional kepada sejumlah siswa. Guru seharusnya membangun situasisituasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat terlibat secara aktif dengan materi pelajaran melalui pengolahan materi-materi dan interaksi sosiaL. Perspektif-Perspektif Dalam Konstruktivisme Pertama, konstruktivisme eksogeneus. Pandangan ini mendasarkan pengaruh kuat dari dunia luar pada konstruksi pengetahuan, seperti pengalaman-pengalaman, pengajaran dan pengamatan terhadap model-model. Kedua, konstruktivisme endogenus. Pengetahuan berkembang melalui aktifitas kognitif dari abstraksi dan mengikuti sebuah rangkaian yang dapat diprediksikan secara umum. Ketiga, konstruktivisme dialektikal. Pengetahuan tidak hanya dapat diperoleh melalui sekolah akan tetapi bisa juga di dapatkan melalui saling berinteraksi sesama teman, guru, tetangga dan bahkan lingkungan sekitar kita. Kelebihan Konstruktivisme Pertama, guru bukan satu-satunya sumber belajar. Sebab dalam kosntruktivisme pengetahuan itu tidak hanya di dapatkan dalam proses pembelajaran akan tetapi bisa juga di dapatkan melalui diskusi, pengalaman dan juga bisa di dapatkan di lingkungan sekitarnya. Kedua, siswa (pembelajaran) lebih aktif dan kreatif. siswa di tuntut untuk bisa memahami ilmu-ilmu yang baru dan dapat di koneksikan dengan ilmu-ilmu yang sudah lama. Ketiga, pembelajaran menjadi lebih bermakna. Artinya pembelajaran tidak hanya mendengarkan dari guru saja akan tetapi siswa harus bisa mengaitkan dengan pengalaman- pengalaman pribadinya. Keempat, pembelajaran memiliki kebebasan dalam belajar. Kelima, perbedaan individual terukur dan di hargai. Keenam, guru berfikir proses membina pengetahuan baru, siswa berfikir untuk menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan. Kekurangan Konstruktivisme Pertama, proses belajar yang bukan merupakan perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa. . Kedua, guru tidak menerapkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri.
C. Implikasi Teori Belajar Bruner dalam Model Pembelajaran Kurikulum 2013
Menurut Bruner, belajar adalah suatu proses aktif yang memungkinkan manusia menemukan sesuatu yang baru di luar informasi yang sudah diberikan kepadanya. Menurut Bruner manusia sebagai pemikir, pemroses, dan pencipta informasi. Oleh karena itu, Bruner memusatkan perhatian pada sesuatu yang dilakukan manusia sesuai dengan informasi yang diterimanya untuk mencapai suatu pemahaman yang bermakna. Ada tiga proses kognitif yang berlangsung dalam belajar, yaitu: proses pemerolehan informasi baru, proses transformasi informasi, proses mengevaluasi atau menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Menurut Bruner, proses belajar dapat terlaksana dengan baik jika pengetahuan dipelajari melalui tiga tahapan perkembangan kognitif siswa yaitu: 1. Enaktif yaitu tahap perkembangan siswa memperoleh pengetahuan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap fakta atau realita yang terjadi di lingkungan sekitar. 2. Ikonik yaitu tahap perkembangan siswa memperoleh pengetahuan tidak secara langsung melalui benda konkrit atau situasi nyata pada lingkungan sekitar, melainkan melalui visualisasi verbal dan gambargambar. 3. Simbolik yaitu tahapan perkembangan siswa memperoleh pengetahuan melalui symbol bahasa, matematika, logika, dan sebagainya. Bruner menjelaskan peran guru dalam belajar penemuan diantaranya: (1) guru sebagai fasilitator dan tidak begitu mengendalikan proses pembelajaran; (2) guru harus pandai menstimulasi atau memunculkan masalah, siswa memecahkan sendiri solusinya; (3) dan membimbing dan memotivasi siswa untuk menemukan konsep, menemukan hubungan antar bagian struktur materi dan membuat kesimpulan. Supaya pengetahuan dapat dengan mudah ditransformasikan perlu memperhatikan yaitu; struktur pengetahuan, kesiapan, intuisi dan motivasi. Bruner lebih peduli terhadap proses pembelajaran dari pada hasil belajar. menurut Bruner metode atau model belajar adalah salah satu faktor penentu keberhasilan dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model belajar penemuan atau sering disebut dengan discovery learning. Masalah dalam Discovery learning dihadapkan kepada siswa merupakan semacam masalah yang direkayasa guru. Menurut Permendikbud Nomor 12 tahun 2016 tentang Standar Proses, implementasi kurikulum 2013 di Indonesia menggunakan tiga model pembelajaran dengan metode ilmiah yaitu: model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning), model pembelajaran penemuan (Inquiry atau Discovery Learning), dan model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning ). Model belajar penemuan atau discovery learning yang dikembangkan Bruner dengan tiga tahapan perkembangan kognitif siswa (enaktif, ikonik, dan simbolik) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam kurikulum 2013. D. Teori Belajar vs Multimedia A. Teori Belajar Behavioristik dalam Pengembangan MPI Teori behavioristik memandang belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya reaksi stimulus dan respon. Aliran behavioristik mempercayai bahwa perilaku lah yang seharusnya dipelajari, sebab perilaku dapat dikaji secara langsung. Seiring dengan perkembangan psikologi modern, aliran berhavioristik Nr3berkembang menjadi teori belajar yang menganalisis proses belajar melalui perubahan tingkah laku. Thorndike, menjelaskan bahwa proses belajar merupakan proses trial-and- error sampai peserta didik melakukan respon yang tepat. Hasil pemikiran Thorndike banyak dikenal melalui beberapa hukum, yakni (a) hukum kesiapan (law of readiness), (b) hukum latihan (law of exercises), dan (c) hukum efek (law of effect). Teori behavioristik akan cocok apabila diterapkan untuk proses pembelajaran yang bersifat hafalan dan konseptual yang statis (tetap). Dalam teori belajar behavioristik menurut Edwin R. Guthrie, ditemukan adanya prinsip reward dan punishment yang didasarkan pada asosiasi-asosiasi. Konsep reward dan punishment merupakan bentuk penguatan untuk menimbulkan respon yang diinginkan. B. Teori Belajar Kognitif dalam Pengembangan MPI Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, persepsi, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Menurut Suyono & Hariyanto (2014) teori belajar kognitif memiliki dua kunci pendekatan yakni: 1. Bahwa sistem ingatan adalah suatu prosesor informasi yang aktif dan terorganisasi. 2. Bahwa pengetahuan awal memerankan peranan penting dalam pembelajaran Dalam terjadinya proses belajar, teori belajar kognitif menggambarkan bahwa seseorang akan melalui tahapan penyesuaian skema kognitif melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses merespon lingkungan sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki oleh seseorang, sedangkan akomodasi merupakan proses memodifikasi struktur kognitif sesuai dengan respon yang diterima dari lingkungan. Akhir dari proses belajar itu sendiri, menurut teori kognitif yakni terciptanya keseimbangan (equilibration) antara pengalaman yang diterima dengan perubahan atau adaptasi struktur kognitif yang dimilikinya. Teori belajar kognitif ini juga memperhatikan pengalaman atau pengetahuan awal yang dimiliki siswa sebagai dasar pertimbangan sebelum menyampaikan materi pembelajaran yang baru. Seseorang dikatakan telah belajar apabila ia telah mencapai keseimbangan (ekuilibrium) antara konsep baru dengan struktur skema pengetahuan yang dimilikinya. Secara sederhana bahwa teori belajar kognitif ini lebih berkaitan dengan penataan, penyajian konten (materi) agar lebih mudah dipahami oleh peserta didik. C. Teori Belajar Konstruktivistik dalam Pengembangan MPI Belajar konstruktivistik ialah belajar merupakan proses membangun konstruksi (bangunan) pengetahuan. Belajar juga dapat dikatakan sebagai proses mandiri yang dilakukan dalam diri peserta didik untuk memenuhi kebutuhan belajarnya. Pebelajar atau peserta didik belajar melalui pengalaman belajar yang dia peroleh dari dunia nyata melalui refleksi, analisis, maupun melalui pembelajaran kolaboratif.
