Anda di halaman 1dari 16

MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DAN DISCOVERY

1. Model Inkuiri

A. Pengertian Model Inkuiri

Istilah inkuiri berasal dari Bahasa Inggris yaitu yaitu inquiry yang berarti

pertanyaan atau penyelidikan. Pembelajaran inkuiri sering dinamakan

pembelajaran heuristic, berasal dari bahasa Yunani yaitu heuriskein yang berarti

saya menemukan. Inkuiri merupakan model pembelajaran yang membimbing

siswa untuk memperoleh dan mendapatkan informasi serta mencari jawaban atau

memecahkan masalah terhadap pertanyaan yang dirumuskan. Dalam model

pembelajaran inkuiri siswa terlibat secara mental dan fisik untuk memecahkan

permasalahan yang diberikan guru.

Model pembelajaran inkuiri merupakan salah satu model yang dapat

mendorong siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Pembelajaran inkuiri ini

menekankan pada proses mencari dan menemukan. Kardi (2003:3)

mendefinisikan inkuiri adalah model pembelajaran yang dirancang untuk

membimbing siswa bagaimana meneliti masalah dan pertanyaan berdasarkan

fakta. Model inkuiri menekankan pada proses mencari dan menemukan, peran

siswa dalam model ini adalah mencari dan menemukan sendiri pemecahan

masalah dalam suatu materi pelajaran. Sedangkan guru sebagai fasilitator dan

pembimbing siswa untuk belajar.

Cleaf (dalam Putrayasa, 2009:2) menyatakan bahwa inkuiri adalah salah

satu strategi yang digunakan dalam kelas berorientasi proses, inkuiri merupak

sebuah strategi yang berpusat pada siswa yang mendorong siswa untuk
menyelidiki masalah dan menemukan informasi. Permana dan Sumantri

(1998/1999: 164) mengemukakan bahwa metode penemuan adalah cara penyajian

pelajaran yang memberi kesempatan keada peserta didik untuk menemukan

informasi dengan atau tanpa bantuan guru.

Wina (2006:196) menyatakan bahwa model pembelajaran inkuiri adalah

rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara

kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu

masalah yang dipertanyakan. Sehingga dapat disimpulkan model inkuiri adalah

model pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa untuk memiliki

pengalaman belajar untuk menemukan konsep-konsep materi berdasarkan

masalah yang diberikan.

B. Latar Belakang Munculnya Model Inkuiri

Model pembelajaran inkuiri dikembangkan oleh seorang tokoh yang

bernama Richard Suchman pada tahun1962 yang memandang hakikat belajar

sebagai latihan berpikir melalui pertanyaan-pertanyaan. Suchman menyakini

bahwa anak-anak merupakan individu yang penuh rasa ingin tahu akan segala

sesuatu. Teori yang mendasari model pembelajaran ini adalah:

1. Secara alami manusia mempunyai kecenderungan untuk selalu mencari tahu

akan segala sesuatu yang menarik perhatiannya.

2. Mereka akan menyadari keingintahuan akan segala sesuatu tersebut dan akan

belajar untuk menganalisis strategi berpikirnya tersebut.

3. Strategi baru dapat diajarkan secara langsung dan ditambahkan atau

digabungkan dengan strategi lama yang telah dimiliki siswa.

4. Penelitian kooperatif (cooperative inquiry) dapat memperkaya kemampuan


berpikir dan membantu siswa belajar tentang suatu ilmu yang senantiasa

bersifat tentatif dan belajar menghargai penjelasan atau solusi alternatif.

Suchman mengemukakan inti gagasan model inkuiri adalah:

1. Siswa akan bertanya (inquire) apabila mereka dihadapkan pada masalah yang

membingungkan, kurang jelas atau kejadian aneh.

2. Siswa memiliki kemampuan untuk menganlisis strategi berpikir mereka

3. Strategi berpikir dapat diajarkan dan ditambahkan kepada siswa

4. Inkuiri dapat lebih bermakna dan efektif apabila dilakukan dalam konteks

kelompok.

C. Langkah-langkah Model Inkuiri

Secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri

dapat mengikuti prosedur sebagai berikut orientasi, merumuskan masalah,

merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, merumuskan

kesimpulan (Majid, 2015: 224).

1. Orientasi

Langkah orientasi adalah langkah untuk membina iklim pembelajaran

yang responsif sehingga dapat merangsang dan berpikir memecahkan masalah.

Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan metode

ini sangat tergantung pada kemauan siswa untuk beraktivitas menggunakan

kemampuannya dalam memecahkan masalah. Tanpa kemauan dan kemampuan

tersebut tak mungkin proses pembelajaran akan berjalan dengan lancar.

Beberapah hal yang dapat dilakukan dalam tahap orientasi adalah :

a) Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai

oleh siswa.
b) Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk

mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta

tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan masalah sampai

dengan merumuskan kesimpulan.

c) Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam

rangka memberikan motivasi belajar siswa.

2. Merumuskan masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah melibatkan siswa pada suatu

persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan

yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki tersebut karena

masalah tersebut pasti ada jawabannya sehingga siswa didorong untuk mencari

jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam

memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan

mental melalui proses berpikir.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan masalah adalah:

a) Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa. Siswa akan memiliki

motivasi belajar yang tinggi manakala dilibatkan dalam merumuskan masalah

yang hendak dikaji.

b) Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka-teki dan

jawabannya pasti.

c) Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui

terlebih dahulu oleh siswa. Artinya, sebelum masalah itu dikaji lebih jauh

melalui melalui proses inkuiri, guru perlu yakin terlebih dahulu bahwa siswa
sudah memiliki pemahaman tentang konsep-konsep yang ada dalam rumusan

masalah.

3. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang

dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Perkiraan

sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan

berpikir yang kokoh sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan

logis. Kemampuan berpikir logis itu sendiri akan sangat dipengaruhi oleh

kedalaman wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalaman. Dengan demikian,

setiap individu yang kurang mempunyai wawasan akan sulit mengembangkan

hipotesis yang rasional dan logis.

4. Mengumpulkan data

Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang

dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam metode pembelajaran

inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam

pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan

motivasi yang sangat kuat dalam belajar, tetapi juga membutuhkan ketekunan dan

kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Oleh karena itu, tugas dan peran

guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat

mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. Sering

terjadi kemacetan berinkuiri adalah manakala siswa tidak apresiatif terhadap

pokok permasalahan. Tidak apresiatif itu biasanya ditunjukkan oleh gejala-gejala

ketidakgairahan dalam belajar. Manakala guru menemukan gejala-gejala semacam

ini, guru hendaknya secara terus-menerus memberikan dorongan kepada siswa


untuk belajar melalui penyuguhan berbagai jenis pertanyaan secara merata kepada

seluruh siswa sehingga mereka terangsang untuk berpikir.

5. Menguji hipotesis

Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap

diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan

pengumpulan data. Dalam menguji hipotesis yang terpenting adalah mencari

tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Di samping itu, menguji

hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya,

kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan

tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat

dipertanggungjawabkan.

6. Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang

diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan

merupakan gongnya dalam proses pembelajaran. Sering terjadi, karena banyaknya

data yang diperoleh menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan tidak fokus pada

masalah yang hendak dipecahkan. Oleh karena itu, untuk mencapai kesimpulan

yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang

relevan.

D. Keunggulan dan Kelemahan Model Inkuiri

Menurut Majid (2015: 227) model pembelajaran inkuiri memiliki beberapa

keunggulan sebagai berikut:

1. Menekankan pada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik

secara seimbang.
2. Siswa menjadi aktif dalam mencari dan mengolah sendiri informasi

3. Siswa mengerti konsep-konsep dasar dan ide-ide secara lebih baik

4. Memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar

mereka.

5. Siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata tidak akan terhambat oleh

siswa yang lemah dalam belajar.

6. Membantu siswa dalam menggunakan ingatan dalam transfer konsep yang

dimilikinya kepada situasi-situasi proses belajar yang baru

7. Mendorong siswa untuk berfikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya

sendiri.

8. Dapat membentuk dan mengembangkan konsep sendiri (self-concept) pada

diri siswa sehingga secara psikologis siswa lebih terbuka terhadap

pengalaman baru, berkeinginan untuk selalu mengambil dan mengeksploitasi

kesempatan-kesempatan yang ada.

9. Memungkinkan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber

yang tidak hanya menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar.

Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran inkuiri adalah:

1. Jika guru tidak dapat merumuskan teka-teki atau pertanyaan kapada siswa

dengan baik, untuk memecahkan permasalah secara sistematis, maka akan

membuat murid lebih bingung dan tidak terarah .

2. Kadang kala guru mengalami kesulitan dalam merencanakan pembelajaran

oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.

