B. Tujuan Penelitian.......................................................................................3
C. Manfaat Penelitian.....................................................................................3
A. Cognitive Flexibility..................................................................................5
a. Working Memory................................................................................5
b. Fluid Intelligence...............................................................................6
a. Attentional control.............................................................................6
b. Inhibitory control...............................................................................6
b. Inner speech.......................................................................................7
c. Meditasi Mindfulness.........................................................................7
B. Dota 2........................................................................................................9
a. Hero..................................................................................................10
i
b. Aitem................................................................................................10
c. Talent................................................................................................10
d. Mekanika Unit..................................................................................10
e. Mekanika Menyerang......................................................................10
f. Attack Modifier................................................................................10
g. World Mechanics..............................................................................11
h. Status Effects....................................................................................11
e. Faktor Internal..................................................................................14
f. Faktor Eksternal...............................................................................15
D. Hipotesis Penelitian.................................................................................18
C. Partisipan Penelitian................................................................................19
E. Desain Penelitian.....................................................................................20
F. Prosedur Penelitian..................................................................................21
ii
A. Partisipan Penelitian................................................................................24
a. Cognitive Flexibility............................................................................24
C. Uji Asumsi...............................................................................................24
a. Uji Normalitas.....................................................................................24
b. Uji Homogenitas..................................................................................25
D. Uji Hipotesis............................................................................................26
a. Switch Cost..........................................................................................27
b. Target Level.........................................................................................28
c. Kongruensi...........................................................................................29
E. Kesimpulan Analisis................................................................................30
F. Pembahasan.............................................................................................30
a. Switch Cost..........................................................................................30
b. Target Level.........................................................................................31
c. Kongruensi...........................................................................................32
A. Kesimpulan..............................................................................................33
B. Saran........................................................................................................33
iii
BAB I
PENDAHULUAN
berpikir tentang dua konsep yang berbeda dan berpikir tentang banyak konsep
sasaran dan respon adaptif pada situasi yang baru, kompleks, atau ambigu
(Hughes, 2013).
Cognitive flexibility memiliki kaitan dengan performa baik dalam ruang kelas
cognitive flexibility dengan video games. Colzato, van Leeuwen, van den
dibanding individu yang tidak atau sedikit memiliki pengalaman bermain video
games.
online battle arena (MOBA) yang mulai dikembangkan pada tahun 2009 dan
permainan berorientasi tim yang mengadu 5 pemain dalam satu tim melawan 5
pemain dalam tim lainnya. Tujuan dari permainan adalah untuk menghancurkan
1
markas lawan yang disebut “Ancient”. Setiap pemain mengontrol sebuah karakter
yang disebut “Hero”. Terdapat 116 hero yang dapat dipilih. Selama pertandingan,
setiap pemain dapat membeli aitem dan mendapatkan experience yang dapat
total 464 kemampuan pada Dota 2. Terdapat 157 aitem dalam Dota 2 dimana
setiap aitem dapat dikombinasikan dengan kemampuan yang dipunyai oleh semua
hero. Terdapat 56 mekanika dalam Dota 2 yang banyak diantaranya tidak ditemui
di permainan MOBA sejenis seperti denying, stacking, fear, projectile speed, dan
pembelajaran yang curam dan membutuhkan komitmen waktu yang banyak untuk
peraturan liga dan turnamen yang disetujui (Weiss dan Schiele, 2013). Esports
telah dengan cepat meraih popularitas pada kultur kaum muda di seluruh dunia
pada esports. Kompetisi terbesar pada Dota 2, dan juga esports, dinamakan The
International yang diadakan tahunan dan disponsori oleh Valve Corporation. Edisi
pertama dari The International, The International 2011, diikuti oleh 16 tim dan
bertotal hadiah $1.000.000. Edisi terbaru, yaitu The International 2017, diikuti
telah disiarkan di berbagai televisi nasional di seluruh dunia seperti ESPN, Astro,
dan Sport 1. Di Indonesia, Kompas TV akan menyiarkan babak final dari The
International 2018.