E. Teori Belajar dan Model Penerapannya dalam Pembelajaran
Teori belajar merupakan dasar mengembangkan model yang akan digunakan. Model belajar menjadi ketentuan dalam menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam proses belajar yang akan dilaksanakan. Hasil belajar yang baik hanya dicapai melalui proses belajar yang baik pula. . Hasil belajar yang baik hanya dicapai melalui proses belajar yang baik pula. 1. Perbedaan dan persamaan teori belajar Bolles dengan teori belajar Bronfenbrenner Konsep teori belajar Bolles secara keseluruhan terdiri dari empat konsep yaitu ekspektasi, predisposiosi bawaan, motivasi membatasi fleksibilitas respons, dan argument tempat. Konsep argument tempat, Bolles mengatakan bahwa tempat sangat mempengaruhi bentuk-bentuk belajar yang organisme lakukan dimana menurutnya bahwa organism memiliki kewajiban untuk belajar atau tidak tergantung pada tempat mereka berada dan bagaimana mereka menyesuaikan diri dengan keseluruhan skema. Sedangkan konsep teori belajar dari Urie Bronfenbrenner lebih difokuskan pada pengaruh konteks sosial dimana anak itu tinggal dan orang-orang yang mempengaruhi perkembangan anak tersebut. Dalam teori belajar Urie Bronfenbrenner ini dijelaskan bahwa banyaknya konteks sosial yang berinteraksi dalam sistem lingkungan baik keluarga, teman sebaya, sekolah, tetangga, (sebagai sistem lingkungan yang mikro); hubungan antar sekolah dengan keluarga (sebagai mesosistem); dewan sekolah, dewan pengawas taman, fasilitas rekreasi, dan perpustakaan (sebagai ekosistem); nilai dan adat istiadat masyarakat (sebagai makrosistem); dan keadaan ekonomi suatu masyarakat (sebagai kronosistem) sangat mempengaruhi kualitas dan perkembangan dengan model bioekologis. Kedua konsep teori belajar tersebut juga sama-sama menekankan pada pentingnya perlan lingkungan atau tempat terhadap perkembangan perilaku organism. Dimana dalam konsep Bolles organisme dapat belajar atau tidak sangat tergantung pada tempat dimana organism itu berada. Sedangkan dalam konsep Bronfenbrenner bahwa perkembangan organism itu sangat ditentukan oleh banyaknya interaksi sosial yang terjadi dan dialami oleh organisme baik pada sistem lingkungan yang mikro, meso, ekosistem, makro dan kronosistem. 2. Perbedaan dan Persamaan teori belajar refleksiologi Watson, dengan teori belajar koneksionisme Thorndike, dan teori belajar kondisioning operan Skinner Watson adalah seorang yang mendukung peran lingkungan terhadap karakter seseorang. Teori belajar Watson bersandar pada dua prinsip yaitu prekuensi dan resensi. teori belajar ini lebih mementingkan proses pengualangan dan proses memberikan respon terhadap suatu stimulus harus dilakukan dengan segera. Watson kurang mendukung pada faktor penguatan (reinforcement), imbalan (reward), dan hukuman (punishment) sebagai penyebab terjadinya pembelajaran. Teori belajar Thorndike menyatakan bahwa bentuk paling dasar dari proses belajar adalah trial and error learning atau yang disebut sebagai selecting and connecting. Teori belajar Thorndike menyatakan bahwa bentuk paling dasar dari proses belajar adalah trial and error learning atau yang disebut sebagai selecting and connecting. Teori belajar Skinner lebih menekankan pada perilaku yang perlu dicermati yakni respondent behavior (perilaku responden) yang ditimbulkan oleh suatu stimulus yang dikenal, dan perilaku operant behavior (perilaku operan) yang tidak diakibatkan oleh stimulus yang dikenal. Pengkondisian tipe S yang