Anda di halaman 1dari 35

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Model Pembelajaran Inkuiri (Inquiry)
Istilah inkuiri berasal dari bahasa Inggris “inquiry”, yang secara
harafiah berarti penyelidikan. Piaget (Mulyasa, 2007:108) mengemukakan
bahwa inkuiri merupakan model pembelajaran yang mempersiapkan
peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas,
agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawabannya sendiri, serta
menghubungkan satu penemuan dengan penemuan yang lain,
membandingkan apa yang ditemukan dengan yang ditemukan peserta
didik lain. Sclenker (Yudi, 2008:76) mengungkapkan bahwa model
pembelajaran inkuiri dapat menghasilkan peningkatan pemahaman sains,
produktivitas, berpikir kreatif, serta siswa menjadi terampil dalam
memperoleh dan menganalisis informasi.
Menurut Joyce dan Weil (Wena, 2009:76), model inkuiri adalah
sebuah model yang intinya melibatkan siswa kedalam masalah asli dan
menghadapkan mereka dengan sebuah penyelidikan, membantu
mengidentifikasikan konseptual atau metode pemecahan masalah yang
terdapat dalam penyelidikan, dan mengarahkan siswa mencari jalan keluar
dari masalah tersebut.
Sanjaya (2008:196), mendefinisikan model inkuiri adalah serangakaian
kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis
dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu
masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya
dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa.
Model pembelajaran inkuiri adalah sebuah model pembelajaran yang
mampu menciptakan peserta didik yang cerdas dan berwawasan. Dengan

9
10

model pembelajaran ini, siswa dilatih selalu berpikir kritis, karena


membiasakan siswa memecahkan suatu masalah sendiri. Model
pembelajaran ini bertujuan untuk melatih kemampuan peserta didik dalam
meneliti, menjelaskan fenomena, dan memecahkan masalah secara ilmiah.
Pada proses inkuiri, guru dalam hal ini hanya bertindak sebagai fasilitator,
nara sumber dan penyuluh kelompok. Para siswa didorong mencari
pengetahuan sendiri, bukan dijejali dengan pengetahuan.
Inkuiri merupakan model yang bersifat yang bersifat student center,
dan guru disini berperan sebagai pembimbing, fasilitator, dan pengarah
kerja siswa. Pada pelaksanaannya, model pembelajaran inkuiri tidak
semata mengembangkan kemampuan intelektual, tetapi seluruh potensi
yang ada termasuk pengembangan emosional dan pengembangan
ketrampilan. Pada hakikatnya, model pembelajaran inkuiri merupakan
suatu proses. Proses ini bermula dari rumusan masalah, mengembangkan
hipotesis, mengumpulkan bukti, menguji hipotesis dan menarik
kesimpulan sementara, menguji kesimpulan sementara supaya sampai
pada kesimpulan yang pada taraf tertentu diyakini siswa yang
bersangkutan. Semua tahap dalam proses inkuiri tersebut di atas,
merupakan kegiatan belajar dari siswa (Gulo, 2002:92).
Dari seluruh pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran inkuiri merupakan sebuah model pembelajaran
yang mencoba memberikan pengalaman langsung kepada siswa, untuk
merasakan secara nyata proses pembelajaran dengan melibatkan seluruh
aspek kemampuan siswa. Dengan merasakan langsung keterlibatannya
pada saat kegiatan pembelajaran, siswa menjadi semakin yakin dengan
kemampuan yang dimilikinya, sehingga proses belajar benar-benar terjadi,
dan akhirnya terjadilah perubahan pada diri siswa yaitu perubahan
pengetahuan, pemahaman, pengalaman serta tingkah laku.
11

2.1.2 Peranan Model Pembelajaran Inkuiri (Inquiry)


Dalam perkembangannya, ternyata model pembelajaran inkuiri
mempunyai peranan yang penting terhadap pendidikan di sekolah.
Pelaksanaan penggunaan model pembelajaran inkuiri mempunyai peranan
penting, baik bagi guru maupun para siswa. Peranannya antara lain sebagai
berikut: (1) Menekankan kepada proses perolehan informasi oleh siswa;
(2) Membuat konsep diri siswa bertambah dengan penemuan-penemuan
yang diperolehnya; (3) Memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan
memperluas penguasaan keterampilan dalam proses memperoleh kognitif
para siswa; (4) Penemuan-penemuan yang diperoleh siswa dapat menjadi
kepemilikannya dan sangat sulit melupakannya; (5) Tidak menjadikan
guru sebagai satu-satunya sumber belajar, karena siswa belajar dengan
memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar (Sumantri, 1999:166).

2.1.3 Kondisi - Kondisi Umum Sebagai Syarat Timbulnya Pembelajaran


Inkuiri (Inquiry)
Joyce (Gulo, 2002:85) mengemukakan kondisi-kondisi umum yang
merupakan syarat bagi timbulnya pembelajaran inkuiri bagi siswa.
Kondisi tersebut antara lain:
a. Aspek sosial di dalam kelas dan suasana terbuka yang mengundang
siswa berdiskusi: hal ini menuntut adanya suasana bebas di dalam
kelas, dimana siswa tidak merasakan adanya tekanan atau hambatan
untuk mengemukakan pendapatnya.
b. Inkuiri berfokus pada hipotesis: siswa perlu menyadari bahwa pada
dasarnya semua pengetahuan bersifat tentatif. Tidak ada kebenaran
yang kebenaran yang bersifat mutlak. Kebenaran selalu bersifat
sementara.
c. Penggunaan fakta sebagai evidensi: dalam kelas, dibicarakan validitas
dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana dituntut dalam pengujian
hipotesis pada umumnya.
12

Dalam pelaksanaan model pembelajaran inkuiri, ada kondisi umum


yang perlu diperhatikan agar model pembelajaran inkuiri dapat tercipta
di dalam proses pembelajaran di sekolah.

2.1.4 Prinsip-Prinsip Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri (Inquiry)


Model pembelajaran inkuiri adalah model pembelajaran yang
menekankan pada pengembangan intelektual anak. Dalam menggunakan
model pembelajaran inkuiri, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan
oleh setiap guru, agar model pembelaajaran ini benar-benar mencapai
suatu keberhasilan dalam proses pembelajaran.
Menurut Wina Sanjaya (2007:199-201) ada beberapa prinsip yang
harus diperhatikan oleh seorang guru dalam menerapkan model
pembelajaran inkuiri:
a. Berorientasi pada pengembangan intelektual; maksudnya adalah
model pembelajaran ini selain berorientasi pada hasil belajar, juga
berorientasi pada proses belajar. Karena itu, kriteria leberhasilan dari
proses pembelajaran dengan mengguanakn model inkuiri, bukan
ditentukan oleh sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran,
namun pada sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan
sesuatu.
b. Prinsip interaksi; proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses
interaksi, baik interaksi siswa maupun interaksi antara siswa dengan
guru; bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan. Pembelajaran
sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai
sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur
interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan (directing), agar siswa
bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi
mereka.
c. Prinsip bertanya; peran guru yang harus dilakukan dalam menerapkan
model pembelajaran inkuiri adalah guru sebagai penanya. Sebab,
kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan, pada dasarnya
13

sudah merupakan bagian dari proses berpikir. Oleh sebab itu,


kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat
diperlukan. Berbagai jenis dan teknik bertanya perlu dikuasai oleh
setiap guru, apakah pertanyaan itu hanya sekedar meminta perhatian
siswa, bertanya untuk melacak, bertanya untuk mengembangkan
kemampuan atau bertanya untuk menguji.
d. Prinsip belajar untuk berpikir; belajar bukan hanya mengingat
sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning
how to think), yakni mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak
kanan, baik otak reptile, otak limbik maupun otak neokorteks.
Pembelajaran berpikir merupakan pemanfaatan dan pengguanaan
otak secara maksimal.
e. Prinsip keterbukaan; dalam pembelajaran, siswa perlu diberikan
kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan
logika dan nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah
pembelajaran yang menyediakan kemungkinan sebagai hipotesis,
yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah
menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa
mengembangkan hipotesis, dan secara terbuka membuktikan
kebenaran hipotesis yang diajukannya.

