Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk jenjang SMP dan yang sederajat
menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah yaitu:
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan
ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik
“tahu mengapa”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar
agar peserta didik “tahu apa”. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan
antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skill) dan manusia yang
memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skill) dari peserta
didik yang meliputi kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan,.Ranah
keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu
“bagaimana”.
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam
pembelajaran yaitu menggunanakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific
approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya,
mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata
pelajaran. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu sangat mungkin pendekatan
ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini,
tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat ilmiah dan
menghindari nilai-nilai atau sifat nonilmiah.
Model pembelajaran yang mendukung penerapan pendekata ilmiah dalam
pembelajaran adalah model pembelajaran penemuan (discovery learning). Metode
Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif
untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery terjadi bila indifidu terlibat,
terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan
prinsip. Discovery dilakukan melalaui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi,
penentuan dan inferi.

1
B. Deskripsi Singkat
Bahan ajar ini adalah tentang Model Pembelajaran Penemuan. Dalam bahan ajar
ini dibahas hal-hal yang berkaitan denga model pembelajaran penemuan, yang meliputi:
definisi/konsep tentang model pembelajara penemuan; Kelebihan model pembelajaran
penemuan; Kekurangan model pembelajaran penemuan; Langkah-langkah pembelajaran
model pempelajaran penemuan; Sistem penilaian model pembelajaran penemuan.

C. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti mata diklat Model Pembelajaran Penemuan, peserta diklat
diharapkan dapat memahami konsep model pembelajaran penemuan dengan benar.

2. Indikator Pencapaian
Setelah mengikuti mata diklat model pembelajaran penemuan, peserta diklat dapat :
1) menjelasakan definisi/konsep tentang model pembelajara penemuan
2) menjelaskan kelebihan model pembelajaran penemuan
3) menjelaskan kekurangan model pembelajaran penemuan
4) menjelaskan langkah-langkah pembelajaran model pempelajaran penemuan
5) menjelaskan sistem penilaian model pembelajaran penemuan

D. Materi Pokok /Sub Materi Pokok


1) Definisi / konsep tentang model pembelajara penemuan
2) Kelebihan model pembelajaran penemuan
3) Kekurangan model pembelajaran penemuan
4) Langkah-langkah pembelajaran model pempelajaran penemuan
5) Sistem penilaian model pembelajaran penemuan

E. Fasilitas/Media
Laptop, Infocus, whiteboard, spidol, sound system

2
BAB II
MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING)

A. Definisi/ Konsep

Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk
finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa:
“Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is
not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him
self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Yang menjadikan dasar ide Bruner ialah
pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di
kelas.

Bruner memakai metode yang disebutnya Discovery Learning, dimana murid


mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1996:41).
Metode Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui
proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43).
Discovery terjadi bila indifidu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya
untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalaui observasi,
klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive
process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps
and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama
dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada
ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep
atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah
bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang
direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga
siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan
temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan Problem

3
Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah. Akan tetapi
prinsip belajar yang nampak jelas dalam Discovery Learning adalah materi atau bahan
pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa
sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui
dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk
(konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.
Dengan mengaplikasikan metode Discovery Learning secara berulang-ulang
dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang bersangkutan. Penggunaan
metode Discovery Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan
kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Merubah
modus Ekspository siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke
modus Discovery siswa menemukan informasi sendiri.
Dalam Konsep Belajar, sesungguhnya metode Discovery Learning merupakan
pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang dapat memungkinkan
terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang kategorisasi yang nampak
dalam Discovery, bahwa Discovery adalah pembentukan kategori-kategori, atau lebih
sering disebut sistem-sistem coding. Pembentukan kategori-kategori dan sistem-sistem
coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang
terjadi diantara obyek-obyek dan kejadian-kejadian (events). Bruner memandang bahwa
suatu konsep atau kategorisasi memiliki lima unsur, dan siswa dikatakan memahami
suatu konsep apabila mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi: 1) Nama; 2)
Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negative; 3) Karakteristik, baik yang
pokok maupun tidak; 4) Rentangan karakteristik; 5) Kaidah (Budiningsih, 2005:43).
Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan dua kegiatan mengkategori
yang berbeda yang menuntut proses berfikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan
mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (obyek-obyek
atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu.
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa,
dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses
belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi.
Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana

4
siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau
pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan
agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.
Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada
manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.
Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam
berfikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang
ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic. Tahap
enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami
lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan
pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar
dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar
melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap symbolic,
seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat
dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia
sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan
sebagainya.
Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang
seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Secara
sederhana teori perkembangan dalam fase enactive, iconic dan symbolic adalah anak
menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau kebelakang di papan
mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya bermain) ini fase enactive.
Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau bagan dan
akhirnya ia menggunakan bahasa untuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini fase
symbolic (Syaodih, 85:2001). Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru
berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan
mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi
seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi

5
student oriented. Hal yang menarik dalam pendapat Bruner yang menyebutkan:
hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang
problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Dalam metode Discovery
Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan
berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan,
menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-
kesimpulan.
Hal tersebut memungkinkan murid-murid menemukan arti bagi diri mereka
sendiri, dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa
yang dimengerti mereka. Dengan demikian seorang guru dalam aplikasi metode
Discovery Learning harus dapat menempatkan siswa pada kesempatan-kesempatan dalam
belajar yang lebih mandiri. Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan
dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia
jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).
Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam metode Discovery Learning menurut
Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi
seorang problem solver, seorang scientist, historin, atau ahli matematika. Dan melalui
kegiatan tersebut siswa akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang
bermanfaat bagi dirinya. Karakteristik yang paling jelas mengenai Discovery sebagai
metode mengajar ialah bahwa sesudah tingkat-tingkat inisial (pemulaan) mengajar,
bimbingan guru hendaklah lebih berkurang dari pada metode-metode mengajar lainnya.
Hal ini tak berarti bahwa guru menghentikan untuk memberikan suatu bimbingan setelah
problema disajikan kepada pelajar. Tetapi bimbingan yang diberikan tidak hanya
dikurangi direktifnya melainkan pelajar diberi responsibilitas yang lebih besar untuk
belajar sendiri.

B. Kelebihan Penerapan Discovery Learning

Berdasarkan fakta dan hasil pengamatan, penerapan pendekatan Discovery


Learning dalam pembelajaran memiliki kelebhihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan.

6
a. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-
keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci
dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
b. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena
menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
c. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan
berhasil.
d. Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan
kecepatannya sendiri.
e. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan
akalnya dan motivasi sendiri.
f. Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena
memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
g. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-
gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di
dalam situasi diskusi.
h. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah
pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
i. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
j. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses
belajar yang baru;
k. Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;
l. Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;
m. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik;
n. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang;
o. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan
manusia seutuhnya;
p. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa;
q. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber
belajar;
r. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

7
C. Kelemahan Penerapan Discovery Learning

a. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi
siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau
mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga
pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
b. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena
membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau
pemecahan masalah lainnya.
c. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan
dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
d. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan
mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang
mendapat perhatian.
e. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur
gagasan yang dikemukakan oleh para siswa
f. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan
oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

D. Langkah-langkah Operasional Implementasi dalam Proses Pembelajaran


Langkah-langkah dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas
adalah sebagai berikut:
1. Langkah Persiapan Metode Discovery Learning
a. Menentukan tujuan pembelajaran
b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya
belajar, dan sebagainya)
c. Memilih materi pelajaran.
d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari
contoh-contoh generalisasi)
e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi,
tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa

8
f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang
konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa

2. Prosedur Aplikasi Metode Discovery Learning


Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan metode Discovery
Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan
belajar mengajar secara umum sebagai berikut:

a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)


Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu
guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran
membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan
pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan
kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa
dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation
dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang
mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang Guru harus menguasai
teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan
siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai.

b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)


Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-
agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya
dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Sedangkan menurut permasalahan
yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau

9
hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas
pertanyaan yang diajukan.
Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisa
permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam
membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.

c. Data collection (pengumpulan data).


Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para
siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan
untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada
tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar
tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk
mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca
literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji
coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar
secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan
permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa
menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

d. Data processing (pengolahan data)


Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah
data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara,
observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan,
wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak,
diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu
serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). Data
processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang
berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi
tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif
jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis

10
e. Verification (pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan
temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah,
2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui
contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil
pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis
yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau
tidak, apakah terbukti atau tidak.

f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)


Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua
kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi
(Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-
prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus
memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan
pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang
mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan
generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

E. Sistem Penilaian
Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan
dengan menggunakan tes maupun non tes. Sedangkan penilaian yang digunakan
dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa.
Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam model
pembelajaran discovery learning dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk
penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja

11
siswa, maka pelaksanaan penilaian dapat menggunakan contoh-contoh format
penilaian seperti tersebut di bawah ini.

1. Penilaian Tertulis

Penilaian tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada
peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal peserta didik tidak selalu
merespon dalam bentuk menulis jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk yang lain
seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar dan lain sebagainya. Ada dua
bentuk soal tes tertulis, yaitu:

1) Soal dengan memilih jawaban


a. pilihan ganda
b. dua pilihan (benar-salah, ya-tidak)
c. menjodohkan

2) Soal dengan mensuplai-jawaban.


a. isian atau melengkapi
b. jawaban singkat
c. soal uraian

Dari berbagai alat penilaian tertulis, tes memilih jawaban benar-salah,


isian singkat, dan menjodohkan merupakan alat yang hanya menilai kemampuan
berpikir rendah, yaitu kemampuan mengingat (pengetahuan). Tes pilihan ganda
dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami. Pilihan
ganda mempunyai kelemahan, yaitu peserta didik tidak mengembangkan sendiri
jawabannya tetapi cenderung hanya memilih jawaban yang benar dan jika peserta
didik tidak mengetahui jawaban yang benar, maka peserta didik akan menerka. Hal
ini menimbulkan kecenderungan peserta didik tidak belajar untuk memahami
pelajaran tetapi menghafalkan soal dan jawabannya. Alat penilaian ini kurang
dianjurkan pemakaiannya dalam penilaian kelas karena tidak menggambarkan
kemampuan peserta didik yang sesungguhnya.
Tes tertulis bentuk uraian adalah alat penilaian yang menuntut peserta
didik untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasannya atau hal-
hal yang sudah dipelajari, dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan

12
gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya
sendiri. Alat ini dapat menilai berbagai jenis kemampuan, misalnya mengemukakan
pendapat, berpikir logis, dan menyimpulkan. Kelemahan alat ini antara lain
cakupan materi yang ditanyakan terbatas. Dalam menyusun instrumen penilaian
tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
a. materi, misalnya kesesuian soal dengan indikator pada kurikulum;
b. konstruksi, misalnya rumusan soal atau pertanyaan harus jelas dan tegas.
c. bahasa, misalnya rumusan soal tidak menggunakan kata/ kalimat yang
menimbulkan penafsiran ganda.

2. Penilaian Diri
Penilaian diri (self assessment) adalah suatu teknik penilaian, di mana
subyek yang ingin dinilai diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan,
status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata
pelajaran tertentu.
Teknik penilaian diri dapat digunakan dalam berbagai aspek penilaian,
yang berkaitan dengan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam proses
pembelajaran di kelas, berkaitan dengan kompetensi kognitif, misalnya: peserta
didik dapat diminta untuk menilai penguasaan pengetahuan dan keterampilan
berpikir sebagai hasil belajar dalam mata pelajaran tertentu, berdasarkan kriteria
atau acuan yang telah disiapkan. Berkaitan dengan kompetensi afektif, misalnya,
peserta didik dapat diminta untuk membuat tulisan yang memuat curahan
perasaannya terhadap suatu obyek sikap tertentu. Selanjutnya, peserta didik diminta
untuk melakukan penilaian berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Berkaitan dengan kompetensi psikomotorik, peserta didik dapat diminta untuk
menilai kecakapan atau keterampilan yang telah dikuasainya sebagai hasil belajar
berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Penggunaan teknik ini dapat memberi dampak positif terhadap
perkembangan kepribadian seseorang. Keuntungan penggunaan teknik ini dalam
penilaian di kelas antara lain sebagai berikut:

13
a. dapat menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik, karena mereka diberi
kepercayaan untuk menilai dirinya sendiri;
b. peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya, karena ketika mereka
melakukan penilaian, harus melakukan introspeksi terhadap kekuatan dan
kelemahan yang dimilikinya;
c. dapat mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik untuk berbuat jujur,
karena mereka dituntut untuk jujur dan obyektif dalam melakukan penilaian.
d. Penilaian Sikap

ContohFormat Penilaian Sikap

Mata Pelajaran: _________ Semester: _________


Kelompok : _________ Kelas : _________

Skor
Kerj
No Nama Siswa Komitme Ketelitia Mina Jumla Nilai
a
n Tugas n t h Skor
Sama
1
2
3
4
5
..
..

e. Format Penilaian Kinerja

Contoh Format Penilaian Kinerja


Nama Siswa: ……………… Tanggal: ……………… Kelas:
………………

N Aspek Yang Tingkat Kemampuan


O Dinilai 1 2 3 4
1.

2.

3.
Jumlah

14
Kriteria Penskoran Kriteria Penilaian
1. Baik Sekali 4 10 – 12 A
2. Baik 3 7– 9 B
3. Cukup 2 4–6 C
4. Kurang 1 ≤ 3 D

A: Pengelompokan yang dilakukan siswa sangat baik, uraian yang dijabarkan rinci dan
diperoleh dengan menggunakan seluruh indra disertai dengan gambar-gambar atau
diagram.
B: Pengelompokan yang dilakukan siswa baik, uraian yang dijabarkan kurang rinci dan
diperoleh dengan menggunakan sebagian besar indra dengan gambar-gambar atau
diagram.
C: Pengelompokan yang dilakukan siswa cukup baik, uraian yang dijabarkan tidak rinci
dan diperoleh dengan menggunakan sebagian kecil indra dengan gambar-gambar
atau diagram.
D: Pengelompokan yang dilakukan siswa kurang baik, uraian yang dijabarkan kurang
sesuai dan diperoleh dengan menggunakan sebagian besar indra dengan gambar-
gambar atau diagram

3. Penilaian Hasil Kerja Siswa

Nama Siswa: ………………Tanggal: ……………… Kelas: ………………

Input Proses Out Nilai


Put/Hasil

15
4. Contoh aplikasi dircovery learning dalam pembelajaran sains bahasa Inggris

SECTION 1
Quickie Starters and Guided
Discovery Activities for Physical Sciences

MATTER AND ENERGY


Quickie Starters
Where Did the Water Go?

Materials Sponges, paint brushes, dish cioths. This should be done on a hot day,
outside the classroom

Opening Questions What will happen to water if you brush it on different things outside?
How can you find out?
Where do you think the water will disappear first? Why?

Invite the children to take a paint brush, dip it in water, and brush it
over several places to see what happens. Have them play a game to
Some Possible see whose water will disappear first Have them feel the places where
Activities the water disappears rapidly and compare it with places where it
doesn't seem to disappear as fast for example, on hot sidewalks and in
the shade. Have them repeat the activity but use sponges and
washcloths instead of brushes. Have them place wet sponges on dif-
ferent places and determine which ones dry first

How Can We Dry Clothes Faster?

16
Materials Paper towels, different pieces of cloth (some that are thin and some
that are thick like a towel), sponges, twine to'hold the cloth, clothes-
pins

Opening Questions How can we make these wet?


