Anda di halaman 1dari 9

RESUME PENDIDIKAN IPA SD

Teori – Teori Belajar IPA dan Keterampilan Proses IPA

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Hj. Yanti fitria, S.Pd, M.Pd

Afriza Media, M.Pd

Oleh :

Wulan Rahmadania

22129383

DEPARTEMEN PENDIDIKAN GURU SEK0LAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2024
A. PENGERTIAN TEORI BELAJAR

Belajar merupakan suatu proses seorang individu berubah perilaku sebagai akibat
pengalaman. Belajar memiliki tiga ciri pokok, yaitu proses, perubahan perilaku dan penglaman.
Dari segi proses, mental dan emosional atau proses berpikir dan merasakan.Dari segi
perubahan perilaku, belajar menghasilkan perubahan tingkah laku. Dari segi pengalaman,
belajar merupakan kegiatan mengalami, dalam artian belajar terjadi didalam interaksi antara
individu dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupunlingkungan sosial.Teori merupakan
kumpulan dari prinsip-prinsip tertentu yang bersifat menjelaskanserta menyimpulkan suatu
gejala ataupun fakta. Teori membahas suatu konsep sertaketerhubungan antarkonsep yang
bersifat abstrak. Konsep adalah sebuah komponendari teori. Jika dihubungkan dengan cara
yang logis, komponen dapat menghasilkanteori. Dengan kata lain, teori menjelaskan bentuk
keterhubungan antara dua konsep ataulebih.Maka teori belajar ialah sekumpulan prinsip-
prinsip yang menjelaskan perubahan perilaku individu sebagai akibat dari pengalamannya.
Teori belajar ini menjelaskanterjadinya proses pembelajaran, perubahan perilaku individu
pembelajar dan pengalaman individu selama belajar.

B. TEORI-TEORI BELAJAR IPA DI SD

1. Teori belajar Behaviourisme

Pada teori ini dikembangkan oleh beberapa ilmuwan diantaranya Ivan Pavlov,Edward Lee
throndike, Guthrie, Burrhus Frederic Skinner, dan Hull. Teori behavioristik menyatakan bahwa
belajar merupakan bentuk yang dialami siswadalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku
dengan cara yang baru sebagaihasil interaksi antara stimulus dan respon. Pembelajaran yang
berpijak pada teoriini memandang bahwa pengetahuan adalah objektif, pasif, tetap, tidak
berubah.Belajar merupakan perolehan pengetahuan dan mengajar dianggap memindahkan
pengetahuan ke orang yang belajar. Pelajar diharapkan memiliki pemahaman yangsama
dengan terhadap pengetahuan yang diajarkan. Pelajar dianggap sebagai objekyang pasif yang
selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik dandirasakan kurang memberikan
ruang gerak yang bebas pada peserta didik untuk berkreasi, bereksperimen, dan mengeksplorasi
kemampuan.

Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru
pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.
Behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membutuhkan praktek dan
pembiasaan, cocok diterapkan untuk melatih anak- anak yang masih membutuhkan dominansi
peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.

2. Teori Perkembangan Kognitif

Teori ini lebih menekankan kepada proses belajar daripada hasil belajar, tidak hanya
melibatkan hubungan antara stimulus dan respons bebih dari itu belajar adalah melibatkan
proses berpikir yang sangat kompleks. Menurut teori kognitivistik, ilmu pengetahuan dibangun
didalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan.
Belajar dipandang sebagai usaha untuk mengerti sesuatu yang dilakukan secara aktif oleh
siswa. Keaktifan itu. dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, mencermati
lingkungan, mempraktekkan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Tokoh-tokoh dalam
pengembangan teori Kognitif, yaitu:

a. Teori Belajar Gagne

Menurut Gagne, Belajar itu merupakan suatu proses yang dapat dilakukan manusia,
Belajar menyangkut interaksi antara pembelajar (orang yang belajar) dan lingkungannya dan
Belajar telah berlangsung bila terjadi perubahan tingkah laku yang bertahap cukup lama selama
kehidupan orang itu.

Menurut Gagne, ada 4 buah fase dalam proses belajar, yaitu:

1) Fase penerimaan (apprehending phase), Pada fase ini, rangsang diterima oleh
seseorang yang belajar. Ini ada beberapa langkah. Pertama timbulnya perhatian,
kemudian penerimaan, dan terakhir adalah pencatatan (dicatat dalam jiwa
tentang apa yang sudah diterimanya).
2) Fase penguasaan (Acquisition phase). Pada tahap ini akan dapat dilihat apakah
seseorang telah belajar atau belum. Orang yang telah belajar akan dapat
dibuktikannya dengan memperlihatkan adanya perubahan pada kemampuan
atau sikapnya.
3) Fase pengendapan (Storage phase). Sesuatu yang telah dimiliki akan disimpan
agar tidak cepat hilang sehingga dapat digunakan bila diperlukan. Fase ini
berhubungan dengan ingatan dan kenangan.
4) Fase pengungkapan kembali (Retrieval phase). Apa yang telah dipelajari,
dimiliki, dan disimpan (dalam ingatan) dengan maksud untuk digunakan
(memecahkan masalah) bila diperlukan.
b. Teori Belajar Piaget

Belajar adalah suatu proses yang aktif, konstruktif, berorientasi padal tujuan,
semuannya bergantung pada aktifitas mental peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi
kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi
dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan dari guru sesuai dengan perkembangan
peserta didik. Mengajar adalah memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau
berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari
lingkungan.

Menurut Piaget proses belajar sebenarnya terdiri atas tiga tahapan yaitu:

1) Asimilasi: proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitifyang sudah ada.


2) Akomodasi: proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru.
3) Equilibrasi: penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.

Piaget juga mengatakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Oleh karena itu guru seharusnya memahami tahap-
tahap perkembangan kognitif anak didiknya serta memberikan isi, metode, media pembelajaran
yang sesuai dengan tahapannya. Menurut Piaget, ada sedikitnya tiga hal yang perlu
diperhatikan oleh guru dalam merancang pembelajaran di kelas, terutama dalam pembelajaran
IPA.

c. Teori Belajar Ausubel

Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya. didefinisikan dan
kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advanced organizer), dengan
demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer
adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari
oleh siswa sehingga membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah. Inti
dari teori belajarnya adalah belajar bermakna. Belajar bermakna adalah suatu proses yang
dikaitkan dengan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat pada struktur
kognitif seseorang. Mengajar adalah mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses
belajar bermakna. Mereka yang berada pada tingkat pendidikan dasar, akan lebih bermanfaat
jika siswa diajak beraktivitas, dilibatkan langsung dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan
pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, akan lebih efektif jika menggunakan penjelasan,
peta konsep, demonstrasi, diagram dan ilustrasi.

d. Teori Belajar Bruner

Belajar merupakan kegiatan perolehan informasi yang disebut sebagai belajar


penemuan yang merupakan berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta
pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.
Bruner mengungkapkan bahwa dalam proses belajar, anak sebaiknya diberikan kesempatan
untuk memanipulasi objek atau benda-benda (alat peraga).

Melalui alat peraga itu, anak akan langsung melihat bagaimana keteraturan dan pola srtuktur
dari benda yang diperhatikannya tersebut. Keteraturan yang didapat anak melaui
pengamatan/keterlibatan secara langsung tersebut kemudian oleh anak dihubungkan dengan
keterangan instuitif yang melekat padanya.

3. Teori Belajar Konstruktivisme

Teori konstruktivisme merupakan teori yang menyatakan bahwa pengetahuan adalah hasil
konstruksi dari kegiataan atau tindakan seseorang. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang ada
diluar, tetapi ada dalam diri seseorang yang membentuknya berdasarkan dari hasil pengalaman
yang didapatkannya.Menurut Slavin dalam Trianto (2009) menyatakan bahwa konstruktivisme
merupakan suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem arti dan pemahaman
terhadap realita melalui pengalaman dan interaksi mereka. Anak secara aktif membangun
pengetahuan dengan cara terus menerus mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru.