2.1.5 Jenis-Jenis Model Pembelajaran Inkuiri (Inquiry)


Sund dan Trowbridge (Mulyasa, 2007:109) mengemukakan ada tiga
macam jenis pembelajaran inkuiri, sebagai berikut:
a. Inkuiri terbimbing (guided inquiry): siswa memperoleh pedoman
sesuai dengan yang dibutuhkan. Pedoman-pedoman tersebut biasanya
berupa pertanyaan yang membimbing. Pembelajaran inkuiri jenis ini
digunakan terutama bagi siswa yang belum berpengalaman, guru
memberikan bimbingan dan pengarahan yang cukup luas. Dalam
pelaksanaannya, sebagian besar perencanaan dibuat guru, dan siswa
tidak merumuskan permasalahan.
14

b. Inkuiri bebas (free inquiry): pada jenis ini, siswa melakukan


penelitian sendiri bagaikan seorang ilmuwan. Siswa harus dapat
mengidentifikasi dan menemukan berbagai topik permasalahan yang
hendak diselidiki.
c. Inkuiri bebas yang dimodifikasi (modified free inquiry): pada jenis
ini, guru memberikan permasalahan atau problem dan kemudian
siswa diminta untuk memecahkan permasalahan tersebut melalui
pengamatan, eksplorasi, dan prosedur penelitian.

2.1.6 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Inkuiri (Inquiry)


Menurut Trianto (2007:23-24), setiap model pembelajaran dipastikan
memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri. Model
pembelajaran ini juga memiliki hal-hal tersebut, yaitu:
2.1.6.1 Kelebihan Model Pembelajaran Inkuiri (Inquiry) ;
a. Model pengajaran menjadi berubah dari yang bersifat penyajian
informasi menjadi pengolahan informasi
b. Pengajaran berubah dari teacher centered menjadi student centered.
Guru lebih banyak bersifat membimbing
c. Dapat membentuk dan mengembangkan self-concept pada diri siswa
d. Dapat memperkaya dan memperdalam materi yang dipelajari, sehingga
tahan lama dalam ingatan
e. Memungkinkan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis
sumber belajar, yang tidak hanya menjadikan guru sebagai satu-
satunya sumber belajar
f. Menghindarkan cara belajar tradisional (menghafal)
2.1.6.2 Kekurangan Model Pembelajaran Inkuiri (Inquiry) ;
a. Memerlukan perubahan kebiasaan cara belajar siswa yang menerima
informasi dari guru apa adanya, menjadi belajar mandiri dan kelompok
dengan mencari dan mengolah informasi sendiri. Mengubah kebiasaan
bukanlah suatu hal yang mudah, apalagi kebiasaan yang telah
bertahun-tahun
15

b. Guru dituntut mengubah kemasan mengajar yang umumnya sebagai


penyaji informasi, menjadi fasilitator dan motivator. Hal ini merupakan
pekerjaan yang tidak gampang, karena umumnya guru merasa belum
mengajar dan belum puas apabila tidak menyampaikan informasi
(ceramah)
c. Model ini dalam pelaksanaannya memerlukan penyediaan sumber
belajar dan fasilitas yang memadai, yang tidak selalu tersedia
d. Model ini tidak efisien, khususnya untuk mengajar siswa dalam jumlah
besar, sedangkan jumlah guru terbatas.
Mengatasi kekurangan-kekurangan dari penerapan model inkuiri
terbimbing, maka hal-hal yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut:
1. Memupuk kebiasaan pada siswa untuk membentuk cara belajar
mandiri, dan memberikan pemahaman bahwa sumber-sumber
belajar tidak saja harus berpusat pada guru semata
2. Guru perlu berlatih untuk mendengarkan dan memposisikan diri
menjadi fasilitator bagi siswa selama pembelajaran
3. Mengatasi kelas yang besar, maka sebaiknya siswa dibagi dalam
kelompok-kelompok.

2.1.7 Langkah-langkah Model Pembelajaran Inkuiri (Inquiry)


Menurut Dahlan (Trianto, 2007:18-19) bahwa tahapan atau langkah-
langkah pembelajaran inkuiri terdiri dari lima tahap atau lima langkah,
yaitu sebagai berikut:
a. Penyajian Masalah
Pada tahap ini, guru menjelaskan prosedur inkuiri kepada siswa,
setelah itu guru menyajikan permasalahan yang dapat menimbulkan
rasa ingin tahu siswa, sehingga siswa mulai bertanya tanya baik kepada
dirinya sendiri maupun kepada guru. Dalam tahap ini, dialog atau
kegiatan tanya jawab antara guru dan siswa harus diatur sedemikian
rupa, sehingga jawaban guru terhadap pertanyaan siswa terbatas pada
jawaban “ya” atau “tidak”. Pertanyaan terbuka harus dihindarkan dan
16

siswa tidak boleh meminta guru menjelaskan tentan permasalahan


yang dihadapi. Jadi, apabila siswa mengajukan pertanyaan yang tidak
dapat dijawab dengan “ya” atau “tidak”, maka siswa harus menyusun
kembali pertanyaannya. Siswa harus mencari sendiri fakta-fakta untuk
memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
b. Pengumpulan dan Verifikasi Data
Dalam tahap ini, siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan
data (informasi) sebanyak-banyaknya mengenai masalah yang
disajikan, sehingga diharapkan ada kegiatan diskusi kelompok untuk
merumuskan suatu hipotesis sebagai jawaban sementara dari
permasalahan tersebut. Data-data tersebut dapat diperoleh melalui
telaah buku, atau dapat juga melalui peristiwa yang mereka lihat, atau
mereka alami (belum sampai melakukan kegiatan eksperimen).
c. Eksperimen
Dalam tahap ini, siswa melakukan kegiatan eksperimen yang
prosedurnya telah disediakan oleh guru, serta jelas melalui lembar
kerja siswa. Kegiatan tersebut bertujuan untuk menguji hipotesis yang
telah dikemukakan pada tahap sebelumnya. Adapun peran guru dalam
tahapan ini ialah membimbing, mengarahkan, serta mengendalikan
kegiatan eksperimen.
d. Merumuskan Penjelasan
Dalam tahap ini, siswa mengkoordinasikan dan menganalisis data
untuk membuat kesimpulan yang dapat menjawab masalah yang telah
disajikan. Guru mengajak siswa untuk merumuskan penjelasan
mengenai permasalahan yang sedang dihadapi, yaitu dengan cara
mengarahkan siswa mengemukakan informasi-informasi yang mereka
dapatkan melalui eksperimen. Kegiatan perumusan penjelasan ini
bertujuan untuk membimbing siswa kepada pemecahan masalah yang
terarah. Apabila terdapat siswa yang menemui kesulitan dalam
mengemukakan informasi, dalam bentuk uraian yang jelas (penjelasan
17

yang rinci), maka siswa didorong serta diarahkan untuk memberikan


penjelasan yang sederhana saja, dan tidak begitu mendetail.
e. Analisis Proses Inkuiri
Pada tahap ini, siswa diminta untuk menganalisis pola-pola inkuiri
yang telah mereka jalani. Dengan demikian, siswa akan memperoleh
tipe-tipe informasi yang sebelumnya tidak dimiliki siswa. Hal ini
penting bagi siswa, sebab hal tersebut dapat melengkapi dan
memperbanyak data yang relevan, serta menunjang untuk menemukan
pemecahan masalah. Tahapan ini penting untuk memperbaiki proses
inkuiri itu sendiri.

