Kooperatif
KELOMPOK 6 / 2019C
Kelompok 6
1. Moh. Ilham Romadhoni (19030174060)
2. Rafika Annisa’elya Izzati (19030174078)
3. Audrey Putri Berliana (19030174079)
4. Windy Irma Safitri (19030174081)
Table of Contents
01. 02. 03. 04.
Landasan Teoritis dan
Konsep Model Karakteristik Model Unsur-Unsur Model
Empiris Model
Pembelajaran Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Pembelajaran
Kooperatif
Kooperatif Kooperatif
Menurut Slavin (2008) pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan kecil siswa yang
bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab atas kelompoknya. Konsep utama
dari belajar kooperatif adalah:
1. Pengahargaan kelompok (yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang
ditentukan).
2. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada
belajar individual semua anggota kelompok.
3. Kesempatan yang sama untuk sukses (artinya bahwa siswa telah membantu
kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri).
Mengapa
Pembelajaran
Kooperatif itu perlu?
CREDITS: This presentation template was created by
Slidesgo, including icons by Flaticon, infographics &
images by Freepik
Menurut Slavin
02.
Landasan Teoritis
Dukungan teoritis untuk pembelajaran kooperatif dan berbasis masalah bersandar
pada ide-ide yang terkait dengan ruang kelas yang demokratis, pandangan
konstruktivis tentang pengajaran dan pembelajaran, dan teori yang membantu
menjelaskan hubungan antarkelompok. Dua gagasan besar yang dikemukakan
oleh Lev Vygotsky dan Jean Piaget telah mempengaruhi pengembangan dan
implementasi pembelajaran kooperatif dan berbasis masalah, diantaranya:
a. Peserta didik merupakan peserta yang aktif dalam mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri.
b. Interaksi dalam lingkungan sosial, termasuk ruang kelas, sangat
mempengaruhi proses konstruksi dan bagaimana orang menciptakan makna
dari pengalaman.
Jean Piaget
Piaget menegaskan bahwa anak-anak pada dasarnya ingin tahu, dan mereka
terus-menerus berusaha untuk memahami dunia di sekitar mereka. Rasa ingin
tahu ini, menurut Piaget, memotivasi mereka untuk secara aktif membangun
representasi dalam benaknya tentang lingkungan yang mereka alami. Saat
mereka tumbuh dewasa dan memperoleh lebih banyak bahasa dan kapasitas
memori, representasi mental mereka tentang dunia menjadi lebih rumit dan
abstrak. Namun, pada semua tahap perkembangan, kebutuhan anak-anak
untuk memahami lingkungannya memotivasi mereka untuk menyelidiki dan
membangun teori yang membantu menjelaskannya.
Jean Piaget
Studi awal: Peneliti memilih 504 peserta didik dari kelas tiga, empat, dan lima
dan mengajar matematika menggunakan salah satu dari tiga metode:
1) instruksi yang berorasi kooperatif.
2) skenario instruksional khusus materi,
3) Kelas tradisional menggunakan kelompok kecil dan buku teks kelas (buku
pelajaran).
Studi kedua: Dalam studi kedua, populasi termasuk 375 peserta didik di kelas
tiga, kelas empat, dan lima yang menggunakan metodologi pengajaran yang sama
ditemukan di studi satu, dengan pengecualian bahwa studi kedua hanya
membandingkan Instruksi yang berorasi kooperatif dengan kelas tradisional.
Kelompok yang menggunakan instruksi yang berorasi kooperatif menggunakan
Team Assisted Individualization (TAI).
John Dewey
Pada tahun 1916, John Dewey menulis buku berjudul Demokrasi dan Pendidikan.
Konsep pendidikan Dewey adalah bahwa kelas harus mencerminkan masyarakat
yang lebih luas dan menjadi laboratorium untuk pembelajaran kehidupan nyata.
Pedagogi Dewey mengharuskan guru untuk menciptakan lingkungan belajar yang
bercirikan prosedur demokratis dan proses ilmiah.
