Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan mutu pembelajaran di sekolah akan selalu mendapatkan


perbaikan-perbaikan secara berkelanjutan. Perbaikan dan penyempurnaan
pembelajaran di sekolah itu, dilakukan melalui perubahan kurikulum sekolah
oleh pemerintah. Kurikulum bersifat dinamis, harus selalu menyesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan. Selain itu, melalui berbagai observasi dan
evaluasi pendidikan, masukan dari para pakar pendidik serta masukan dari
masyarakat yang peduli pendidikan, pemerintah berusaha untuk memperbaiki
kurikulum itu yang dipandang perlu untuk diadakan perbaikan dan
penyempurnaan. Meskipun masyarakat banyak yang mengasumsikan bahwa
setiap pergantian menteri kurikulum selalu berganti. Sebagai guru yang
profesional sudah seharusnya cepat merespon perubahan kurikulum. Perubahan
kurikulum yang terjadi merupakan hal yang biasa dan merupakan suatu
kepercayaan dalam rangka mengikuti perkembangan masyarakat yang begitu
cepat (Kusnandar, 2007:107).
Pendidikan di Indonesia saat ini menerapkan kurikulum 2013 dalam
pembelajaran. Proses pembelajaran unutk jenjang sekolah dasar atau yang
sederajat menggunakan pendekatan saintifik dan tematik. Model pembelajaran
tematik terintegrasi dikembangkan pertama kali pada awal tahun 1970-an. Model
pembelajaran tematik diyakini sebagai salah satu model pembelajaran yang
efektif, karena mampu mewadahi dan menyentuh secara integratif dimensi emosi,
fisik, dan akademik di lingkungan kelas maupun di lingkungan sekolah.
Pendekatan saintifik juga dijadikan salah satu acuan dalam mengembangkan
kegiatan pembelajaran yang melibatkan partisipasi aktif siswa dan proses berpikir
yang konstruktif. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pada bagian selanjutnya
dijelaskan mengenai pendekatan saintifik, tematik, dan penerapannnya pada
bahan ajar sekolah dasar, khususnya pada kelas rendah.

1
2

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka terdapat beberapa
rumusan masalah, antara lain.
1. Bagaimana pendekatan saintifik pada pengembangan bahan ajar di SD?
2. Bagaimana pendekatan tematik integratif pada pengembangan bahan ajar di
SD?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan pembuatan makalah ini
meliputi.
1. Menjelaskan pendekatan saintifik pada pengembangan bahan ajar di SD.
2. Menjelaskan pendekatan tematik integratif pada pengembangan bahan ajar di
SD.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendekatan Saintifik
Pendekatan pembelajaran merupakan sudut pandang seseorang mengenai
pembelajaran. Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi,
menguatkan, dan melatari pemikiran tentang bagaimana metode pembelajaran
diterapkan berdasarkan teori tertentu. Salah satu pendekatan yang dapat
digunakan dalam pembelajaran adalah pendekatan saintifik, yaitu pendekatan
yang menggunakan langkah-langkan serta kaidah ilmiah dalam proses
pembelajaran. Langkah ilmiah yang diterapkan meliputi menemukan masalah,
merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis
data, dan menarik kesimpulan (Daryanto, 2014: 51).
Pembelajaran pada Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik
atau pendekatan berbasis proses keilmuan. Model pembelajaran merupakan suatu
bentuk pembelajaran yang memiliki nama, ciri, sintak, pengaturan, dan budaya
misalnya discovery learning, project-based learning, problem-based learning,
inquiry learning (Permendikbud 103 Tahun 2014, Kemendikbud,2013:10).
Sementara itu, berkaitan dengan komponen dalam mengajar, Mc Collum dalam
Musfiqon dan Nurdyansyah (2015:38) perlu diperhatikan yaitu komponen penting
dalam mengajar menggunakan pendekatan saintifiknya antara lain menyajikan
pembelajaran yang dapat meningkatkan rasa keingintahuan (foster a sense of
wonder), meningkatkan keterampilan mengamati (encourage observation),
melakukan analisis (push for analysis) dan berkomunikasi (require
communication). Dari keempat komponen tersebut dapat dijabarkan ke dalam
lima praktek pembelajaran seperti yang ada dalam dokumen kurikulum 2013
yaitu:
Tabel 2.1. Langkah Pendekatan Saintifik/Ilmiah
Instumen Uraian
Mengamati Kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan peserta didik misalnya
membaca, mendengar, menyimak, melihat (dengan atau tanpa alat).
Kompetensi yang ingin dikembangkan melalui pengalaman belajar
mengamati adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan
kemampuan mencari informasi.

3
4

Instumen Uraian
Menanya Kegiatan belajar yang dapat dilakukan adalah mengajukan
pertanyaan tentang informasi apa yang tidak dipahami dari apa yang
diamati atau pertanyaan untuk memperoleh informasi tambahan
tentang apa yang sedang mereka amati. Pertanyaan yang peserta
didik ajukan semestinya dapat dimulai dari pertanyaan-pertanyaan
yang bersifat faktual saja hingga mengarah kepada pertanyaan-
pertanyaan yang sifatnya hipotetik (dugaan). Kompetensi yang
dikembangkan adalah pengembangan kreativitas, rasa ingin tahu
(curiousity), kemampuan merumuskan pertanyaan untuk
pengembangan keterampilan berpikir kritis, dan pembentukan
karakter pebelajar sepanjang hayat (life long learner).
Pengumpulan Kegiatan ini adalah melakukan eksperimen, membaca beragam
Informasi sumber informasi lainnya selain yang terdapat pada buku teks,
mengamati objek, mengamati kejadian, melakukan aktivitas
tertentu, hingga berwawancara dengan seorang nara sumber.
Kompetensi yang ingin dikembangkan antara lain: peserta didik
akan mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai
pendapat orang lain, memiliki kemampuan berkomunikasi,
memiliki kemampuan mengumpulkan informasi dengan beragam
cara, mengembangkan kebiasaan belajar, hingga menjadi seorang
pebelajar sepanjang hayat (life long learner).
Mengasosisi Bentuk kegiatan belajar yang dapat diberikan tenaga pendidik
antara lain pengolahan informasi mulai dari beragam informasi
yang memperdalam dan memperluas informasi hingga informasi
yang saling mendukung, bahkan yang berbeda atau bertentangan.
Melalui pengalaman belajar ini diharapkan peserta didik akan
mengembangkan
sikap jujur, teliti, disiplin, taat kepada aturan, bekerja keras, mampu
menerapkan suatu prosedur dalam berpikir secara deduktif atau
induktif untuk menarik suatu kesimpulan.
Komunikasi Memberikan pengalaman belajar untuk melakukan kegiatan belajar
berupa menyampaikan hasil pengamatan yang telah dilakukannya,
kesimpulan yang diperolehnya berdasarkan hasil analisis, dilakukan
baik secara lisan, tertulis, atau cara-cara dan media lainnya. Ini
dimaksudkan agar peserta didik mempunyai kesempatan untuk
mengembangkan kompetensinya dalam hal pengembangan sikap
jujur, teliti, toleransi, berpikir secara sistematis, mengutarakan
pendapat dengan cara yang singkat dan jelas, hingga
berkemampuan berbahasa secara baik dan benar.
Sumber: Musfiqon dan Nurdyansyah (2015:38-40)
Menurut Musfiqon dan Nurdyansyah (2015:40), kelima langkah dalam
pendekatan saintifik tersebut dapat dilakukan secara berurutan atau tidak
berurutan, terutama pada langkah pertama dan kedua, sedangkan pada langkah
ketiga dan seterusnya sebaiknya dilakukan secara berurutan. Langkah ilmiah ini
5

diterapkan untuk memberikan ruang lebih pada peserta didik dalam membangun
kemandirian belajar serta mengoptimalkan potensi kecerdasan yang dimiliki.
Peserta didik diminta untuk mengkonstruk sendiri pengetahuan, pemahaman, serta
skill dari proses belajar yang dilakukan, sedangkan tenaga pendidik mengarahkan
serta memberikan penguatan dan pengayaan tentang apa yang dipelajri bersama
peserta didik.
Secara konsep pendekatan ini lebih mengarah pada model pendidikan
humanis (Musfiqon dan Nurdyansyah, 2015:40), yaitu pendidikan yang
memberikan ruang pada peserta didik untuk berkembang sesuai potensi
kecerdasan yang dimiliki. Peserta didik menjadi pusat belajar, tidak menjadi
obyek pembelajaran. Dengan demikian karakter, skill, serta kognisi peserta didik
dapat berkembang secara lebih optimal.
Berikut dijelaskan lebih lanjut mengenai langkah-langkah pendekatan
saintifik/ilmiah sebagai landasan dalam pengembangan bahan ajar.
1. Mengamati
Mengamati, yaitu kegiatan siswa mengidentifikasi melalui indera penglihat
(membaca, menyimak), pembau, pendengar, pengecap dan peraba pada waktu
mengamati suatu objek dengan ataupun tanpa alat bantu (Sufairoh,2016:121).
Alternatif kegiatan mengamati antara lain observasi lingkungan, mengamati
gambar, video, tabel dan grafik data, menganalisis peta, membaca berbagai
informasi yang tersedia di media masa dan internet maupun sumber lain. Dalam
kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan
peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak,
mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan
pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca,
mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek (Kemdikbud,2013:9).
Bentuk hasil belajar dari kegiatan mengamati adalah siswa dapat mengidentifikasi
masalah (Sufairoh,2016:121).
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh
langkah-langkah seperti berikut ini.
a. Menentukan objek apa yang akan diobservasi
b. Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan
diobservasi
6

c. Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer
maupun sekunder
d. Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi
e. Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk
mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar
f. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti
menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-
alat tulis lainnya. (Kemendikbud, 2014:28).

2. Menanya
Menanya, yaitu kegiatan siswa mengungkapkan apa yang ingin
diketahuinya baik yang berkenaan dengan suatu objek, peristiwa, suatu proses
tertentu (Sufairoh,2016:121). Dalam kegiatan menanya, siswa membuat
pertanyaan secara individu atau kelompok tentang apa yang belum diketahuinya.
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada
peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca
atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan
pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai
kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain
yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan
yang bersifat hipotetik (Kemdikbud,2013:10). Hasil belajar dari kegiatan menanya
adalah siswa dapat merumuskan masalah dan merumuskan hipotesis.
Pertanyaaan berbeda dengan penugasan. Penugasan yang menginginkan
tindakan nyata, sedangkan pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan
verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan
juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan
verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-ciri kalimat yang efektif?
Bentuk pernyataan, misalnya: Sebutkan ciri-ciri kalimat efektif!
Fungsi bertanya dalam pembelajaran antara lain membangkitkan rasa ingin
tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik
pembelajaran, mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar,
serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri, mendiagnosis
kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari
solusinya, menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas
7

substansi pembelajaran yang diberikan, membangkitkan keterampilan peserta


didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara
logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar, mendorong
partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan
kemampuan berpikir, dan menarik simpulan, membangun sikap keterbukaan
untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa
kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok,
membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam
merespon persoalan yang tiba-tiba muncul, dan melatih kesantunan dalam
berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain
(Kemendikbud, 2014:29).
Pertanyaan guru yang baik dan benar menginspirasi peserta didik untuk
memberikan jawaban yang baik dan benar pula. Guru harus memahami kualitas
pertanyaan, sehingga menggambarkan tingkatan kognitif seperti apa yang akan
disentuh, mulai dari yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi. Bobot pertanyaan
yang menggambarkan tingkatan kognitif yang lebih rendah hingga yang lebih
tinggi disajikan berikut ini.
Tabel 2.2 Pertanyaan Tipe Kognitif
Tingkatan Subtingkatan Kata-kata kunci pertanyaan

Kognitif  Pengetahuan  Apa...


yang lebih (knowledge)  Siapa...
rendah  Kapan...
 Di mana...
 Sebutkan...
 Jodohkan atau pasangkan...
 Persamaan kata...
 Golongkan...
 Berilah nama...
 dan lain-lain
 Pemahaman  Terangkahlah...
(comprehension)  Bedakanlah...
 Terjemahkanlah...
 Simpulkan...
 Bandingkan...
 Ubahlah...
 Berikanlah interpretasi...
8

Tingkatan Subtingkatan Kata-kata kunci pertanyaan

 Penerapan  Gunakanlah...
(application  Tunjukkanlah...
 Buatlah...
 Demonstrasikanlah...
 Carilah hubungan...
 Tulislah contoh...
 Siapkanlah...
 Klasifikasikanlah...
Kognitif  Analisis  Analisislah...
yang lebih (analysis)  Kemukakan bukti-bukti…
tinggi  Mengapa…
 Identifikasikan…
 Tunjukkanlah sebabnya…
 Berilah alasan-alasan…
 Sintesis  Ramalkanlah…
(synthesis)  Bentuk…
 Ciptakanlah…
 Susunlah…
 Rancanglah...
 Tulislah…
 Bagaimana kita dapat memecahkan…
 Apa yang terjadi seaindainya…
 Bagaimana kita dapat memperbaiki…
 Kembangkan…
 Evaluasi  Berilah pendapat…
(evaluation)  Alternatif mana yang lebih baik…
 Setujukah anda…
 Kritiklah…
 Berilah alasan…
 Nilailah…
 Bandingkan…
 Bedakanlah…
Sumber: Kemendikbud (2014:30).