2.1.8 Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)


Model pembelajaran inkuiri terbimbing digunakan apabila dalam
kegiatan pembelajaran, guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup
luas kepada siswa. Pada umumnya, model pembelajaran inkuiri terbimbing
terdiri atas: (1) penyajian masalah; (2) kelas semester; (3) prinsip atau
konsep yang ditemukan; (4) alat/bahan; (5) diskusi pengarahan; (6)
kegiatan penemuan siswa; (7) proses berpikir kritis dan ilmiah; (8)
pertanyaan yang bersifat open ended; (9) catatan guru.
Pada model pembelajaran inkuiri terbimbing ini, guru memberikan
petunjuk-petunjuk kepada siswa seperlunya. Petunjuk tersebut dapat
berupa pertanyaan-pertanyaan yang membimbing siswa, agar mampu
menemukan sendiri arah dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan
untuk memecahkan permasalahan yang diberikan guru. Pengerjaannya
dapat dilakukan sendiri atau dapat diatur secara berkelompok. Bimbingan
yang diberikan kepada siswa dikurangi sedikit demi sedikit, seiring
bertambahnya pengalaman siswa dengan pembelajaran secara inkuiri.
18

2.1.9 Langkah-Langkah Pembelajaran Model Pembelajaran Inkuiri


Terbimbing (Guided Inquiry)
Langkah pembelajaran model inkuiri yang diterapkan dalam
penelitian ini, diadopsi dari Eggen dan Kauchak (Trianto, 2007:69),
meliputi menyajikan pertanyaan atau masalah, membuat hipotesis,
merancang percobaan, melakukan percobaan untuk memperoleh data,
mengumpulkan dan menganalisiss data, serta membuat kesimpulan.
Sintaks pembelajaran disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.1
Sintaks Pembelajaran Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided
Inquiry)
Fase Indikator Peran Guru
1 Menyajikan pertanyaan - Guru membimbing siswa mengidentifikasi
atau masalah masalah dan dituliskan di papan tulis
- Guru membagi siswa dalam beberapa
kelompok
2 Membuat hipotesis - Guru memberikan kesempatan pada siswa
untuk curah pendapat dalam membentuk
hipotesis
- Guru membimbing siswa dalam menentukan
hipotesis relevan dengan permasalahan dan
memprioritaskan hipotesis yang akan
digunakan untuk dijadikan prioritas
penyelidikan
3 Merancang percobaan - Guru memberikan kesempatan pada siswa
untuk menentukan langkah-langkah yang
sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan
- Guru membimbing siswa dalam menentukan
langkah-langkah percobaan
19

4 Melakukan percobaan - Guru membimbing siswa mendapatkan data


untuk memperoleh data melalui percobaan
5 Mengumpulkan dan - Guru memberikan kesempatan kepada tiap
menganalisis data kelompok untuk menyampaikan hasil
pengolahan data yang terkumpul
6 Membuat kesimpulan - Guru membimbing siswa dalam membuat
kesimpulan berdasarkan data yang telah
diperoleh

2.1.10 Motivasi Belajar


2.1.10.1 Pengertian Motivasi Belajar
Istilah motivasi berasal dari bahasa latin, yakni “movere” yang
berarti “menggerakkan” (Winardi, 2007:41). Menurut James O
Whittaker (Wasty Soemanto, 2003:205) motivasi adalah kondisi-
kondisi atau keadaan yang mengaktifkan atau memberi dorongan
kepada makhluk untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang
ditimbulkan oleh motivasi tersebut. Jadi motif dan motivasi memiliki
pengertian yang sama yaitu menunjukkan suatu dorongan yang timbul
baik dari dalam maupun luar diri seseorang yang menyebabkan orang
tersebut mau bertindak melakukan sesuatu guna mencapai tujuan.
Menurut Suprijono (2009:162) motivasi adalah dorongan internal
dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan
perubahan perilaku. Motivasi belajar adalah proses yang memberi
semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Perubahan perilaku
yang dimaksud adalah perubahan dimana siswa dari tidak mau menjadi
mau bertindak belajar untuk mencapai hasil yang diinginkan. Hasil
yang dimaksud disini adalah hasil belajar.
Menurut Sadirman AM (2003:33) mengatakan motivasi belajar
adalah keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dan
20

kegiatan belajar siswa dan memberikan arah pada kegiatan belajar,


sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar tercapai.
Berdasarkan definisi diatas, maka dapat penulis simpulkan bahwa
yang dimaksud dengan motivasi belajar adalah dorongan yang timbul
baik dari dalam diri maupun dari luar diri siswa untuk melakukan
sesuatu tindakan belajar, demi mencapai hasil belajar yang lebih baik
dari pada hasil sebelumnya, menyeleksi dan menentukan arah suatu
perbuatan serta memelihara semangat belajar yang tinggi.

2.1.10.2 Teori Tentang Motivasi


Terdapat 3 teori motivasi yang terkenal menurut para pakar motivasi,
yaitu:
a. Teori Kebutuhan / Keperluan
Menurut teori ini, manusia termotivasi untuk bertindak
kalau dia ingin memenuhi kebutuhannya. Terdapat tiga jenis
kebutuhan yang umum, yaitu: 1) Kebutuhan fisik, yaitu makan,
kesehatan, keselamatan. 2) Kebutuhan emosional, yaitu prestasi
dan harga diri. 3) Kebutuhan kognitif, yaitu berhasil untuk
mencipta, memecahkan suasana konflik, untuk mendapat
rangsangan.
b. Teori Humanistik
Para pakar teori Humanistik percaya bahwa hanya ada satu
motivasi, yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri masing-
masing individu dan motivasi ini dimiliki oleh individu
sepanjang waktu dan dimanapun ia berada. Motivasi tampil
dalam bentuk perilaku. Motivasi dalam diri ini merupakan
keinginan dasar yang mendorong individu mencapai berbagai
pemenuhan segala keperluan/kebutuhan dirinya sendiri.
Keinginan dasar yang dimiliki oleh masing-masing siswa
dibawa oleh siswa tersebut kesekolah. Guru hanya tinggal ingin
memanfaatkan dorongan ingin tahu siswa yang bersifat sudah
21

ada dari dalam diri siswa dengan cara menyajikan bahan


pelajaran yang sesuai dan berguna bagi siswa.
c. Teori Behavioristik
Para pakar Behavioristik mengatakan motivasi
dikontrol/dikendalikan oleh lingkungan sekitar. Suatu perilaku
yang bermotivasi terjadi apabila akibat dari perilaku itu dapat
menggetarkan emosi individu, yaitu menjadi suka atau tidak
suka. Kaum Behavioristik berpandangan bahwa manusia
berperilaku jika ada rangsangan dari luar. Perilaku menjadi kuat
atau lemah dipengaruhi oleh peristiwa sebagai akibat dari
perilaku tersebut yang dapat menggugah emosi orang yang
berperilaku. Apabila akibat perilaku itu menimbulkan rasa suka,
maka perilaku menjadi kuat; tetapi jika perilaku itu
menimbulkan rasa tidak suka, maka perilaku itu akan
ditinggalkan. Guru hendaknya dapat mengendalikan emosi
siswa untuk menjadi suka dan ingin belajar.

2.1.10.3 Jenis-jenis Motivasi Belajar


Dalam membicarakan macam-macam motivasi belajar, hanya
dibahas dari sudut pandang yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri
seseorang yang disebut “motivasi intrinsik” dan motivasi yang berasal
dari luar diri seseorang disebut “motivasi ekstrinsik”.
a. Motivasi Intrinsik
Motivasi Intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif dan
berfungsi tidak perlu dirangsang dari luar, karena setiap individu sudah
ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Bila seseorang memiliki motif intrinsik dalam dirinya, maka ia
sadar akan melakukan sesuatu kegiatan yang tidak menimbulkan
motivasi dari luar dirinya. Dalam aktivitas belajar, motivasi intrinsik
diperlukan terutama belajar sendiri. Seseorang yang tidak memiliki
motivasi intrinsik sulit sekali melakukan aktivitas belajar terus
22

menerus. Sedangkan seseorang yang memiliki motivasi intrinsik selalu


ingin maju dalam belajar. Keinginan ini dilatarbelakangi oleh
pemikiran yang positif, bahwa semua mata pelajaran yang dipelajari
sangat dibutuhkan dan sangat berguna kini dan mendatang. Motivasi
memang berhubungan dengan kebutuhan seseorang yang memunculkan
kesadaran untuk melakukan aktivitas atau kegiatan.
Siswa yang memiliki motivasi intrinsik cenderung akan menjadi
seseorang yang terdidik, berpengetahuan yang mempunyai keahlian
dalam bidang tertentu. Untuk mendapatkan semuanya itu perlu belajar.
Belajar adalah suatu cara untuk mendapatkan suatu ilmu pengetahuan
dan keterampilan.
Dorongan untuk belajar bersumber pada kebutuhan yang berisikan
keharusan untuk menjadi orang terdidik dan berpengetahuan. Jadi
motivasi intrinsik muncul berdasarkan kesadaran dengan tujuan
esensial, bukan kesadaran atribut dan seremonial.
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi Ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi
karena adanya perangsang dari luar. Motivasi ekstrinsik diperlukan agar
siswa mau belajar. Guru harus dapat membangkitkan minat siswa
dengan motivasi ekstrinsik dalam berbagai bentuknya. Kesalahan dalam
menggunakan motif-motif ekstrinsik bukan menjadi pendorong, tetapi
menjadikan siswa malas belajar. Untuk itu guru harus tepat dan benar
dalam memotivasi siswa dalam rangka proses interaksi belajar
mengajar.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahawa guru dalam
membangkitkan gairah belajar siswa dengan motivasi ekstrinsik dalam
proses interaksi belajar mengajar. Motivasi ekstrinsik adalah suatu alat
yang cukup ampuh yang senantiasa guru gunakan untuk
membangkitkan gairah belajar siswa. Kadangkala ada guru yang keliru
dalam menggunakan motivasi ekstrinsik, sehingga siswa tidak berminat
untuk belajar, dan bahkan guru tersebut dibenci oleh siswa. Guru yang
23

memaksa siswa dengan kekerasan, tidak akan berhasil dalam


memotivasi siswa, malah guru yang merusak jati dirinya itu akan
kehilangan wibawanya didepan siswanya.
Oleh sebab itu, pengguanaan motivasi ekstrinsik terkadang menjadi
momok bagi setiap siswa. Untuk itulah seluruh aspek dari kehidupan
guru merupakan cermin dari kepribadian guru sebagai idola anak didik,
yang secara keseluruhan dari kepribadian guru adalah suri tauladan bagi
setiap siswa baik di sekolah maupun di masyarakat.
Terkait dengan proses interaksi belajar mengajar, baik motivasi
intrinsik maupun motivasi ekstrinsik diperlukan untuk mendorong
siswa agar tekun melakukan aktivitas belajar. Motif ekstrinsik sangat
diperlukan bila ada siswa yang kurang berminat mengikuti pelajaran
dalan jangka tertentu.

2.1.10.4 Fungsi Motivasi Belajar


Menurut Hanafiah (2011:27) motivasi memiliki fungsi sebagai berikut :
a. Motivasi merupakan alat pendorong terjadinya perilaku belajar
siswa,
b. Motivasi merupakan alat untuk mempengaruhi prestasi belajar
siswa,
c. Motivasi merupakan alat untuk memberikan direksi terhadap
pencapaian tujuan pembelajaran,
d. Motivasi merupakan alat untuk membangun sistem pembelajaran
lebih bermakna.

2.1.10.5 Indikator Motivasi Belajar


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia indikator adalah sesuatu
yang dapat memberikan petunjuk/keterangan (Depdiknas, 2001:430).
Kaitannya dengan motivasi maka indikator adalah sebagai alat
pemantau yang dapat memberikan petunjuk ke arah motivasi. Motivasi
seseorang terhadap sesuatu akan diekspresikan melalui kegiatan atau
24

aktivitas yang berkaitan dengan motivasinya. Untuk mengetahui


indikator motivasi dapat dilihat dengan cara menganalisis kegiatan-
kegiatan yang dilakukan individu untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki. Dengan demikian untuk menganalisis motivasi belajar
siswa dapat digunakan beberapa indikator motivasi sebagai berikut:
Menurut Hamzah B. Uno (Agus Suprijono, 2011:163) indikator
motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil
Manusia tentu mempunyai suatu tujuan di dalam melakukan
sesuatu. Rasa keinginan yang kuat akan memicu manusia untuk
mencapai tujuan tersebut. Dalam mencapai tujuan tersebut, manusia
senantiasa secara maksimal untuk mencapai keberhasilan.
b. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar
Untuk mencapai keberhasilan belajar, manusia akan tertantang
dalam proses belajar. Akan timbul suatu dorongan untuk mencapai
keberhasilan belajar, dan manusia merasa butuh untuk belajar sebagai
sarana untuk mencapai keberhasilan.
c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan
Masa depan yang didambakan setiap manusia tentu akan tercapai
jika manusia itu senantiasa berusaha dalam menjalankan aktivitas
belajarnya. Suatu cita-cita dan harapan akan senantiasa membayangi
manusia dalam belajar sehingga manusia akan semangat belajar.
d. Adanya penghargaan dalam belajar
Sesuatu yang tak terduga dan membuat diri seseorang merasa
senang adalah ketika seseorang mendapat suatu penghargaan.
Penghargaan itu biasanya bersifat positif yang akan menambah
semangat seseorang dalam belajar.
e. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar
Dalam proses belajar, tentu seseorang tidak selamanya melakukan
kegiatan yang sama. Terdapat inovasi-inovasi dalam belajar sehingga
25

seseorang akan tertarik untuk belajar. Ketertarikan seseorang dalam


belajar akan menghilangkan sifat malas dan bosan pada pelajaran.
f. Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan
siswa dapat belajar dengan baik
Suasana yang nyaman dalam belajar akan mempengaruhi motivasi
seseorang dalam pembelajaran, tentunya dibutuhkan situasi yang bisa
mendorong seseorang untuk belajar. Selain itu lingkungan yang
mendukung juga akan memaksimalkan daya tarik atau motivasi
seseorang dalam melakukan belajar, sehingga materi pelajaran akan
diserap dengan baik.
Motivasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah motivasi belajar
siswa terhadap mata pelajaran IPA khususnya pada materi perubahan
lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan.

2.1.11 Pengertian Belajar dan Hasil Belajar


2.1.11.1 Pengertian Belajar
Menurut Slameto (2010:2) belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.
Perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar menurut Slameto
(2010:3-4) yaitu:
a. Perubahan terjadi secara sadar
Seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya
perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah
terjadi suatu perubahan dalam dirinya.
b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri
seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis.
26

c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif


Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu
senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu
yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin
banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin
baik perubahan yang diperoleh.
d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat
menetap atau permanen. Ini berarti tingkah laku yang terjadi
setelah belajar akan bersifat menetap.
e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena
ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada
perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.
f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu
proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika
seorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami
peruabahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap,
keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.

Robbins (Trianto, 2009:15) mendefinisikan “belajar sebagai proses


menciptakan hubungan antara suatu (pengetahuan) yang sudah
dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru”. Jadi dalam makna
belajar, disini merupakan keterkaitan dari dua pengetahuan yang sudah
ada dengan pengetahuan baru.
Menurut Hamalik (2002:2) “belajar tidak hanya mata pelajaran,
tetapi juga penyusunan, kebiasaan, persepsi, kesenangan atau minat,
penyesuaian sosial bermacam-macam keterampilan lain dan cita-cita.
Dengan demikian seorang dikatakan belajar apabila terjadi perubahan
pada diri oraang yang belajar akibat adanya latihan dan pengalaman
27

melalui olah informasi, respon positif yang semula belum tahu menjadi
lebih tahu supaya mendapat suatu kepribadian baru yang lebih baik.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan belajar adalah suatu proses
interaksi manusia baik secara langsung (dengan contoh) ataupun tidak
langsung (dengan kata-kata) dengan lingkungan untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang berupa perbuatan, pemahaman,
keterampilan dan sifat yang positif sehingga membawa pada kondisi
kehidupan yang lebih baik dan bermakna.

2.1.11.2 Pengertian Hasil Belajar


Menurut Abdullah, Ilyas (2008:98) menjelaskan bahwa hasil
belajar adalah hasil maksimun yang dicapai oleh seseorang setelah
melakukan kegiatan belajar yang diberikan berdasarkan atas
pengukuran tertentu. Seseorang yang telah melakukan kegiatan belajar
yang diberikan berdasarkan atas pengukuran tertentu diharapkan dapat
mencapai hasil yang maksimum. Seseorang yang dapat memperoleh
hasil maksimum dari kegiatan belajarnya maka sebuah prestasi belajar
akan didapatkan.
Sanjaya (2005:90) juga menjelaskan bahwa, belajar bukan hanya
sebagai hasil, akan tetapi juga sebagai proses. Belajar mengembangkan
dua sisi yang sama pentingnya yaitu sisi hasil dan proses. Oleh karena
itu, keberhasilan belajar tidak hanya diukur dari sejauh mana siswa
dapat menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana proses penguasaan
itu terjadi. Hal ini terutama diajukan untuk menentukan perubahan
perilaku yang non kognitif.
Menurut Oemar Hamalik (2008:36) hasil belajar adalah bila
seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang
tersebut, dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi
mengerti. Perubahan yang dimaksud tidak hanya perubahan
pengetahuan, tetapi juga meliputi perubahan kecakapan, sikap,
pengertian dan penghargaan diri pada individu tersebut.
28

Menurut Bloom (Suprijono, 2012:6-7) ada tiga ranah (domain)


hasil belajar, yaitu : kognitif, afektif, dan psikomotor. Perinciannya
adalah sebagai berikut:
a. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6
aspek, yaitu pegetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension),
penerapan (application), menguraikan (analysis), mengorganisasikan
(synthesis), dan penialaian (evaluation).
b. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap menerima (receiving), memberikan respon
(responding) dan nilai (valuing). Ranah afektif meliputi lima jenjang
kemampuannya itu menerima, menjawab atau reaksi, menilai,
organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
c. Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda,
koordinasi neuromuscular (menghubungkan dan mengamati). Tipe
hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor,
karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif
juga harus menjadi bagian dari hasil penialaian dalam proses
pembelajaran di sekolah.
Berdasarkan uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa hasil
belajar adalah suatu perubahan yang tampak dalam perbuatan yang
dapat diukur dengan kemampuan atau keterampilan hasil akhir yang
dimiliki oleh siswa setelah mengikuti dan menerima pelajaran untuk
mencapai hasil belajar yang ditunjukkan melalui nilai atau angka nilai
dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas-tugas
siswa yang diberikan.

2.1.11.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar


Menurut Slameto (2003:56-72) “faktor-faktor yang mempengaruhi
proses dan hasil belajar siswa yaitu faktor intern dan faktor ekstern”.
29

a. Faktor Intern (faktor dalam)


Faktor intern inilah yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar
yang berasal dari peserta didik yang sedang belajar. Faktor dari dalam
ini meliputi:
1. Kondisi Fisiologis
Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap
kemampuan belajar seseorang. Seorang siswa dalam keadaan segar
jasmaninya akan berpengaruh terhadap hasil belajarnya, sebaliknya
siswa yang fisiknya lelah juga akan mempengaruhi haisl belajarnya.
Di samping kondisi tersebut yang tidak kalah pentingnya adalah
kondisi panca indera, terutama penglihatan dan pendengaran.
Sebagian besar yang dipelajari manusia adalah dengan membaca,
melihat contoh atau model, melakukan observasi, mengamati hasil
eksperimen, mendengarkan keterangan guru, mendengarkan ceramah
keterangan orang lain. Jadi jelaslah di antara seluruh panca indera
mata dan telinga mempunyai peranan sangat penting.
Seperti yang dipaparkan oleh Edgar Dale (dalam Tu‟u 2004:40),
bahwa pengalaman belajar manusia itu 75% diperoleh melalui indera
lihat, 13% melalui indera dengar, dan 12% melalui indera lainnya.
2. Kondisi Psikologis
Semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja berpengaruh
terhadap proses belajar yang juga bersifat psikologis. Beberapa faktor
yang mempengaruhi terhadap proses dari hasil belajar yaitu:
a. Kecerdasan
Seorang siswa yang cerdas umumnya akan lebih cepat mampu
belajar jika dibandingkan dengan siswa yang kurang cerdas, meskipun
fasilitas dan waktu yang diperlukan untuk mempelajari materi atau
bahan pelajaran sama.
Hasil pengukuran kecerdasannya biasa dinyatakan dengan angka
yang menunjukkan perbandingan kecerdasan yang dikenal dengan
istilah IQ (Intelligence Quotion). Berbagai hasil penelitian
30

menunjukkan hubungan yang erat antara IQ dengan hasil belajar di


sekolah. Tinggi rendahnya kecerdasan yang dimiliki seorang siswa
sangat menentukan keberhasilannya mencapai prestasi belajar,
termasuk prestasi-prestasinya lain sesuai macam-macam kecerdasan
yang menonjol yang ada pada dirinya. Hal itu dapat kita ketahui
umumnya tingkat kecerdasan yang baik dan sangat baik cenderung
lebih baik angka nilai yang dicapai siswa.
b. Bakat
Di samping Intelegensi, bakat merupakan faktor yang besar
pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar seseorang. Bakat
adalah kemampuan yang ada pada seseorang yang dibawanya sejak
lahir, yang diterima sebagai warisan dari orang tua. Bagi seorang
siswa bakat bisa berbeda dengan siswa lain. Ada siswa yang berbakat
dalam bidang ilmu sosial, dan ada yang di ilmu pasti. Karena itu,
seorang siswa yang berbakat di bidang ilmu sosial akan sukar
berprestasi tinggi di bidang ilmu pasti, dan sebaliknya. Bakat-bakat
yang dimiliki siswa tersebut apabila diberi kesempatan dikembangkan
dalam pembelajaran, akan dapat mencapai prestasi yang tinggi.
Sebaliknya, seorang siswa ketika akan memilih bidang pendidikannya,
sebaiknya memperhatikan aspek bakat yang ada padanya. Untuk itu,
sebaiknya bersama orang tuanya meminta jasa layanan psikotes untuk
melihat dan mengetahui bakatnya. Sesudah ada kejelasan, baru
menentukan pilihan.
c. Minat dan Perhatian
Minat adalah kecenderungan yang besar terhadap sesuatu.
Perhatian adalah melihat dan mendengar dengan baik dan teliti
terhadap sesuatu. Minat dan perhatian biasanya berkaitan erat. Apabila
seorang siswa menaruh minat pada satu pelajaran tertentu, biasanya
cenderung memperhatikannya dengan baik. Minat dan perhatian yang
tinggi pada mata pelajaran akan memberi dampak yang baik bagi
prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, seorang siswa harus menaruh
31

minat dan perhatian yang tinggi dalam proses pembelajaran-


pembelajaran di sekolah. Dengan minat dan perhatian yang tinggi, kita
boleh yakin akan keberhasilan dalam pembelajaran.
d. Motivasi
Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesutau. Motivasi belajar adalah kondisi psikologis
yang mendorong seseorang untuk belajar. Motivasi selalu mendasari
dan mempengaruhi setiap usaha serta kegiatan seseorang untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam belajar, kalau siswa
mempunyai motivasi yang baik dan kuat, hal itu akan memperbesar
usaha dan kegiatannya mencapai prestasi yang tinggi. Siswa yang
kehilangan motivasi dalam belajar akan memberi dampak kurang baik
bagi prestasi belajarnya.
e. Emosi
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam proses belajar seorang
siswa akan terbentuk suatu kepribadian tertentu, atau tipe tertentu,
misalnya siswa yang emosional dalam belajar, akan mudah putus asa.
Hal ini mau tidak mau akan mempengaruhi bagaimana siswa
menerima, menghayati pengalaman yang didapatnya dalam suatu
pembelajaran.
f. Kemampuan Kognitif
Yang dimaksud dengan kemampuan kognitif yaitu kemampuan
berpikir, menalar yang dimiliki siswa. Jadi kemampuan kognitif
berkaitan erat dengan ingatan dan berpikir seorang siswa.

b. Faktor Ekstern (faktor luar)


Faktor ekstern yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa yang
dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor tersebut adalah
faktor lingkungan. Faktor lingkungan dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Lingkungan alami, yaitu kondisi alami yang dapat berpengaruh
terhadap proses dan hasil belajar, termasuk dalam lingkungan
32

alami yaitu suhu, cuaca, udara, pada waktu itu dan kejadian-
kejadian yang sedang berlangsung.
2. Lingkungan sosial, dapat berwujud manusia, wujud lain yang
berpengaruh langsung terhadap proses dan hasil belajar. Misalnya
hubungan murid dengan guru, orang tua dengan anak, dan
lingkungan masyarakat di luar sosial yang baik, mesra dapat
membantu terciptanya prestasi belajar siswa.

2.1.12 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam


Menurut Trianto (2010:136), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semula berasal
dari Bahasa Inggris „science‟. Kata „science‟ itu sendiri berasal dari kata
dalam Bahasa Latin „scientia‟ yang berarti saya tahu. „Science‟ terdiri
dari social science (ilmu pengetahuan sosial) dan natural science (ilmu
pengetahuan alam).
Menurut Slameto, dkk (2009:1), IPA merupakan cabang ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang fenomena-fenomena alam yang
disusun melalui tahapan-tahapan metode ilmiah yang bersifat khas-khusus,
penarikan kesimpulan, dan seterusnya. Fenomena-fenomena alam yang
diungkap biasanya dapat dirumuskan dalam besaran-besaran fisika.
Menurut Samatowa (2010:2) “pengetahuan diartikan sebagai segala
sesuatu yang diketahui oleh manusia”. Sedangkan pengetahuan alam
merupakan pengetahuan tentang alam semesta dan isinnya. Menurut
Samatowa (2010:3) “IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang
disusun sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan
manusia”. Selanjutnya Samatowa (2010:3) “menyimpulkan bahwa IPA
adalah pengetahuan yang mempunyai objek dan menggunakan metode
ilmiah”.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan Ilmu Pengetahuan
Alam yaitu ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di
alam. Mata pelajaran IPA merupakan ilmu yang nyata dimana yang setiap
33

harinya berkaitan dengan kehidupan manusia dan lingkungan. IPA selalu


berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan juga melatih siswa untuk
menemukan hal-hal yang baru. Kegiatan tersebut akan menunjang siswa
untuk aktif dalam pembelajaran, karena siswa terlibat penuh dalam proses
pembelajaran.

2.1.13 Pembelajaran IPA di SD


Ilmu Pengetahuan Alam di SD hendaknya membuka kesempatan untuk
memupuk rasa ingin tahu anak didik secara ilmiah. Hal ini akan membantu
mereka mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban
berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berfikir ilmiah. Fokus
progam pengajaran IPA di SD bertujuan untuk memupuk minat dan
pengembangan anak didik terhadap dunia mereka dimana mereka hidup.
Setiap guru harus paham akan alasan mengapa IPA diajarkan di
sekolah dasar. Ada berbagai alasan yang menyebabkan satu mata pelajaran
itu dimasukkan kedalam kurikulum suatu sekolah. Alasan mengapa IPA
diajarkan di SD menurut Samatowa (2010:4) adalah :
1. Bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa. Kesejahteraan materiil
suatu bangsa banyak sekali bergantung pada kemampuan bangsa
dalam bidang IPA, sebab IPA merupakan dasar teknologi. Sedangkan
teknologi sering disebut-sebut sebagai tulang punggung
pembangunan. Suatu teknologi tidak akan berkembang pesat bila
tidak didasari pengetahuan dasar yang memadai. Pengetahuan dasar
untuk teknologi ialah IPA.
2. Bila diajarkan menurut cara yang tepat, IPA merupakan suatu mata
pelajaran yang memberikan kesempatan untuk berfikir kritis.
Misalnya IPA diajarkan dengan mengikuti metode “menemukan
sendiri”. Dengan metode ini anak akan dihadapkan pada suatu
masalah. Anak diminta untuk menyelidiki masalah tersebut. Dari
berbagai saran dikemukakan anak mereka dituntun merancang
34

percobaan. Akibatnya anak mengamati percobaan sampai


memperoleh suatu kesimpulan.
3. Pelajaran IPA modern lebih mementingkan kemampuan berfikir dari
pada menghafal. Disamping itu dipentingkan juga kemampuan
mengadakan pengamatan secara teliti, menggunakan prinsip
memecahkan percobaan sederhana, menyusun data, mengemukakan
dugaan dan lain-lainnya.
4. Mata pelajaran ini memiliki nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai
potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.

