Kelompok 7
1. Gurit Wulan Jagadianti (19030174033)
2. Alya Rossalia (19030174057)
3. Moh. Ilham Romadhoni (19030174060)
4. Rafika Annisa’Elya Izzati (19030174078)
01 Pengertian
02 Landasan Teori
03 Karakteristik
04 Tujuan Discovery Learning
05 Prinsip Inquiry Learning
06 Karakteristik Materi
To p i k
07 Sintaks Pembelajaran Pembahasan
08 Kelebihan dan Kelemahan
PENGERTIAN
DISCOVERY LEARNING
Discovery Learning Jenis penalaran induktif
di yang mana seseorang memperoleh
pengetahuan dengan merumuskan dan
menguji hipotesis melalui pengalaman
langsung. Menurut para ahli:
1. Discovery learning mengacu pada
memperoleh pengetahuan untuk diri
sendiri. Discovery melibatkan pembuatan
dan pengujian hipotesis, bukan sekadar
membaca atau mendengarkan presentasi
guru (Bruner, 1961).
2. Discovery adalah jenis penalaran induktif,
karena siswa beralih dari mempelajari
contoh-contoh spesifik ke merumuskan
aturan umum, konsep, dan prinsip.
Discovery Learning juga disebut sebagai
berbasis masalah, inkuiri, pengalaman, dan
pembelajaran konstruktivis (Kirschner et al.,
2006).
PENGERTIAN
DISCOVERY LEARNING
3. Discovery adalah salah satu bentuk
pemecahan masalah, tidak membiarkan
siswa melakukan apa yang mereka
inginkan. Meskipun Discovey adalah
pendekatan instruksional yang dipandu
minimal, ini melibatkan arahan; guru
mengatur kegiatan di mana siswa telusuri,
manipulasi, jelajahi, dan selidiki. Skenario
pembukaan mewakili sebuah penemuan
situasi. (Klahr & Simon, 1999; Bab 7)
4. Discovery tidak sesuai untuk semua jenis
pembelajaran. Discovery dapat
menghambat pembelajaran ketika siswa
tidak memiliki pengalaman sebelumnya
dengan materi atau informasi latar belakang
(Tuovinen & Sweller, 1999)
PENGERTIAN
INQUIRY LEARNING
Pengajaran berbasis inkuiri adalah pendekatan
instruksional lain yang telah dikembangkan
untuk tujuan mengajar siswa bagaimana
berpikir. Pengajaran berbasis inkuiri bersandar,
untuk sebagian besar, atas dasar teori
discovery learning. Menurut para ahli:
1. Pengajaran berbasis inkuiri adalah
pendekatan instruksional lain yang telah
dikembangkan untuk tujuan mengajar siswa
bagaimana berpikir. Pengajaran berbasis
inkuiri bersandar, untuk sebagian besar,
atas dasar teori yang sama untuk konsep
mengajar. Model ini dipengaruhi oleh John
Dewey (1916) dan Jerome Bruner (1960,
1961).
Landasan Teoritis
A. Jean Piaget
Dari sudut pandang Piaget, manusia selalu berusaha keras memahami
lingkungan mereka, dan kematangan biologis mereka, interaksi mereka dengan
lingkungan, dan pengalaman sosial mereka bergabung untuk mempengaruhi
cara mereka berpikir sesuatu. Kontribusi utama dari ide Piaget untuk guru adalah
teori tahap perkembangan kognitifnya.
Piaget juga memberikan teori untuk memahami bagaimana orang
beradaptasi dengan lingkungannya melalui proses asimilasi dan akomodasi. Saat
individu mengalami ide baru atau situasi baru, mereka pertama-tama mencoba
memahami informasi baru dengan menggunakan skema yang ada. Skema
tersebut mengacu dengan cara individu menyimpan dan mengatur pengetahuan
dan pengalaman dalam ingatan. Individu selalu beradaptasi dengan
lingkungannya menggunakan pengetahuan sebelumnya dan skema yang ada.