3. Mengumpulkan Informasi/Eksperimen
Mengumpulkan informasi, yaitu kegiatan siswa mencari data/informasi
sebagai bahan untuk dianalisis dan disimpulkan (Sufairoh,2016:121). Kegiatan
mengumpulkan data dapat dilakukan dengan cara membaca buku, memperhatikan
fenomena atau objek yang lebih teliti, mengumpulkan data sekunder, observasi
lapangan, uji coba (eksperimen), wawancara, menyebarkan kuesioner, dan lain-
lain. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi (Kemendikbud,
9

2013:10). Hasil belajar dari kegiatan mengumpulkan data adalah siswa dapat
menguji hipotesis (Sufairoh,2016:121).
4. Menalar
Mengasosiasi, yaitu kegiatan siswa mengolah data dalam bentuk
serangkaian aktivitas fisik dan pikiran dengan bantuan peralatan tertentu
(Sufairoh,2016:121). Bentuk kegiatan mengolah data antara lain melakukan
klasifikasi, pengurutan (sorting), menghitung, membagi, dan menyusun data
dalam bentuk yang lebih informatif, serta menentukan sumber data sehingga lebih
bermakna. Kegiatan siswa dalam mengolah data misalnya membuat tabel, grafik,
bagan, peta konsep, menghitung, dan pemodelan. Selanjutnya siswa menganalisis
data untuk membandingkan ataupun menentukan hubungan antara data yang telah
diolahnya dengan teori yang ada sehingga dapat ditarik simpulan dan atau
ditemukannya prinsip dan konsep penting yang bermakna dalam menambah
skema kognitif, meluaskan pengalaman, dan wawasan pengetahuannya. Informasi
tersebut menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya yaitu memeroses informasi untuk
menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan
pola dari keterkaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari
pola yang ditemukan (Kemendikbud,2013:10). Lebih lanjut dijelaskan
Kemendikbud (2013:10) bahwa Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari
yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan
informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki
pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Hasil belajar dari
kegiatan menalar/mengasosiasi adalah siswa dapat menyimpulkan hasil kajian
dari hipotesis (Sufairoh,2016:121).
5. Mengomunikasikan
Mengomunikasikan, yaitu kegiatan siswa mendeskripsikan dan
menyampaikan hasil temuannya dari kegiatan mengamati, menanya,
mengumpulkan dan mengolah data, serta mengasosiasi yang ditujukan kepada
orang lain baik secara lisan maupun tulisan dalam bentuk diagram, bagan,
gambar, dan sejenisnya dengan bantuan perangkat teknologi sederhana dan atau
teknologi informasi dan komunikasi (Sufairoh,2016:121). Kegiatan ini menurut
Kemendikbud (2013:11) adalah menuliskan atau menceritakan apa yang
10

ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan


pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar
peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Anak perlu dibiasakan untuk
mengemukakan dan mengkomunikasikan ide, pengalaman, dan hasil belajarnya
kepada orang lain ( teman atau guru bahkan orang luar). Hasil belajar dari
kegiatan mengomunikasikan adalah siswa dapat memformulasikan dan
mempertanggungjawabkan pembuktian hipotesis (Sufairoh,2016:121-122).

B. Pendekatan Tematik Integratif


1. Pengertian Pembelajaran Tematik Integratif
Penetapan pendekatan tematik dalam pembelajaran di kelas rendah oleh
BSNP tidak lepas dari perkembangan konsep dari pendekatan integratif itu
sendiri. Jika dilihat dari perkembangan konsep pendekatan integratif di Indonesia,
saat ini model pembelajaran yang dipelajari dan berkembang adalah model
pembelajaran integratif yang dikemukakan oleh Fogarty (1990). Model
pembelajaran integratf yang dikemukakan oleh Fogarty berawal dari konsep
pendekatan interdisipliner yang dkembangkan oleh Jacob (1989).
Pembelajaran tematik merupakan salah satu model pembelajaran integratif
(integrated instruction) yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang
memungkinkan siswa baik secara individu maupun kelompok aktif menggali dan
menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan
autentik (Majid & Rochman, 2015:106). Pembelajaran tematik merupakan suatu
pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek
baik dalam intramata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya
pemaduan itu, siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh
sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Kata bermakna memiliki
arti bahwa pada pembelajaran tematik siswa akan memahami konsep-konsep yang
mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan nyata, yang menghubungkan
antara konsep-konsep dalam intra maupun antar mata pelajaran. Apabila
dibandingkan dengan pendekatan konvensional, pembelajaran tematik lebih
menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, sehingga siswa
aktif terlibat dalam proses pembelajaran untuk pembuatan keputusan.
11

Kurikulum 2013 SD/MI menggunakan pendekatan pembelajaran tematik


integratif dari kelas I sampai kelas VI. Pembelajaran tematik integratif merupakan
pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari
berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Kata tema berasal dari kata
Yunani “tithenai” yang berarti menempatkan atau meletakkan, kemudian kata itu
mengalami perkembangan sehingga tithenai berubah menjadi tema. Menurut
Keraf (dalam Majid & Rochman, 2015:107) arti kata, tema berarti sesuatu yang
telah diuraikan atau sesuatu yang telah ditempatkan.
Selanjutnya, menurut Majid & Rochman (2015:107), pengertian tema
secara luas adalah alat atau wadah untuk mengenalkan berbagai konsep kepada
siswa secara utuh. Dalam pembelajaran, tema diberikan dengan maksud
menyatukan isi kurikulum dalam satu kesatuan yang utuh, memperkaya
perbendaharaan bahasa siswa dan membuat pembelajaran lebih bermakna.
Penggunaan tema dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep
secara mudah dan jelas. Pembelajaran tematik merupakan suatu strategi
pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan
pengalaman yang bermakna kepada siswa. Keintegratifan pembelajaran ini dapat
dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar
mengajar. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran tematik integratif adalah pembelajaran integratif yang menggunakan
tema sebagai pemersatu materi dalam beberapa mata pelajaran sekaligus dalam
satu kali pertemuan.
2. Prinsip Pendekatan Tematik Integratif
Pendekatan tematik integratif memiliki beberapa prinsip menurut Majid &
Rochman (2015:110), antara lain yaitu.
a. Pendekatan tematik integratif memiliki satu tema yang aktual, dekat dengan
dunia siswa dan ada dalam kehidupan sehari-hari. Tema ini menjadi alat
pemersatu materi yang beragam dari beberapa mata pelajaran.
b. Pembelajaran tematik integratif perlu memilih materi beberapa mata pelajaran
yang mungkin saling terkait. Dengan demikian, materi-materi yang dipilih
dapat mengungkapkan tema secara bermakna. Dalam hal ini, mungkin
terdapat materi pengayaan horizontal dalam bentuk contoh aplikasi yang tidak
12

termuat dalam standar isi. Penyajan materi pengayaan seperti ini perlu
dibatasi dengan mengacu pada tujuan pembelajaran.
c. Pembelajaran tematik integratif tidak boleh bertentangan dengan tujuan
kurikulum yang berlaku tetapi sebaliknya pendekatan tematik integratif harus
mendukung pencapaian tujuan utuh kegiatan pembelajaran yang termuat
dalam kurikulum.
d. Materi pembelajaran yang dapat dipadukan dalam satu tema selalu
mempertimbangkan karakteristik siswa seperti minat, kemampuan,
kebutuhan, dan pengetahuan awal.
e. Materi pembelajaran yang dipadukan tidak terlalu dipaksakan, artinya materi
yang tidak mungkin dipadukan tidak usah dipadukan.
3. Karakteristik Pendekatan Tematik Integratif
Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pendekatan tematik
integratif memiliki beberapa karakteristik menurut Majid & Rochman (2015:111)
sebagai berikut.
a. Berpusat pada Siswa. Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang
berpusat pada siswa (student centered). Hal ini sesuai dengan pendekatan
belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar,
sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yang memberikan
kemudahan bagi siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
b. Memberikan pengalaman langsung pembelajaran tematik dapat memberikan
pengalaman langsung kepada siswa (direct experience). Dengan pengalaman
langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai
dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
c. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas. Menyajikan konsep dari
berbagai mata pelajaran. Dengan demikian, siswa dapat memahami konsep-
konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
d. Bersifat fleksibel, dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata
pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, bahkan mengaitkannya dengan
lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
e. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.
13

