PEMBELAJARAN PAI
1. PENDAHULUAN
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu
perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari
tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar memetakan
pengetahuan atau informasi yang disampaikan. Namun bagaimana melibatkan individu secara
aktif membuat atau pun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang
bermanfaat bagi pribadinya. Definisi lain mengemukakan bahwa belajar merupakan adanya
interaksi antara stimulus dan respon.[1] Menurut Omar hamalik aktivitas belajar tersebut bersifat
kompleks karena merupakan suatu proses yang dipengaruhi oleh banyak faktor dan meliputi
berbagai aspek, baik yang bersumber dari dalam diri maupun dari luar diri manusia.[2] Pendapat
lain mengemukakan bahwa belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakukan melalui
pengalaman.[3] Terdapat banyak definisi mengenai belajar dari para pakar pendidikan, hal ini
karena para pakar melakukan penelitian tentang belajar dan melahirkan teori-teori belajar.
Terdapat beberapa aliran yang berkenaan dengan teori belajar ddiantaranya adalah aliran
empirisme, nativisme dan kognitivisme dalam makalah ini selanjutnya pemakalah akan membahas
teori belajar kognitif yang merupakan turunan dari aliran kognitivisme.
Dalam makalah ini selanjutnya pemakalah akan membahas hal-hal sebagai berikut yaitu :
1. Pengertian belajar menurut teori belajar kognitif
2. Teori belajar menurut para ahli dari aliran kognitivisme
3. Penerapan teori belajar kognitif dalam pembelajaran PAI
4. Desain pembelajaran PAI berbasis teori belajar kognitif
2. PEMBAHASAN
a. Pengertian teori belajar kognitif
Ada beberapa ahli yang belum merasa puas terhadap penemuan-penemuan para ahli
sebelumnya mengenai belajar sebagai proses hubungan stimulus- respons – reinforcement. Mereka
berpendapat bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya dikontrol oleh reward dan reinforcement.
Mereka ini adalah para ahli jiwa dari aliran kognitif. Menurut pendapat mereka tingkah laku
seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenl atau memikirkan situasi
ddimana tingkah laku itu terjadi.[4] Dalam situasi belajar seseorang terlibat langsung dalam situasi
belajar, dan memperoleh insight untuk pemecahan massalah. Jadi kaum kognitifisme
berpandangan bahwa tingkah laku seseorang lebih tergantung kepada insight terhadap hubungan-
hubungan yang ada didalam suatu situasi.
Pertumbuhan teori belajar kognitif dimulai sejak lahirnya teori Gestalt, yang meneliti
tentang pengamatan dan problem solving, yang mana penelitian tersebut menekankkan bahasa
pada masalah konfigurasi, struktur, pemetaan dalam pengalaman. Menurut pandangat Gestaltis,
semua kegiatan belajar menggunakan insight atau pemahaman terhadap hubungan-hubungan.
Terutama hubungan antara bagian dan keseluruhan. Menurut psikologi Gestalt, tingkat kejelasan
atau keberartian dari apa yang diamati dalam siatuasi belajar adalah lebih meningkatkan belajar
seseorang daripada dengan hukuman dan ganjaran.[5]
2. Burner
Teori kognitif Burner bertitik tolak pada teroi belajar kognitif yang menyatakan belajar
dalah perubahan perseppsi dan pemahaman. Perubahan ini tidak perlu berbentuk perubahan
tingkah laku yang dapat diamati. Asumsi dasar teori kognitif ini adalah setiap orang memiliki
pengetahuan dan pengalaman di dalam dirinya. Pengetahuan dan pengalaman ini tertata dalam
bentuk struktur kognitif. Proses belajar akan berjalan dengan baik apabila materi pelajaran yang
baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki oleh peserta didik. Salah
satu teori belajar kognitifisme yang berkembang adalah free discovery learning.
Discovery learning yaitu murid mengorganisasi bahan yang akan dipelajari dengan sat
bentuk akhir. Banyak pendapat yang mendukung discovery learning diantaranya adalah J. Dewey
(1933), ia mengemukakan bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk
intelektual sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Untuk dapat mengembangkan program pengajaran kepada anak muda, burner
mengemukakan bahwa metode penyajian bahan dengan cara anak dapat mempelajari bahan
tersebut harus dikoordinasikan sesuai dengan tingkat kemajuan anak.
Menurut burner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang
ditentukan oleh caranya melihat lingkungan. Tahap pertama adalah enaktif, perserta didik
melakukan aktifitas-aktifitasnya dalam usaha memahami lingkungan. Peserta didik melakukan
observasi dengan cara mengalami secara langsung suatu reallitas. Tahap kedua adalah tahap
ikonik, eserya didik melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Tahap ketiga
adalah tahap simbolik, peserta didik mempuntai gagasan-gagasan abstrak yang banyak
dipengaruhi bahasa dan logika serta komunikasi dilakukan dengan pertolongan sistem simbol.
Semakin dewasa seseorang sistem simbol ini akan semakin dominan.
Menurut burner untuk belajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai peserta didik mencapai
tahap perkembangan tertentu. Perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan
mengatur bahan belajar yng akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
Secara garis besar langkah-langkah pembelajaran dalam merancang pembelajaran menurut
Burner adalah :
1. Mementukan tujuan pembelajaran
2. Melakukan identifikasi karakter peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar dan
sebagainya)
3. Memilih materi pembelajaran
4. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari pserta didik secara induktif
5. Mengembangkan bahan belajar berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk
dipelajari dari yang sederhana ke kompleks, dari yang kongkrit sampai yang abstrak, atau dari
tahap enaktif, ikonik, ke simbolik.
6. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.[7]