How can we dry them?
How can we use the twine and clothespins to dry them?
Where is the best place to put the clothesline? Why?
Which things do you think will dry first?

Some Possible Ask the children to make the clothesline. Have them dip various
Activities things in water, drain them, and place them on the clothesline with
clothespins.

Why Does Water Roll Off Some Things?

Materials Waxed paper, paper towel, napkins, typing paper, plastic wrap, eye
dropper, food coloring

Opening Questions What will happen when you drop droplets of water on these different
kinds of paper and plastic?
How can you find out?
What paper will hold the water the best? What paper or plastic will
water run off of the easiest?

Some Possible Have the students find which paper and plastic absorbs the water the
Activities best and the least Have them play Water Droplet Chase. Usa red food
coloring to make some red drops and blue food coloring to make some
blue drops. Drop the water into separate droplets distant from each
other on wax paper or plastic wrap. Place one red drop and several
blue drops on the paper. Invite the students to capture all the blue
drops, one at a time, with the red drop. Have the students make drop
slides of the same lengths and inclinations. They can vary the material
they use for the slide. Two students should compete with each other to
see which slides the drops will move down the fastest

17
Guided Discovery Activities

What Are Water Molecules and How Do They Affect Each Other? (K-8)

What Do I Want The deeper the water, the greater the pressure.
Children to Discover? Water has cohesive force.

A force is defined as push or pull on an object


Molecules of the same substance tend to stick to each other because
they are attracted by an invisible force.

Each molecule of the substance pulls other atoms to it The force of


attraction between molecules of the same kind is called cohesive
force.

Quart milk carton


Water (enough to fill containers as desired)
What Will I Need? Pencil or nail
Ruler
Glass.or plastic tumbler
Medicine dropper
Pan or bowl
12-inch squares of wax paper

Why does a drop of water hold together as it runs down a window-


pane?
What Will We Discuss? Why are beads of water hemispherical, especially or. a well-waxed
automobile?
Why can some bugs walk on the top of water?
Why do you think drops of water from a medicine dropper are
hemispherical?

PROCESSES*
What Will Children PART I
Do? 1. Obtain a 12-inch square of wax paper. Using a medicine dropper,
place three or four drops of dean tap water on your wax paper.
Observing How would you describe the shape of the water? What is its
color?
Observing 2. Push the drops of water around with a pencil point.
What happens to the water when you push the pencil point into c
Observing water droplet?
Hypothesizing What happens when you push several droplets near each other?
Why do you think this happens?

18
Note: Processes in these activities refer to the italicized words that appear in the left-hand
column.

Hypothesizing PART II
Designing an 1. Obtain a glass or plastic tumbler and place it in a bowl or dish.
investigation Fill it completely full of water, until some water overflows.
Do you think you can add any more water to the glass tumbler?
Can you think of how you might test your hypothesis or guess
what will happen?
2. Test your hypothesis or try this one.
Using a medicine dropper, slously drop water into the glass from
about l/z inch above the water level of the glass. (See diagram.)

Measuring Observing How many drops of water car. you add after the glass is "full"?
Inferring Observing How would you describe the shape of the water above the rim of the
Inferring glass?
Why does the water rise above the rim of the glass?
At what point does the water run over the rim of the glass?
Why do you think the water finally runs over the rim of the glass?

Hypothesizing PART III


If the side of a milk carton were punctured with holes (one above
another) and the canon filled with water, what do you think would
happen to the water in it? How would the water pour out of the holes?

19
PART IV
1. Puncture holes in the bottom cf the canon about 2-3 cm or 1 inch
each apart as shown in the diagram. Put masking tape over holes.
Caution: Do not make holes too large and make holes very dose
together.
Hypothesizing What do you think will happen when water is poured into this
carton and the masking tape is removed?
How many jets of water will you get coming out of the holes in the
bottom of the carton?
Hypothesizing
2. Pour water into the carton.
Observing Designing How many jets of water come out?
an investigation What should you do to the water pouring out of the carton at the
bottom so you could only get one jet of water without plugging
any holes?