3. Dalam implementasinya memerlukan waktu panjang sehingga guru sering

sulit menyesuaikannya dengan waktu yang ditentukan.


4. Pada sistem klasikal dengan jumlah siswa yang relatif banyak; penggunaan

pendekatan ini sukar untuk dikembangkan dengan baik

5. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa

menguasai materi, maka pembelajaran ini sulit diimplementasikan oleh guru

E. Materi Model Inkuiri

Ruang lingkup dalam pelajaran PKn pada model pembelajaran inkuiri

meliputi beberapa aspek berikut: 1) Persatuan dan kesatuan bangsa, 2) Norma,

hukum dan peraturan, 3) Hak asasi manusia, 4) Konstitusi Negara, 5) Kekuasaan

dan politik, 6) Kedudukan Pancasila, 7) Globalisasi.

Ilmu pengetahuan alam (IPA) atau sains berhubungan dengan cara

mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya

penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau

prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Proses

pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk

mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara

ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga daapat

membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang

alam sekitar. Kelas yang cocok menerapkan model inkuiri yaitu kelas 4, 5 dan 6

terutama kelas 6. Contoh materinya adalah sebagai berikut.

1. Energi dan perubahannya. Pada penerapan model inkuiri siswa ditekankan

untuk aktif mampu menemukan pemecahan permasalahan secara kelompok

dengan melakukan percobaan. Misalnya siswa secara kelompok melakukan

percobaan penggaris yang digosokkan ke rambu untuk dapat menarik sobekan

kertas. Hal ini membuktikan adanya energi listrik dan gejala kelistrikan.
2. Titik didih.

Fase 1 pemberian masalah. Membagikan lembar kerja siswa kemudian

mengajukan pertanyaan apa air mendidih pada suhu 100oC. Fase 2

membuat hipotesis. Siswa mebuat hipotesis terhadap masalah yang diberikan

dan menuliskannya LKS yang diberikan. Fase 3 siswa melakukan pengujian

terhadap hipotesis yang mereka ajukan dengan melakukan percobaan

mendidihkan air. Siswa melakukan pengematan dan mencatat dengan teliti

hasil observasi percobaan mereka. Fase 4 mengevaluasi hipotesis, siswa

menganalisis data dengan membandingkan pada literature yang ada. Siswa

melaporkan hasil percobaan dengan mempresentasikannya, kemudian diskusi

diarahkan oleh guru. Fase 5 membuat keputusan. Siswa menyimpulkan hasil

pembelajaran, kemudian siswa menyusun laporan tertulis sebagai tugas.

Pembelajaran inkuiri biasa disebut dengan model pembelajaran penemuan.

Pembelajaran ini membuat siswa untuk bisa mencari dan meyelidiki suatu

masalah dengan cara yang sistematis, logis dan dianalisis dengan baik. Hal

tersebut sesuai dengan tipe dan karakteristik pembelajaran matematika. Model

pembelajaran ini akan membuat siswa lebih banyak melakukan kegiatan diskusi

untuk memecahkan masalah dan guru hanya menjadi fasilitator membimbing

siswa untuk menemukan permasalahan yang diberikan. Selain itu, dalam

pelajaran matematika juga mengedapankan perkembangan intelektual siswa serta

perkembangan emosional dalam memecahkan masalah kelompok. Contoh: konsep

penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, luas ruangan, dll.

Ilmu pengetahuan sosial merupakan bidang studi yang mempelajari,

menelaah dan menganalisis gelaja dan masalah sosial masyarakat dengan


meninjau dari berbagai aspek kehidupan. Gejolak kehidupan masyarakat sangat

cepat berubah maka siswa hendaknya mempunyai bekal kemampuan untuk

menhadapi hal tersebut. Malalui model inkuiri siswa akan mampu memiliki bekal

kemampuan memecahkan masalah sehingga model inkuiri cocok digunakan

dalam mata pelajaran IPS. Contohnya kebutuhan hidup, provinsi di Indonesia,

jumlah penduduk dan perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan

kemerdekaan.

2. Model Pembelajaran Discovery

A. Pengertian Model Pembelajaran Discovery

Penemuan (discovery) merupakan suatu model yang dikembangkan

berdasarkan pandangan konstruktivisme. Dalam pembelajaran discovery kegiatan

atau pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan

konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam

menemukan konsep siswa melakukan penagamatan, menggolongkan, membuat

dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan. Discovery adalah proses mental

dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip.

Model pembelajaran discovery adalah teori belajar yang didefinisikan

sebagai proses pembelajaran yang terjadi apabila materi pembelajaran tidak

disajikan dengan dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan peserta didik itu sendiri

yang mengorganisasi sendiri (Kurniasih & Sani, 2014:64). Sedangkan menurut

Budiningsih, (2005:43) pengertian model pembelajaran discovery diartikan pula

sebagai cara belajar memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif

untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Hosnan (2014:282) mengatakan


bahwa model discovery learning suatu model untuk mengembangkan cara belajar

aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri maka hasil yang diperoleh

akan tahan lama dalam ingatan. Sehingga dapat disimpulkan model pembelajaran

discovery learning adalah model pembelajaran yang dirancang agar siswa

menemukan dan mengorganisasikan sendiri konsep, teori atau pemahaman

melalui contoh-contoh yang dijumpainya.

B. Latar Belakang Munculnya Model Discovery Learning

Belajar discovery (belajar penemuan) merupakan pendekatan Bruner

dimana siswa belajar dengan caranya sendiri untuk menemukan prinsip-prinsip

dasar. Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari setiap

siswa dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk

menunjang proses belajar tersebut diperlukan model pembelajaran discovery

learning sehingga siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru

yang belum dikenal atau pengertian yang sudah diketahui.

Menurut Bruner (dalam Budiningsih, 2005:41) perkembangan kognitif

seseorang terjadi melalui tiga tahap, yaitu : tahap enaktif, tahap ikonik dan tahap

simbolik.

1. Tahap enaktif (2-7 tahun), pertumbuhan intelektual seseorang ditandai oleh

aktivitas atau tindakan. Dalam tahap ini, anak belajar untuk mengalami dunia

melalui kontak langsung dengan lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam

memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik.

Misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan. Pada tahap ini anak mulai

dapat memahami beberapa aspek realita atau kejadian tanpa menggunakan

imajinasinya atau kata-kata.


2. Tahap ikonik (7-12 tahun), seseorang memahami objek-objek atau dunianya

melalui gambar-gambar dan visualisasi herbal dan anak menggunakan

semacam ikon atau gambaran mental tentang objek untuk mendapatkan

pengetahuan dan untuk meningkatkan pemahamannya. Maksudnya, dalam

memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan dan

perbandingan. Pada tahap ini ketika materi pembelajaran yang bersifat

abstrak, dipelajari oleh siswa dengan menggunakan ikon, gambar, atau

diagram yang menggambarkan kegiatan nyata dengan benda-benda konkret.

Dengan demikian, topik pembelajaran yang bersifat abstrak akan diwujudkan

dalam bentuk benda-benda nyata yang dapat diamati oleh siswa. (Thobroni

dan Mustofa, 2012:100)


3. Tahap simbolik (lebih dari 12 tahun), seseorang telah mampu memiliki ide-

ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh

kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia

sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika

dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak

sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin

dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi

menggunakan sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan

pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannya sistem enaktif

dan ikonik dalam proses belajar.

C. Langkah-langkah Model Discovery Laerning

Fase-fase penerapan model pembelajaran penemuan (Discovery Based

Learning atau Discovery Learning) adalah sebagai berikut:

Fase 1 Stimulation (pemberian stimulus)


Guru memberikan sesuatu rangsangan kepada siswa yang menimbulkan

kebingungannya dan timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Bentuk

rangsangan dapat berupa pertanyaan, gambar, benda, cerita, fenomena, dan

aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan menemukan suatu konsep.

Fase 2 Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)

Guru mengajak siswa untuk mengidentifikasi masalah yang relevan

dengan bahan disajikan untuk stimulus. Dari masalah tersebut, dirumuskan

jawaban sebagai dugaan sementara (hipotesis).

Fase 3 Data collection (pengumpulan data)

Siswa mengumpulkan informasi yang relevan untuk membuktikan

kebenaran hipotesis atau menemukan suatu konsep. Data dapat diperoleh melalui

membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan

uji coba sendiri dan sebagainya.

Fase 4 Data processing (pengolahan data)

Siswa mengolah data yang telah dikumpulkan. Pengolahan data dalam

rangka mengarahkan kepada konsep yang akan dicapai.

Fase 5 Verification (memverifikasi)

Siswa melakukan pemeriksaan kebenaran hipotesis terkait dengan hasil

pengolahan data processing.