Prestasi atlet esports Dota 2 di Indonesia masih sangat minim. Meskipun Dota
2 di Indonesia sangat populer dengan memiliki lebih dari 552.000 pemain, namun
tim yang berasal dari Indonesia belum pernah memenangkan kompetisi baik di
tingkat regional Asia Tenggara maupun di tingkat dunia. Pemain Dota 2 beranama
Muhammad Rizky, yang bergabung pada tim TNC Tigers yang beranggotakan
oleh organisasi Indonesia yaitu Boom ID, EVOS Esports, Joe Net, Nas Ne
Dogonyat, Rex Regum, Ritter-Moest, dan The Prime (Liquipedia, 2017). Prestasi
tim Indonesia jauh di bawah negara lain seperti Filipina, Swedia, Kanada, dan
Pada kompetisi regional Asia Tenggara, tim dari Indonesia tidak pernah
memenangkan satu turnamen pun meskipun secara basis pemain memiliki jumlah
cognitive flexibility. Glass, Maddox, dan Love (2013) menunjukkan bahwa video
Selain itu, latihan menggunakan video game bergenre real-time strategy (RTS)
cepat antar beberapa informasi dan aksi dapat menimbulkan peningkatan yang
latihan menggunakan game RTS yang berfokus pada perpindahan, asesmen, dan
kordinasi antar beberapa informasi dan aksi cukup untuk menimbulkan perubahan
switching yang cepat antar banyak aksi dan informasi yang ada di dalam
permainan. Pemain perlu mengontol banyak unit dalam satu waktu dan perlu
Selain itu, pengetahuan yang mendalam akan setiap aspek permainan baik dari
terjadi di dalam game, mulai dari total darah, jumlah armor, damage yang selalu
berubah, serta kemunculan lawan di map. Faktor di luar game seperti metagame
juga penting bagi pemain. Metagame merupakan semua yang terjadi dengan
pada kehidupan nyata. Cognitive flexibility yang lebih baik berhubungan dengan
kemampuan membaca yang lebih baik pada masa kecil (Abreu dkk, 2014),
resiliensi yang lebih baik pada situasi dan kejadian yang emosional (Genet &
Siemer, 2011), dan kreatifitas yang lebih tinggi pada orang dewasa (Chen dkk,
2014).
berpengalaman Dota 2 dengan individu yang tidak memiliki atau sedikit memiliki
B. Tujuan Penelitian
C. Manfaat Penelitian
penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Cognitive Flexibility
untuk beralih berpikir tentang dua konsep yang berbeda dan berpikir tentang
salah satu executive functions. Executive functions adalah istilah payung yang
mengacu pada kumpulan proses kognitif yang berbeda-beda yang terlibat dalam
dari executive functions yaitu inhibitasi respon, working memory, dan perpindahan
tugas.
kognitif untuk menghadapi kondisi yang baru dan tidak terduga. Definisi ini
proses belajar yang bisa didapat dengan pengalaman. Kedua, cognitive flexibility
pada perubahan yang baru dan tidak terduga setelah seseorang telah melakukan
a. Working Memory
yang siap untuk diproses. Miyake, Friedman, Emerson, Witzki, dan Howerter
(2000) menemukan korelasi yang cukup tinggi antara cognitive flexibility dengan
Perhatian yang dapat dikontrol merupakan salah satu ciri dari cognitive flexibility.
b. Fluid Intelligence
kita kepada masalah kognitif atau situasi yang baru. Colzato, Wouwe, Lavender,
dan Hommel (2006) menemukan korelasi antara fluid intelligence yang tinggi
Duncan et al. (2000) bahwa inteligensi yang tinggi disertai oleh tingkat kontrol
a. Attentional control
apa yang diberi perhatian dan hal apa yang diabaikan (Astle dan Scerif, 2009).
Untuk mendeteksi bahwa situasi sudah berubah dan kebutuhan respon yang tidak
rutin diperlukan level yang tinggi dari attentional control, dimana seseorang
menilai situasi baru dan merencanakan apa yang harus dilakukan. Untuk dapat
b. Inhibitory control
proses berpikir atau tindakan yang tidak relevan dengan tujuan atau tugas yang
ada (Carlson dan Wang, 2007). Ketika tujuan atau tindakan perlu diperbaharui
untuk beradaptasi dengan situasi yang baru maka respon yang dipakai sebelumnya
secara selektif berfokus pada stimuli yang kita pilih dan memadamkan perhatian
cenderung untuk memiliki defisit pada prefrontal cortex yang pada akhirnya
b. Inner speech
Tidak semua orang melakukan inner speech yang dapat diartikan sebagai
ekspresi diam oleh pikiran sadar kepada diri seseorang dalam bentuk linguistik.
Cragg dan Kation (2010) menemukan hubungan yang kuat antara inner speech
dan cognitive flexibility baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Penelitian
tersebut juga menunjukkan bahwa perkembangan inner speech pada masa kecil
c. Meditasi Mindfulness
flexibility.
antara cognitive flexibility dengan fase tidur REM dan menemukan bahwa aspek
10
Hal ini menunjukkan bahwa mendapat fase tidur REM yang cukup dapat
a. Stroop Test
Tes Stroop dikembangkan oleh Stroop pada tahun 1935 untuk mengukur
selective attention dan cognitive flexibility. Tes Stroop sering digunakan untuk
ditunjukkan nama dari sebuah warna namun dicetak pada tinta yang berbeda
warnanya (Lihat Gambar 1) dan diminta untuk menyebut warnanya dan bukan
b. Task-switching test
Pada eksperimen task-switching (Lihat Gambar 2), waktu reaksi switch cost
biasanya diukur sebagai perbedaan waktu reaksi antara percobaan switch dan non-
dalam dua kondisi: (1) kondisi dimana partisipan berpindah tugas pada trial yang
berturut-turut dan (2) kondisi dimana partisipan melakukan tugas yang sama pada
proses yang voluntary ketika harus berpindah tugas dan tidak perlu menggunakan
kontrol proses yang sama ketika melakukan pengulangan (Wylie & Allport, 2000).
12
mengklasifikan kartu sesuai dengan warna, bentuk, maupun jumlah bentuk dari
kartu tersebut. Aturan klasifikasinya berubah setiap 10 kartu sehingga tes ini
Gambar 3. Contoh kartu pada tes Wisconsin Card Sorting Test (WCST)
d.
14
B. Dota 2
1. Game Dota 2
merupakan permainan multiplayer online battle arena (MOBA) yang dirilis oleh
Valve pada tanggal 9 Juli 2013. Dota 2 berasal dari mod permainan Warcraft 3,
orang. Tujuan utama dari permainan adalah untuk menghancurkan markas lawan
Benteng ini dilindungi oleh masing-masing 3 tower pada setiap lane, dan terdapat
2 tower yang melindungi ancient. Ancient dari sebuah tim hanya dapat
dihancurkan bila tim lawan sudah menghancurkan semua tower yang berada pada
Setiap pemain mengontrol sebuah karakter yang dinamakan hero. Setiap hero
atau hero lawan yang mati di sekitar karakter yang dikontrol. Disamping 4
kemampuan yang dimiliki oleh setiap hero, pemain dapat membeli aitem dengan
2018).
kemampuan hero sendiri maupun hero lawan, aitem yang dibeli maupun aitem
yang dibeli lawan, dan perubahan-perubahan seperti pergerakan teman dan musuh
pada map.
a. Hero
Terdapat 116 hero (Lihat Gambar 5) yang dapat dipilih oleh masing-masing
tim (Liquipedia, 2018). Hero-hero yang ada memiliki salah satu dari 3 atribut
utama: Strength, Agility, dan Intelligence. Setiap hero dapat dimainkan pada
dan support.
16
b. Aitem
Terdapat 174 aitem (Lihat Gambar 6) yang bisa dibeli dalam sebuah permainan
Dota 2. Setiap hero memiliki 6 slot aitem yang dapat dibawa, 3 slot aitem pada
c. Talent
17
Talent merupakan tambahan kemampuan yang unik pada setiap hero. Talent
bisa didapatkan jika karakter sudah mencapai level 10 dan kemudian pada level
15, 20, dan 25. Pada setiap level tersebut pemain dapat memilih satu dari dua
d. Mekanika Unit
spawning, darah, armor, damage block, magic resistance, evasion, dan turn rate.
e. Mekanika Menyerang
damage yang terbagi 3 yaitu fisik, magic, dan pure. Mekanika yang unik di Dota 2
terdapat pada kategori ini yaitu attack backswing yang merupakan animasi
f. Attack Modifier
dasar. Terdapat 6 jenis mekanika dalam kategori ini yaitu: critical strike, cleave
g. World Mechanics
berkaitkan dengan garis besar permainan dan tidak terikat pada kemampuan tiap
karakter. Terdapat 3 lane pada map, dan diantaranya terdapat are yang disebut
h. Status Effects
Efek status terbagi dua yaitu disable dan dispelling. Disable mempunyai 21
Metagaming merupakan salah satu aspek unik pada permainan MOBA, yang
merupakan hal penting dan vital untuk mengerti permainannya. Metagaming sulit
untuk didefinisikan, namun pada dasarnya berkaitan dengan semua yang terjadi
Metagame dan prosesnya merupakan bagian yang sangat besar pada permainan,
19
Manifestasi metagame dapat dibagi menjadi 4 kategori yaitu: apa yang pemain
bawa ke dalam sebuah permainan, hal apa yang pemain bisa ambil dari sebuah
permainan, apa yang terjadi antar permainan, dan apa yang terjadi dalam sebuah
tersebut.
yang menyediakan hasil metrik yang dihargai secara umum, sehingga kemampuan
kemampuan dari setiap pemain (Valve, 2018). Nilai ini digunakan dalam
untuk memberikan medal badge pada setiap pemain. Terdapat 8 badge yang dapat
diraih oleh pemain yaitu: Herald, Guardian, Crusader, Archon, Legend, Ancient,
Divine, dan Immortal. Setiap medal memiliki 5 tingkatan level yang muncul
yang relatif. MMR digunakan untuk membuat pertandingan dimana kedua tim
Matchmaking Rating tidak berkorelasi dengan win rate. Win rate yang lebih
tinggi tidak berarti seseorang memiliki MMR yang lebih tinggi karena win rate
pertandingan. Jika sistem menilai bahwa kedua tim memiliki kesempatan menang
yang setara, maka tim yang menang akan dihadiahi 25 poin MMR sedangkan tim
yang kalah akan dikurangi 25 point MMR. Akan tetapi, jika rata-rata MMR dari
kedua tim tidak seimbang, maka penambahan dan pengurangan MMR akan tidak
seimbang. Jika tim yang memiliki rata-rata MMR lebih rendah menang, maka
mereka akan dihadiahi lebih dari 25 poin MMR dan tim yang kalah akan
dikurangi lebih dari 25 poin MMR. Namun jika tim yang memiliki rata-rata MMR
lebih tinggi menang, maka mereka akan dihadiahi kurang dari 25 poin MMR dan
tim yang kalah akan dikurangi kurang dari 25 poin MMR. Pada setiap
pertandingan, jumlah dari poin matchmaking rating yang bisa diraih dan hilang
selalu berjumlah 50 poin. Dengan kata lain, jika seseorang mendapat +10 jika
menang pada suatu pertandingan, maka dia akan mendapat -40 jika kalah pada
pertandingan yang sama. Jika seseorang mendapat +35 saat menang, maka dia
akan mendapat -15 jika kalah. Hal ini signifikan karena dari hal ini kita dapat
21
Jika seseorang mendapat +32 pada sebuah pertandingan, maka dia membutuhkan
berfluktuasi secara bebas bergantung kepada apakah pemain menang atau kalah
yang bermain pada ranked matchmaking untuk pertama kali akan memiliki faktor
penyesuaian yang lebih besar dibandingkan akun dengan tingkat uncertainty yang
rendah. Karenanya, akun dengan tingkat uncertainty tinggi dapat meraih lebih
banyak dari 25 poin MMR jika menang dan dapat kehilangan lebih dari 25 poin
dimana MMR berfungsi sebagai mean dari distribusi dan uncertainty sebagai
dari seluruh basis pemain. Persentil di bawah ini menandakan persentase dari
Tabel 1
Distribusi matchmaking rating (MMR) pemain Dota 2
Persentil MMR
22
5% 1100
10% 1500
25% 2000
50% 2250
75% 2731
90% 3200
95% 3900
99% 4100
Sama seperti olahraga kebanyakan, performa pada Dota 2 dipengaruhi oleh faktor
e. Faktor Internal
1) Kecemasan
2) Motivasi
(Weinberg, 2015). Motivasi dapat dibagi menjadi 2 yaitu motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik.
menjadi kompeten dan menentukan nasib sendiri. Dengan motivasi intrinsik, atlet
23
Sebaliknya, motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang datang dari luar dan
penghargaan, trofi, pujian dari rekan setim dan pelatih, dan ketakutan akan
hukuman.
3) Self-efficacy
seseorang untuk melakukan sebuah tugas pada situasi yang spesifik (Bandura,
cukup untuk memastikan mendapat performa yang baik, atlet harus ingin
berperforma baik dan perlu untuk percaya bahwa mereka bisa sukses dalam
4) Goal setting
yang menantang secara progresif dikejar dengan kriteria performa tugas yang
f. Faktor Eksternal
komputer dan ping. Koneksi yang tidak baik akan menciptakan lag yang
dengan cepat data yang masuk serta tidak dapat melakukan render visual
dengan cepat akan mengakibatkan pemain berada pada posisi yang tidak
menguntungkan.
mental namun juga penting dalam mendapatkan performa yang baik (Butt
dan Culp, 2010). Evans dan Dion (2012) menemukan korelasi yang positif
Spiro dan Jehng (1990) berpendapat bahwa ciri yang menyolok dari ahli
sehingga memungkinkan penyesuaian yang lebih baik pada perubahan situasi dan
perpindahan pengetahuan yang lebih baik antar tugas. Penelitian juga menemukan
bahwa partisipan yang memiliki performa yang lebih baik pada tugas yang
dinamis berbeda dengan partisipan yang memiliki performa yang lebih buruk
Pada video games, penelitian yang dilakukan oleh Colzato dkk (2010)
(VGPs) sebagai bermain video game paling sedikit 4 kali seminggu dalam periode
gaming yang berfokus pada perpindahan yang cepat pada penilaian, pemeliharaan,
dan kordinasi antar informasi dan tindakan menuntun pada peningkatan yang
besar pada cognitive flexibility. Penelitian yang sama juga menunjukkan bahwa 40
peningkatan yang signifikan pada cognitive flexibility. Olfers dan Band (2017)
respon yang lebih cepat, tanpa kehilangan akurasi, setelah menerima pelatihan
cognitive flexibility.