Dengan kata lain konstruktivisme adalah teori perkembangan kognitif yang


menekankan peran aktif siswa dalam membangun pemahaman mereka tentang realita
berdasarkan pengembangan skemata siswa yang berasal dari proses asimilasi dan akomodasi.
(Farida Nur Kumala, 2016. Pembelajaran IPA SD.)Aliran kosntruktivisme menghendaki
peserta didik untuk mencari sendiri berdasarkan pengalaman dari indra yang dimilikinya
sehingga didapatkan pengetahuan yang bermakna bagi siswa. Belajar merupakan proses timbal
balik antara individu dan individu, individu dengan kelompok, serta kelompok dengan
kelompok. Jadi belajar dapat berasal dari diri sendiri maupun dari keterlibatan orang lain yang
dapat dijadikan siswa untuk mengevaluasi maupun memperbaiki pemahaman atau
pengetahuan siswa.

Implikasi teori konstruktivisme dalam pembelajaran, diantaranya siswa dapat belajara melalui
pengamatan dan pemberian pengalaman kepada siswa, untuk mengkonstruksi pengetahuan
pada siswa maka pembelajaran lebih didasarkan pada permasalahan sehari hari, pemecahan
masalah dapat dilakukan melalui pemikiran pribadi siswa dan akan lebih baik berasal dari tukar
pemikiran dengan orang lain untuk memperkaya pengetahuan siswa.

Teori Belajar Vygotsky.

Vygotskt merupakan tokoh konstruktivisme social, yang mana menyatakan bahwa


siswa akan dapat lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabalia
mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan temannya. (Farida Nur
Kumala. 2016. Pembelajaran IPA Sekolah Dasar). Belajar yaitu suatu proses dimana seorang
siswa belajar setahap demi setahap akan memperoleh keahlian dalam interaksinya dengan
orang lain. Pembelajaran terjadi apabila anak-anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang
belum dipelajarinya namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkuan kemampuannya. Proses
pembelajaran terjadi dua tahap yaitu:

a) Terjadi saat anak beajar secara berkolaborasi dengan orang lain

b) Dilakukan secara individual yang didalamnya terjadi proses internalisasi. Mengajar adalah
membimbing siswa untuk mengembangkan ide-ide baru dan berkolaborasi dengan orang lain
sehingga fungsi guru sebagai pembantu dan mediator pembelajaran siswa.

Penerapan dalam pembelajaran IPA SD:

1) Pembelajaran kooperatif antar siswa tertata dengan baik


2) Pendekatannya dalam pembelajaran menerapkan sefolding yaitu pemberian sejumlah
besar bantuan pada siswa pada awal bantuan pembelajaran sehingga siswa semakin
lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri. Kemudian secara
perlahan bantuan tersebut dikurangi dengan memberikan kesempatan kepada anak
untuk mengambil alih tanggung jawab setelah ia mampu mengerjakan sendiri.
3) Prinsip-prinsip dalam pembelajaran IPA SD adalah prinsip pemahaman kita tentang
dunia di sekitar kita dimulai melalui pengalaman
4) Dikehendaki setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga
siswa dapat berinteraksi disekitar tugas-tugas dan saling memunculkan strategi
pemecahan yang efektif
C. KETERAMPILAN PROSES IPA

Secara garis besar sains dapat didefenisikan atas tiga komponen, yaitu (1) sikap ilmiah,
(2) proses ilmiah, dan (3) produk ilmiah. Jadi proses atau keterampilan proses atau metode
ilmiah merupakan bagian studi sains, termasuk materi bidang studi yang harus dipelajari siswa.
Mengajarkan bidang studi sains (IPA) berupa produk atau fakta, konsep dan teori saja belum
lengkap, karena baru mengajarkan salah satu komponennya,Keterampilan-keterampilan Proses
Sains adalah keterampilan-keterampilan yang dipelajari siswa pada saat mereka melakukan
inquiri ilmiah. Pada saat mereka terlibat aktif dalam penyelidikan ilmiah, mereka menggunakan
berbagai macam keterampilan proses, bukan hanya satu metode ilmiah tunggal. Keterampilan-
keterampilan proses sains dikembangkan bersama-sama dengan fakta-fakta, konsep-konsep,
dan prinsip- prinsip sains.Kerampilan proses sains dapat juga diartikan sebagai kemampuan
atau kecakapan unuk melaksanakan suatu tindakan dalam belajar sains sehingga menghasilkan
konsep, teori, prinsip, maupun hukum atau bukti. Mengajarkan keterampilan proses sains pada
siswa berarti memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan sesuatu bukan hanya
membicarakan sesuatu tentang sains (Widayanto, 2009). Sejalan dengan itu. Nurhasanah
(2014), mengatakan bahwa sesuai dengan karakteristiknya sains yang berhubungan dengan
mencari ilmu tentang alam secara sistematis, bukan hanya fakta, konsep dan prinsip saja namun
menekankan pada penemuan.

Menurut Glencoe Science Skill Handbook (Usman Samantoa, 2006: 137), keterampilan
proses IPA dapat dikelompokan menjadi empat yaitu:

1) Pengorganisasian informasi terdiri dari keterampilan mengkomunikasi


(communicating), menggolongkan (classifying), mengurutkan (sequencing).
memetakan konsep (concept mapping). membuat dan menggunakan tabel (making dan
using table), dan membuat dan menggunakan grafik (making and using graphs).
2) Berfikir kritis yang terdiri dari keterampilan mengamati dan meyimpulkan (observasing
and inferring), membandingkan dan membedakan (comparing and contrasting), dan
mengenal sebab dan akibat (recognizing cause and effect).
3) Mempraktekkan proses sains yang terdiri dari keterampilan membentuk definisi
operasional (forming operasional definition), membentuk hipotesis (forming
hypothesis), merancang percobaan untuk menguji hipotesis (designing an experiment
to test a hypothesis), memisahkan dan mengendalikan variabel (separating and
controlling variables) dan menafsirkan data (interpreting data).

SOAL DAN JAWABAN

1. Bagaimana konsep konstruktivisme mempengaruhi pendekatan pengajaran dalam


pembelajaran IPA?

Jawaban: Konstruktivisme adalah teori belajar yang menekankan pada peran aktif
siswa dalam membangun pemahaman mereka sendiri tentang dunia melalui pengalaman
langsung dan refleksi. Dalam konteks pembelajaran IPA, pendekatan konstruktivis
mempromosikan pembelajaran yang berpusat pada siswa di mana siswa diberi kesempatan
untuk melakukan eksplorasi, bertanya, dan mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri
melalui tindakan seperti eksperimen, observasi, dan diskusi. Guru berperan sebagai fasilitator
yang membimbing siswa dalam proses ini, bukan sebagai sumber utama pengetahuan. Dengan
demikian, pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran IPA menciptakan lingkungan di mana
siswa dapat mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang konsep-konsep ilmiah dan
keterampilan proses dengan membangun pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman
langsung.

2. Bagaimana penggunaan teknologi digital dan multimedia mempengaruhi


pendekatan pembelajaran IPA dan pengembangan keterampilan proses ilmiah?

Jawaban: Teknologi digital dan multimedia telah membawa perubahan signifikan


dalam cara pembelajaran IPA dirancang dan disampaikan. Dengan adopsi teknologi ini, guru
dapat menyajikan materi IPA secara lebih dinamis dan interaktif melalui animasi, simulasi, dan
video, yang dapat membantu siswa memahami konsep-konsep yang kompleks. Selain itu,
teknologi juga memungkinkan untuk eksplorasi dan eksperimen virtual, yang memungkinkan
siswa untuk mengakses pengalaman yang sulit atau berbahaya dalam lingkungan yang aman.
Penggunaan teknologi juga dapat meningkatkan kolaborasi antar siswa melalui platform
daring, memfasilitasi diskusi dan pertukaran ide yang lebih luas. Namun demikian, penggunaan
teknologi digital dan multimedia dalam pembelajaran IPA juga menimbulkan tantangan terkait
aksesibilitas, integritas, dan keamanan data, yang perlu diperhatikan dalam perancangan
pembelajaran yang efektif.

3. Apa dampak penggunaan metode eksperimen dalam pembelajaran IPA terhadap


pemahaman konsep dan keterampilan proses ilmiah siswa?

Jawaban: Penggunaan metode eksperimen dalam pembelajaran IPA memiliki


dampak positif yang signifikan terhadap pemahaman konsep dan pengembangan keterampilan
proses ilmiah siswa. Melalui eksperimen, siswa dapat melihat konsep-konsep ilmiah dalam
tindakan, mengamati hasil dari variabel yang mereka ubah, dan mengevaluasi implikasi dari
temuan mereka. Ini tidak hanya membantu mereka memahami konsep secara lebih mendalam,
tetapi juga mengembangkan keterampilan seperti pemecahan masalah, analisis data, dan
penarikan kesimpulan. Selain itu, eksperimen juga mempromosikan sikap ilmiah yang kritis
dan skeptis, karena siswa diajak untuk menguji hipotesis dan menghadapi ketidakpastian dalam
hasil eksperimen mereka. Dengan demikian, penggunaan metode eksperimen merupakan
komponen penting dalam pembelajaran IPA yang efektif untuk meningkatkan pemahaman
konsep dan keterampilan proses ilmiah siswa.

4. Bagaimana peran penilaian formatif dan sumatif dalam mengukur pemahaman


konsep dan keterampilan proses IPA siswa?

Jawaban: Penilaian formatif dan sumatif memiliki peran yang berbeda namun
penting dalam mengukur pemahaman konsep dan keterampilan proses IPA siswa. Penilaian
formatif digunakan selama proses pembelajaran untuk memberikan umpan balik kepada siswa
tentang kemajuan mereka, membantu mereka memahami kekuatan dan kelemahan mereka, dan
menyesuaikan instruksi sesuai kebutuhan mereka. Ini dapat dilakukan melalui tugas-tugas
formatif seperti kuis, pertanyaan reflektif, atau observasi kinerja siswa. Sementara itu,
penilaian sumatif dilakukan pada akhir suatu periode pembelajaran untuk menilai pencapaian
akhir siswa dan mengukur sejauh mana mereka telah memahami konsep-konsep dan menguasai
keterampilan proses IPA yang ditetapkan. Ini bisa berupa ujian, proyek, atau presentasi. Kedua
jenis penilaian ini bekerja bersama untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang kemajuan
siswa dalam pembelajaran IPA, memungkinkan guru untuk membuat keputusan instruksional
yang lebih baik dan siswa untuk memperbaiki pemahaman mereka.

5. Bagaimana konsep pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan dalam konteks


pembelajaran IPA untuk meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses?

Jawaban: Pembelajaran berbasis masalah (PBL) merupakan pendekatan yang


mendorong siswa untuk memecahkan masalah yang autentik dan relevan dalam konteks
pembelajaran mereka. Dalam pembelajaran IPA, PBL dapat diterapkan dengan
memperkenalkan siswa pada situasi atau tantangan yang memerlukan penerapan konsep-
konsep ilmiah dan keterampilan proses untuk menyelesaikannya. Misalnya, siswa dapat diberi
masalah penyelidikan ilmiah yang melibatkan pengamatan, pengujian hipotesis, dan analisis
data untuk mencari solusi. Proses pemecahan masalah ini tidak hanya memperkuat pemahaman
konsep, tetapi juga mengembangkan keterampilan kritis, kreatif, dan kolaboratif. Selain itu,
PBL juga meningkatkan motivasi intrinsik siswa karena mereka melihat relevansi dan dampak
langsung dari pembelajaran mereka, memperkuat keterkaitan antara teori dan praktik dalam
konteks dunia nyata.
DAFTAR PUSTAKA

Nasution Noehi, dkk, Pendidikan IPA di SD,Jakarta, Universitas Terbuka, 2007, vi.3Hendro

Darmodjo & Jenny RE Kaligis. Pendidikan IPA II . Jakarta, Depdikbud, 1992, 43.Dahar, R.W.
(1996).

Anda mungkin juga menyukai