Anda di halaman 1dari 16

PELAKSANAAN PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN METODE

PEMBELAJARAN

LATAR BELAKANG
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003
dijelaskan bahwa: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri,dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Disadari bahwa guru-guru perlu memperkuat kemampuannya dalam
memfasilitasi siswa agar terlatih berpikir logis, sistematis, dan ilmiah. Tantangan ini
memerlukan peningkatan keterampilan guru melaksanakan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan ilmiah. Pada dasarnya sekolah adalah wahana proses belajar
mengajar yang paling pokok, dan juga sebagai proses tingkah laku ditimbulkannya
melalui latihan atau pengalaman. Dalam proses belajar ini seseorang berinteraksi
langsung dengan objek belajar dengan menggunakan alat inderanya. Karena itu
pentingnya pendidikan, maka bagian terbesar upaya riset dan eksperimen serta
pendidikan diarahkan pada tercapainya pemahaman yang lebih luas dan mendalam
mengenai proses perubahan.

PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendekatan Saintifik

Depdikbud ( 1990 : 180 ) pendekatan adalah proses perbuatan atau cara untuk
mendekati sesuatu. Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi,
menguatkan dan melatari pemikiran tentang bagaimana metode pembelajaran diterapkan
berdasarkan teori tertentu.
Dalam proses pembelajaran, Noeng Muhadjir (2000 : 140) memberikan defenisi
pendekatan sebagai cara untuk menganalisis, memperlakukan, dan mengevaluasi suatu
objek. Misalnya, dalam pembelajaran peserta didik dilihat dari cara peserta didik
berkomunikasi atau berinteraksi dalam lingkungan sosialnya, maka ada pendekatan
individual dan pendekatan kelompok.
Menurut Anthony,2007 menyatakan bahwa pendekatan mengacu kepada
seperangkat asumsi yang saling berkaitan dan berhubungan dengan pembelajaran.
Pendekatan merupakan dasar teoritis untuk suatu metode. Menurut Alfred De Vito, 1989
menyatakan bahwa Pembelajaran Saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi
langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui ilmiah.
Menurut Develop pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan
terbudayakannya kecakapan berpikir sains, terkembangnya Implication of investigation
dan kemampuan berpikir kreatif siswa. Menurut majalah Forum Kebijakan Ilmiah yang
terbit di Amerika pada tahun 2004 sebagaimana dikutip Wikipedia menyatakan bahwa
pembelajaran ilmiah mencakup strategi pembelajaran siswa aktif yang mengintegrasikan
siswa dalam proses berpikir dan penggunaan metode yang teruji secara ilmiah sehingga
dapat membedakan kemampuan siswa yang bervariasi.
Permendikbud No. 65 tahun 2013 mengemukakan tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses
pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik/ilmiah. Upaya
Pendekatan Saintifik/Ilmiah dalam proses pembelajaran ini sering disebut sebagai ciri khas
dan menjadi kekuatan tersendiri dari keberadaan Kurikulum 2013.
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang
dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum
atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan
masalah), menanya, menalar, mencoba dan mengomunikasikan konsep, hukum atau
prinsip yang ditemukan.
Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta
didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah,
bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi
searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan
untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui
observasi, dan bukan hanya diberitahu.
Pada Pendekatan Saintifik ada 3 Ranah yang disentuh yaitu: sikap (afektif),
pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor). Dengan proses pembelajaran yang
demikian maka diharapkan hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif,
inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
terintegrasi.

