Anda di halaman 1dari 6

BAB VI

PENEMUAN J BRUNER

A. Teori Belajar
Bruner merupakan orang yang mengembangkan psikologi
kognitif dengan menemukan merode belajar discovery.
Menurut Jerome Bruner (dalam Rianto, 1999/2000; Wilis,
1989), teori perkembangan kognitif harus memperhatikan
aspek-aspek pertumbuhan intelektual secara alamiah, yaitu:
a. Pertumbuhan intelektual ditandai dengan
berkembangnya respon setiap stimulus terhadap
lingkungan secara tiba-tiba. Belajar untuk memperoleh
kepuasan, memodifikasi respons yang tetap untuk
menghadapi situasi stimulus atau perubahan
lingkungan.
b. Pertumbuhan tergantung pada perkembangan internal
dan sistem penyimpanan informasi yang
menggambarkan fakta. Dengan sistem penyimpanan
informasi memungkinkan peserta didik mempelajari
sistem simbol yang digunakan di dunianya, sehingga
meningkatkan kemampuannya untuk menduga
berdasarkan fakta yang diketahui.
c. Pertumbuhan intelektual melibatkan kapasitas untuk
berkomunikasi dengan orang lain melalui kata-kata atau
simbol tentang apa yang sudah dilakukan oleh
seseorang dan apa yang akan dilakukannya. Pola ini
berhubungan dengan kesadaran diri dan merupakan
kemampuan yang akan membawa transisi dari tingkah
laku yang teratur menjadi tingkah laku yang logis atas
dasar adaptasi empirik.
d. Pertumbuhan intelektual tergantung pada interaksi yang
sistematis antara tutor dengan peserta didik. Untuk itu
orang tua, figur-figur yang diidolakan seperti tokoh-
tokoh masya-rakat dan guru harus mendidik dengan
menginterpretasikan nilai-nilai budaya dan
menyampaikannya kepada peserta didik.
e. Bahasa merupakan media komunikasi sehingga bahasa
merupakan kunci perkembangan kognitif seseorang.
Dengan bahasa seseorang dapat menyampaikan
konsepkonsepnya kepada orang lain. Makin dewasa
seseorang, makin meningkat kemampuannya dalam
belajar dengan menggunakan behasa sebagai media.
f. Pertumbuhan intelektual ditandai dengan bertambahnya
kemampuan untuk berhubungan dengan berbagai
alternatif secara terus menerus dan menunjukkan
kegiatan yang terjadi secara bersamaan (simultan) serta
menempatkan urutan minat atau perilaku dalam
berbagai situasi.

Teori Bruner ini perlu dikembangkan dengan melihat


perbedaan siswa-siswi dari aspek perbedaan jenis kelamin
maupun keragaman sosial. Misalnya bagaimana cara
berinteraksi, berkomunikasi dengan bahasa dan media yang
inklusif gender dan sosial.

B. Tahap-tahap dalam Proses Belajar


Belajar merupakan aktivitas yang berproses, sudah tentu di
dalamnya terjadi perubahan-perubahan yang bertahap.
Perubahan tersebut timbul melalui tahap-tahap yang antara
satu dengan lainnya bertalian secara berurutan dan
fungsional.
Menurut Bruner dalam Saiful Sagala (2006: 35-37),
dalam proses pembelajaran siswa menempuh tiga tahap,
yaitu
(1) tahap informasi (tahap penerimaan materi);
Dalam tahap informasi, seorang murid yang sedang
belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai
materi yang sedang dipelajari. Di antara informasi yang
diperoleh itu ada yang sama sekali baru dan berdiri
sendiri ada pula yang berfungsi menambah,
memperhalus, dan memperdalam pengetahuan yang
sebelumnya telah dimiliki.
(2) tahap transformasi (tahap pengubahan. materi);
Dalam tahap transformasi, informasi yang telah
diperoleh itu dianalisis, diubah, atau ditransformasikan
menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya
pada gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang
lebih luas. Bagi siswa/siswi MI/SD, tahap ini akan
berlangsung lebih mudah apabila disertai dengan
bimbingan. Anda selaku guru yang diharapkan
kompeten dalam mentransfer strategi kognitif yang
tepat untuk melakukan pembelajaran materi pelajaran
tertentu.
(3) tahap evaluasi (tahap penilaian materi).
Dalam tahap evaluasi, seorang siswa/siswi menilai
sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah
ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk
memahami gejala atau memecahkan masalah yang
dihadapi.Tak ada penjelasan rinci mengenai cara
evaluasi ini, tetapi agaknya analog dengan peristiwa
retrieval untuk merespons lingkungan yang sedang
dihadapi.

Ketiga proses belajar tersebut diperhatikan pula karakter


masing-masing. Perbedaan sosial dan perbedaan gender ini
untuk mengatasi kesenjangan akibat perbedaan yang ada.
Agar dapat memperlancar peserta didik dalam proses
belajarnya, maka setiap mata pelajaran hendaknya
dinyatakan menurut cara bagaimana peserta didik
memahami dunianya yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik. Di
samping itu, perlu memperhatikan banyaknya informasi
yang seharusnya disajikan, sehingga dapat ditransformasikan
dalam kerangka berpikir peserta didik.
Bruner beranggapan bahwa belajar merupakan
pengembangan kategori-kategori dan pengembangan suatu
sistem pengodean (coding). Berbagai kategori-kategori
saling berkaitan sedemikian rupa, sehingga setiap individu
mempunyai model yang unik tentang alam. Dalam model
ini, belajar baru dapat terjadi dengan mengubah model itu.
Hal ini terjadi melalui pengubahan kategori-kategori
menghubungkan kategori-kategori dengan suatu cara baru,
atau dengan menambahkan kategori-kategori baru. Anak
sebagai sosok yang mampu memecahkan masalah sendiri
secara aktif yang memiliki cara sendiri untuk memahami
dunia. Jika anak didik memahami langkah-langkah penting
dalam suatu mata pelajaran, ia dapat berfikir terus secara
produktif tentang masalah-masalah baru.
Belajar penemuan (discovery learning) adalah pencarian
pengetahuan secara aktif oleh peserta didik melalui
pemecahan masalah, sehingga menghasilkan pengetahuan
bermakna. Bruner menyarankan agar peserta didik
hendaknya belajar berpartisipasi. secara aktif dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip, demikian ia dianjurkan
untuk memperoleh pengalaman, dan melakukan percobaan
untuk menemukan prinsip-prinsip.
Melalui belajar penemuan diperoleh kebaikan-kebaikan,
antara lain: Pertama, pengetahuan yang diperoleh dapat
bertahan lama atau lebih lama diingat atau lebih mudah
diingat. Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai hasil
transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya.
Ketiga, secara keseluruhan belajar penemuan meningkatkan
penalaran peserta didik dan kemampuan berfikir secara
bebas. Selanjutnya, belajar penemuan dapat melatih
keterampilan-keterampilan kognitif peserta didik untuk
menemukan dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang
lain/dapat membangkitkan keingintahuan peserta didik,
memberi motivasi untuk bekerja keras sampai menemukan
jawaban, dan meminta peserta didik untuk menganalisis dan
memanipulasi informasi.

C. Implikasi Discovery Learning


Discovery learning-nya Jerome Bruner (Slavin dalam
Baharuddin & Esa, 2006: 129), yaitu siswa didorong untuk
belajar dengan diri mereka sendiri. Siswa belajar aktif
dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, guru
mendorong siswa untuk mempunyai pengalaman-
pengalaman dan menghubungkan pengalaman pengalaman
tersebut untuk menemukan prinsip-prinsip bagi diri mereka
sendiri.
Contoh aplikasi discovery learning dalam dunia
keilmuan antara lain, pada beberapa museum sains ada
beberapa silinder yang memiliki ukuran dan berat yang
berbeda-beda, beberapa ada yang berat dan yang lain
ringan. Siswa didorong untuk mengamati secara detail
perbedaan silinder-silinder tersebut. Dengan melakukan
eksperimen, akhirnya siswa/siswi dapat menemukan
prinsip-prinsip yang berkaitan dengan silinder tersebut, di
antaranya adalah menentukan kecepatan silinder tersebut.
Discovery learning mempunyai beberapa keuntungan
dalam belajar, antara lain siswa memiliki motivasi dari
dalam diri sendiri untuk menyelesaikan pekerjaannya
sampai mereka menemukan jawaban-jawaban atas problem
yang dihadapi mereka. Selain itu, siswa juga belajar untuk
mandiri dalam memecahkan problem dan memiliki
keterampilan berpikir kritis, karena mereka harus
menganalisis dan mengelola informasi.
Discovery Learning mengarah pada self reward, yakni
bahwa dengan metode ini pada gilirannya anak akan
mencapai keputusan karena telah menemukan pemecahan
problem sendiri. Murid yang telah terlatih dengan discovery
learning akan mempunyai skill dan teknik dalam
pekerjaannya lewat problem-problem rill di dalam
lingkungannya. Hal ini tentu tak lepas dari aspek memori
masingmasing individu.
Aspek penting di dalam memory ialah retrival, dan
memory yang telah diperbaiki akan memperbaiki susunan
pengetahuan. Murid dapat lebih mudah menemukan
kembali (retrive) pengetahuan bila murid dapat
mengorganisirnya menurut sistem coding sesuai dengan
kemampuan dirinya.
Dalam Process of education disebutkan juga tentang
Spiral curriculum. Spiral curriculum yaitu suatu kurikulum
yang disusun mulai dari suatu topik yang sederhana menuju
ke topik yang makin kompleks. Anak pada mulanya
mempelajari suatu topik yang sederhana, dan kembali ke
topik itu pada tingkat yang lebih luas.
Istilah discovery learning sering diartikan sama dengan
inquiry training atau problem solving dan ketiganya sering
dipakai secara bergantian. Tapi Johnson membedakan
bahwa inti dari discovery learning yaitu usaha untuk
memperoleh pengertian dan pemahaman yang lebih dalam
daripada inquiry. Dalam praktek banyak cara untuk
melakukan discovery learning dengan teknik diskusi
kelompok

Anda mungkin juga menyukai