Tanggung jawab utama mereka adalah untuk melibatkan siswa dalam
penyelidikan masalah sosial dan interpersonal yang penting. Prosedur kelas khusus
yang dijelaskan oleh Dewey (dan pengikut zaman akhir) menekankan kelompok
kecil siswa pemecahan masalah yang mencari jawaban mereka sendiri dan
mempelajari prinsip demokrasi melalui interaksi sehari-hari satu sama lain.
Herbert Thelen
Bertahun-tahun setelah pekerjaan awal Dewey, Herbert Thelen (1954-1960)
mengembangkan prosedur yang lebih tepat untuk membantu siswa bekerja dalam
kelompok. Seperti Dewey, Thelen berpendapat bahwa ruang kelas harus menjadi
laboratorium atau miniatur demokrasi untuk tujuan studi dan penyelidikan masalah
sosial dan interpersonal yang penting.
Untuk Dewey dan Thelen, penggunaan kerja kelompok kooperatif melampaui
improvisasi dalam belajar akademik. Perilaku dan proses kerja sama dianggap dasar
bagi usaha manusia — landasan di mana komunitas demokratis yang kuat dapat
dibangun dan dipertahankan. Cara logis untuk mencapai tujuan pendidikan yang
penting ini, mereka percaya, adalah dengan menyusun kelas dan kegiatan belajar
siswa sehingga mereka mencontohkan hasil yang diinginkan.
Karakteristik Model
Pembelajaran Kooperatif
03.
Karakteristik
1. Pembelajaran secara tim
06.
Langkah-Langkah
Fase Kegiatan Guru
(Present goals and set)
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan
Fase 1 Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan
siswa siap belajar.
siswa
(Present Information)
Fase 2 Mempresentasikan informasi kepada siswa secara verbal.
Menyajikan informasi
Memberikan penjelasan kepada siswa tentang tata cara
(Organize students into learning teams)
Fase 3 pembentukan tim belajar dan membantu kelompok
Mengorganisir siswa ke dalam tim–tim belajar
melakukan transisi yang efisien.
(Assist team work and studeny) Membantu tim–tim belajar selama siswa mengerjakan
Fase 4
Membantu kerja tim dan belajar tugasnya.
Menguji pengtahuan siswa mengenai berbagai materi
(Test on the materials)
Fase 5 pembelajaran atau kelompok kelompok mempresentasikan
Mengevaluasi
hasil kerjanya.
(Provide recognition) Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan
Fase 6
Memberikan pengakuan atau penghargaan prestasi individu maupun kelompok.
Tipe-Tipe Model
Pembelajaran
Kooperatif
O7.
1. Tipe Student Team Achievement Division
(STAD)
Tipe Make a Match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari tipe
dalam pembelajaran kooperatif. Tipe ini dikembangkan oleh Lorna Curran
(1994). Salah satu keuntungan tipe ini adalah siswa mencari pasangan sambil
belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan.
Penerapan tipe ini dimulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh mencari
pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa
yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.
4. Tipe Make a Match
(Membuat Pasangan)
Tipe ini awalnya dikembangkan oleh Frank Lyman (1985) dan rekan-
rekannya di University of Maryland, merupakan cara yang efektif untuk
mengubah pola wacana di dalam kelas. Ini menantang asumsi bahwa semua
bacaan atau diskusi perlu diadakan dalam pengaturan seluruh kelompok,
dan itu memiliki prosedur bawaan untuk memberi siswa lebih banyak
waktu untuk berpikir dan menanggapi dan untuk membantu satu sama lain.
7. Tipe Think Pair Share
08.
Kelebihan
Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah
kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai
sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan
ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya
dengan ide-ide orang lain.
Dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala
keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
Dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab
dalam belajar.
Kelebihan
Suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik
sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri,
hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan
keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.
Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan
pemahamannya sendiri, menerima umpan balik.
Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk menggunakan informasi dan
kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil).
Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan
memberikan rangsangan untuk berpikir.
Kekurangan
Ciri utama kooperatif adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh karena
itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran
langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa apa yang
seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa.
Walaupun kemauan bekerjasama merupakan kemampuan yang sangat untuk
siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan
kepada kemampuan secara individual.
Oleh karena idealnya melalui kooperatif selain siswa belajar bekerjasama, siswa
juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai
kedua hal itu dalam kooperatif memang bukan pekerjaan yang mudah.
THANK YOU