3. Test your hypotheses


4. Try the above using gallon or half-gallon cartons.

What Must I Know?/ The children should pour water into the carton and pinch the jets of
Where Do I Find It? water together with their fingers just as though they were going to
pinch someone. The jets will form one stream. If the water comes
out in one jet there must be some kind of force holding the water
to-gether. The force that holds similar molecules to each other is
called cohesive force. Each molecule of water has cohesive force
that pulls and holds other molecules of water to it See the diagram
that represents how molecules of water are held together to form a
water droplet due to cohesive force. The pinching of the water

20
brings the jets of water in contact allowing cohesive force to hold
together. This is true because the cohesive force between two
substances increases as the distance between them decreases.

How Will Children 1. Why do you think a dam is buik with very thick walls at the
Use or Apply What bottom and thinner walls at the top?
They Discover? 2. Why do your ears sometimes hurt when you dive deep in a
swim ming pool? What pushes in on your ears as you go
deeper?
3. Why are the walls of a submarine so thick and strong?
4. What would happen to the water escaping from two of the
holes of a can if you stopped one hole?
5. What will happen to the water coming out of the bottom hole
as the water gets lower in the con?
6. Why do many towns have water storage tanks towering high
above the city or buih on a hill?

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Bahan ajar ini adalah tentang Model Pembelajaran Penemuan. Dalam bahan ajar
ini dibahas hal-hal yang berkaitan denga model pembelajaran penemuan, yang meliputi:
Definisi tentang model pembelajara penemuan; Konsep model pembelajaran; penemuan;
Kelebihan model pembelajaran penemuan; Kekurangan model pembelajaran penemuan;
Langkah-langkah pembelajaran model pempelajaran penemuan; Sistem penilaian model
pembelajaran penemuan
Metode Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan,
melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery terjadi
bila indifidu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan
beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalaui observasi, klasifikasi,
pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi

B. Saran

1. Hendaklah saudara lebih mendalami model pembelajaran penemuan ini dengan


sebaik-baiknya agar saudara dapat menerapkannya dengan benar.
2. Bacalah literatur-literatur lain yang akan memperkuat pemahaman saudara tentang
pembelajaran penemuan ini sehingga saudara dapat mengambil manfaat sebesar-
besarnya dari model pembelajarn penemuan ini.

22
DAFTAR PUSTAKA

Dahar, RW., 1991. Teori-Teori Belajar. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Holiwarni, B., dkk., 2008. Penerapan Metode Penemuan Terbimbing pada Mata Pelajaran
Sains untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN 016 Pekanbaru Kota
(Laporan Penelitian). Lemlit UNRI, Pekanbaru.

http://darussholahjember.blogspot.com/2011/05/aplikasi-metode-discovery-
learning.html (23 Mei 2013).

http://ebookbrowse.com/pengertian-model-pembelajaran-discovery-learning-
menurut-para-ahli-pdf-d368189396 (23 Mei 2013).

http://prismabekasi.blogspot.com/2012/10/definisi-belajar-menurut-para-ahli.html
(23 Mei 2013)
Jurnal Geliga Sains 3 (2), 8-13, 2009 Program Studi Pendidikan Fisika FKIP
Universitas Riau ISSN 1978-502X.

Rizqi, 2000. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berorientasi Pembelajaran


Penemuan Terbimbing (Guide-Discovery Learning) yang Mengintegrasikan Kegiatan
Laboratorium untuk Fisika SLTP Bahan Kajian Pengukuran. Tesis, UNESA (tidak
dipublikasikan).

Syamsudini , 2012. Aplikasi Metode Discovery Learning Dalam Meningkatkan


Kemampuan Memecahkan Masalah, Motivasi Belajar Dan Daya Ingat Siswa.

Syah, M., 1996. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. PT Remaja Rosdakarya,
Bandung.

23

Anda mungkin juga menyukai