Fase 6 Generalization (penarikan kesimpulan/ generalisasi)

Siswa diajak untuk melakukan generalisasi konsep yang sudah dibuktikan

untuk kondisi umum.

D. Keunggulan dan Kelemahan Model Discovery Learning


Berikut kelebihan atau keunggulan pengetahuan yang diperoleh dengan

belajar discovery atau penemuan menunjukkan adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan itu akan bertahan lebih lama atau lama dapat diingat, mudah

diingat, bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-

cara yang lain.


2. Sebagian itu belajar penemuan memiliki hasil belajar yang mempunyai efek

transfer yang lebih baik dari hasil belajar lainnya. Artinya konsep-konsep

yang ditemukan menjadi milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan

pada situasi baru atau pada saat dibutuhkan.


3. Disisi lainnya secara menyeluruh belajar penemuan dapat meningkatkan

penalaran belajar suatu topik, meningkatkan kemampuan untuk berpikir

secara bebas dan sistimatis. Khususnya lagi belajar penemuan mampu melatih

keterampilan kognitif pelajar untuk menemukan dan memecahkan masalah

tanpa pertolongan orang lain.

Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran Discovery sebagai berikut:

1. Dari sekian bidang studi yang ada, tidak semua bidang studi atau sub judul

bidang studi dapat dilakukan dengan teori belajar penemuan.


2. Tidak semua peserta didik mampu diajak kerja sama melakukan proses

berpikir sebagaimana yang diharapkan.


3. Sulitnya teori ini diterapkan pada budaya masyarakat yang berlainan antara

satu daerah dengan daerah yang lain.


4. Teori ini relatif sulit karena akan memakan waktu yang relatif lama,

dikarenakan siswa kurang terbiasa untuk melakukan proses berpikir individu

juga kelompok.
E. Materi dalam Model Discovery Laerning
Materi pembelajaran IPA yang cocok dengan penggunaan model discovery

learning yaitu bentuk-bentuk energi (energi panas, energi bunyi, energi gerak,

energi kimia, energi cahaya) serta manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.


Mengidentifikasi masalah. Guru menampilkan beberapa gambar maupun video

bentuk-bentuk energi sementara siswa mengamati. Kemudian guru membimbing

siswa untuk dapat mengidentifikasi masalah yang muncul dari gambar atau video

tersebut. Selanjutnya guru mengumpulkan data melalui diskusi dalam kegiatan

kelompok dengan mengisi LKS yang telah dibagikan guru kemudian data tersebut

dianalisis dan dipresentasikan sebagai hasil laporan di depan kelas. Guru

membimbing siswa menyimpulkan hasil diskusi.


Mata pelajaran Bahasa Indonesia, tema cerpen, subtema struktur isi

cerpen. Langkah-langkah:
Simulasi, perserta didik mengingat kembali tentang cerpen yang pernah dibaca,

peserta didik menyebutkan judul-judul cerpen yang pernah dibaca.


Identifikasi masalah, peserta didik dengan atau tanpa bantuan guru menanya

tentang struktur isi cerpen, peserta didik dengan bantuan atau tanpa bantuan guru

menanya tentang hal-hal yang berkaitan dengan ciri-ciri bahasa.


Pengumpulan data, peserta didik mendiskusikan struktur isi teks cerpen (judul,

tokoh dan penokohan, latar, konflik, klimaks, peleraian, amanat). Peserta didik

mendiskusikanciri bahasa teks cerpen. Peserta didik menjawab atau mengajukan

pertanyaan terkait dengn isi teks cerpen.


Pengolahan data, peserta didik menuliskan isi struktur cerpen.
Verification, peserta didik mempresentasikan hasil pekerjaan tentang struktur isi

cerpen. Peserta didik menanggapi hasil presentasi kelompok lain.


Generalisasi, peserta didik memperbaiki dan melengkapi hasil kerja kelompoknya

kemudian dapat meyimpulkan.

DAFTAR RUJUKAN
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran


Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.

Kardi, Soeparman. 2003. Merancang Pembelajaran Menggunakan Model Inkuiri.


Surabaya: UNS.

Kurniasih, Imas dan Sani, Berlin. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum


2013. Jakarta: Kata Pena.

Majid, Abdul. 2015. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Rosdakarya.

Sumantri, Mulyana dan Johar Permana. 1999. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Depdikbud Dirjen Dikti.

Thobroni, Muhammad dan Arif Mustofa. 2012. Belajar dan Pembelajaran.


Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Wina, Sanjaya, 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai