Anda di halaman 1dari 12

Sumber :

Reza Risky Fahdarani (2015). Implementasi Model Saintifik Pada Kurikulum


2013 Di Kelas 4 Sdn Cijantung 03 Pagi. Hal 11.
Ahkam Zubair, “Kebermaknaan Pendidikan Sains dalam Model Saintifik”,
E-Buletin, (Januari, 2015), 3.
M. Hosnan, Model Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2014), hal. 103.
Joys, B. Weill,M. , et.al (Models of taching. Yogjakarta: Pustaka belajar,2009),
104
Desi,( makalah-model-pakem-dalam-pembelajaran:Juli 5, 2012)
RESUME 5
A. KONSEP MODEL SAINTIFIK
Pembelajaran dengan model saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang
sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif menkonstruk konsep, hukum,
atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati, merumuskan masalah,
mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai
teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan, dan mengomunikasikan konsep
atau prinsip yang ditemukan. Model saintifik disebut juga sebagai model
ilmiah, yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach).

Pembelajaran dengan model saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut:


1. Berpusat pada peserta didik
2. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep,
hukum, atau prinsip
3. Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang
perkembangan intelek, khususnya keterampilan berfikir tingkat tinggi
peserta didik, dan
4. Dapat mengembangkan karakter peserta didik.

roses pembelajaran dengan model saintifik dilaksanakan dengan dipandu nilai-


nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika
memenuhi kriteria berikut:
1. Materi pembelajaran berbasis fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan
dengan logika atau penalaran.
2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-
peserta didik terbebas dari prasangka, pemikiran subjektif, atau
penalaran yang menyimpang dari logika.
3. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berfikir secara kritis,
analitis dan tepat.
4. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berfikir hipotetik dalam
melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan, satu sama lain dari materi
pembelajaran.
5. Mendorong peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola pikir yang rasional dan objektif.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung
jawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas.

Landasan Teori Belajar Model Saintifik


Dijelaskan dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Ahkam Zubair bahwa “model
saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar, teori Burner, teori Piaget,
dan teori Vygotsky”.

1. Teori Belajar Bruner


Ahmad Johari Sihes menjelaskan:
Menurut Bruner, pembelajaran penemuan tidak terhad pada benda atau objek yang
belum diketahui oleh manusia, tetapi meliputi sebarang aktiviti yang
menggunakan otak dan usaha sendiri untuk mendapatkan suatu ilmu. Sungguhpun
ilmu pengetahuan yang diperoleh bukan merupakan suatu yang baru dan belum
diketahui, asalkan ia diperoleh melalui daya usaha pelajar sendiri boleh
dikategorikan sebagai satu “penemuan” ... Dalam pengajaran penemuan, guru
bertindak sebagai pereka bentuk, permuda cara dan pembekal bahan serta
menggalakkan pelajar melibatkan diri secara aktif untuk menemui teori atau
kesimpulan tertentu. Guru tidak membekalkan jawapan sebaliknya memberi
peluang kepada pelajar memikir dan ‘menemui’ ilmu sendiri ... Menurut bukunya
The Act of Discovery (1961), kaedah pembelajaran penemuan sememangnya
dapat meningkatkan motivasi intrinsik dan minat pelajar dalam pembelajaran serta
membantu perkembangan potensi intelek, pemikiran kritis dan kreatif individu
sekiranya dirancang dan dilaksanakan dengan baik.
Dengan demikian, pembelajaran menurut Bruner merupakan sebuah proses belajar
yang memandu peserta didik untuk mendapatkan pengetahuan melalui usahanya
sendiri. Sehingga, model ilmiah merupakan model pembelajaran yang bersesuaian
dengan teori belajar Bruner.

