Dosen Pembimbing :
Dr. Susanah, M.Pd.
Dr. Janet Trineke Manoy, M.Pd.
Disusun Oleh :
1. Gurit Wulan Jagadianti (19030174033)
PENDIDIKAN MATEMATIKA
TAHUN 2020/ 2021
A. Pengertian Discovery Learning dan Inquiry-Based Teaching
Discovery adalah salah satu bentuk pemecahan masalah (Klahr & Simon, 1999; Bab 7);
bukan hanya membiarkan siswa melakukan apa yang mereka inginkan. Meskipun discovery
adalah pendekatan instruksional yang dipandu minimal, itu tetap melibatkan arahan; guru
mengatur kegiatan di mana siswa mencari, manipulasi, mengeksplorasi, dan menyelidiki.
Skenario awal mewakili sebuah penemuan situasi. Siswa mempelajari pengetahuan baru yang
relevan dengan domain dan keterampilan pemecahan masalah umum seperti merumuskan
aturan, menguji hipotesis, dan mengumpulkan informasi (Bruner, 1961).
Pengajaran inkuiri merupakan salah satu bentuk discovery learning, meskipun dapat
disusun menjadi lebih baik dengan arahan guru. Tujuannya adalah untuk membuat siswa
bernalar, memperoleh asas-asas umum, dan menerapkannya dalam situasi baru. Hasil
pembelajaran yang sesuai mencakup merumuskan dan menguji hipotesis, membedakan yang
diperlukan dari kondisi yang memadai, membuat prediksi, dan menentukan kapan membuat
prediksi memerlukan lebih banyak informasi.
Dua tugas perencanaan utama diperlukan di persiapan pelajaran berbasis inkuiri adalah
menentukan hasil peserta didik dan mengidentifikasi sebuah masalah yang cocok untuk
penyelidikan. Seperti konsep pengajaran, pelajaran berbasis inkuiri memiliki tujuan konten
dan proses. Guru menginginkan siswa untuk memperoleh pengetahuan baru yang terkait
dengan fokus penyelidikan dari pelajaran. Mereka juga ingin siswa mempelajari proses
inkuiri, terutama yang terkait dengan inkuiri ilmiah, dan untuk mengembangkan disposisi
positif terhadap inkuiri dan proses yang digunakan untuk menyelidiki sosial dan dunia fisik.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Discovery learning adalah jenis penalaran
induktif yang mengharuskan guru mengatur kegiatan sedemikian rupa sehingga siswa dapat
membentuk dan menguji hipotesis. Pengajaran inkuiri adalah sebuah bentuk pembelajaran
penemuan dimana guru menginginkan siswa untuk memperoleh pengetahuan baru yang
terkait dengan fokus penyelidikan dari pelajaran.
Pengajaran berbasis inkuiri sebagian besar bersandar atas dasar teori yang sama seperti
konsep mengajar. Model ini dipengaruhi oleh karya John Dewey (1916) dan Jerome Bruner
(1960, 1961).
− Landasan Teoritis
Psikolog Swiss Jean Piaget mengembangkan teori tentang bagaimana manusia
berkembang dan memahami dunia mereka. Dari sudut pandang Piaget, manusia selalu
berusaha keras memahami lingkungan mereka, dan kematangan biologis mereka, interaksi
mereka dengan lingkungan, dan pengalaman sosial mereka bergabung untuk mempengaruhi
cara mereka berpikir sesuatu. Kontribusi utama dari ide Piaget untuk guru adalah teori tahap
perkembangan kognitifnya. Menurut Piaget, saat anak-anak tumbuh dan menjadi dewasa,
mereka melewatinya empat tahap perkembangan kognitif: sensorimotor, praoperasional,
operasional konkrit, dan operasional formal. Anak-anak yang lebih kecil menghadapi dunia
mereka dengan cara yang lebih konkret dan handson, sedangkan anak-anak yang lebih besar
dan orang dewasa dapat terlibat dalam pemecahan masalah yang abstrak.