video games dapat digunakan sebagai alat latihan dalam meningkatkan cognitive
tidak biasa dan kompleks dapat meningkatkan cognitive flexibility. Video games
D. Hipotesis Penelitian
kemampuan cognitive flexibility. Individu yang sudah memiliki jam bermain yang
28
cukup pada Dota 2 memiliki kemampuan cognitive flexibility yang lebih tinggi
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Cognitive Flexibility
tentang dua konsep yang berbeda dan berpikir tentang banyak konsep dalam
waktu yang bersamaan (Scott, 1962). Kemampuan ini ditandai oleh mampunya
permanen dan berpindah ke konsep lainnya yang bisa saja bertentangan dengan
konsep sebelumnya.
diukur adalah switch cost. Switch cost biasanya diukur sebagai perbedaan waktu
reaksi antara trial switch dan trial non-switch (pengulangan). (Wylie & Allport,
ahli berfokus pada pengukuran performance cost dari pergantian stimulus pada
trial pertama setelah transisi tugas (Gopher, Armony, & Greenshpan, 2000). Pada
30
tugas sebelumnya atau berganti antar tugas yang berbeda seperti yang ditunjukkan
oleh Rubinsten, Meyer, & Evans (2001). Tujuan utamanya adalah untuk melihat
perbedaan pada performa tugas ketika partisipan mengerjakan tugas yang sama
atau berbeda dengan sebelumnya (trial n-1). Semakin tinggi skor tes task-
2. Bermain Dota 2
memainkan game Dota 2 paling sedikit empat kali seminggu selama periode
minimum 6 bulan. Kriteria ini diadaptasi dari kriteria video-game players (VGP)
pada penelitian Colzato et al. (2010). Pada penelitian ini, pemain Dota 2 diberi
C. Partisipan Penelitian
42 orang. Banyak ahli riset menyarankan untuk mengambil sampel sebesar 10%
dari populasi, namun jika populasinya terlalu besar maka persentasenya dapat
game Dota 2 minimal empat kali seminggu dalam periode minimum 6 bulan.
Sementara partisipan non-pemain Dota 2 yang diharapkan adalah yang tidak atau
keadaan sehat fisik dan mental dan tidak memiliki masalah yang dapat
direncanakan direkrut melalui komunitas pemain game di game center yang ada
Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah tugas
task-switching yang diadaptasi dari Colzato et al. (2010) dan Huizinga et al.
(2006) menggunakan figur-figur geometri. Hal yang diukur dari task switching
task tersebut adalah waktu reaksi dari repetition vs alternation dan switch cost
yaitu seberapa baik subjek dapat berpindah dari satu konsep ke konsep lainnya
dan memikirkan dua konsep secara bersamaan. Berikut adalah penjelasan dari
stimuli sebelumnya.
Partisipan dinilai berdasarkan skor switch cost pada sesi tugas task-switching.
E. Desain Penelitian
Pada task-switching task yang mengacu pada Colzato dkk (2010), partisipan
merespon pada stimuli persegi dan persegi panjang dengan menekan tombol kiri
dan kanan. Persegi atau persegi panjang yang lebih besar (global) terdiri atas
32
persegi atau persegi panjang yang lebih kecil (local). Stimuli global terdiri atas
persegi berdimensi 93x93 pixel dan persegi panjang berdimensi 45x189 pixel.
Stimuli global terdiri atas stimuli local yang terdiri atas persegi berdimensi 9x45
pixel dan persegi panjang berdimensi 21x21 pixel. Jarak antar elemen local adalah
sebesar tiga pixel. Sebuah persegi global terdiri atas 16 persegi kecil atau 16
persegi panjang kecil. Sebuah persegi panjang global terdiri atas 16 persegi kecil
Terdapat tiga blok percobaan yang dilaksanakan yang terdiri atas dua blok
latihan dan satu blok eksperimen. Instruksi global atau local konstan pada
masing-masing blok latihan. Pada salah satu blok latihan partisipan merespon
pada stimuli local sementara pada blok latihan lainnya partisipan merespon pada
stimuli global. Sementara pada blok eksperimen partisipan beralih dari antara
stimuli local dan global. Urutan dari blok latihan diacak antar partisipan dan
masing-masing terdiri dari 50 percobaan. Pada blok ketiga yaitu blok eksperimen,
terdapat 160 percobaan dan partisipan berganti-ganti merespon pada urutan empat
percobaan local dan empat percobaan global. Terdapat cue yang mengindikasikan
dimensi (global atau local) yang harus direspon oleh partisipan. Cue untuk
dimensi global terdiri atas persegi besar yang terdapat di satu sisi sebelah stimulus
dan persegi panjang besar yang terdapat di sisi lainya stimulus target. Cue untuk
dimensi local terdiri atas persegi kecil yang terdapat di satu sisi sebelah stimulus
dan persegi panjagn ekcil yang terdapat di sisi lainnya stimulus target. Warna dari
cue dan target stimulus adalah merah. Keduanya muncul di layar hingga respon
diberikan atau 2500 ms berlalu. Waktu interval antara presentasi dari cue dan
33
target stimulus bervariasi antara 400 hingga 500 ms dan interval antara respon dan
F. Prosedur Penelitian
switching task pada perangkat lunak OpenSesame serta penyusunan stimulus yang
akhir
3. Sehat secara fisik dan mental serta tidak memiliki masalah-masalah yang
game Dota 2 paling sedikit empat kali seminggu dalam periode minimum
6 bulan.