Ilmu Pengetahuan Alam sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam


masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting. Samatowa (2010:5), Ilmu
Pengetahuan Alam untuk anak-anak didefinisikan oleh Plato dan Marten yang
terdapat dalam Carin (1993:5) yaitu: (1) Mengamati apa yang terjadi, (2)
Mencoba memahami apa yang diamati, (3) Mempergunakan pengetahuan baru
untuk meramalkan apa yang akan terjadi, (4) Menguji ramalan-ramalan dibawah
kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar.

2.1.14 Tujuan Pembelajaran IPA


Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas,
2006:1) secara terperinci adalah :
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya,
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat,
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan,
35

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga


dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah
satu ciptaan Tuhan, dan
6. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.

Menurut Hardini dan Puspitasari (2012:151), menuliskan bahwa mata


pelajaran IPA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Meningkatkan keyakinan terhadpa kebesaran Tuhan Yang Maha Esa


berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya,
2. Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep
dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari,
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi, daan masyarakat,
4. Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir,
bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi,
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga,
dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam,
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan,
7. Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

2.1.15 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA SD


Berdasarkan kurikulum 2006 (KTSP), ruang lingkup bahan kajian IPA
meliputi beberapa aspek kajian pokok IPA yang diajarkan di SD, yaitu:
1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.
2) Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya.
36

3) Energi dan perubahannya, meliputi: magnet, listrik, cahaya, dan


pesawat sederhana.
4) Bumi dan alam semesta, meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-
benda langit lainnya.

2.1.16 Silabus IPA Kelas IV


Dalam penelitian ini, mata pelajaran yang digunakan adalah Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) dengan materi perubahan lingkungan fisik dan
pengaruhnya terhadap daratan pada semester II kelas IV. Berikut silabus yang
dipakai dalam penelitian:
Tabel 2.2
Standar Kompetensi : 10. Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya
terhadap daratan

INDIKATO Penilaian
R Alok
Materi Pokok Sumber/
Kompetensi Pengalaman PENCAPAI Conto asi
dan Uraian Bentuk Bahan/
Dasar Belajar AN Jenis h Wak
Materi Instrum Alat
KOMPETEN Tagihan Instru tu
en
SI men

10.1 Mendeskrips Perubahan o Memahami o Mengident Lapora Kegi 8x3 Sumber:


ikan Lingkungan proses ifikasi Tugas n dan atan 5 Buku
berbagai terjadinya angin berbagai Individu unjuk 10.1 me SAINS SD
A. Pengaruh
penyebab darat dan angin faktor kerja nit
Angin dan Hlm.
perubahan laut . penyebab (@ Kelas IV
(hlm.192) kelomp 196
lingkungan o Memahami perubahan 2x3
B. Pengarug ok
fisik (angin, bahwa pengaruh lingkungan 5 Alat :
Hujan
hujan, angin, hujan, fisik. me - Gambar-
cahaya (hlm.195) Uraian nit) gambar
matahari, o Menjelaska
matahari, C. Pengaruh Objektif contoh
gelombang laut n pengaruh
dan Matahari perubaha
dapat factor
gelombang (hlm.198) n
menghasilkan penyebab
air laut). D. Pengaruh lingkung
perubahan yang perubahan
Gelomban an fisik
menguntungkan lingkungan
37

g Laut dan merugikan terhadapda terhadap


(hlm.200) ratan daratan
10.2 Menjelaskan
(angin,
pengaruh o Mencari nama
hujan,
perubahan angin yang
cahaya
lingkungan merugikan
matahari
fisik
dan
terhadap
o Melakukan gelombang
daratan
kegiatan 10.1 laut).
(erosi,
abrasi,
banjir, dan o Memahami cara
longsor) mencegah erosi
o Mendemon
strasikan
o Memahami proses
pentingnya terjadinya
menanam pohon erosi pada
bakau. permukaan
tanah.

 Karakter siswa yang diharapkan : Disiplin ( Discipline ), Rasa hormat dan perhatian ( respect ), Tekun (
diligence ) , Tanggung jawab ( responsibility )

Dan Ketelitian ( carefulness)


38

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang relevan


a. Penelitian ini dilakukan oleh Mardyah Hayu Erawati (2012) dengan judul:
“Peningkatan hasil belajar IPA melalui pendekatan inkuiri pada siswa kelas
IV SD Negeri 11 Purwodadi Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan
semester II tahun pelajaran 2011/2012”. Penelitian ini termasuk Penelitian
Tindakan Kelas. Latar belakang penelitian ini adalah seringnya guru
menyampaikan materi pembelajaran IPA hanya dengan ceramah dan
cenderung siswa tidak dilibatkan aktif dalam pembelajaran yang
mengakibatkan siswa kurang tertarik untuk belajar sehingga hasil belajar
siswa pada mata pelajaran IPA rendah. Rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah apakah pendekatan inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar IPA
pada siswa kelas IV SD Negeri 11 Purwodadi semester II tahun pelajaran
2011/2012? Hasil belajar siswa yang rendah dapat dilihat dari banyaknya
siswa yang memeperoleh nilai tidak tuntas pada kondisi awal siswa yang
tuntas belajar hanya 10 siswa yaitu dengan prosentase sebesar 40%. Hasil
belajar pada siklus I diperoleh dari tes yang dilaksanakan pada akhir
pertemuan siklus I dengan ketuntasan klasikal 72% atau 18 siswa yang
tuntas, meningkat pada siklus II yaitu ketuntasan klasikal belajar siswa
mencapai 96% atau 24 siswa tuntas dari 25 siswa. Hal itu terbukti bahwa
dengan menerapkan pendekatan inkuiri dapat membuat siswa tertarik dan
mudah memahami materi pelajaran sehingga hasil belajar siswa kelas IV
SD Negeri 11 Purwodadi pada mata pelajaran IPA meningkat.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Sihastuti Dwi Maryati (2011) dengan judul
“Upaya peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA melalui
penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing pada siswa kelas IV SDN 01
Werdoyo Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan semester II tahun
2010/2011”. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui apakah
penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran IPA tentang memahami berbagai bentuk
energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari bagi siswa
kelas IV semester II tahun ajaran 2010/2011 SDN 01 Werdoyo Kecamatan
39

