Di dalam proses belajar Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa dam mengenal
dengan baik adalanya perbedaan kemampuan (Slameto, 2003). Untuk meningkatkan proses
belajar perlu lingkungan yang dinamakan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum
dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui.
Menurut Jerome Bruner (dalam Ratumanan, 2002: 47), belajar melibatkan tiga proses yang
berlangsung hampir bersamaan, yakni:
Informasi baru merupakan perluasan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Atau
informasi tersebut dapat bersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi
sebelumnya yang dimiliki seseorang.
3. Evaluasi.
Evaluasi merupakan proses menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Proses ini
dilakukan dengan menilai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan tersebut cocok atau
sesuai dengan prosedur yang ada. Juga sejauh manakah pengetahuan tersebut dapat
digunakan untuk memahami gejala-gejala lainnya.
Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan ketiga sistem ketrampilan tersebut untuk
menyatakan kemampuan-kemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu
ialah yang disebut tiga cara penyajian (models of presentation) oleh Bruner.
Bruner (dalam Ratumanan, 2002: 48) membagi perkembangan kognitif anak menjadi 3 tahap,
yaitu:
1. Enakrif (Enactive). Tahap ini merupakan tahap representasi pengetahuan dalam
melakukan tindakan. Pada tahap ini anak dalam belajarnya menggunakan atau memanipulasi
obyek-obyek secara langsung. Dengan cara ini anak mengetahui suatu aspek dari kenyataan
tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata.
2. Ikonik (Iconic). Tahap ini merupakan tahap perangkuman bayangan secara visual. Pada
tahap ini anak melihat dunia melalui gambar-gambar atau visulisasi. Dalam belajarnya, anak
tidak memanipulasi obyek-obyek secara langsung, tetapi sudah dapat memanipulasi dengan
menggunakan gambaran atau obyek. Pengetahuan yang dipelajari anak disajikan dalam bentuk
gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan konsep itu
sepenuhnya.
3. Simbolik (Symbolic). Tahap ini merupakan tahap memanipulasi simbol-simbol secara
langsung dan tidak lagi menggunakan obyek-obyek atau gambaran obyek. Pada tahap ini anak
memiliki gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika.
Lesh (dalam Sinaga, 2007) memperluas ketiga tahap di atas dengan membagi enaktif menjadi
dua sub kelompok, yaitu real dan manipulatif, sedangkan yang simbolik diklasifikasi lagi menjadi
dua kelompok, yaitu tertulis dan lisan. Ishida (dalam Sinaga, 2007) menggambarkan hubungan
tahap-tahap di atas satu sama lain secara ruang dan mempraktekkannya dalam pembelajaran
matematika untuk mengembangkan pemahaman siswa tentang konsep matematika.
Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan
dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Siswa hendaknya belajar melalui
berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka memperoleh
pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk
menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.
Menurut Dahar (dalam Ratumanan, 2002: 49), pengetahuan yang diperoleh dengan belajar
penemuan mempunyai beberapa kebaikan, yakni:
a. Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat atau lebih mudah diingat, bila
dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain.
b. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil belajar
lainnya. Dengan perkataan lain, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif
seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi baru.
c. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan
untuk berpikir secara bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-
keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahakan masalah tanpa pertolongan
orang lain.
Berdasarkan hasil-hasil eksperimen dan obsevasi yang dilakukan oleh Bruner dan Kenney,
pada tahun 1963 kedua pakar tersebut mengemukakan 4 prinsip tentang cara belajar dan
mengajar matematika yang masing-masing mereka sebut sebagai ‘teorema’. Teorema tersebut
terdiri dari teorema konstruksi (construction theorem), teorema notasi (notation theorem),
teorema kekontrasan dan variasi (contrast and variation theorem), dan teorema konektivitas
(connectivity theorem).
Menurut Bruner, belajar adalah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan
mentransformasi informasi secara aktif. Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah apa
yang dilakukan manusia dengan informasi yang diterimanya, dan apa yang dilakukannya
sesudah memperoleh infomasi untuk mencapai pemahaman yang memberikan kemampuan
kepadanya. Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung
hampir bersamaan.
J. Bruner mengemukakan teori belajar model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh
yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning), yaitu belajar melalui
pengalaman sendiri, berusaha untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang
menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.
Siswa hendaknya berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, mereka
dianjurkan memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang
memungkinkan mereka menemukan konsep/ prinsip sendiri.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan
oleh caranya melihat lingkungan, yaitu:
Menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun
materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut.
Penataan materi dari umum ke rinci dikemukakan dalam model kurikulum spiral, merupakan
bentuk penyesuaian antara materi yang dipelajari dengan tahap perkembangan kognitif orang
yang belajar. Dengan kata lain perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan
jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
Pengetahuan yang diperoleh akan bertahan lama dan lebih mudah diingat.
Hasil belajar mempunyai efek transfer yang lebih baik, dengan kata lain konsep dan
prinsip yang diperoleh lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru.
Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas, melatih
keterampilan-keterampilan kognitif siswa utuk menemukan dan memecahkan masalah
tanpa pertolongan orang lain.
Bagaimana cara menerapkan belajar penemuan di kelas sehingga diperoleh hasil yang
maksimal, tentu tidak lepas dari peranan guru. Jika kita mengajarkan sains berarti kita ingin
membuat anak kita berpikir secara sistematis, berperan serta dalam proses perolehan
pengetahuan. Peranan guru dalam Belajar Penemuan adalah sebagai berikut.
Dari beberapa uraian mengenai pengertian Problem Based Learning (PBL) dapat
disimpulkan bahwa PBL merupakan model pembelajaran yang menghadapkan siswa
pada masalah dunia nyata (real world) untuk memulai pembelajaran dan merupakan salah
satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada
siswa.
Dengan model PBL diharapkan siswa mendapatkan lebih banyak kecakapan daripada
pengetahuan yang dihafal. Mulai dari kecakapan memecahkan masalah, kecakapan
berpikir kritis, kecakapan bekerja dalam kelompok, kecakapan interpersonal dan
komunikasi, serta kecakapan pencarian dan pengolahan informasi (Amir, 2007).
Savery, Duffy, dan Thomas (1995) mengemukakan dua hal yang harus dijadikan
pedoman dalam menyajikan permasalahan. Pertama, permasalahan harus sesuai dengan
konsep dan prinsip yang akan dipelajari. Kedua, permasalahan yang disajikan adalah
permasalahan riil, artinya masalah itu nyata ada dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Dalam PBL pembelajarannya lebih mengutamakan proses belajar, di mana tugas guru
harus memfokuskan diri untuk membantu siswa, mencapai keterampilan mengarahkan
diri. Guru dalam model ini berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan
dialog, membantu menemukan masalah, dan pemberi fasilitas pembelajaran. Selain itu,
guru memberikan dukungan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual
siswa. Model ini hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang
terbuka dan membimbing pertukaran gagasan.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu Masalah yang diajukan hendaknya
melibatkan berbagai disiplin ilmu.
e.Kolaboratif Pada model pembelajaran ini, tugas-tugas belajar berupa masalah diselesaikan
bersama-sama antar siswa.
Adapun beberapa karakteristik prosel PBL menurut Tan (Amir, 2007) diantaranya :
a. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran.
b. Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara
mengambang.
c. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk. Solusinya menuntut siswa menggunakan
dan mendapatkan konsep dari beberapa ilmu yang sebelumnya telah diajarkan atau lintas ilmu
ke bidang lainnya
.d. Masalah membuat siswa tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah
pembelajaran yang baru.
e. Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning).
f.Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja.
g. Pembelajarannya kolaboraif, komunikatif, dan kooperatif.
Siswa bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan
melakukan presentasi. Dari beberapa penjelasan mengenai karakteristik proses PBL dapat
disimpulkan bahwa tiga unsur yang esensial dalam proses PBL yaitu adanya suatu
permasalahan, pembelajaran berpusat pada siswa, dan belajar dalam kelompok kecil.
b.Teori Perkembangan Kognitif Teori belajar kognitif pertama kali dikenalkan oleh Piaget.
Menurutnya, perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan
interaksi aktif anak dengan lingkungan. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik
dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara
itu, Nur (Trianto, 2007) berpendapat bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya,
khususnya beragumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang akhirnya
memuat pemikiran itu menjadi lebih logis. Menuru teori Piaget, setiap individu pada saat
mulai dari bayi yang baru lahir sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat
perkembangan kognitif. Empat tingkat perkembangan kognitif tersebut diantaranya (Dahar,
1989) : 1) Sensori-motor (mulai lahir-2 tahun) 2) Pra-operasional (2-7 tahun) 3) Operasional
konkret (7-11 tahun) 4) Operai formal (11 tahun- dewasa) Teori Perkembangan Piaget,
memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif
membangun sistem makna dan memahami realitas melalui pengalaman-pengalaman dan
interaksi-interaksi mereka.
c. Teori Penemuan Jerome Bruner Teori belajar yang paling melandasi pembelajaran PBL
adalah teori belajar penemuan (discovery learning) yang dikembangkan oleh Jerome Bruner
pada tahun 1966. Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian
pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling
baik. Berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang
menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (Dahar, 1989).
Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melaui partisipasi secara aktif
dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka dianjurkan untuk memperoleh
pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk
menemukan prisip-prinsip itu sendiri.
Tahap kedua, mengorganisasi peserta didik. Pada tahap ini guru membagi peserta didik
kedalam kelompok, membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah.
Tahap ketiga, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Pada tahap ini guru
mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, melaksanakan
eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Tahap keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil. Pada tahap ini guru membantu
peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan laporan, dokumentasi, atau model, dan
membantu mereka berbagi tugas dengan sesama temannya.
Tahap kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah. Pada
tahap ini guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
proses dan hasil penyelidikan yang mereka lakukan.
Kelima tahap yang dilakukan dalam pelaksanaan model PBL ini selengkapnya dapat dilihat
pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Tahap-Tahap Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Tahapan Pembelajaran Kegiatan Guru
b. Kelemahan
Disamping kebihan di atas, PBL juga memiliki kelemahan, diantaranya:
1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa
masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk
mencobanya.
2. Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang
diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka harus berusaha untuk
memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang
mereka ingin pelajari.(Sanjaya, 2007)