2. Teori Belajar Piaget


Piaget memperkenalkan sebuah ide pembelajaran yang menjelaskan berubahnya
pemikiran logis seseorang karena mereka mengkonstruk pengetahuan berdasarkan
pengalaman yang didapat sehingga, bisa terbentuk sebuah keyakinan dan
pemahaman yang kuat. Selain itu, dalam terminologi Piaget, hal-hal yang
dipelajari dan dilakukan oleh seseorang akan diorganisasikan sebagai skema
(schemes).
Skema seorang anak tidak akan berhenti berubah dan justru akan terus
berkembang menjadi skemata dewasa. Adapun berkembangnya skema tersebut
bisa terjadi karena hasil dari dua proses yang komplementer (saling melengkapi)
yakni asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses merespon suatu
peristiwa baru secara konsisten dengan skema yang dimiliki. Sedangkan
akomodasi merupakan proses merespon suatu peristiwa baru dengan
memodifikasi skema yang telah ada atau membentuk skema baru.
Dapat disimpulkan bahwa dalam teori Piaget ketika seseorang mendapatkan
stimulus yang berupa persepsi, konsep, hukum, atau bahkan pengalaman baru ia
akan segera meresponnya dan memodifikasi serta mengonstruksikan pengetahuan
awal yang telah dimiliki sebelumnya dengan stimulus yang ia dapatkan.
Dengan demikian, teori belajar Piaget ini dapat dijadikan sebagai landasan teori
model saintifik dikarenakan dalam teorinya Piaget bahwa seseorang memegang
kendali terhadap perkembangan kognitif mereka sendiri. Dan hal tersebut sesuai
dengan konsep model saintifik bahwa peserta didik dituntut untuk menemukan
jawaban dengan caranya sendiri.

3. Teori Belajar Vygotsky


Vygotsky meyakini bahwa orang dewasa sangat membantu dalam mendorong
perkembangan kognitif seorang anak secara sengaja dan sistematis. Vygotsky
mengemukakan bahwa saat berinteraksi dengan seorang anak, orang yang dewasa
atau orang yang lebih mampu memberikan makna yang dilekatkan dengan objek
atau peristiwa kepada sebuah pengalaman. Sehingga, dari sinilah seorang anak
dapat menangani tugas yang belum didapat dengan sedikit stimulus dari orang
dewasa.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ahkam Zubair, bahwa:
Vygotsky, menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja
atau belajar menangani tugas‐tugas yang belum dipelajari namun tugas‐tugas itu
masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of
proximal development, daerah yang terletak antara tingkat perkembangan anak
saat ini yang didefenisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah dibawah
bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

Dalam hal ini dapat dilihat bahwa Vygotsky tidak jauh berbeda dengan Piaget
yang mengakui adanya manfaat membiarkan peserta didik membuat
penemuannya untuk memecahkan permasalahannya sendiri. Dan Vygotsky juga
memandang adanya manfaat meminta orang dewasa menjelaskan penemuan-
penemuan yang telah dilakukan oleh generasi sebelumnya. Dan dari sinilah dapat
dilihat jika teori Vygotsky sesuai dengan esensi model saintifik.
Kemudian, dari keterangan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi
dari model saintifik dalam pembelajaran telah menggabungkan ketiga pemikiran
ahli psikologi tersebut. Sehingga, hasil belajar peserta didik bisa didapat dengan
menghadapkan mereka pada suatu masalah yang kemudian seorang pendidik
menfasilitasi atau mengarahkan mereka untuk memecahkan permasalahan tersebut
dengan cara mereka sendiri.

Filosofi Model Saintifik


Menurut Kemdikbud, secara filosofi model saintifik didasari oleh pergeseran
paradigma belajar abad 21. Ciri abad 21 ditandai dengan era informasi (tersedia
dimana saja dan kapan saja), era komputasi (lebih cepat menggunakan mesin), era
otomasi (menjangkau semua pekerjaan rutin), dan era komunikasi (dimana saja
dan kemana saja). Esensi model ilmiah dalam pembelajaran merujuk pada
pandangan bahwa pembelajaran pada dasarnya merupakan proses ilmiah.
Model ilmiah dipandang paling cocok dalam pengembangan sikap, keterampilan,
dan pengetahuan peserta didik. Dalam model atau proses kerja ilmiah, para
ilmuwan lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning)
ketimbang penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif
dilakukan dengan mengamati fenomena umum untuk menarik kesimpulan yang
spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif dilakukan dengan mengamati fenomena
atau situasi spesifik untuk menarik kesimpulan secara keseluruhan.
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa dalam memenuhi abad ke-21 ini,
pendidikan berperan penting dalam menjamin peseta didik untuk memiliki
keterampilan belajar dan berinovasi, keterampilan dalam menggunakan teknologi
dan media informasi, serta dapat bekerja dan bertahan dengan menggunakan
keterampilan untuk hidup. Pemilihan model pembelajaran ini dipandang mampu
mencapai tujuan pendidikan yaitu keseimbangan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan dalam diri peserta didik.