dinamakan respondent conditioning (pengkondisian responden) lebih menekankan arti pentingnya stimulus. Sedangkan pengkondisian tipe R yang dinamakan operant conditioning lebih menekankan pada respons. Ketiga tokoh baik Watson, Thorndike, dan Skinner adalah sama-sama mengusung teori belajar yang mengedepankan stimulus dan respons. Disamping itu proses pengulangan dan latihan merupakan konsep persamaan yang terdapat dalam teori belajar ini. 3. Teori Belajar Atribusi dari Bernard Weiner Istilah atribusi mengacu pada penyebab sesuatu kejadian, atau hasil menurut persepsi individu. Dalam teori ini, terdapat peristiwa internal yang bertindak sebagai perantara stimulus tugas dan tingkah laku individu berikutnya. Orang yang motivasi berprestasinya tinggi cenderung melihat dirinya lebih mampu dari orang lain dan cenderung lebih banyak melakukan tugas-tugas untuk prestasi tersebut. Faktor penyebab dicapainya keberhasilan maupun kegagalan serta dalam hubungan dengan tingkah laku berikutnya yaitu, kemampuan; usaha; kesulitan tugas; dan kemujuran. Asumsi dasar teori atribusi adalah bahwa mencari pemahaman itu sumber utama dari motivasi manusia. . Bagi mereka yang motivasi berprestasinya tinggi maka lebih cenderung menyalahkan diri sendiri untuk melakukan refleksi terhadap proses yang dipersiapkan dan hasil yang diperoleh saat ini dijadikan sebagai motivasi untuk perbaikan pada hari berikutnya. Sedangkan bagi mereka yang memiliki motivasi berprestasi rendah akan lebih cenderung menyalahkan orang lain. Contohnya: jika sekelompok siswa yang diberikan tes matematika, maka jika dari hasil tes tersebut terdapat beberapa siswa yang mengalami kegagalan. Dan kegagalan itu dikarena prekuensi dalam mempelajari materi yang masih minim disamping terdapat kesalahan dalam menafsirkan maksud soal yang telah diberikan. Sehingga para siswa diberikan tugas untuk mengerjakan soal latihan matematika untuk mengasah kemampuan mereka. Bagi sebagian siswa yang tergolong bermotivasi tinggi tentu tidak akan menghindari tugas yang diberikan, akan tetapi lebih cenderung untuk lebih teliti dalam mencermati soal yang akan dikerjakan. Sedangkan bagi sebagian yang memiliki motivasi berprestasi rendah akan tetap beranggapan bahwa soalnya sangat sulit, soalnya tidak persis sama dengan contoh yang diberikan dan lain-lain alasan yang membuat mereka akan tetap gagal dalam mengerjakan soal tersebut. 4. Teori Fenomenografi Menurut Marton dan Saljo (Supardan, 2015: 25), jika pembelajar menerapkan pendekatan pembelajaran tersebut dengan hasrat untuk memahami isi kandungannya, maka peluang untuk dia memahami teks tersebut serta menguasai fakta-fakta penting adalah besar peluangnya. Tetapi, jika seseorang pembelajar itu memusatkan perhatiannya kepada penguasaan mengingat fakta-fakta dan memperlakukan penugasan yang diberikan sebagai suatu yang membebankan, maka tingkat pemahaman terhadap materi pembelajaran yang dihasilkan adalah lemah. Salah satu temuan utama fenomenografi adalah bahwa ada dua cara yang berbeda yang diambil oleh pembelajar ketika melakukan kegiatan akademik. Dua cara ini kemudian dikenal dengan istilah pendekatan belajar dangkal (surface learning) dan belajar mendalam (deep learning). Teori fenomenografi sangatlah penting dipahami oleh guru di sekolah agar secara dini dapat membentuk pola belajar siswa yang lebih mengarah pada pola belajar secara mendalam sehingga kemampuan berfikirnya dapat terlatih dengan baik. Jika kita ingin mengetahui apakan siswa atau mahasiswa itu selama ini ia melakukan proses belajar secara dangkal atau melakukan proses belajar secara mendalam, maka dapat dilakukan melalui pemberian tugas kepada mereka untuk dianalisis. Misalnya mahasiswa diberikan tugas untuk melakukan kritikal review tentang sebuah artikel. Jika dari hasil analisis jawaban yang diberikan lebih dominan pada pengungkapan fakta-fakta dari apa yang terdapat dalam artikel tersebut, maka mereka tergolong ke dalam belajar secara dangkal. Jika mereka menganalisis lebih jauh dari sekedar fakta, misalnya lebih mengarag pada makna secara kualitatif dari apa yang dianalisisnya dari artikel tersebut maka mereka tergolong ke dalam belajar secara mendalam. 5. Teori belajar metakognisi Flavel Menurut Flavel, jika seseorang mengalami masalah dalam belajar, kemudian dia melakukan proses perbaikan secara sengaja terhadap cara belajarnya, maka definisi ini menunjukkan bahwa metakognisi dikaitkan dengan usaha yang sengaja dan sadar kearah perbaikan hasil pemikiran yang dilakukan. Selanjutnya Falavel (Supardan, 2015: 103) menyatakan bahwa metakognisi meliputi pengetahuan tentang strategi, tugas, dan variabel-variabel person. Dalam kategori-kategori pada paradigma ini memasukkan pengetahuan siswa tentang strategi- strategi belajar dan berpikir, dan pengetahuan siswa tentang tugas-tugas, kapan dan mengapa harus menggunakan beragam strategi tersebut. 6. Perbedaan dan Persamaan Teori belajar Abraham Maslow dengan Teori Belajar Carl Roger Persamaan dari kedua teori ini adalah bahwa kedua-duanya memandang bahwa manusia itu baik atau sehat. Dengan kata lain mereka memandang kesehatan mental sebagai proses perkembangan hidup alamiah, sementara penyakit jiwa, kejahatan, dan persoalan kemiskinan lain dipandang sebagai penyimpangan dari kecenderungan alamiah. Sementara itu, letak perbedaannya adalah bahwa aktualisasi diri yang dimaksudkan oleh Roger merupakan motivasi yang melekat pada diri setiap individu dan bertujuan mengembangkan seluruh potensinya secara maksimal. Sedangkan Maslow telah membuat teori tentang motivasi manusia yang membedakan antara kebutuhan- kebutuhan dasar dan metakebutuhan-metakebutuhan. Kebutuhan dasar harus terpenuhi terlebih dahulu secara cukup sebelum kebutuhan-kebutuhan lainnya. Ketika kebutuhan dasar terpenuhi maka setiap orang akan berusaha untuk memaksimalkan kebutuhan aktualisasi diri yaitu sebagai aktualisasi potensi, kapasitas, dan bakat yang sedang berlangsung. 7. Perbedaan dan Persamaan Teori belajar Bandura dengan Martin dalam Pengembangan Pembelajaran teori belajar Bandura adalah asumsi bahwa pembelajaran pada hakikatnya berlangsung melalui peniruan atau pemodelan. Dalam teori belajar observasional ini peniruan jauh lebih kompleks karena individu dipahami sebagai pihak yang memainkan peran aktif dalam menentukan kelompok perilaku mana yang hendak ia tiru dan juga frekuensi serta intensitas peniruan yang hendak dijalankan. Sedangkan teori belajar Martin yang mengusulkan cita-cita pendidikan yang peka gender, yang menuntut pendidik untuk tetap menyadari pengaruh gender dalam kehidupan laki- laki dan perempuan dimana gender tidak membuat dan menciptakan perbedaan. Sedangkan persamaan kedua teori ini tergambar dari pentingnya peran lingkungan dalam belajar, dalam proses pengembangan model pembelajaran baik pada teori Bandura maupun pada teori Martin sama-sama mengedepankan unsur lingkungan sebagai salah satu komponen penting dalam pendidikan dan pembelajaran.