B. Karakteristik Pendekatan Saintifik

Berikut ini tujuh kriteria sebuah pendekatan pembelajaran dapat dikatakan sebagai
pembelajaran saintifik, yaitu:
1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan
logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng
semata.
2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari
prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang   menyimpang
dari alur berpikir logis.
3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam
mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi
pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat
perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi
pembelajaran.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem
penyajiannya.
C. Prinsip-Prinsip Pendekatan Saintifik
Adapun Prinsip-Prinsip Pendekatan Saintifik yaitu:
1. Belajar siswa aktif, dalam hal ini  termasuk inquiry-based learning atau belajar berbasis
penelitian, cooperative learning atau belajar berkelompok, dan belajar berpusat pada
siswa.
2. Assessment berarti  pengukuran kemajuan belajar siswa yang dibandingkan dengan
target pencapaian tujuan belajar.
3. Keberagaman mengandung makna bahwa dalam pendekatan ilmiah mengembangkan
pendekatan keragaman.  Pendekatan ini membawa   konsekuensi siswa unik, kelompok
siswa unik, termasuk keunikan dari kompetensi, materi, instruktur, pendekatan dan
metode mengajar, serta konteks.

D. Langkah-langkah Pendekatan Saintifik


Langkah-langkah pendekatan saintifik yaitu :

1. Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
meaningfull learning. Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan
media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah
pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu
peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi.
Kegiatan  mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam
Permendikbud No. 81A/2013, hendaklah  guru membuka secara luas dan bervariasi
kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat,
menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk
melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca,
mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek.
2. Menanya
Kegiatan menanya dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam
Permendikbud No. 81A/2013, adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang
tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi
tambahan tentang apa yang diamati ( dimulai dari pertanyaan factual sampai pertanyaan
yang bersifat hipotetik ). Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini
adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan
pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar
sepanjang hayat.
3. Menalar
Secara umum dapat dikatakan bahwa penalaran adalah proses berfikir yang logis
dan sistematis atas fakta-fakta yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan
berupa pengetahuan. Dalam proses pembelajaran matematika, pada umumnya proses
menalar terjadi secara simultan dengan proses mengolah atau menganalisis kemudian
diikuti dengan proses menyajikan atau mengkomunikasikan hasil penalaran sampai
diperoleh suatu simpulan. Bentuk penyajian pengetahuan atau keterampilan matematika
sebagai hasil penalaran dapat berupa konjektur atau dugaan sementara atau hipotesis.
Ada dua cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran
induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena khusus
untuk hal-hal yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak
berpijak pada hasil pengamatan indrawi atau pengalaman empirik.
Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari
pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang
bersifat khusus. Cara kerja menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang
umum terlebih dahulu untuk kemudian dihubungkan ke dalam bagian-bagiannya yang
khusus (Sudarwan, 2013). Penalaran yang paling dikenal dalam matematika terkait
penarikan kesimpulan adalah modus ponen, modus tolen dan silogisme.
4. Mencoba
Berdasarkan hasil penalaran yang diperoleh pada tahap sebelumnya yakni berupa
konjektur atau dugaan sementara sampai diperoleh kesimpulan, maka selanjutnya perlu
dilakukan kegiatan mencoba. Kegiatan mencoba dalam proses pembelajaran
matematika di sekolah dimaknai sebagai menerapkan pengetahuan atau keterampilan
hasil penalaran ke dalam suatu situasi atau bahasan yang masih satu lingkup, kemudian
diperluas ke dalam situasi atau bahasan yang berbeda lingkup.
Tahap mencoba ini menjadi wahana bagi siswa untuk membiasakan diri berkreasi
dan berinovasi menerapkan dan memperdalam pengetahuan atau keterampilan yang
telah dipelajari bersama guru. Dengan memfasilitasi kegiatan mencoba ini siswa
diharapkan tidak terkendala dalam memecahkan permasalahan matematika yang
merupakan salah satu tujuan penting dan mendasar dalam belajar matematika.
Pengalaman mencoba akan melatih siswa yang memuat latihan mengasah pola
pikir, sikap dan kebiasaan memecahkan masalah itulah yang akan banyak memberi
sumbangan bagi siswa dalam menuju kesuksesan mengarungi kehidupan sehari-hari.
Kurikulum 2013 secara eksplisit menyiapkan siswa agar terampil memecahkan masalah
melalui penataan kompetensi kompetensi dasar matematika yang dipelajari siswa.
Kegiatan mencoba mencakup merencanakan, merancang, dan melaksanakan
eksperimen, serta memperoleh, menyajikan, dan mengolah data.
5. Mengkomunikasikan
Kegiatan mengkomunikasikan dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana
disampaikan dalam Permendikbud Nomor  81a Tahun 2013, adalah menyampaikan
hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau
media lainnya. Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah
mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis,
mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan
berbahasa yang baik dan benar. 