kuisioner singkat untuk mengetahui latar belakang partisipan pada game Dota 2
untuk memastikan seluruh partisipan sudah pernah bermain pada tingkat yang
pada hari dan jam yang dapat dipilih oleh partisipan pada rentang waktu 1 hari
UGM.
Selanjutnya pada sesi pengambilan data partisipan akan dihadapkan pada tes
percobaan diperkirakan dapat diselesaikan dalam waktu 20 menit. Dari tes task-
1. Switch
Terdiri atas waktu reaksi repetition dan alternation dimana switch merupakan
2. Target stimuli
Terdiri atas jenis stimuli local dan global. Dihitung waktu reaksi dari partisipan
3. Kongruensi
Dihitung perbedaan waktu reaksi dalam merespon stimuli yang kongruen (target
stimuli local dan global sama) maupun stimuli yang inkongruen (target stimuli
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Mixed
ANOVA. Dianalisa mean dari waktu reaksi dan proporsi error menggunakan level
target (global vs. local), kongruensi antar stimuli pada dua level (kongruen vs.
inkongruen), dan task switch (sama vs. beda pada target level percobaan
35
BAB IV
A. Partisipan Penelitian
Partisipan yang bersedia mengikuti penelitian ini berusia antara 18-24 tahun dan
Peneliti membagi 42 orang partisipan ke dalam dua kelompok sesuai kriteria yang
yang menjadi outlier sehingga perlu untuk digugurkan. Dua partisipan tersebut
berasal dari dua kelompok yang berbeda, satu orang partisipan dari kelompok A
a. Cognitive Flexibility
penelitian yang dilakukan oleh Colzato et al. (2010) yang mengadopsi konsep dari
penelitian oleh Huizinga et al. (2006). Partisipan diminta untuk menjawab stimuli
yang diberikan sesuai cue yang ditampilkan. Partisipan dihadapkan pada 2 blok
latihan yang terdiri masing-masing atas 50 trial dan 1 blok tes yang terdiri atas
37
160 trial. Aspek yang diukur adalah alternation, repetition, global, local,
C. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
jenis data yang didapat, 6 jenis data tersebut adalah alternation, repetition, global,
local, kongruen, dan inkongruen. Berikut adalah tabel uji normalitas data yang
Tabel 2
Uji Normalitas
Pemain Shapiro-Wilk
Nama Data
Statistic df Sig.
DotA 2
Ya .952 21 .374
Alternation
Tidak .967 19 .707
Ya .911 21 .058
Global
Tidak .953 19 .449
Ya .962 21 .566
Inkongruen
Tidak .914 19 .087
Ya .932 21 .149
Kongruen
Tidak .977 19 .906
Ya .960 21 .521
Local
Tidak .947 19 .351
Ya .953 21 .386
Repetition
Tidak .948 19 .366
Berdasarkan Tabel 2 di atas, enam jenis data memiliki distribusi data yang
normal, enam jenis data tersebut adalah alternation, repetition, global, local,
kongruen, dan inkongruen. Data-data tersebut memiliki nilai signifikansi p > 0,05
b. Uji Homogenitas
enam jenis data yang didapat yaitu alternation, repetition, global, local, kongruen,
dan inkongruen. Berikut adalah tabel uji homogenitas data yang dianalisis
Tabel 3
Uji Homogenitas
Nama data Levene Statistic df1 df2 Sig
Alternation .027 1 38 .871
Repetition .679 1 38 . 415
Global .152 1 38 .699
Local .357 1 38 .554
Kongruen .567 1 38 .456
Inkongruen .295 1 38 .590
Berdasarkan Tabel 3 terdapat 6 jenis data yang seragam. Jenis data tersebut
tersebut memiliki p > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data-data tersebut
D. Uji Hipotesis
Setelah melewati uji asumsi dan melewati uji normalitas dan uji homogenitas,
maka data dapat dianalisis menggunakan Paired-Samples T Test untuk main effect
dan Mixed ANOVA untuk interactional effect. Hasil uji hipotesis yang telah
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok pada usia
dengan t(38) = -1,523, p = 0,136 dan jumlah error t(38) = -0,818, p = 0,418.
Tabel 4
Uji Main Effect
39
Paired Differences
Std. Std.
n Mean
Alternation
Repetition
Local –
32.47083 75.51721 11.94032 2.719 39 .010
Global
Inkongrue
Kongruen
Berdasarkan Tabel 4, pada tiga pasangan data ditemukan main effect yang
Tabel 5
Uji Interactional Effect
Type III
Mean
Source Measure Sum of df F Sig
square
Squares
5888.3
Switchcost 5888.372 1 4.625 .038
72
within*jenis 2028.3
Targetlevel 2028.390 1 .706 .406
_kelompok 90
748.78
Kongruensi 748.783 1 .401 .530
3
40
pengukuran switchcost dengan p < 0,05 sementara pada dua pengukuran lainnya
a. Switch Cost
1. Main Effect
Uji hipotesis yang dilakukan untuk melihat apakah terdapat main effect pada
terdapat main effect yang signifikan pada switch cost yang terlihat pada hasil t(39)
= 2,079, p < 0,05 dikarenakan mengulang tugas memungkinkan respon yang lebih
cepat dibandingkan berpindah antara cue yang diberikan (597 vs. 614ms).
signifikan antara respon terhadap alternation dan repetition yang terlihat pada
2. Interactional Effect
effect pada switch cost adalah menggunakan Mixed ANOVA karena distribusi data
normal dan homogen. Berdasarkan hasil uji, terdapat interaksi yang signfikan
antara switch cost dan jenis kelompok yang terlihat pada hasil F(1,38) = 4,625, p
< 0,05.
41
b. Target Level
1. Main Effect
Uji hipotesis yang dilakukan untuk melihat apakah terdapat main effect pada
terdapat main effect yang signifikan pada switch cost yang terlihat pada hasil t(39)
respon yang lebih cepat pada target global dibandingkan local (587 vs. 619ms).
signifikan antara respon terhadap global dan local yang terlihat pada hasil t(20) =
1,143, p = 0,267.
2. Interactional Effect
42
effect pada target level adalah menggunakan Mixed ANOVA karena distribusi data
normal dan homogen. Berdasarkan hasil uji, tidak terdapat interaksi yang
signfikan antara target level dan jenis kelompok yang terlihat pada hasil F(1,38) =
c. Kongruensi
1. Main Effect
Uji hipotesis yang dilakukan untuk melihat apakah terdapat main effect pada
terdapat main effect yang signifikan pada kongruensi yang terlihat pada hasil t(39)
= 5,584, p < 0,0001 yang mengindikasikan respon yang lebih cepat jika cue yang
diberikan kongruen dengan target level yang tidak relevan dibandingkan dengan
43
jika cue yang diberikan inkongruen dengan target level yang tidak relevan (577
vs. 631ms).
2. Interactional Effect
effect pada kongruensi adalah menggunakan Mixed ANOVA karena distribusi data
normal dan homogen. Berdasarkan hasil uji, tidak terdapat interaksi yang
signfikan antara target level dan jenis kelompok yang terlihat pada hasil F(1,38) =
E. Kesimpulan Analisis
44
Hasil uji menunjukkan bahwa semua jenis data memenuhi asumsi normalitas
switch cost antara kelompok eksperimen (A) dan kelompok kontrol (B). Selain
itu, pada kelompok eksperimen (A) tidak ditemukan main effect yang signifikan
F. Pembahasan
Switch cost merupakan perbedaan waktu reaksi antara trial alternation dan
antara switch cost dan jenis kelompok yang terlihat pada p < 0,05. Selain itu, tidak
dibandingkan dengan kelompok bukan pemain Dota 2 yang memiliki p < 0,05.
Hasil ini menunjukkan bahwa pemain Dota 2 beradaptasi pada alternation lebih
baik dibandingkan kelompok bukan pemain Dota 2. Temuan ini senada dengan
penelitian oleh Anguera dkk (2013) yang menunjukkan bahwa bermain video
games dapat meningkatkan cognitive control serta temuan oleh Glass dkk (2013)
bahwa kondisi bermain video game yang tepat dapat menimbulkan peningkatan
yang besar pada cognitive flexibility. Bermain video game bergenre action juga
Temuan ini juga bisa dijelaskan dengan banyak diperlukannya aktivitas berpindah
dari suatu konsep ke konsep lainnya dalam bermain Dota 2. Pada permainan Dota
pertandingan, mulai dari jumlah health point (HP) setiap hero yang berubah-ubah
seiring dengan bertambahnya level dan dipengaruhi oleh item, kekuatan setiap
spell yang berubah-ubah seiring dengan naiknya level, hingga perubahan situasi
map yang memerlukan adaptasi strategi permainan yang berbeda. Selain itu,
terdapat perubahan pada metagame pada Dota 2 yang disebabkan oleh patch yang
dikeluarkan dan preferensi pemain pada jenis hero maupun jenis strategi.
tidak dapat dibedakan dengan performa yang bukan gamer, namun gamer lebih
cepat belajar tentang pola-pola seiring dengan menjalankan tugas. Karena itu,
terdapat kemungkinan pemain Dota 2 tidak memiliki waktu reaksi yang lebih
cepat dibandingkan bukan pemain Dota 2, namun mereka lebih cepat mempelajari
pola yang ada dan dapat mengantisipasi tugas yang akan datang sehingga tidak
perlu menghabiskan waktu untuk mengenali cue yang diberikan pada setiap trial.
Hal ini didukung oleh pengakuan beberapa partisipan pemain Dota 2 kepada
peneliti di mana mereka menyadari adanya pola yang berhasil mereka tangkap
pada sesi trial sehingga mereka dapat mengantisipasi terlebih dahulu cue yang
Target level merupakan perbedaan waktu reaksi antara trial dengan target figur
global dan trial dengan target figur local. Pada trial dengan target figur global,
partisipan diminta untuk merespon figur yang besar dan mengabaikan figur yang
kecil sementara pada trial dengan target figur local, partisipan diminta untuk
merespon pada figur yang kecil dan mengabaikan figut yang besar. Hasil analisis
46
menunjukkan tidak terdapat interactional effect antara target level dan jenis
kelompok yang ditunjukkan oleh p > 0,05 namun terdapat main effect yang
signifikan dengan p < 0,05. Hal ini senada dengan pendapat Navon (1977) bahwa
terdapat prinsip global precendece dimana objek yang lebih besar diproses
terlebih dahulu dibanding objek kecil. Dalam konteks penelitian ini, partisipan
yang dihadapkan pada cue local akan menghabiskan waktu memproses objek
global terlebih dahulu sehingga mengakibatkan waktu reaksi yang lebih lama.
Sementara jika diberikan cue global, maka partisipan tidak perlu menghabiskan
waktu untuk menganalisa objek local karena partisipan akan segera meng-input
perbedaan yang signifikan antara global dan local dengan p = 0,267 namun pada
kelompok bukan pemain Dota 2 terdapat perbedaan yang signifikan antara global
dan local dengan p = 0,002. Hasil analisis ini senada dengan penelitian oleh
berpengalaman bermain video games memiliki kemampuan yang lebih baik dalam
diperhatikan oleh pemain seperti creep, score box, kill feed, dan summoned units.
hero maupun items yang memerlukan kemampuan mengontrol beberapa unit kecil
pemain Dota 2 menaruh perhatian pada objek-objek kecil sehingga tidak memiliki
perbedaan yang signifikan pada waktu reaksi dalam merespon antara petunjuk
Kongruensi merupakan perbedaan waktu reaksi antara trial yang berisi figur-
figur yang kongruen dan trial yang berisi figur-figur yang inkongruen. Trial yang
kongruen berisi figur yang memiliki target level yang sama sendangkan trial yang
inkongruen berisi figur-figur yang memiliki target level yang berbeda. Hasil
analisis menunjukkan tidak terdapat interactional effect antara jenis kelompok dan
kongruensi yang ditunjukkan oleh p = 0,530 namun terdapat main effect yang
signifikan yang ditunjukkan oleh p < 0,0001. Hasil analisis main effect tersebut
senada dengan penelitian oleh Thomas, Nardini, & Mareschal (2017) yang
lebih cepat pada informasi visual yang kongruen dan merespon lebih lambat pada
inkongruen.
48
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini yaitu, pemain Dota 2
memiliki kemampuan cognitive flexibility yang lebih baik dari yang bukan pemain
Dota 2. Hal ini terlihat dari ditemukannya interaksi antara jenis kelompok dengan
switch cost dimana pemain Dota 2 mampu beradaptasi lebih baik pada tugas
meski tidak ditemukan interactional effect yang signifikan, tidak terdapat main
effect yang signifikan pada target level pada pemain Dota 2 yang menandakan
pemain Dota 2 memiliki kemampuan beradaptasi yang baik pada tugas local.
Kedua hal tersebut dipengaruhi oleh banyaknya situasi dalam permain Dota 2
memiliki cognitive control yang lebih baik dibandingkan bukan pemain Dota 2.
B. Saran
cognitive flexibility.