Anda di halaman 1dari 5

Discovery Learning (Pembelajaran Penemuan) Secara Umum

Ahli psikologi dan pengusung teori belajar kognitif Jerome Bruner (1967) adalah orang yang
pertama kali menjelaskan prinsip-prinsip belajar penemuan (discovery learning). Ia
menjelaskan bagaimana seorang pembelajar membangun pengetahuan berdasarkan
pengetahuan atau pengalaman awal. Hampir serupa, para ahli teori belajar kognitif yang lain
seperti John Dewey, Jean Piget, dan Lev Vygotsky juga sangat menyarankan
penggunaan discovery learning karena dapat memacu pembelajar menjadi aktif dalam
berpartisipasi pada kegiatan atau proses pembelajaran dengan mengeksplorasi konsep-konsep
dan menjawab pertanyaan-pertanyaan melalui pengalaman belajar yang mereka lalui.

Discovery Learning (Pembelajaran Penemuan) dalam Praktik Pembelajaran

Secara khusus tujuan dari pelaksanaan pembelajaran penemuan atau discovery learning ini


sesungguhnya adalah untuk memperoleh suatu pemahaman yang lebih mendalam;
membangun keterampilan-keterampilan metakognitif; dan memacu keterlibatan peserta didik
yang lebih kuat dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Nadira Saab, et al., discovery
learning atau pembelajaran penemuan ini merupakan sebuah proses inkuiri yang bersifat
induktif di mana peserta didik akan melakukan eksperimen, sebagaimana yang disebut sebagai
metode ilmiah. Pada kegiatan eksperimennya ini, pembelajar akan akan mengidentifikasi
variabel-variabel, mengumpulkan data, dan menginterpretasikan data. Selanjtnya pada tahapan
berikutnya pembelajar akan mengajukan hipotesis dengan tujuan untuk mendeskripsikan dan
memahami hubungan-hubungan antar konsep-konsep. Pada akhirnya, proses ini yang
berlangsung secara bersiklus, pembelajar akan menginterpretasikan data, menolak atau
menerima hipotesis, dan membuat kesimpulan-kesimpulan berdasarkan informasi yang
dikumpulkannya.

Serupa dengan Nadira Saab, et al., Faye Borthick dan Donald Jones mengusulkan bahwa pada
discovery learning itu, peserta didik akan belajar mengenali masalah, mengkarakterisasi seperti
apa solusinya nanti, mencari informasi yang relevan, mengembangkan suatu strategi
pemecahan masalah, dan melaksanakan strategi yang telah dipilihnya tersebut untuk
menyelesaikan masalah.

Karakteristik dan Ciri-Ciri Discovery Learning (Pembelajaran Penemuan) Menurut Para Ahli

Selanjtnya, Tracy Bicknell-Holmes dan Paul Hoffman menjelaskan bahwa pembelajaran


penemuan atau discovery learning itu mempunyai 3 karakteristik utama yaitu: adanya
eksplorasi dan pemecahan masalah; kegiatan pembelajarn yang berpusat pada siswa dan
berbasis minat siswa; serta adanya scaffolding (perancahan) terhadap informasi-informasi baru
yang diterima siswa.

Seorang ahli yang bernama Joyce Castronova telah mengidentifikasi 5 karakteristik


pembelajaran penemuan yang membuat discovery learning  (pembelajaran penemuan)
berbeda dengan model-model pembelajaran tradisional. Adapun kelima karakteristik atau
ciri-ciri menurut Joyce Castronova adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran bersifat aktif  dan pembelajar harus berpartisipasi dalam kegiatan (hands
on) dan pemecahan masalah alih-alih sekedar transfer pengetahuan dari guru.
2. Discovery learning juga mementingkan proses pembelajaran, tidak hanya pada produk
atau hasil belajar, sehingga memacu penguasaan (mastery) dan penggunaan
pengetahuan yang baru diperoleh tersebut atau mengaplikasikannya pada situasi baru.
3. Pembelajar akan belajar dari kesalahan-kesalahan yang dibuatnya, dan dalam
pembelajaran penemuan (discovery learning), mereka akan menjadi menguasainya dan
terus mencari pemecahan masalah yang diperlukan.
4. Umpan balik (feedback) adalah salah satu bagian penting dalam pelaksanaan discovery
learning, sementara itu kolaborasi dan diskusi akan membantu meningkatkan
pemahaman pembelajar.
5. Pembelajaran penemuan (discovery learning) dapat memuaskan rasa ingin tahu
manusia yang selalu ada dan merupakan sifat alamiah setiap orang.

Beberapa Model Pembelajaran yang Sejenis dengan Discovery Learning

Berikut ini adalah beberapa model pembelajaran yang mirip atau sejenis dengan discovery
learning (pembelajaran penemuan):

 eksperimen
 eksplorasi
 pembelajaran berbasis simulasi
 pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)
 pembelajaran berbasis inkuiri (inquiry based learning)
 webquests, dsb.

Kritik dan Dukungan terhadap Discovery Learning (Pembelajaran Penemuan)


Ada beberapa pendapat yang mengkritik pembelajaran penemuan. Tentunya hal ini sangat
wajar karena tak ada satupun model atau pendekatan pembelajaran yang sempurna atau yang
terbaik untuk mendukung belajar peserta didik. Ada pula banyak pendapat yang mendukung
dilaksanakannya discovery learning dalam pembelajaran di sekolah. Berikut selengkapnya.

Kritik terhadap discovery learning terutama berkaitan dengan kenyataan bahwa pada beberapa
siswa mengalami kesulitan untuk belajar dengan discovery learning karena mereka
membutuhkan pembelajaran yang lebih terstruktur. Menurut beberapa ahli, pada
kenyataannya discovery learning juga dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya
misunderstanding (keliru paham), dan model pembelajaran penemuan ini dapat menyulitkan
guru untuk mengenali dan membantu pembelajar atau siswa-siswa yang mengalami kesulitan
atau hambatan selama proses pembelajarannya.

Sementara itu pendapat-pendapat yang mendukung dilaksanakannya discoery learning antara


lain: bahwa discovery learning dapat membuat siswa terlibat secara aktif selama proses
pembelajaran; memotivasi siswa untuk berpartisipasi; melecutkan atonomi dan kebebasan
(tidak bergantung pada guru); membangun kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah;
serta dapat menyediakan pengalaman belajar yang lebih bersifat individual sesuai kebutuhan
pembelajar.

Discovery Learning Dalam Pembelajaran Sejarah Peradaban Islam

Islam menganjurkan kepada manusia untuk menggunakan akalnya secara maksimal. Anjuran tersebut
dipertegas dengan kecaman terhadap orang-orang yang tidak menggunakan akalnya untuk meneliti,
memperhatikan, dan menggali bukti-bukti serta menarik kesimpulan dari berbagai pengetahuan
keagamaan maupun keduniaan. Anjuran tersebut tampak pada firman Allah swt. Sebagai berikut :

‘’Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-
tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal’’(Q.S. ali-Imron :190)

Ayat tersebut diatas menjelaskan bagaimana Nabi Ibrahim mencari Tuhan dan pada akhirnya dengan
bimbingan Allah SWT, beliau menemukan Tuhan yang menguasai langit dan bumi yaitu Allah SWT.
Discovery learning dapat didefinisikan sebagai belajar yang terjadi bila pelajaran tidak disajikan dalam
bentuk finalnya, tetapi diharapkan peserta didik untuk mengorganisasi sendiri. Sang pendidik John
Dewey dan psikolog kognitif Jerome Bruner mempromosikan konsep pembelajaran penemuan dengan
mendorong guru untuk memberikan kesempatan peserta didik belajar sendiri. Menurut mereka,
pembelajaran penemuan mendorong peserta didik untuk berpikir sendiri dan menemukan cara
menyusun dan mendapatkan pengetahuan.

Prinsip belajar yang tampak jelas dalam discovery learning adalah materi atau bahan pelajaran yang
akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final, akan tetapi peserta didik didorong untuk
mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka
ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Sebagaimana pemikiran Bruner bahwa:
perolehan pengetahuan adalah proses aktif. Individu secara aktif merekonstruksi pengalamannya
dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan internal model atau struktur kognitif yang telah
dimilikinya.

Konsep belajar dalam Discovery learning

Dalam pembuktian sejarah melalui metode pembelajaran discovery learning harus berprinsip pada:

1. Teori belajar kognitif


Dalam teori belajar kognitif dijelaskan bahwa tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada
kognisi, yaitu mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Dalam situasi
belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh “insight” untuk
pemecahan masalah. Perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang
ditentukan oleh caranya melihat, lebih tepatnya menggambarkan lingkungan, yaitu:
representasi sensory (enactive), representasi konkret (iconic), representasi yang abstrak
(symbolic)
a) Tahap enactive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami
lingkungan sekitarnya. Artinya dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan
pengetahuan motorik. Misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
b) Tahap iconic,seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan
visualisasi verbal. Maksudnya dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk
perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).
c) Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang
sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia
sekitarnya anak belajar melalui simbolsimbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya.

2. Teori kontruktivisme
Dihubungkan antara teori kontruktivisme dalam discovery learning, menunjukkan bahwa
tekanan utama teori kontruktivisme adalah peserta didik dalam proses pembelajaran daripada
guru atau instruktur. Teori ini berpandangan bahwa peserta didik dalam proses pembelajaran
daripada guru atau instruktur. Teori ini berpandangan bahwa peserta didik yang berinteraksi
dengan berbagai objek dan peristiwa sehingga mereka memperoleh dan memahami pola-pola
penanganan terhadap obyek dan peristiwa tersebut.
Para ahli kontruktivisme memandang belajar sebagai hasil kontruksi mental. Para siswa belajar
dengan cara mencocokkan informasi baru yang mereka peroleh bersama-sama dengan apa yang
mereka ketahui. Siswa akan dapat belajar dengan baik jika mereka mampu mengaktifkan
konstruk pemahaman mereka sendiri. Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat
ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu :
a) Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar.
b) Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada peserta didik.
c) Memandang peserta didik sebagi pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai.
d) Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil.
e) Mendorong siswa untuk mampu melakukan penyelidikan.
f) Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar.
g) Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada peserta didik. h) Penilaian
belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman peserta didik

Langkah-langkah pembelajaran discovery learning

1) Tahap persiapan dalam aplikasi discovery learning, yaitu :


a) Menentukan tujuan pembelajaran.
b) Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan
sebagainya)
c) Memilih materi pelajaran
d) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik secara induktif (dari contoh-contoh
generalisasi).
e) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contohcontoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya
untuk dipelajari peserta didik
f) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang kongkret ke abstrak, atau
dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik. g) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta
didik

Anda mungkin juga menyukai