E. Pengertian Model/Metode Pembelajaran


Menurut UUSPN No. 20/2003, Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Hamalik
(2002:57), pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, dan proses yang saling mempegaruhi mencapai tujuan
pembelajaran.
Menurut Knirk dan Gustafson (2005), Pembelajaran merupakan setiap kegiatan yang
dirancang oleh guru untuk membantu seorang mempelajari suatu kemampuan dan nilai
yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan
evaluasi dalm konteks kegiatan belajar mengajar.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:740), metode merupakan cara teratur
yang digunakan untuk melaksanakn suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang
dikehendaki.
Menurut M. sobri Sutikno (2009:88), metode pembelajaran adalah cara-cara
menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses
pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan.
Menurut J.J Hasibuddin dan Moedijono (2002:3), metode pembelajaran adalah alat
yang dapat merupakan bagian dari perangkat alat dan cara dalam pelaksanaan suatu
strategi pembelajaran.

F. Jenis-jenis Model/Metode Pembelajaran


1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
a. Defenisi Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Model pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah model pembelajaran
yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk
belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik
bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata. Ada lima strategi dalam
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, yaitu:
1) Permasalahan sebagai kajian
2) Permasalahan sebagai penjajak pemahaman
3) Permasalahan sebagai contoh
4) Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses
5) Permasalahan sebagai stimulus aktivitas autentik
b. Prinsip Proses Pembelajaran Dalam Problem Based Learning
1) Pendefinisian Masalah (Defining the Problem)
Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau permasalahan
dan peserta didik melakukan berbagai kegiatan brainstorming dan semua anggota
kelompok mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara
bebas, sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat.
2) Pembelajaran Mandiri (Self Learning)
Peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang
sedang diinvestigasi. Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk artikel tertulis
yang tersimpan di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang
yang relevan.
3) Tahap investigasi (investigation)
Tahap investigasi memiliki dua tujuan utama, yaitu:
a) Agar peserta didik mencari informasi dan mengembangkan pemahaman yang
relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di kelas.
b) Informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu dipresentasikan di kelas dan
informasi tersebut haruslah relevan dan dapat dipahami.
4) Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge)
Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam
langkah pembelajaran mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya peserta
didik berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya dan
merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Pertukaran pengetahuan ini
dapat dilakukan dengan cara peserrta didik berkumpul sesuai kelompok dan
fasilitatornya.
5) Penilaian (Assessment)
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan
(knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap
penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang
dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis,
PR, dokumen, dan laporan.Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari
penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun
kemampuan perancangan dan pengujian.
c. Tahapan-tahapan PBL

Fase-fase Prilaku Guru


Fase 1  Menjelaskan tujuan
Orientasi siswa terhadap
pembelajaran, menjelaskan
sekolah
logistic yang dibutuhkan
 Memotivasi siswa untuk terlibat
aktif dalam pemecahan masalah
yang dipilih
Fase 2 Membantu siswa mendefinisikan dan
Mengorganisasikan siswa
mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut
Fase 3 Mendorong siswa untuk mengumpulkan
Membimbing penyelidikan
informasi yang sesuai, melaksanakan
individu dan kelompok
eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah
Fase 4 Membantu siswa dalam merencanakan
Mengembangkan dan
dan menyiapkan karya yang sesuai
menyajikan karya
seperti laporan, model, dan berbagai
tugas dengan teman
Fase 5 Mengevaluasi hasil belajar tentang
Menganalisis dan
materi yang telah dipelajari/ meminta
mengevaluasi proses
kelompok perserentasi hasil kerja
pemecahan masalah
d. Sistem Penilaian Model Problem Based Learning
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge),
kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan
yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir
semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen dan laporan.
Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu
pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan
pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft
skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam
tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut
ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment.
Penilaian dapat dilakukan dengan portofolio yang merupakan kumpulan yang
sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan
belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran.
Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi diri (self-
assessment) dan peer-assessment.
Self-assessment: Penilaian yang dilakukan oleh pebelajar itu sendiri terhadap
usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin
dicapai (standard) oleh pebelajar itu sendiri dalam belajar.
Peer-assessment: Penilaian di mana pelajar berdiskusi untuk memberikan
penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah
dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya.
2. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Projec Based Learning)
a. Definisi Model pembelajaran Berbasis Proyek
Pembelajaran berbasis proyek adalah sebuah model pembelajaran yang
inovatif, dan lebih menekankan pada belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan
yang kompleks. Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan model pembelajaran
yang memberikan kesempatan kepada pendidik atau guru untuk mengelola
pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek.
Pembelajaran berbasis proyek melalui pembelajaran kerja proyek, kreativitas
dan motivasi siswa akan meningkat. Kerja proyek dipandang sebagai bentuk open
ended contextual activity bases learning, dan merupakan bagian dari proses
pembelajaran yang memberi penekanan kuat pada pemecahan masalah sebagai suatu
usaha kolaboratif, yang dilakukan dalam proses pembelajaran pada periode tertentu.
b. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Berbasis Proyek
1) Prinsip sentralistis (centrality) menegaskan bahwa kerja proyek merupakan esensi
dari kurikulum. Model ini merupakan pusat strategi pembelajaran, dimana peserta
didik belajar konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek
2) Kerja proyek berfokus pada “pertanyaan dan permasalahan” yang dapat
mendorong peserta didik untuk berjuang memperoleh konsep atau prinsip utama
suatu bidang tertentu. Kaitan antara pengetahuan konseptual dengan aktivitas
nyata dapat ditemui melalui pengajuan pertanyaan ataupun dengan cara
memberikan masalah dalam bentuk definisi yang lemah.
3) Prinsip investigasi konstruktif (constructive investigation) merupakan proses
yang mengarah kepada pencapaian tujuan, yang mengandung kegiatan inkuiri,
pembangunan konsep, dan resolusi. Dalam investigasi memuat proses
perancangan, pembuatan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah,
discovery, dan pembentukan model.
4) Prinsip otonomi (autonomi) dalam pembelajaran berbasis proyek dapat diartikan
sebagai kemandirian peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran,
yaitu bebas menentukan pilihannya sendiri, bekerja dengan minimal supervisi,
dan bertanggung jawab.
5) Prinsip realistis (realism) berarti bahwa proyek merupakan sesuatu yang nyata,
bukan seperti disekolah. Pembelajaran berbasis proyek harus dapat memberikan
perasaan realistis kepada peserta didik, termasuk produk, pelanggan, maupun
standar produknya. Pembelajaran berbasis proyek mengandung tantangan nyata
yang berfokus pada permasalahan yang autentik, bukan dibuat-buat, dan
solusinya dapat diimplementasikan di lapangan.
c. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Proyek
1) Peserta didik membuat keputusan dan membuat kerangka kerja.
2) Terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya.
3) Peserta didik merancang proses untuk memperoleh hasil.
4) Peserta didik bertanggung jawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi
yang  di kumpulkan.
5) Peserta didik melakukan evaluasi secara kontinyu.
6) Peserta didik secara teratur melihat kembali apa yang mereka kerjakan.
7) Hasil akhir berupa produk dan dievaluasi kualitasnya.
8) Kelas memiliki atmosfir yang memberi toleransi kesalahan dan perubahan.
d. Tahapan-tahapan Pembelajaran Berbasis Proyek
1) Start With the Essential Question
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang
dapat memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas.
Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan
sebuah investigasi mendalam. Pengajar berusaha agar topik yang diangkat relefan
untuk para peserta didik.
2) Design a Plan for the Project
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik.
Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek
tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat
mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan
berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat
diakses untuk membantu penyelesaian proyek.
3) Create a Schedule
Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas
dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain:
a) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek,
b) membuat deadline penyelesaian proyak,
c) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru,
d) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak
berhubungan dengan proyek,
e) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan
suatu cara.
4) Monitor the Students and the Progress of the Project
Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas
peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara
menfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain pengajar berperan
menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah proses
monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang
penting.
5) Assess the Outcome
Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur
ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing
peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah
dicapai peserta didik, membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran
berikutnya.
6) Evaluate the Experience
Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan
refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi
dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik
diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamanya selama
menyelesaikan proyek. Pengajar dan peserta didik mengembangkan diskusi
dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada
akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab
permasalahan yang diajukan.
e. Kekurangan dan Kelebihan Pembelajaran Berbasis Proyek
Kelebihan Pembelajaran Berbasis Proyek yaitu:
1) Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong
kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk
dihargai.
2) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
3) Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-
problem yang kompleks.
4) Meningkatkan kolaborasi.
5) Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan
keterampilan komunikasi.
6) Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.
7) Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam
mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain
seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
8) Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks
dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata.
9) Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan
menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan
dunia nyata.
10) Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik
maupun pendidik menikmati proses pembelajaran
Kekurangan Pembelajaran Berbasis Proyek yaitu :
1) Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
2) Membutuhkan biaya yang cukup banyak
3) Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana
instruktur memegang peran utama di kelas.
4) Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
5) Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan
informasi akan mengalami kesulitan.
6) Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.
7) Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda,
dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan.

3. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)


a. Defenisi Pembelajaran Penemuan
Model pembelajaran penemuan adalah proses pembelajaran yang terjadi
apabila siswa tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi
diharapkan siswa mengorganisasi sendiri.
Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri dan
Problem Solving. Pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya
konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui dan masalah yang dihadapkan
kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru.
b. Langkah-Langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Discovery Learning
1) Langkah Persiapan
Langkah persiapan model pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah
sebagai berikut:
a) Menentukan tujuan pembelajaran
b) Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya 
belajar, dan sebagainya)

c) Memilih materi pelajaran.

d) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari


contoh-contoh generalisasi)

e) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi,


tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa

f) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang 


konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik

g) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa

c. Pelaksanaan Pembelajaran Penemuan


1) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar
timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai
kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku,
dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar
yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.
2) Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-
agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya
dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah).
3) Data collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para
siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini
berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya 
hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan
(collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati
objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan
sebagainya.
4) Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah
data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara,
observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.
Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya,
semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung
dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.
5) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan
alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244).
Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan
baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh
yang ia jumpai dalam kehidupannya.
6) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua
kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah,
2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka  dirumuskan prinsip-prinsip yang
mendasari generalisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

http://fuzinoviyanti.wordpress.com/2013/10/27/pendekatan-pembelajaran-scientific-dan-
kontekstual/

Mulyasa, E. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Mulyasa, E. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep Karakteristik, dan Implementasi.


Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nana,Sudjana, R. Ibrahim. 2000. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Ban-dung: Sinar


Baru.

Nasution, S. 1989. Kurikulum dan Pengajaran.Bandung: Bumi Aksara.

Sanjaya, Wina. (2008). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana


Sudijono, Anas. 2010. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sumantri, mulyani dan Permana. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Mulana.
Suryosubroto, B. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta.

Suryani, Mulia. 2014. Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber
Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan.

Winataputra, Udin. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai