Anda di halaman 1dari 16

MODEL PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS INKUIRI

Oktavia Sulistina
oktavia.sulistina.fmipa@um.ac.id

A. Pembelajaran Inkuiri
Ilmu kimia merupakan salah satu cabang dari ilmu sains, yaitu ilmu yang mengkaji
tentang cara mencari tahu gejala alam secara sistematis, sehingga sains merupakan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip dan
suatu proses penemuan (Mulyasa, 2007: 132). Perkembangan sains ditunjukkan oleh
kumpulan fakta, timbulnya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Ilmu kimia sebagai cabang
dari ilmu sains, memiliki karakteristik: kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang
berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuwan dan kimia sebagai
proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar kimia
harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk. Salah satu
model pembelajaran yang sesuai untuk membelajarkan kimia adalah inkuiri.

B. Filosofi dan Landasan Teori Pembelajaran Inkuiri


Filosofi yang mengawali penggunaan inkuiri dalam pembelajaran adalah adanya
asumsi bahwa sejak manusia lahir ke dunia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri
pengetahuannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Suchman (dalam Hassard, 1992) bahwa
inkuiri diartikan sebagai cara seseorang untuk belajar ketika mereka hidup sendiri, cara
alami yang dimiliki seseorang untuk mempelajari lingkungan mereka. Sejak kecil manusia
memiliki keinginan untuk mengenal segala sesuatu melalui indera, hingga dewasa
manusia memiliki keingintahuan yang secara terus menerus berkembang dengan
menggunakan otak dan pikirannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia akan bermakna
jika didasari oleh keinginan, oleh karena itu pembelajaran inkuiri dikembangkan.
Aliran belajar yang mempengaruhi filosofi pembelajaran inkuiri adalah aliran
belajar kognitif. Menurut aliran belajar kognitif, belajar pada hakikatnya adalah proses
mental dan proses berpikir yang memanfaatkan segala potensi yang dimiliki setiap
individu secara optimal. Belajar lebih dari sekedar proses menghafal dan menumpuk ilmu
pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan yang diperolehnya bermakna untuk siswa
melalui ketrampilan berpikir. Menurut teori-teori belajar yang beraliran kognitif, belajar
pada hakikatnya bukan peristiwa behavioral (perubahan perilaku) yang dapat diamati,
tetapi proses mental sesorang untuk memberikan makna terhadap lingkungan mereka
sendiri (Dahar, 1988). Proses mental merupakan aspek yang sangat penting dalam
perilaku belajar. Teori-teori belajar beraliran kognitif yang mendasari pembelajaran

1
oktavia.sulistina.fmipa@um.ac.id
dengan model inkuiri adalah teori belajar Gestalt, teori belajar Bruner, dan teori belajar
konstruktivistik. Berdasarkan teori-teori belajar tersebut belajar dalam pembelajaran
inkuiri diartikan sebagai perolehan konsep melalui insight terhadap pengalaman-
pengalaman yang di respon oleh pancaindera dan dikonstruksi menjadi kategori-kategori
dan pengkodean pada suatu skema atau struktur kognitif dalam otak.

C. Model pembelajaran inkuiri


Inkuiri dalam bahasa Inggris inquiry, diartikan sebagai pertanyaan, atau
pemeriksaan, penyelidikan. Piaget (dalam Sund & Trowbridge, 1973) menyatakan bahwa
inkuiri sebagai pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan
eksperimen sendiri, dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, ingin melakukan
sesuatu, ingin menggunakan simbol-simbol dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri,
menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, dan membandingkan
apa yang ditemukan dengan yang ditemukan orang lain. Sund & Trowbridge (1973)
menjelaskan inkuiri sebagai proses mendefinisikan dan menyelidiki masalah-masalah,
merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, menemukan data, dan menggambarkan
kesimpulan masalah-masalah tersebut. Inkuiri adalah aktivitas siswa untuk membangun
pengetahuan dan memahami ide-ide sains seperti pemahaman bagaimana ilmuwan
mempelajari alam. Dalam pengertian ini berarti inkuiri siswa merujuk pada inkuiri saintifik,
sehingga siswa harus memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi pertanyaan (masalah)
dan konsep yang menuntun pada investigasi ilmiah, merancang dan melakukan investigasi
ilmiah, menggunakan teknologi dan matematika untuk mengembangkan penyelidikan dan
komunikasi, merumuskan dan revise penjelasan ilmiah secara logis dan nyata, menerima
dan menganalisia penjelasan dan model alternatif, mengkomunikasikan dan
mempertahankan pendapat yang ilmiah (NAS, 1995).
Inkuiri dalam pembelajaran kimia merujuk pada 3 kategori aktivitas yaitu (a) apa
yang dikerjakan ilmuan (menyelidiki fenomena ilmiah dengan menggunakan metode
ilmiah untuk menjelaskan aspek-aspek kejadian dunia); (b) bagaimana siswa belajar
(melalui pertanyaan ilmiah dan melibatkan dalam percobaan ilmiah seperti yang dilakukan
oleh para ilmuan) ; dan pedagogi atau strategi mengajar yang diadopsi oleh guru sains
(mendesain dan memfasilitasi aktifitas yang mengarahkan siswa untuk mengamati,
melakukan percobaan, dan meriview yang diketahui sebagai fakta-fakta yang jelas)
(Minner et al 2010). Sehingga karakteristik pembelajaran dengan inkuiri adalah:
a. Proses penting pembelajaran dengan inkuiri adalah kesadaran terhadap
masalah/pertanyaan, kolaboratif dengan sebaya dan menggunakan teknologi
informasi.
b. Mengaplikasikan prinsip dan praktik penyelidikan ilmiah dan riset (penelitian).

2
oktavia.sulistina.fmipa@um.ac.id
c. Engaging dengan pertanyaas dan masalah yang bersifat open-ended (terbuka).
d. Menggali pengetahuan secara aktif, kritis, dan kreatif.
e. Partisipasi meningkatkan level dalam membangun pengertian dan domain
pengetahuan
f. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan proses termasuk literasi informasi,
refleksi dan bekerja dalam kelompok. Partisipasi dalam bertukar hasik inkuiri dengan
teman dan audience yang lebih luas.
Esensi dari pengajaran inkuiri adalah menata lingkungan/suasana belajar yang
berfokus pada siswa dalam menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmiah.
Krajcik, Mamlok, & Hug (2001), memaparkan bahwa siswa dapat melakukan inkuiri
melalui beberapa tahap, yaitu: mengajukan pertanyaan yang sesuai, menemukan dan
menyatukan informasi, monitoring informasi ilmiah, perancangan penyelidikan dan
menarik kesimpulan.
Ciri utama model pembelajaran inkuiri yaitu (1) menekankan aktivitas siswa secara
maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya model inkuiri menempatkan siswa
sebagai subyek belajar. (2) seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk
mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga
dapat menumbuhkan sikap percaya diri. (3) tujuan dari penggunaan model inkuiri adalah
mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, kritis, atau
mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental (Sanjaya,
2006).
Model pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang menekankan pada
perkembangan kemampuan intelektual anak, sehingga ada beberapa prinsip yang harus
diperhatikan oleh setiap guru dalam menggunakan pembelajaran tersebut. Menurut
Sanjaya (2006) prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Berorientasi pada pembelajaran intelektual. Kriteria keberhasilan dari proses
pembelajaran dengan menggunakan model ini bukan ditentukan oleh sejauh mana
siswa menguasai materi pelajaran tetapi sejauh mana siswa melakukan aktivitas
mencari dan menemukan sesuatu melalui proses berfikir.
2. Prinsip interaksi. Pembelajaran sebagai proses interaksi menempatkan guru sebagai
pengatur lingkungan, yaitu guru perlu mengarahkan siswa untuk mengembangkan
kemampuan berpikirnya melalui interaksi mereka.
3. Prinsip bertanya. Dalam model ini guru harus memiliki kemampuan untuk bertanya
dalam setiap langkah inkuiri.
4. Prinsip belajar untuk berpikir. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan
penggunaan otak secara maksimal, oleh karena itu belajar berpikir logis dan rasional
perlu didukung oleh pergerakan otak kanan.

3
oktavia.sulistina.fmipa@um.ac.id
5. Prinsip keterbukaan. Pada prinsip ini guru bertugas menyediakan ruang untuk
memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan hipotesis dan secara
terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.
Berdasarkan lima prinsip di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa guru memiliki
peranan penting dalam menciptakan kondisi inkuiri, yaitu sebagai motivator, fasilitator,
penanya, administrator, pengarah, manajer yang mengelola sumber belajar, dan rewarder.
Motivator, yang memberi rangsangan supaya siswa aktif dan gairah berpikir. Fasilitator,
yang menunjukkan jalan keluar jika ada hambatan dalam proses berpikir siswa. Penanya,
untuk menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka perbuat dan memberi keyakinan
kepada diri sendiri. Administrator, yang bertanggung jawab terhadap seluruh
pembelajaran di kelas. Pengarah, yang memimpin arus kegiatan berpikir siswa pada
tujuan yang diharapkan. Manajer yang mengelola sumber belajar, waktu dan organisasi
kelas. Rewarder, yang memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai dalam rangka
peningkatan semangat heuristik (Gulo: 2002).
Inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi
yang ada, termasuk pengembangan emosional dan pengembangan ketrampilan. Pada
hakekatnya inkuiri ini merupakan suatu proses. Menurut Gulo (2002) proses ini bermula
dari merumuskan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan bukti, menguji
hipotesis, dan menarik kesimpulan sementara, menguji kesimpulan sementara supaya
sampai pada kesimpulan yang pada taraf tertentu diyakini siswa yang bersangkutan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Dewey (dalam Hassard, 1992); Naylor dan Diem (dalam
Soetjipto, 1997), proses inkuiri meliputi penerimaan dan pendefinisian masalah,
pengembangan hipotesis, pengumpulan data, pengujian hipotesis dan penarikan
kesimpulan. Semua tahap dalam proses inkuiri tersebut merupakan kegiatan belajar dari
siswa. Guru berperan untuk mengoptimalkan kegiatan tersebut pada proses belajar
sebagai motivator, fasilitator, pengarah.
Sebagai suatu model pembelajaran, inkuiri memiliki keunggulan dan kelemahan.
Menurut Jerome Bruner keunggulan penggunaan model inkuiri dalam pembelajaran
adalah sebagai berikut: 1) Siswa akan mengerti konsep-konsep dasar dan ide-ide dengan
lebih baik; 2) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer kepada situasi
pembelajaran yang baru; 3) Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatif
sendiri; 4) Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya sendiri;
5) Membuat situasi proses belajar menjadi lebih merangsang (Amien, 1987). Demikian
juga dengan pendapat Sanjaya (2006) dan Soetjipto (1997) mengungkapkan keunggulan
model inkuiri sebagai berikut: 1) Merupakan model yang menekankan kepada
pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga
pembelajaran melalui model ini dianggap lebih bermakna; 2) Mengembangkan

4
oktavia.sulistina.fmipa@um.ac.id
keterampilan pemikiran kritis siswa dan meningkatkan literasi ilmiah; 3) Membantu siswa
menjadi pemikir ilmiah serta merangsang minat siswa dalam meneliti isu-isu; 4)
Memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka; 5)
Merupakan model yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern
yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya
pengalaman; dan 6) Dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas
rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar tinggi tidak akan terhambat
oleh siswa yang lemah dalam belajar. Pembelajaran dengan model inkuiri melatih
ketrampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa
pertolongan orang lain, membangkitkan keingintahuan siswa, dan memberi motivasi
kepada siswa untuk bekerja atau belajar terus sampai menemukan jawaban atas masalah
yang mereka hadapi. Pembelajaran tersebut juga dapat melatih siswa untuk menganalisis
dan memanipulasi informasi, dimana siswa tidak hanya menerima saja informasi tersebut
tetapi berusaha untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang
menyertainya. Sehingga akan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna
bagi siswa. Hasil pengamatan Gallagher-Bolon (2004) menunjukkan bahwa pembelajaran
dengan inkuiri memberikan beberapa keuntungan bagi siswa dan guru. Keuntungan bagi
siswa yaitu, siswa memiliki: a) tanggung jawab terhadap semua tugas yang diberikan,
termasuk prosedur percobaan, eksperimen, analisis data, dan presentasi kesimpulan; b)
semangat belajar untuk menggunakan kebebasannya dalam mengkonstruksi
pengetahuan; c) kemauan dalam mengembangkan talenta dan bangkit dari keterpurukan;
d) mengembangkan pengetahuan tentang sains; e) rasa senang bekerja dengan sains.
Bagi guru keuntungannya adalah menciptakan guru yang: a) berperan sebagi pembimbing;
b) dapat keluar dari aturan pembelajaran tradisional; c) mengikuti alur siswa dalam
pembuatan keputusan dengan nyaman; d) menyenangkan.
Adapun kelemahan model inkuiri adalah seperti yang diungkapkan Sanjaya (2006)
dan Marsh (dalam Soetjipto, 1997) berikut: 1) Kadang-kadang dalam
menginplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga guru sering sulit
menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan; 2) Model ini memerlukan proses
mental yang berbeda, seperti perangkat analitik dan kognitif.

D. Tipe Pembelajaran Inkuiri


Menurut Callahan, et all (1992), terdapat tiga (3) tingkatan pembelajaran inkuiri
yaitu 1) inkuiri tingkat 1 disebut inkuiri terbimbing (guided inkuiry), dalam pembelajaran
ini guru memberikan masalah untuk dipecahkan oleh siswa, guru juga memberi banyak
tuntunan atau petunjuk dalam proses pemecahan masalah; 2) inkuiri tingkat 2 disebut
inkuiri sebenarnya, dalam pembelajaran siswa merancang dan merutuskan proses

5
oktavia.sulistina.fmipa@um.ac.id
percobaan, guru menekankan pada sifat sementara berbagai kesimpulan, sehingga
kesimpulan bisa direvisi jika terdapat data-data baru; 3) inkuiri tingkat 3, dalam
pembelajaran ini siswa mengidentifikasi masalah, menentukan proses pemecahan
masalah dan mengambil kesimpulan.
Kontinum tipe inkuiri ilmiah, merujuk pada terstruktur, terbimbing, dan terbuka
berdasarkan pada penggunaan literature ( Krajcik et al 1998; NRC 2000; Zion et al
2007) dan direfleksikan meskipun tidak sistematis dalam contoh pengajaran dan
penilaiannya oleh Bybee (2000). Kontinum inkuiri ilmiah diilustrasikan pada Tabel 4
berikut.

Tabel 1. Tipe inkuiri dari IBSE (diadaptasi dari NRC 2000)

Pada inkuiri ilmiah terstruktur (structured science inquiry), bimbingan guru


masih kuat. Siswa mengikuti arahan dari guru untuk melakukan penyelidikan. Misalnya,
siswa menyelidiki masalah yang telah ditetapkan oleh guru dan menerima/melakukan
tahapan-tahapan penyelidikan yang diarahkan oleh guru.
Pada inkuiri ilmiah terbimbing (guided science inquiry) guru mengurangi batuan
dengan tujuan agar siswa lebih bertanggung jawab terhadap metode inkuiri mereka. Guru
membantu siswa untuk mengembangkan penyelidikan inkuiri di dalam kelas, sebagai
contoh. Guru menyajikan masalah dan siswa mengajukan metode pemecahannya (Sadeh
and Zion 2009).
Pada inkuiri ilmiah terbuka (open science inquiry), siswa secara mandiri untuk
mengajukan pertanyaan dan metode pemecahannya. Berpikir tingkat tinggi dan
6
oktavia.sulistina.fmipa@um.ac.id
kemampuan untuk mengaplikasikan proses ilmiah dibutuhkan selama inkuiri terbuka
(Sadeh and Zion 2009).
Inkuiri campuran (couple inquiry) adalah istilah yang merujuk pada pendekatan
untuk mengkombinasi dua tipe inkuiri, contoh terbimbing dan terbuka. Siklus inkuiri
campuran terbimbing/terbuka: (a) Undangan berinkuiri; (b) pendahuluan, inisiatif dari
guru ( inkuiri terbimbing; (c) tindak lanjut , inisiatif dari siswa (inkuiri terbuka); (d)
bertukar temuan; dan (e) menilai performansi siswa (Martin-Hansen 2002).

Menurut Buck, Bretz and Towns (2008) tingkatan pembelajaran inkuiri berbasis
laboratorium berdasarkan karakteristiknya meliputi konfirmasi, inkuiri terstruktur, inkuiri
terbimbing, inkuiri terbuka, dan inkuiri otentik. Tingkatan inkuiri tersebut berdasarkan
seberapa besar peranan guru dalam pembelajaran yaitu dalam hal pemberian masalah,
teori atau latar belakang, prosedur praktikum, analisis data, komunikasi hasil dan
kesimpulan, seperti yang tercantum pada Tabel 2. berikut.

Karakteristiknya konfirmasi Inkuiri Inkuiri Inkuiri Inkuiri


terstruktur terbimbing terbuka otentik
Masalah/ guru guru guru guru siswa
pertanyaan
Teori/ latar guru guru guru guru siswa
belakang
Prosedur/ guru guru guru siswa siswa
disain
Hasil analisis guru guru siswa siswa siswa
Komunikasi guru siswa siswa siswa siswa
hasil
Kesimpulan guru siswa siswa siswa siswa
inkuiri tingkat redah inkuiri tingkat tinggi

Menurut Llewellyn (2013: 100-107) tingkatan pembelajaran inkuiri meliputi


demonstrated inquiry, Structured inquiry, Guided or Teacher Initiated Inquiry, dan Self-
directed or student-initiated inquiry. Tingkatan inkuiri tersebut berdasarkan siapakah
yang membuat pertanyaan, merancang prosedur, dan mengkomunikasikan hasil guru atau
siswa?. Ringkasan tingkatan pembelajaran menurut Llewellyn disajikan pada Tabel 3
berikut.

7
oktavia.sulistina.fmipa@um.ac.id
demonstrated Structured Guided or dan Self-
inquiry inquiry Teacher directed or
Initiated student-
Inquiry initiated
inquiry
Posing the question Teacher Teacher Teacher Student
Planning the Teacher Teacher Student Student
procedure
Communicating the Teacher Student Student Student
result

E. Pembelajaran Kimia dengan Model Inkuiri


Ilmu kimia merupakan ilmu yang memiliki karakteristik: a) ilmu yang mencari
jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang
berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat;
b) ilmu yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif)
namun pada perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan
berdasarkan teori (deduktif). Berdasarkan karakteristik ilmu kimia tersebut, terdapat dua
yang berkaitan dengan kimia yang tidak terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk
(pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan
ilmuwan dan kimia sebagai proses (kerja ilmiah). Ilmu kimia akan dipahami dengan baik
oleh pebelajar apabila dalam pembelajarannya, pendidik memperhatikan 3 tingkatan
dalam pembelajaran ilmu kimia yaitu tingkat mikroskopik, simbolik, dan mikroskopik
(Johnstone (dalam Gabel, 1993:193)). Pada tingkat makroskopik siswa diharapkan dapat
menuliskan proses kimia yang terjadi atas fenomena yang telah teramati. Proses ini
kemudian disederhanakan dalam bentuk simbolik berupa persamaan kimia dan
matematika. Selanjutnya siswa dapat memberikan diagram atau gambar yang
menunjukkan fenomena ditingkat molekuler/atom, molekul, ion).
1. Inkuiri berbasis Laboratorium
Berdasarkan karakteristik ilmu kimia maka model pembelajaran yang dapat
dikembangkan untuk membelajarkan ilmu tersebut salah satunya adalah dengan inkuiri
berbasis laboratorium. Inkuiri berbasis laboratorium memiliki potensi dalam meningkatkan
pelajaran siswa yang penuh arti, pemahaman konsep, dan pemahaman terhadap sifat
sains (Garnett, Garnett, &Hacking, 1995;Hodson, 1990; Hofstein & Lunneta, 1982;

8
oktavia.sulistina.fmipa@um.ac.id
Lazarowitz & Tamir, 1994; Lunneta, 1998; Tobin, 1990 dalam Hofstein, Navon, Kipnis, &
Naaman, 2005). Menurut Hand dan Keys (1999) salah satu aspek penting dalam inkuiri
laboratorium adalah memberi kesempatan bagi siswa untuk mengumpulkan data,
kemudian data tersebut dianalisis, diinterpretasikan untuk menemukan makna. Lebih
lanjut, Hofstein dan Walberg (dalam Hofstein, Navon, Kipnis, & Naaman, 2005)
menyatakan bahwa inkuiri tipe laboratorium berpusat pada pembelajaran sains karena
siswa dilibatkan dalam proses memahami masalah, membuat pertanyaan sains,
merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data,
dan membuat kesimpulan tentang masalah atau fenomena sains. Sehingga diharapkan
dengan penggunaan metoda inkuiri ini dapat melatih siswa untuk terampil berpikir ilmiah
dalam memecahkan masalah, serta meningkatkan rasa keingintahuan, keterbukaan,
tanggung jawab dan kepuasaan.
Lechtanski (2000) menyarankan kegiatan utama yang hendaknya dilakukan oleh
guru agar menjadi perencana yang baik, sehingga pembelajaran dengan inkuiri berbasis
laboratorium dapat dilaksanakan dengan baik dan tidak berlebihan dalam penggunaan
waktu dan biaya, sebagai berikut: (a) memilih topik eksperimen yang mengandung
konsep-konsep sederhana; (b) memilih eksperimen yang dapat dilakukan dengan
menggunakan peralatan sederhana; (c) memilih kegiatan eksperimen yang dapat
menghasilkan data pengamatan dengan korelasi antar variabel percobaan yang jelas; (d)
memilih kegiatan eksperimen dengan langkah prosedur yang sederhana; (e) memilih
kegiatan eksperimen yang memancing siswa untuk berpikir.
Langkah-langkah atau fase-fase pembelajaran yang dapat dikembangkan dengan
model inkuiri berbasis laboratorium untuk pembelajaran kimia yaitu meliputi fase
pemberian masalah, fase membuat hipotesis, fase eksperimen, fase mengevaluasi
hipotesis, fase membuat kesimpulan. Fase-fase dalam pembelajaran inkuiri terbimbing
berbasis laboratorium dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Fase 1 : Perumusan Masalah
Pada tahap ini siswa diberikan masalah untuk diselidiki atau dipecahkan melalui
kegiatan eksperimen. Kemampuan yang harus dicapai oleh siswa pada tahapan ini
adalah siswa dapat menentukan atau menangkap fenomena yang terjadi, sehingga
siswa dapat menentukan prioritas masalah dan memanfaatkan pengetahuannya untuk
mengkaji, merinci, dan menganalisis masalah sehingga pada akhirnya masalah tersebut
dapat dipecahkan.
b. Fase 2: Membuat Hipotesis
Pada tahap ini, guru mendorong agar siswa dapat merumuskan hipotesis berdasarkan
masalah pada fase 1 tersebut. Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahapan
ini adalah siswa dapat menentukan sebab-akibat dari masalah yang ingin diselesaikan.

9
oktavia.sulistina.fmipa@um.ac.id
Melalui analisis sebab-akibat inilah pada akhirnya siswa diharapkan dapat menentukan
berbagai kemungkinan penyelesaian masalah.
c. Fase 3: Eksperimen
Untuk menguji kebenaran hipotesis yang dibuat oleh beberapa siswa, guru meminta
siswa untuk melakukan suatu eksperimen. Eksperimen dilakukan agar siswa
mendapatkan data-data empiris yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis yang
mereka buat. Pada tahapan ini siswa didorong untuk mengumpulkan data yang relevan,
dan kemampuan yang diharapkan adalah kecakapan siswa untuk mengumpulkan dan
memilah data, kemudian memetakan dan menyajikannya dalam berbagai tampilan
sehingga mudah dipahami.
d. Fase 4: Mengevaluasi Hipotesis
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dalam kegiatan eksperimen, kemudian siswa
diminta untuk mengevaluasi apakah hipotesis yang mereka ajukan diterima atau
ditolak. Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahapan ini adalah kecakapan
menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk melihat hubungannya dengan
masalah yang dikaji. Bila ditemukan beberapa penyimpangan dalam pengumpulan data
dan nantinya berdampak pada pembuatan kesimpulan sebagai hasil akhir evaluasi
hipotesis, maka siswa diminta untuk membaca literatur atau buku teks dan diadakan
diskusi kelas.
e. Fase 5: Membuat Keputusan
Pada tahap ini siswa membuat keputusan berupa kesimpulan-kesimpulan berdasarkan
hipotesis dan menggunakan kesimpulan tersebut untuk membangun konsep/teori.
Kemampuan yang dikembangkan dalam proses inkuiri pada tahap merumuskan masalah,
tahap membuat hipotesis, eksperimen dan mengevaluasi hipotesis, dan membuat
keputusan, disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kemampuan yang Dikembangkan dalam Proses Inkuiri (Gulo, 2000)


Tahap inkuiri Kemampuan yang dituntut
1. Merumuskan Masalah 1. Menentukan atau menangkap fenomena yang
terjadi
2. Menentukan prioritas masalah
3. Menganalisis masalah
2.Membuat hipotesis 1. Melihat dan merumuskan hubungan sebab akibat
yang ada secara logis
2. Merumuskan hipotesis
3. Eksperimen 1. Melakukan pengujian/percobaan
a. mengidentifikasikan peristiwa yang dibutuhkan
b. mengumpulkan data

10
oktavia.sulistina.fmipa@um.ac.id
c. mengevaluasi data
2. Menyusun data
a. mentranslasikan data
b. menginterpretasikan data
c. mengklasifikasikan
4. Mengevaluasi hipotesis 1. Analisis data
a. mengidentifikasikan peristiwa yang dibutuhkan
b. mencatat persamaan dan perbedaan
c. mengidentifikasikan tren, sekuensi, dan
keteraturan.
2. Mencari pola dan makna hubungan
5. Membuat keputusan Merumuskan kesimpulan

2.Process Oriented Guided-inquiry learning (POGIL)


Process Oriented Guided-inquiry learning (POGIL) dikembangkan berdasarkan
pendekatan pembelajaran yang menggunakan landasan filosofis untuk menata
lingkungan belajar. Tujuan POGIL adalah untuk mengembangkan belajar dan
keterampilan proses melalui bimbingan untuk mencapai pemahaman konsep siswa.
Kegiatan kelas dan laboratorium dirancang agar siswa dapat menciptakan atau
membentuk konsep yang diinginkan melalui analisis data, model, atau informasi yang
disajikan kepada mereka. Kemampuan memberikan penjelasan berdasarkan bukti pada
pencapaian konsep dan menguji konsep tersebut merupakan dasar dari POGIL.
Selain berorientasi pada penguasan konsep, POGIL juga mengembangkan
keterampilan proses yang penting bagi siswa yaitu keterampilan memperoleh,
menerapkan, dan menghasilkan pengetahuan. Tujuh (7) keterampilan yang menjadi fokus
pembelajaran POGIL adalah: pengolahan informasi, berpikir kritis dan analitis, pemecahan
masalah, komunikasi, kerja tim, manajemen, dan asesmen.
POGIL memiliki karakteristk sebagai berikut:
- Pelajaran tidak diberikan, pendidik berperan sebagai fasilitator;
- Siswa bertugas memiliki peran dalam kelompok (biasanya 4 orang);
- Secara khusus, desain kegiatan pembelajaran mengikuti paradigma siklus
pembelajaran yang digunakan untuk mengembangkan dan belajar konsep;
- Ada buku teks dalam pembelajaran, dan siswa diharapkan memperkuat belajarnya
dengan membaca teks setelah mengenal konsep; dan
- Siswa dinilai secara individual dengan ujian harian atau ujian final.
Desain kegiatan pembelajaran dengan POGIL memiliki langkah-langkah sebagai berikut
(Hanson, tanpa tahun):

11
oktavia.sulistina.fmipa@um.ac.id
a. Orientasi (Orientation)
Orientation merupakan tahap untuk mempersiapkan siswa dalam belajar. Kegiatan
tersebut untuk membangkitkan minat dan motivasi, menumbuhkan rasa ingin tahu,
dan menghubungan dengan pengetahuan awal siswa.
b. Eksplorasi (Exploration)
Pada tahap ini, kegiatan pembelajaran diarahkan pada pemberian lingkungan
belajar dalam bentuk rencana atau serangkaian tugas yang mengarahkan siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pada tahap eksplorasi, siswa memiliki
kesempatan untuk melakukan observasi; mendisain eksperimen; mengumpulkan,
meneliti, dan menganalisis data atau informasi; menyelidiki hubungan; dan
mengajukan pertanyaan dan menguji hipotesis.
c. Pembentukan Konsep (Conceptual Formation)
Pada tahap ini konsep ditemukan, atau dibangun sebagai hasil dari kegiatan
eksplorasi. Pendidik melibatkan siswa dalam penyelidikan atau penemuan
terbimbing untuk mengembangkan pemahaman konseptualnya. Proses ini
dilakukan dengan menyediakan pertanyaan yang memaksa siswa untuk berpikir
kritis dan analitis karena mereka terlibat dalam eksplorasi. Pertanyaan-pertanyaan
ini disebut inkuiri terbimbing, berpikir kritis, atau pertanyaan kunci yang
merupakan panduan siswa dalam eksplorasi. Pertanyaan tersebut dapat
membantu mendefinisikan tugas, mengarahkan siswa kepada informasi, menuntun
siswa untuk membuat hubungan dan kesimpulan yang tepat, dan membantu siswa
membangun pemahaman konsep yang dipelajari.
d. Aplikasi (Application)
Setelah konsep dibangun, maka perlu untuk diperkuat dan diperluas. Tahap ini
melibatkan penggunaan pengetahuan baru dalam latihan, masalah, dan situasi
penelitian, hal itu diperkuat dan diperluas. Latihan memberikan pelajar
kesempatan untuk membangun kepercayaan dalam situasi yang sederhana dan
konteks familiar. Masalah membutuhkan pelajar untuk mentransfer pengetahuan
baru untuk konteks asing, mensintesis dengan pengetahuan lainnya, dan
menggunakannya dalam cara-cara baru dan berbeda untuk memecahkan masalah
di dunia nyata. Pertanyaan penelitian memberikan peluang kepada siswa untuk
memperpanjang pembelajaran dengan mengangkat isu-isu baru, pertanyaan, atau
hipotesis.
e. Penutup (Closure)
Tahap akhir pembelajaran dilakukan dengan siswa memvalidasi hasil,
merefleksikan apa yang telah dipelajari, dan menilai kinerja. Validasi dapat
diperoleh dengan melaporkan hasilnya kepada teman sekelas/kelompok lain dan

12
oktavia.sulistina.fmipa@um.ac.id
guru untuk mendapatkan umpan balik mengenai konten dan kualitas. Ketika siswa
diminta untuk merefleksikan apa yang telah mereka pelajari, pengetahuan siswa
dikonsolidasikan, dan siswa dapat melihat bahwa terdapat penghargaan terhadap
kerja keras yang telah mereka lakukan. Penilaian diri adalah kunci untuk
meningkatkan kinerja. Ketika siswa mengenali apa yang telah mereka lakukan
dengan baik, apa yang mereka butuhkan untuk meningkatkan, dan strategi apa
yang mereka butuhkan untuk mengembangkan pencapaian perbaikan ini, mereka
didorong dan termotivasi untuk bekerja menuju tujuan mereka.

3. Learning Cycle Lima Fase (LC-5E)


Tahapan LC-5E adalah engagement (pendahuluan), exploration (eksplorasi),
explanation (penjelasan), extention (penerapan konsep), evaluation (evaluasi).
a. Fase engagement (pendahuluan)
Kegiatan pada fase ini adalah untuk mendapatkan perhatian siswa, mendorong
kemampuan berpikirnya dan membantu untuk menggali kembali pengetahuan yang
dimilikinya.Hal penting yang perlu dicapai oleh guru pada fase ini adalah timbulnya
rasa ingin tahu pada tema atau topik yang sedang dipelajari. Keadaan tersebut dapat
dicapai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa tentang fakta atau
fenomena yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. Beberapa metode yang
dapat diterapkan pada fase ini adalah demonstrasi, menganalisis bacaan, dan lain-
lain.
b. Fase exploration (eksplorasi)
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir, merencanakan, meneliti,
mengorganisasikan informasi yang dikumpulkan baik dengan cara kelompok maupun
individu tanpa instruksi atau pengarahan langsung dari guru. Siswa bekerja
memanipulasi objek, melakukan percobaan secara ilmiah, melakukan pengamatan,
mengumpulkan data, sampai membuat kesimpulan berdasarkan percobaan yang
dilakukan. Dalam kegiatan ini guru hendaknya bertindak sebagai fasilitator.
c. Fase explanation (penjelasan)
Siswa pada kegiatan ini dilibatkan dalam menganalisis hasil eksplorasinya untuk
melengkapi, menyempurnakan, dan mengembangkan konsep yang sudah diperoleh.
Pada tahap ini sangat penting adanya diskusi antar siswa untuk saling mengkritisi
penjelasan konsep dari siswa yang satu dengan siswa yang lain. Siswa didorong untuk
menjelaskan konsep yang dipahami dengan kata-kata sendiri dan menunjukkan
contoh-contoh yang berhubungan dengan konsep untuk melengkapi penjelasannya.
Pada fase ini guru dapat mengenalkan istilah-istilah baru yang belum diketahui siswa.
Pada kegiatan yang berhubungan dengan percobaan pengajar dapat memperdalam

13
oktavia.sulistina.fmipa@um.ac.id
hubungan antar variabel atau kesimpulan yang diperoleh siswa. Hal ini diperlukan
agar siswa dapat meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajari.
d. Fase extend/elaboration (penerapan konsep)
Pada fase ini siswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan dan memantapkan
pemahaman terhadap konsep yang telah dikuasainya dengan menerapkannya pada
persoalan yang baru tetapi masih tetap sesuai dengn konsep yang dipelajari. Siswa
dapat diarahkan untuk memperoleh penjelasan alternatif dengan menggunakan data
atau fakta yang telah mereka eksplorasi dalam situasi yang baru. Misalnya pada
perobaan materi asam basa pengajar dapat melanjutkan dengan percobaan lanjutan
materi pengaruh konsentrasi terhadap pH larutan. Dengan percobaan yang demikian
e. Fase evaluation (evaluasi)
Pada fase ini akan diketahui (1) sejauh mana pengalaman belajar yang telah diperoleh
siswa dan (2) refleksi untuk melakukan siklus lebih lanjut yaitu pembelajaran pada
konsep berikutnya. Pada tujuan pertama guru mengamati perubahan pada siswa
sebagai akibat dari proses pembelajaran. Kegiatan ini meliputi penilaian proses dan
evaluasi penguasaan konsep yang diperoleh siswa. Untuk tujuan ini guru dapat
membuat lembar pengamatan untuk menilai kinerja dan suatu tes untuk menilai
pemahaman siswa.Pada tujuan kedua guru dapat mengajukan pertanyaan terbuka
yang dapat dijawab dengan observasi, data, atau penjelasan sebelumnya (Dasna,
2006).

4. Discovery Learning
Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyingkap atau mencari tahu
tentang suatu permasalahan atau sesuatu yang sebenarnya ada namun belum
menemukan solusinya berdasarkan hasil pengolahan informasi yang dicari dan
dikumpulkannya sendiri, sehingga siswa memiliki pengetahuan baru yang dapat
digunakannya dalam memecahkan persoalan yang relevan dalam kehidupan sehari-hari.
Tahapan kegiatan pembelajarannya sebagai berikut.
a. Memberi stimulus (Stimulation): guru memberikan stimulus berupa masalah untuk
diamati dan disimak siswa melalui kegiatan membaca, mengamati situasi atau
melihat gambar, dan lain-lain.
b. Mengidentifikasi masalah (Problem Statement): siswa menemukan permasalahan,
mencari informasi terkait permasalahan, dan merumuskan masalah.
c. Mengumpulkan data (Data Collecting): siswa mencari dan mengumpulkan
data/informasi yang dapat digunakan untuk menemukan solusi pemecahan masalah
yang dihadapi (mencari atau merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah,
terutama jika satu alternatif mengalami kegagalan).

14
oktavia.sulistina.fmipa@um.ac.id
d. Mengolah data (Data Processing): siswa mencoba dan mengeksplorasi kemampuan
pengetahuan konseptualnya untuk diaplikasikan pada kehidupan nyata (melatih
keterampilan berfikir logis dan aplikatif).
e. Memverifikasi (Verification): siswa mengecek kebenaran atau keabsahan hasil
pengolahan data melalui berbagai kegiatan, atau mencari sumber yang relevan baik
dari buku atau media, serta mengasosiasikannya sehingga menjadi suatu kesimpulan.
f. Menyimpulkan (Generalization): siswa digiring untuk menggeneralisasikan hasil
berupa kesimpulan pada suatu kejadian atau permasalahan yang sedang dikaji
(direktorat pembinaan SMA, 2017).

5. Model Pembelajaran ADI (Argument Driven Inquiry)


Model pembelajaran ADI merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa
dalam proses investigasi suatu masalah dan argumentasi ilmiah (Walker, dkk., 2012).
Model pembelajaran memasukkan unsur inkuiri dan eksplorasi dalam pembelajaran untuk
memfasilitasi kemampuan argumentasi siswa (Osborne, dkk., 2012; Walker dkk., 2012
dalam Kalay, 2016). Kegiatan argumentasi bertujuan agar mahasiswa dapat menuangkan
ide-idenya disertai fakta-fakta dan bukti pendukung yang valid. Model pembelajaran ADI
ini juga dirancang untuk membantu siswa memahami konten yang kompleks, merancang
sebuah penelitian dan merefleksikan pengetahuan ilmiahnya. Selain itu, model
pembelajaran ini juga dapat mengembangkan keterampilan penalaran ilmiah dan
pemahaman tentang materi yang lebih tinggi melalui adanya kombinasi argumentasi dan
penyelidikan ilmiah (Walker, dkk., 2012).
Tahapan dalam pembelajaran ADI (Sampson, dkk., 2009).
a. Tahapan Identifikasi Tugas,
Guru memulai pembelajaran dengan mengenalkan topik yang akan dipelajari.
Langkah ini bertujuan untuk menarik perhatian mahasiswa, menghubungkan
pengetahuan yang telah diperoleh dengan materi yang akan dipelajari. Guru
membagikan lembar kerja kepada siswa yang mencakup materi yang akan dipelajari
dan pertanyaan-pertanyaan yang akan didiskusikan.
b. Tahap Pengumpulan Data, mahasiswa dibagi kedalam beberapa kelompok untuk
mengambangkan dan menerapkan metode (percobaan atau observasi) untuk
menjawab pertanyaan yang ada dalam lembar kerja. Peran guru dalam tahap ini
adalah sebagai fasilitator apabila siswa mengalami kesulitan dalam berdiskusi.
c. Tahap Produksi Argumentasi, mahasiswa membuat argumentasi termasuk
menjelaskan bukti dan alasan berdasarkan data observasi ke dalam media yang dapat
dilihat oleh mahasiswa yang lain. Tahapan ini juga membantu siswa menentukan data
yang relevan, memadai dan cukup meyakinkan untuk mendukung claim mereka.

15
oktavia.sulistina.fmipa@um.ac.id
d. Tahap Sesi Argumentasi, dalam tahap ini mahasiswa diberikan kesempatan untuk
mengevaluasi penjelasan ataupun data dari kelompok lain untuk memutuskan mana
yang lebih sesuai. Penambahan sesi argumentasi bertujuan untuk memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan suatu teori atau hukum sesuai dengan
data yang tepat.
e. Tahap Penyusunan Laporan Penyelidikan, setiap mahasiswa menuliskan hasil
pengamatan dan menjelaskan argumentasi dengan disertai alasan yang kuat.
f. Tahap Tinjauan (review) Teman Sebaya, siswa diberikan kesempatan untuk menilai
kualitas hasil laporan kelompok lain dan memutuskan kevalidan laporan berdasarkan
kriteria penilaian.
g. Tahap Revisi Laporan berdasarkan review teman sebaya, lembar review argumen
dikembalikan kepada setiap kelompok untuk memperbaiki kualitas argumennya
berdasarkan review dari teman mereka.
h. Tahap Diskusi Reflektif, dalam tahapan ini mahasiswa dan guru dapat melakukan
diskusi tanya jawab tentang topik yang telah dipelajari

16
oktavia.sulistina.fmipa@um.ac.id

Anda mungkin juga menyukai