Piaget juga memberikan teori untuk memahami bagaimana orang beradaptasi dengan
lingkungannya melalui proses asimilasi dan akomodasi. Saat individu mengalami ide baru
atau situasi baru, mereka pertama-tama mencoba memahami informasi baru dengan
menggunakan skema yang ada. Skema tersebut mengacu dengan cara individu menyimpan
dan mengatur pengetahuan dan pengalaman dalam ingatan. Mencoba memahami informasi
baru dengan menyesuaikannya dengan apa yang sudah kita ketahui disebut asimilasi. Ambil
contoh seorang anak kecil yang memiliki kucing besar di rumah dan melihat anak anjing
kecil untuk pertama kalinya. Dia mungkin memanggil anak anjing itu "kucing" karena dia
mencoba menjelaskan hewan baru dengan skema yang ada untuk hewan, yang naik sampai
saat ini hanya menyertakan kucing. Jika individu tidak dapat menyesuaikan data atau situasi
baru ke dalamnya skema yang ada, mereka harus mengembangkan konsep atau skema baru.
Ini disebut akomodasi . Dalam contoh kucing-anjing, anak telah mengakomodasi ketika dia
memilikinya menambahkan konsep anjing dan anak anjing ke dalam skema tentang hewan.
Sebagai anak-anak tumbuh lebih tua dan maju melalui kelas, mereka kurang
bergantung pada mode aktif dan lebih banyak lagi tentang pencitraan mental dan operasi
simbolik. Pada umumnya anak di bawah umur 7 mengandalkan terutama pada melakukan,
atau mode enactive, untuk mempelajari konsep. Anak-anak di antara usia 7 dan 11 tahun
masih mengandalkan mode enactive tetapi mulai mempelajari konsep dengan membentuk
gambaran mental. Anak-anak yang lebih tua dan remaja awal masih menggunakan mode
ikonik tetapi semakin mengandalkan simbol abstrak. Penelitian telah menunjukkan bahwa
anak-anak dapat belajar konsep pada usia yang cukup dini dan pembelajaran konsep awal
memfasilitasi apa yang bisa pelajari nanti.
− Landasan Empiris
Pada awal 1900-an, John Dewey menekankan bahwa terdapat terlalu banyak penekanan
pada fakta dan kurangnya penekanan pada sains untuk berpikir dan sebagai sikap pikiran.
Dewey (1910) menyatakan bahwa anak-anak harus memahami sains dan tidak menjadi
penerima pasif dari pengetahuan yang sudah ada. Dia berpendapat "Pengetahuan bukanlah
informasi, tetapi cara latihan cerdas dan kebiasaan disposisi pikiran". Belajar, untuk Dewey,
keluar dari pengalaman laboratorium otentik seperti mengamati fenomena, dan menyelidiki
dan memecahkan masalah dll. Dewey mendorong siswa 'melakukan' sains sebagai lawan dari
sains yang 'mengetahui' siswa, dalam lingkungan yang mendukung di mana siswa akan
terlibat dalam konstruksi pengetahuan mereka sendiri (Dewey, 1910, 1938).
Dari tahun 1950-an hingga 1960-an, Joseph Schwab menyelesaikan serangkaian buku
yang memberikan dasar penyelidikan sebagai tema yang relevan dalam reformasi kurikulum
sains selama dua dekade (Schwab, 1958, 1962, 1966). Dia mendukung sentimen Dewey
tentang pentingnya instruksi berbasis penyelidikan di lingkungan sekolah. Praktik berbasis
inkuiri telah dijelaskan sebagai hal penting untuk perkembangan siswa dari apa yang Dewey
sebut sebagai "kebiasaan berpikir," cara berpikir yang mempromosikan keterampilan
penalaran ilmiah. Seperti dengan pemikiran Dewey, Schwab mendorong pengajaran sains
yang sejalan dengan cara sains modern beroperasi. Dalam bukunya yang berjudul “The
Teaching Of Science As Inquiry” (makalah ini akan menggunakan 'inkuiri' daripada 'inkuiri'
untuk konsistensi), Schwab (1962) menekankan bahwa sains otentik berasal dari kemampuan
melakukan inkuiri daripada berpikir tanpa melakukan.