Godong Kabupaten Grobogan? Penelitian ini termasuk penelitian tindakan


kelas yang dilakukan melalui dua siklus. Siklus I direncanakan 2 kali
pertemuan dan siklus II dua kali pertemuan. Latar belakang masalah
penelitian ini adalah rendahnya penguasaan kompetensi siswa mata
pelajaran IPA dengan kompetensi dasar energi gerak menjadi bunyi.
Rendahnya penguasaan kompetensi siswa disebabkan siswa kurang
mendapat metode atau strategi yang bervariasi terhadap pelajaran IPA
sehingga perlu ditunjang dengan pemberian penerapan pembelajaran
inkuiri terbimbing. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah
terjadipeningkatan pencapaian kompetensi nilai rata-rata siswa.
Peningkatan ketuntasan prestasi belajar siswa tersebut terjadi secara
bertahap, pada kondisi awal hanya terdapat 17 siswa (42,5%) yang telah
tuntas dalam belajarnya, pada siklus I melalui 2 pertemuan terdapat 25
siswa (55,5%) yang tuntas dan siklus II 2 pertemuan ketuntasan belajar
siswa meningkat menjadi 40 siswa (100%) dengan nilai rata-rata 75 dan
86,25. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian penerapan
pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar tentang
energi gerak menjadi bunyi pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV SDN
01 Werdoyo Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan semester II tahun
pelajaran 2010/2011.
c. Penelitian yang dilakukan oleh Ulfi Sindu Nugroho (2012) dengan judul
penelitian: “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pendekatan
Contextual Teaching Learning (CTL) Dengan Menemukan Sendiri Peserta
Didik Kelas IV SD Negeri Salatiga 12 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga
Pada Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Latar belakang masalah dalam
penelitian ini di dasarkan adanya tujuan pembelajaran IPA yang menuntut
keterlibatan peserta didik untuk aktif dan mengaktualisasikan konsep
materi yang sudah dipelajari. Salah satu cara untuk mengaktifkan peserta
didik yakni dengan menggunakan pendekatan CTL dengan menemukan
sendiri konsep yang telah dipelajari. Jenis penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas (PTK). Penelitian ini menggunakan 2 siklus, masing-masing
40

siklus terdiri dari 3 tahap yakni perencanaan tindakan, pelaksanaan


tindakan dan observasi, refleksi. Subjek penelitian adalah peserta didik
kelas IV SD Negeri Salatiga 12 sebanyak 37 peserta didik. Dalam
penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar IPA, adapun
ketuntasan belajar klasikal pada kondisi awal hanya 67,57%, siklus I naik
menjadi 78,38% dan pada siklus II naik menjadi 100%. Hasil penelitian ini
di sarankan untuk diterapkan dalam pembelajaran IPA SD dengan
menyesuaikan kompetnsi yang akan dicapai dan hasil penelitian ini dapat
dikembangkan dalam penelitian yang terkait dengan pendekatan
pembelajaran dan penilaian hasil belajar peserta didik.
Berdasarkan kajian penelitian diatas, penggunaan metode
pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) dapat meningkatkan
motivasi belajar dan hasil belajar siswa. Model ini dapat meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa karena dalam model ini menenkankan
kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan
sendiri konsep materi yang diajarkan sehingga mendorong siswa untuk
dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mengacu pada
penelitian-penelitian terdahulu, peneliti bermaksud untuk melakukan
penelitian yang sama dengan judul: “Upaya Meningkatkan Motivasi
Belajar dan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Dengan Menggunakan
Model Pembelajaran Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)
Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Gendongan 01 Semester II Tahun
Pelajaran 2013/2014.” Meskipun menggunakan subyek yang sama, namun
lokasi penelitian terdahulu dengan penelitian ini berbeda.

2.3 Kerangka Berpikir


Dalam mengajarkan pelajaran IPA terutama materi Perubahan
lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan, dibutuhkan konsep
dasar teori yang tepat dalam menyampaikan pelajaran tersebut. Konsep
dasar teori yang dipilih harus sesuai dan cocok serta harus disesuaikan
dengan kebutuhan siswa, terutama dalam penyampaian materi IPA. Sebab
41

dalam pelajaran IPA siswa diberi kesempatan untuk berfikir kritis serta
menemukan sendiri, mengadakan pengamatan secara teliti, menggunakan
prinsip memecahkan percobaan sederhana, menyusun data, mengemukakan
dugaan dan menjelaskan gagasan dan pernyataan IPA serta memiliki sikap
menghargai kegunaan IPA dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari IPA, serta sikap ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah.
Dengan menerapkan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing
(Guided Inquiry) didalam proses pembelajaran akan mempunyai
keunggulan dan dipastikan dapat meningkatkan motivasi belajar dan hasil
belajar, keunggulannya; guru dengan metode inovatif ini akan dapat dengan
mudah mengetahui kemampuan masing-masing siswa, melatih siswa
berfikir logis dan sistematis, dapat mendorong siswa lebih aktif dalam
pembelajaran, guru hanya sebagai pendamping dalam proses belajar, proses
belajar akan diikuti oleh siswa. Konsep-konsep yang diajarkan, sepatutnya
diperlakukan sebagai hipotesis yan perlu dipertemukan dengan fakta, lewat
pengujian-pengujian ataupun eksperimen. Belajar dengan cara ini,
membawa siswa lebih mudah memahami sebuah konsep dan pelajaran yang
diajarkan sehingga pada akhirnya pelajaran lebih tersimpan lama dalam
ingatan siswa.
Dalam model pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)
siswa sangat dilibatkan dalam proses pembelajaran, siswa lebih mudah
menemukan dan memahami materi-materi yang dianggap sulit karena setiap
pembahasan ada gambar-gambarnya dan dalam kelompok mereka saling
bekerjasama dengan temannya untuk menyelesaikan masalah. Melalui
kerjasama akan terjalin rasa kebersamaan, komunikasi, mereka saling
berbagi pengetahuan yang dimiliki mereka masing-masing sehingga terjadi
pemahaman yang sama dalam persoalan-persoalan yang mereka diskusikan.
Ini akan membawa dampak pada peningkatan motivasi belajar dan hasil
belajar.
42

Siswa : Motivasi belajar dan hasil belajar


dibawah KKM (70)
Guru : Dalam pembelajaran IPA masih menggunakan metode
KONDISI konvensional (ceramah).

Hasil Siklus I : Motivasi belajar dan hasil belajar meningkat, namun motivasi belum men
mencapai KKM.

Siklus I dan Siklus II :

TINDAKAN Menerapkan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided


Inquiry)

Hasil Siklus II : Motivasi belajar dan hasil belajar meningkat, motivasi belaja
hasil belajar mencapai KKM.

Langkah-langkah Penerapan Model


Siswa : Motivasi
Pembelajaran belajar dan hasil
Inkuiri Terbimbing : belajar meningkat, motivasi belajar sudah me
KKM (70).
KONDISI 1. Menyajikan pertanyaan/masalah Membuat hipotesis
AKHIR 2. Merancang percobaan Melakukan percobaan Mengumpulkan dan menganalisis d
3. Membuat kesimpulan
4.
5.

6.

Skema Kerangka Berpikir

Berdasarkan bagan diatas dapat disimpulkan bahwa kondisi awal


pembelajaran masih menggunakan metode konvensional (ceramah) pada
pelajaran IPA, motivasi dan hasil belajar siswa masih rendah. Kemudian
setelah menerapkan pembelajaran dengan model pembelajaran Inkuiri
Terbimbing (Guided Inquiry) pada siklus I dan II diduga dapat meningkatkan
motivasi belajar dan hasil belajar siswa pada pelajaran IPA.
43

2.4 Hipotesis Tindakan


Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir diatas, maka hipotesis
tindakan pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Penggunaan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)
dapat meningkatkan motivasi belajar pada mata pelajaran IPA siswa kelas
IV SD Negeri Gendongan 01 Kecamatan Tingkir Kota Salatiga semester
II tahun pelajaran 2013/2014.
b. Penggunaan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)
dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV
SD Negeri Gendongan 01 Kecamatan Tingkir Kota Salatiga semester II
tahun pelajaran 2013/2014.

Anda mungkin juga menyukai