Landasan Teoritis
B. Lev Vygotsky
Lev Vygotsky adalah seorang psikolog Rusia yang karyanya tidak dikenal
oleh sebagian besar orang Eropa dan Amerika hingga baru-baru ini. Seperti
Piaget, Vygotsky (1078,1994) percaya bahwa kecerdasan berkembang karena
orang menghadapi pengalaman baru dan membingungkan dan karena mereka
berusaha menyelesaikan perbedaan dari pengalaman-pengalaman ini.
Menurut Vygotsky manusia mempunyai dua tingkat perkembangan yaitu
tingkat perkembangan actual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat
perkembangan potensial itu disebut Vygotsky sebagai Zone of Proximal
Defeloment (ZPD).
Proses belajar akan terjadi jika siswa belajar menyelesaikan tugas tugas
yang belum dipelajari namun tugas itu berada dalam ZPD mereka. Dalam
penyelesaian tugas ini siswa dibimbing oleh orang dewasa atau orang yang lebih
mampu (scaffolding).
Landasan Teoritis
C. Jerome Bruner
Seorang psikolog Amerika, Jerome Bruner, juga telah memberikan
konseptualisasi tentang bagaimana anak-anak belajar pada berbagai tahap
pendewasaan. Bruner (1966) mengidentifikasi tiga mode pembelajaran yang
berbeda:
i. belajar dengan melakukan,
ii. belajar dengan membentuk gambaran mental
iii. belajar melalui serangkaian simbol atau representasi abstrak.
Sebagai anak-anak tumbuh lebih tua dan maju melalui kelas, mereka
kurang bergantung pada mode aktif dan lebih banyak lagi tentang pencitraan
mental dan operasi simbolik. Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak
dapat belajar konsep pada usia yang cukup dini dan pembelajaran konsep
awal memfasilitasi apa yang bisa pelajari nanti.
Landasan Empiris
A. Dewey
John Dewey menekankan bahwa terdapat terlalu banyak penekanan
pada fakta dan kurangnya penekanan pada sains untuk berpikir dan sebagai
sikap pikiran. Dewey (1910) menyatakan bahwa anak-anak harus memahami
sains dan tidak menjadi penerima pasif dari pengetahuan yang sudah ada.
Dia berpendapat "Pengetahuan bukanlah informasi, tetapi cara latihan
cerdas dan kebiasaan disposisi pikiran".
Belajar, untuk Dewey, keluar dari pengalaman laboratorium otentik
seperti mengamati fenomena, dan menyelidiki dan memecahkan masalah dll.
Dewey mendorong siswa 'melakukan' sains sebagai lawan dari sains yang
'mengetahui' siswa, dalam lingkungan yang mendukung di mana siswa akan
terlibat dalam konstruksi pengetahuan mereka sendiri
Landasan Empiris
B. Schwab
Schwab mendorong pengajaran sains yang sejalan dengan cara sains
modern beroperasi. Dalam bukunya Schwab menekankan bahwa sains
otentik berasal dari kemampuan melakukan inkuiri daripada berpikir tanpa
melakukan.
Schwab juga memperhatikan inheren dalam proses melakukan sains.
Ia menyatakan bahwa laboratorium merupakan tempat pelajar menjawab
pertanyaan-pertanyaan ilmiah dan menjaga pemahaman yang melekat pada
ilmu pengetahuan. Dan ini adalah tempat di mana siswa menggunakan pikiran
dan tangan bersama-sama untuk memecahkan masalah.
Selain itu, Schwab menekankan pentingnya melibatkan siswa secara
aktif dalam proses pembelajaran melalui penyelidikan dan tidak hanya
mengajarkan fakta isi sains. Dia mendorong guru sains untuk menggunakan
laboratorium untuk membantu siswa dalam mempelajari konsep sains.
Landasan Empiris
C. Yuliani, dkk
Berdasarkan hasil penelitian mereka bahwa pembelajaran dengan
menggunakan model Discovery Learning mampu mendorong peserta didik
untuk aktif dalam membuat hipotesis, melakukan percobaan, menganalisis
data dan membuat kesimpulan sehingga antusiasme peserta didik dalam
proses belajar menjadi lebih meningkat dan dapat meningkatkan hasil belajar
kognitif. Keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh
faktor peserta didik itu sendiri karena merupakan komponen penting dalam
sistem pembelajaran di sekolah sehingga dapat dikatakan bahwa peserta
didik merupakan subjek dari proses dan aktivitas pembelajaran. Pembelajaran
harus menjadi sebuah aktivitas yang berfokus pada peserta didik (learned
centered), oleh karena itu sistem pembelajaran yang efektif dan efisien
mempertimbangkan komponen karakteristik peserta didik.