Tiga ciri utama discovery learning atau belajar penemuan (Hosnan, 2014), diantaranya:
1. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam
pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa dalam
pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
2. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi
konkrit maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi
tambahan yang diberikan
3. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan
menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam
menemukan.
4. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama
yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan menggunakan ide-ide
orang lain.
5. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-keterampilan, konsep-
konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna
6. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus,
lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar
yang baru.
Tujuan di atas, memberikan penegasan bahwa model discovery learning ingin
mengarahkan peserta didik agar lebih aktif baik secara individu maupun kelompok untuk
belajar, karakter peserta didik lebih diutamakan agar keterampilan dapat terbangun secara
efektif. Kedepan kita akan memperoleh output yang lebih mumpuni karena akan lahir
ilmuan-ilmuan muda Indonesia yang berdaya saing.
5. Prinsip Keterbukaan
Belajar merupakan suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala sesuatu
mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu, anak perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai
dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya.
Model discovery learning memiliki ciri tersendiri sehingga dapat ditemukan perbedaan
dengan model pembelajaran lainnya, berikut karakteristik materi dengan model discovery
learning atau penemuan:
Pembelajaran inkuiri adalah bentuk dari pembelajaran discovery, yang disusun untuk
lebih mendapatkan arahan guru yang lebih baik. Collins (1977; Collins & Stevens, 1983)
merumuskan model inkuiri berdasarkan metode pengajaran Socrates. Berikut karakteristik
materi dengan model pembelajaran inkuiri:
1. Masalah yang digunakan yaitu masalah membuat siswa untuk bernalar dan dapat
merumuskan hipotesis dari masalah tersebut
2. Masalah tersebut harus dapat diamati, dipahami dan diketahui oleh siswa (mencakup
dalam kehidupan sehari-hari)
3. Memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan suatu masalah agar memancing
rasa ingin tahuan siswa atau keinginan lebih untuk menyelesaikan masalah, dimana
jawaban dari pertanyaan tersebut tidak dapat ditemukan siswa dalam buku teks,
melainkan harus dibuat berdasarkan pemahaman siswa sendiri
4. Siswa dapat menemukan konsep dan menyelesaikan berbagai konsep terkait dengan
permasalahan.
Siswa yang kurang memahami pengetahuan dasar kemungkinan besar tidak akan
berfungsi dengan baik di bawah sistem inkuiri yang dirancang untuk mengajarkan penalaran
dan penerapan prinsip. Karakteristik siswa lainnya (misalnya, usia, kemampuan) juga dapat
memprediksi keberhasilan model ini. Seperti metode konstruktivis lainnya, guru harus
mempertimbangkan hasil siswa dan kemungkinan siswa dapat berhasil terlibat dalam proses
inkuiri.
Fase 1
Menarik perhatian siswa dan menjelaskan proses Inkuiri
Pada setiap pembelajaran sangat penting untuk menarik perhatian siswa dan
memberikan motivasi kepada siswa agar terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Dalam
pembelajaran inkuiri, motivasi biasanya dengan mudah dijamin dengan situasi masalah yang
provokatif. Ketika guru menggunakan model pembelajaran ini untuk kali pertama, mereka
perlu menjelaskan kepada siswa tujuan pembelajaran dan alurnya secara keseluruhan. Guru
juga hendaknya memberikan penjelasan yang membantu siswa memahami bahwa tujuan
terpenting dari tipe model pembelajaran ini adalah untuk memperlajari keterampilan dan
proses terkait dengan inkuiri itu sendiri.
Fase 2
Mempresentasikan permasalahan inkuiri atau peristiwa tidak sesuai.
Penting untuk mempresentasikan situasi masalah secara jelas dan dengan cara yang
membangkitkan rasa ingin tahu siswa. Biasanya guru menggunakan demonstrasi dan
presentasi untuk mengkomunikasikan situasi masalah kepada siswa. Beberapa media
pembelajaran lain juga dapat digunakan. Situasi masalah dapat disajikan untuk penyelidikan
seluruh kelas.
Fase 3
Membantu Siswa Merumuskan Hipotesis untuk Menjelaskan Situasi Masalah.
Selama fase ini, siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dan membentuk
hipotesis yang membantu menjelaskan apa yang sedang terjadi.
Fase 4
Mendorong Siswa Mengumpulkan Data untuk Menguji Hipotesis.
Dalam fase ini guru dapat meminta siswa untuk melakukan eksperimen hipotesis dan
mengumpulkan data atau guru dapat memilih untuk memberikan data kepada siswa dan
bertanya kepada mereka bagaimana data baru ini dapat memengaruhi hipotesis mereka.
Fase 5
Merumuskan Penjelasan atau kesimpulan.
Ini adalah fase dimana guru meminta siswa untuk menyatakan penjelasan atau
kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan percobaan dan data yang tersedia. Semua
penjelasan harus dapat diterima. Namun, pertanyaan dapat digunakan untuk membuat siswa
mempertimbangkan pendapat orang lain. Sebagai contoh:
- Seberapa yakin Anda dengan kesimpulan Anda?
- Bagaimana jika saya katakan. . . bagaimana itu akan mempengaruhi pemikiran Anda?
- Bagaimana Anda membandingkan kesimpulan Anda dengan kesimpulan teman anda?
- Dalam hal apa mereka berbeda? Mengapa?
Fase 6
Refleksi situasi inkuiri dan proses berpikir
Ini mungkin fase paling penting dari pembelajaran inkuiri. Selama fase ini, siswa
didorong untuk merefleksi kembali apa yang telah dilakukan serta untuk menganalisis proses
berpikir mereka selama pembelajaran berlangsung. Guru dapat menggunakan beberapa
pertanyaan berikut untuk memfasilitasi aspek pembelajaran ini.
- Kapan anda menemukan sebuah hipotesis yang menurut anda masuk akal?
- Apakah hipotesis tersebut ternyata akurat?
- Apakah pemikiran anda berubah selama inkuiri? Jika iya apa yang mendorong perubahan?
- Jika saya memberikan anda situasi masalah yang hampir sama, bagaimana anda
mengatasinya di kemudian hari?
1. Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini siswa
harus berani dan berkeinginan dan mengetahui keadaan sekitar dengan baik;
2. Bila kelas terlalu besar penggunaan tehnik ini akan kurang berhasil karena butuh
waktu lama untuk membantu siswa menemukan teori atau pemecahan masalah
lainnya;
3. Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional
mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan teknik penemuan;
4. Pengajaran model ini lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangakn
mengembangkan aspek konsep, keterampilan, dan emosi secara keseluruhan kurang
mendapat perhatian
Arends, Richard I. (2015). Learning To Teach (Tenth Edition). New York: McGrow – Hill
Education.
Hosnan, M. (2014). Pendekatan saintifik Dan kontekstual dalam pembelajaran Abad 21:
Kunci sukses implementasi kurikulum 2013.
Xinxin, FAN. (2015). Effectiveness of an Inquiry-based Learning using Interactive Simulations for
Enhancing Students’ Conceptual Understanding in Physics.China: Beijing Normal University.
Kemendikbud. (2020). Panduan Penerapan Model Pembelajaran Inovatif dalam BDR yang
Memanfaatkan Rumah Belajar . Online:
https://belajar.kemdikbud.go.id/bdr/assets/file/Panduan%20Model%20Pembelajaran%20Ino
vatif.pdf