Sintaks Model Saintifik


Dalam Permendikbud No. 103 Tahun 2014 dinyatakan bahwa pembelajaran
dengan model saintifik terdiri atas lima langkah kegiatan belajar yakni mengamati
(observing), menanya (questioning), mengumpulkan informasi/mencoba
(experimenting), menalar atau mengasosiasi (associating), mengomunikasikan
(communicating) yang dapat dilanjutkan dengan mencipta. Langkah-langkah
pembelajaran dengan model saintifik tersebut mengikuti langkah-langkah pada
metode ilmiah.
Lima langkah tersebut, haruslah melalui beberapa kegiatan belajar, yakni:

1. Mengamati
Kegiatan ini dibutuhkan untuk dapat memahami proses terjadinya penemuan data.
Mengutip dari Patton, Andayani menyatakan “Tujuan pengamatan adalah
mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas aktivitas yang berlangsung,
orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari
prespektif mereka yang terlihat dalam kejadian yang diamati tersebut”.
Oleh karenanya, kegiatan belajar pada tahap ini seorang pendidik harus
memfasilitasi peserta didiknya untuk melakukan pengamatan dengan atau tanpa
alat. Adapun kegiatan mengamati ini adalah dengan membaca, mendengar,
menyimak, atau melihat (dengan atau tanpa alat). Dengan begitu, peserta didik
dilatih untuk bersungguh-sungguh, teliti, serta mencari informasi untuk
memecahkan permasalahan.

2. Menanya
Sedangkan kegiatan belajar pada tahap ini adalah mengajukan pertanyaan tentang
informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk
mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari
pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik. Adapun
kompetensi yang dikembangkan adalah kreatifitas, rasa ingin tahu, kemampuan
merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis akan perlunya hidup
cerdas dan belajar sepanjang hayat. Dengan demikian, kegiatan menanya ini
merupakan tindak lanjut dari mengamati dengan tujuan mendapatkan informasi
tambahan. Sehingga, peserta didik pun menjadi lebih kritis.
3. Mengumpulkan informasi
Pada langkah ini dilakukan dengan cara, membaca sumber lain (selain buku teks),
mengamati objek atau kejadian, juga wawancara dengan sumber yang berkaitan.
Sedangkan, kompetensi yang
dikembangkan adalah sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain,
kemampuan dalam berkomunikasi dan mengumpulkan informasi melalui berbagai
cara yang dipelajari, selain itu juga mengembangkan kebiasaan belajar. Sehingga,
pada tahap ini peserta didik menjadi lebih banyak tahu dengan hal-hal yang baru
dan berhubungan dengan apa yang dibutuhkan.

4. Mengasosiasikan atau mengolah informasi


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata asosiasi bisa berarti pembentukan
hubungan atau pertalian antara gagasan, ingatan, atau kegiatan pancaindra.
Sedangkan, mengasosiasikan berarti menautkan sesuatu pada orang atau barang
lain.
Adapun langkah pembelajaran mengasosiakan ini dilakukan dengan kegiatan
pembelajaran mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari
hasil kegiatan mengumpulkan informasi (langkah pembelajaran ketiga) maupun
hasil dari kegiatan mengamati (langkah pembelajaran kedua).
Pengolahan informasi yang dikumpulkan melalui langkah keempat ini bersifat
menambah keluasan dan kedalaman. Sampai pada pengolahan informasi yang
bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang
berbeda sampai pada pendapat yang bertentangan. Kompetensi yang
dikembangkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan,
kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif
serta deduktif dalam menyimpulkan .

5. Mengkomunikasikan
Pada langkah yang terakhir ini peserta didik menyampaikan hasil dari
pengamatan. Dengan kata lain, peserta didik menyampaikan
kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, ataupun media lainnya.
Oleh karena itu, kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan sikap
jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat
dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik
dan benar.
Kesimpulannya, pada tahap ini peserta didik dilatih untuk menyusun ucapan atau
tulisan untuk mengkomuinikasikan hasil dari semua yang didapat.
B. KONSEP MODEL PAKEM
PAKEM adalah model pembelajaran yang bertumpu pada 4 prinsip yaitu aktif,
kreatif, efektif dan menyenangkan. Aktif maksudnya bahwa dalam proses
pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa, sehingga siswa
aktif bertanya, mempertanyakan dan mengemukakan pendapat atau gagasan.
Peran aktif siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi kreatif yang
mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Dalam
hal ini, seorang guru harus mampu memanfaatkan modalitas belajar yang dimiliki
siswa baik visual, auditorial dan kinestetik, agar pembelajaran dapat optimal dan
siswa ikut aktif terlibat lansung dalam pembelajaran.
Kreatif dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam,
sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Kata kreatif dapat juga
diartikan menumbuhkan motivasi, percaya diri dan kritis, sehingga pembelajaran
menjadi tidak monoton dan penuh kreativitas. Efektif dapat diartikan
memanfaatkan waktu yang ada. Dalam proses pembelajaran harus sesuai dengan
perencanaan pembelajaran yang telah dirancang. Menyenangkan adalah suasana
belajar mengajar yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan dapat
dilihat dari penampilan guru yang menarik, suasana belajar yang aktif, kaya
dengan metode belajar, desain kelas yang tidak membosankan, sehingga siswa
memusatkan perhatiannya secara penuh pada waktu belajar dan waktu curah
perhatian siswa terhadap pembelajaran menjadi tinggi. Keadaan aktif dan
menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, sebab
pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai.
Sebaliknya, jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif,
maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.
Ciri PAKEM Menggunakan multi metode, multi media:
a) Praktek dan bekerja dalam tim;
b) Memanfaatkan lingkungan sekitar;
c) Pembelajaran di dalam dan di luar kelas;
d) Multi aspek (logika, praktika, etika).
Landasan Teori PAKEM
Beberapa teori belajar yang mendasari lahirnya model pembelajaran PAIKEM
terutama teori belajar:
a. teori belajar Thorndike,
b. teori belajar Peaget,
c. teori belajar Robert Gagne, dan
d. teori belajar Gestalt

Landasan Filosofis PAKEM


Yang melandasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan
(PAKEM) antara lain filsafat Konstruktivisme yang menekankan agar peserta
didik mampu mengintegrasikan gagasan baru dengan gagasan atau pengalaman
awal yang telah dimiliki peserta didik. Harapannya mereka mampu membangun
makna bagi fenomena yang berbeda. (Lihat Paul Suparno). Di samping itu, juga
filsafat Pragmatisme yang menekankan agar dalam pembelajaran peserta didik
sebagai subyek yang aktif, sementara guru sebagai fasilitator (Lihar Ornstein &
Levine, 1985).
Sekurang-kurangnya dua filsafat pendidikan tersebut yang melandasi
pembelajaran model PAKEM. Tujuannya dengan pembelajaran yang aktif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan daya serap peserta didik terhadap bahan ajar
meningkat sehingga berdampak pada peningkatan hasil belajar.

Sintaks (Langkah-langkah Pelaksanaan) PAKEM


Dalam melaksanakan model PAKEM dalam pembelajaran sebelumnya
perludiketahui tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan
PAKEM. Hal-hal tersebut telah diungkap oleh Sudrajat (2009) sebagai
berikut:

a). Memahami sifat yang dimiliki anak


Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa,
anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak
bukan Indonesia – selama mereka normal – terlahir memiliki kedua sifat itu.
Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya
sikap/berpikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu
lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat
anugerah Tuhan tersebut. Suasana pembelajaran dimana guru memuji anak
karena hasil karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru
yang mendorong anak untuk melakukan percobaan, misalnya, merupakan
pembelajaran yang subur seperti yang dimaksud.

b). Mengenal anak secara perorangan


Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki
keterampilan yang berbeda. Dalam PAKEM (Pembelajaran aktif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus
tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu
mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan
belajarnya. Anak-anak yang memiliki keterampilan lebih dapat dimanfaatkan
untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal
keterampilan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan
sehingga belajar anak tersebut menjadi optimal.

c). Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar


Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan
atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam
pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu,
anak dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan
pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk
berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan
bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas
secara perorangan agar bakat individunya berkembang.

d). Mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kreatif,dan keterampilan


memecahkan masalah
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan
keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan
kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir
tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang
keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah
mengembangkannya, antara lain dengan sering-sering memberikan tugas atau
mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-
kata “Bagaimana, mengapa” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata
“Apa, berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).
e). Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam
PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang
kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan
memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi
siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan,
berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram,
model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang
penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat
membantu guru dalam pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan ketika
membahas suatu masalah.

f). Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar


Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya
untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar,
tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan
sebagai sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar.
Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak selalu harus keluar kelas.
Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya
dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat mengembangkan sejumlah
keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan
pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasi, membuat tulisan, dan membuat
gambar/diagram.

g).Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar


Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar.
Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk
interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap
kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan
balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya
diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten
memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan catatan.
Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi
pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.

h). Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental


Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan
sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok
serta siswa duduk saling berhadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang
sebenarnya dari PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik.
Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan
gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental
adalah tumbuhnya perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan,
atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya
menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu
sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat
bertentangan dengan ‘PAKEM menyenangkan.

Fase-1 (Pendahuluan):
(1) Mengaitkan Pelajaran sekarang dengan pelajaran sebelumnya
(2) Memotivasi siswa
(3) Memberikan pertanyaan kepada siswa untuk mengetahui konsep-konsep
prasyarat yang harus dikuasai oleh siswa
(4) Menjelaskan tujuan pembelajaran

Fase-2 (Presentasi materi):


(1) Presentasi konsep yang harus dikuasai oleh siswa melalui demonstrasi dan
bahan bacaan
(2) Presentasi ketrampilan proses yang dikembangkan
(3) Presentasi alat dan bahan yang dikembangkan
(4) Memodelkan penggunaan peralatan melalui bagan
(5) Memodelkan penggunaan peralatan

Fase-3 (Membimbing Pelatihan):


(1) Menempatkan siswa dalam kelompok belajar
(2) Mengingtkan cara siswa bekerja dan berdiskusi kelompok sesuai
komposisi kelompok
(3) Membagi LKS
(4) Memberikan bimbingan seperlunya
(5) Mengumpulkan hasil kerja kelompok setelah batas waktu yang telah
ditentukan
Fase-4 (Menelaah Pemahaman dan Memberikan Umpan Balik):
(1) Mempersiapkan kelompok belajar untuk diskusi kelas
(2) Meminta salah satu anggota kelompok untuk mempresentasikan hasil
kegiatan
(3) Meminta anggota kelompok lain memberikan tanggapan
(4) Membimbing siswa menyimpulkan hasil diskusi

Fase-5 (Mengembangkan dengan Memberikan Kesempatan untuk Pelatihaan


lanjutan dan penerapan ):
(1) Mengecek dan memberikan umpan balik terhadap tugas yang dilakukan
(2) Membimbing siswa menyimpulkan seluruh materi pembelajaran yang baru
saja dipelajari
(3) Memberikan tugas rumah

Fase-6 (Menganalisis dan mengevaluasi):


Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
kinerja mereka

Anda mungkin juga menyukai