Karakteristik Discovery Learning
02 Prinsip Interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses
interaksi, Pembelajaran sebagai proses interaksi, artinya
menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi
sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu
sendiri. Guru perlu mengarahkan (directing) agar siswa bisa
mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi
mereka.
Prinsip Discovery-Inquiry
Learning
03 Prinsip Bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan
strategi pembelajaraninkuiri adalah guru sebagai penanya.
Dengan demikian, kemampuan siswa untuk menjawab setiap
pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari
proses berpikir.
Fase 2
02 Mempresentasikan permasalahan inkuiri atau peristiwa tidak sesuai.
Penting untuk mempresentasikan situasi masalah secara
jelas dan dengan cara yang membangkitkan rasa ingin tahu
siswa. Biasanya guru menggunakan demonstrasi dan
presentasi untuk mengkomunikasikan situasi masalah kepada
siswa. Situasi masalah dapat disajikan untuk penyelidikan
seluruh kelas.
Fase 3
03 Membantu Siswa Merumuskan Hipotesis untuk
Menjelaskan Situasi Masalah.
Selama fase ini, siswa didorong untuk mengajukan
pertanyaan dan membentuk hipotesis yang membantu
menjelaskan apa yang sedang terjadi.
Fase 4
04 Mendorong Siswa Mengumpulkan Data untuk Menguji
Hipotesis
Dalam fase ini guru dapat meminta siswa untuk melakukan
eksperimen hipotesis dan mengumpulkan data atau guru
dapat memilih untuk memberikan data kepada siswa dan
bertanya kepada mereka bagaimana data baru ini dapat
memengaruhi hipotesis mereka.
Fase 5
05 Merumuskan Penjelasan atau kesimpulan.
Fase dimana guru meminta siswa untuk menyatakan
penjelasan atau kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan
percobaan dan data yang tersedia. Semua penjelasan harus
dapat diterima. Namun, pertanyaan dapat digunakan untuk
membuat siswa mempertimbangkan pendapat orang lain.
Fase 6
06 Refleksi situasi inkuiri dan proses berpikir
Selama fase ini, siswa didorong untuk merefleksi kembali apa
yang telah dilakukan serta untuk menganalisis proses berpikir
mereka selama pembelajaran berlangsung. Guru dapat
menggunakan beberapa pertanyaan berikut untuk
memfasilitasi aspek pembelajaran ini.
- Kapan anda menemukan sebuah hipotesis yang menurut
anda masuk akal?
- Apakah hipotesis tersebut ternyata akurat?
SINTAKS PEMBELAJARAN
DISCOVERY LEARNING
1. Siswa harus ada kesiapan dan 1. Jika guru tidak dapat merumuskan teka-
kematangan mental untuk cara belajar teki atau pertanyaan kapada siswa
ini siswa harus berani dan berkeinginan dengan baik, untuk memecahkan
dan mengetahui keadaan sekitar; permasalah secara sistematis, maka
2. Bila kelas terlalu besar penggunaan akan membuat siswa lebih bingung dan
tehnik ini akan kurang berhasil karena tidak terarah .
butuh waktu lama untuk membantu 2. Kadang kala guru mengalami kesulitan
siswa menemukan teori atau dalam merencanakan pembelajaran oleh
pemecahan masalah lainnya; karena terbentur dengan kebiasaan
3. Bagi guru dan siswa yang sudah biasa siswa dalam belajar.
dengan perencanaan dan pengajaran 3. Pada sistem klasikal dengan jumlah
biasa mungkin akan sangat kecewa bila siswa yang relatif banyak; penggunaan
diganti dengan teknik discovery; pendekatan ini sukar untuk
4. Pengajaran model ini lebih cocok untuk dikembangkan dengan baik.
mengembangkan pemahaman,
sedangkan mengembangkan aspek
konsep, keterampilan, dan emosi
secara keseluruhan kurang mendapat
perhatian
Terima Kasih