4. Model-Model Pendekatan Tematik Integratif


Ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topik, dan unit
tematisnya, menurut seorang ahli Robin Fogarty (dalam Majid & Rochman,
2015:116), terdapat sepuluh cara atau model dalam merencanakan materi
pembelajaran integratif. Kesepuluh cara atau model tersebut adalah, fragmented,
connected, nested, sequenced, shared, webbed, threaded, integrated, immersed,
dan networked.
Dari sepuluh model integratif tersebut, berdasarkan sifat keintegratifannya
dapat dibedakan menjadi tiga yaitu
a. model dalam satu desain ilmu, yang meliputi model connected
(keterhubungan) dan nested (terangkai);
b. model antar bidang studi yang meliputi model sequenced (keterurutan),
model shared (berbagi), model webbed (jaring laba-laba), model threaded
(bergalur), dan model integrated (keintegratifan); dan
c. model lintas siswa yang meliputi model immersed dan model network
(Fogarty, 1991:4)
Selanjutnya menurut Majid & Rochman (2015:112) terdapat beberapa
model pembelajaran tematik yang digunakan dalam kurikulum di Indonesia
meliputi,
a. Model hubungan/terkait (connected model)
Pada model pembelajaran ini ciri utamanya adalah adanya upaya untuk
menghubungkan beberapa materi (bahan kajian) ke dalam satu disiplin ilmu.
Sebuah model penyajian yang menghubungkan, materi satu dengan materi yang
lain. Menghubungkan tugas/keterampilan yang satu dengan tugas/ketrampilan
yang lain. Keunggulan model ini, peserta didik memperoleh gambaran yang
menyeluruh tentang sebuah konsep, sehingga transfer pengetahuan lebih mudah
dilakukan karena konsep pokok dikembangkan secara terus menerus.
b. Model jaring laba-laba (webbed model)
Model pembelajaran ini diawali dengan pemilihan tema. Setelah tema
ditentukan dilanjutkan dengan pemilihan sub-sub tema dengan memperhatikan
14

keterkaitannya antar mata pelajaran. Aktivitas belajar siswa direncanakan


berdasarkan sub-sub tema yang sudah ditentukan. Keuntungan model
pembelajaran ini bagi peserta didik adalah diperolehnya pandangan secara utuh
tentang kegiatan dari ilmu yang berbeda-beda.
c. Model Terpadu (integrated model)
Model terpadu (integrated model) Model pembelajaran ini menggunakan
pendekatan antar mata pelajaran yang dipadukan. Beberapa mata pelajaran dicari
konsep, sikap, dan ketrampilan yang tumpang tindih dipadukan menjadi satu.
Kegiatan guru pertama menyeleksi konsep, nilai-nilai dan ketrampilan yang
memiliki keterkaitan erat satu sama lain dari berbagai mata pelajaran.
Keuntungan medel pembelajaran ini bagi peserta didik adalah lebih mudah
mengaitkan materi pembelajaran dari berbagai mata pelajaran. Model inilah
yang dikembangkan sebagai pembelajaran tematik terpadu di kurikulum 2013.

5. Tahapan Pendekatan Tematik Integratif


Menurut William (dalam Sa’ud, 2006) langkah-langkah penggunaan
pendekatan saintifik dalam pembelajaran tematik adalah sebagai berikut.
a. Invitasi/ Apersepsi
Pada tahap ini guru melakukan brainstrorming dan menghasilkan
kemungkinan topik untuk penyelidikan. Topik dapat bersifat umum atau khusus,
tetapi harus mampu menimbulkan minat siswa dan memberikan wilayah yang
cukup untuk penyelidikan. Menurut Aisyah, apersepsi dalam kehidupan dapat
dilakukan, yaitu dengan mengaitkan peristiwa yang telah diketahui siswa dengan
materi yang akan dibahas. Dengan demikian, tampak adanya kesinambungan
pengetahuan karena diawali dari hal-hal yang telah diketahui siswa sebelumnya
dan ditekankan pada keadaan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari
(kontekstual).
b. Eksplorasi
Pada tahap ini siswa dibawah bimbingan guru mengidentifikasi topik
penyelidikan. Pengumpulan data dan informasi selengkap-lengkapnya tentang
materi dapat dilakukan dengan bertanya (wawancara), mengamati, membaca,
mengidentifikasi, serta menganalisis (menalar) dari sumber-sumber langsung
15

(tokoh, obyek yang diamati) atau sumber tidak langsung misalnya buku, koran,
atau sumber-sumber informasi publik yang lain.
c. Mengusulkan Penjelasan/ Solusi
Pada tahap ini seluruh informasi, temuan, sintesa yang telah
dikembangkan dalam proses penyelidikan dibahas dengan teman secara
berpasangan ataupun dalam kelompok kecil. Saling mengkomunikasikan hasil
temuan, menguji hipotesis kemudian melaporkan atau menyajikannya di depan
kelas untuk menggambarkan temuan setelah pembahasan, tahap ini adalah tahap
proses pembentukan konsep yang dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan
dan metode. Misalnya pendekatan ketrampilan proses, life skill, demonstrasi,
eksperimen, diskusi kelompok, bermain peran dan lain-lain.
d. Mengambil Tindakan
Berdasarkan temuan yang dilaporkan siswa menindaklanjuti dengan
menyusun simpulan serta penerapan dari temuan-temuannya. Untuk
mengungkap pengetahuan dan penguasaan siswa terhadap materi dapat
dilakukan melalui evaluasi. Evaluasi merupakan suatu bentuk pengukuran atau
penilaian terhadap suatu hasil yang telah dicapai. Evaluasi meliputi, pemahaman
konsep dan prinsip sains dalam kehidupan sehari-hari, penerapan konsep dan
ketrampilan sains dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan proses ilmiah dalam
pemecahan masalah, dan pembuatan keputusan yang didasarkan pada konsep-
konsep ilmiah.
e. Penilaian
Penilaian pembelajaran tematik menggunakan 5 (lima) domain, yaitu:
1) konsep, meliputi penguasaan konsep dasar, fakta dan generalisasi
2) proses, penggunaan proses ilmiah dalam menemukan konsep pada saat
penyelidikan (eksplorasi)
3) aplikasi, penggunaan konsep dan proses dalam situasi yang baru atau dalam
kehidupan
4) kreativitas, pengembangan kuantitas dan kualitas pertanyaan, penjelasan, dan
tes untuk memvalidasi penjelasan secara personal
5) sikap, mengembangkan sikap positif. Penilaian otentik sesuai diterapkan
dalam penilaian pembelajaran tematik integratif
16

6. Tema dan Subtema dalam Pembelajaran


Tema merupakan wadah dari berbagai muatan pelajaran. Artinya tema
berfungsi sebagai bahan pembahasan atau pengait antar satu muatan pelajaran
dengan muatan pelajaran lainnya. Dalam menentukan tema dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu dengan mempelajari kompetensi inti dan kompetensi dasar
yang terdapat dalam masing-masing mata pelajaran, dilanjutkan dengan
menentukan tema yang sesuai. Sedangkan cara yang lainnya yaitu dengan
menetapkan terlebih dahulu tema-tema pengikat keterpaduan, untuk menentukan
tema tersebut, guru dapat bekerjasama dengan peserta didik sehingga sesuai
dengan minat dan kebutuhan anak. Tema untuk pembelajaran tematik dapat
berasal dari beberapa sumber, diantaranya adalah isu-isu, masalah-masalah, event-
event khusus, minat siswa, dan literatur.
Tema-tema dalam pembelajaran tematik, sebagaimana dijelaskan Subroto
dan Herawati (2003) juga dapat dikembangkan berdasarkan kriteria berikut.
1. Minat siswa-siswi yang pada umumnya dapat menarik untuk dijadikan
kriteria penentuan tema, seperti hari libur. Kegiatan hari libur sangat
menyenangkan bagi siswa-siswi. Banyak yang dapat dilakukan oleh siswa-
siswi, seperti memain bola, ke sawah, dan sebagainya.
2. Minat guru yang berhubungan dengan sekolah, siswa-siswi atau proses
pembelajaran yang disesuaikan dengan pemahaman siswa-siswi. Misalnya,
guru dapat memilih tema koperasi sekolah. Guru dapat mengembangkan
pertanyaan-pertanyaan seperti apa yang dijual di koperasi sekolah? Dan apa
keuntungan koperasi sekolah?
3. Kebutuhan siswa-siswi, seperti perkelahian antara siswa-siswi yang perlu
pemecahan dan jalan keluar. Siswa-siswi dapat dilibatkan dalam mengambil
pemecahan perkelahian antara siswa-siswi. Oleh karena itu, perkelahian dapat
dijadikan sebagai tema.
Selain kriteria tersebut, menurut Subroto dan Herawati (2003) terdapat
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penentuan tema, yaitu.
1. Penentuan tema merupakan hasil ramuan dari berbagai disiplin ilmu.
17

2. Tema diangkat sebagai sarana untuk mencapai sasaran materi pelajaran dan
prosedur penyampaian.
3. Tema sesuai dengan karakteristik belajar siswa-siswi sehingga perkembangan
anak dapat dimanfaatkan secara maksimal.
4. Tema harus bersifat cukup problematik sehingga kemungkinan luas untuk
melaksanakan kegiatan belajar yang lebih efektif dibanding dengan proses
belajar mengajar yang konvensional.
Disisi yang lain, menurut Tim Pusat Kurikulum dari Departemen
Pendidikan Nasional dalam menetapkan tema perlu memperhatikan beberapa
prinsip, yaitu:
1. Memperhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa-siswi. Tema yang
dipilih sebaiknya tema-tema yang ada dalam kehidupan sehari-hari dan
dialami anak (Sukandi dkk., 2003). Mengangkat realita sehari-hari dapat
menarik minat siswa-siswi dan meningkatkan keterlibatan siswa-siswi dalam
pembelajaran. Dalam pembelajaran tematik, anak belajar tentang dunia nyata
sehingga pencapaian kompetensi dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-
hari. Pembelajaran lebih bermakna karena mudah dipahami. Kebermaknaan
pembelajaran sangat penting karena dapat memberikan pencerahan (insight)
pada anak, juga membuat anak termotivasi dalam belajar sehingga mereka
memiliki minat tinggi dalam pembelajaran (Samani, 2007).
2. Dari yang termudah menuju yang sulit. Dari yang sederhana menuju yang
kompleks. Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang
secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih
kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan
mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta
kedalaman materi.
3. Dari yang konkrit menuju ke yang abstrak. Anak tidak belajar hal yang
abstrak, tetapi belajar dari fenomena kehidupan dan secara bertahap belajar
memecahkan problem kehidupan. Menurut Sukandi,dkk (2003), dunia anak
adalah dunia nyata. Tingkat perkembangan mental anak selalu dimulai
dengan tahap berpikir nyata. Anak-anak biasanya melihat peristiwa atau
objek yang didalamnya memuat sejumlah konsep/materi beberapa mata
18

pelajaran. Misalnya, dalam berbelanja di pasar, anak-anak dihadapkan pada


hitung-menghitung (Matematika), aneka ragam makanan sehat (IPA), dialog
tawar menawar (Bahasa Indonesia), penggunaan uang (IPS), tata cara dan
etika jual beli (Agama), dan mata pelajaran lainnya. Anak belajar beranjak
dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba,
dan diotak-atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai
sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dari hasil
belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa-siswi dihadapkan
dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami,
sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih
dapat dipertanggungjawabkan.
4. Tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir pada diri
siswa-siswi dan membangun pemahaman konsep karena adanya sinergi
pemahaman antar konsep yang dikemas dalam tema.
5. Ruang lingkup tema disesuaikan dengan usia dan perkembangan siswa-siswi,
termasuk minat dan kebutuhan. Dalam pembelajaran tematik, berbagai mata
pelajaran dihubungkan dengan tema yang cocok dengan kehidupan sehari-
hari anak, bahkan diupayakan yang merupakan kesenangan anak pada
umumnya sehingga siswa-siswi tertarik untuk mengikuti pelajaran.
Ketertarikan siswa-siswi pada "apa" yang dipelajari merupakan "pintu"
pertama belajar dan menjadi "kunci" keberhasilan belajar. Sebaliknya, jika
siswa-siswi tidak tertarik belajar bisa menjadi faktor kegagalan dalam belajar
bagi siswa-siswi (Samani, 2007). Tema yang dipilih, menurut Sukandi,dkk
(2003) dapat mengembangkan tiga ranah sasaran pendidikan secara
bersamaan, yaitu kognitif (seperti gagasan konseptual tentang lingkungan dan
alam sekitar), keterampilan (seperti memanfaatkan informasi, menggunakan
alat, dan mengamati gejala alam), dan sikap (jujur, teliti, tekun, menghargai
perbedaan, dan sebagainya).
Berikut ini disajikan contoh peta tema dan subtema di kelas II yaitu
dengan tema hidup rukun. Pada tema ini terdapat 4 subtema yaitu hidup rukun di
rumah, hidup rukun di tempat bermain, hidup rukun di sekolah, dan hidup rukun
di masyarakat. Berkaitan dengan kompetensi dasar Bahasa Indonesia, ada dua
19

Kompetensi dasar yang dikembangkan yaitu KD 3.1 merinci ungkapan, ajakan,


perintah, penolakan yang terdapat dalam teks cerita atau lagu yang
menggambarkan sikap hidup rukun, dan KD 4.1 menirukan ungkapan, ajakan,
perintah, penolakan dalam cerita atau lagu anak-anak dengan bahasa yang santun.

PETA TEMA DAN SUBTEMA KELAS II


TEMA 1 HIDUP RUKUN

Sub Tema 1
Hidup Rukun di Rumah
3.1 Merinci ungkapan,
ajakan, perintah, penolakan
Sub Tema 2 yang terdapat dalam teks
Hidup Rukun di Tempat cerita atau lagu yang
Bermain menggambarkan sikap
TEMA 1 hidup rukun
HIDUP RUKUN
Sub Tema 3 4.1 Menirukan ungkapan,
Hidup Rukun di ajakan, perintah, penolakan
Sekolah dalam cerita atau lagu anak-
anak dengan bahasa yang
santun
Sub Tema 4
Hidup Rukun di
Masyarakat

Gambar 2.1 Peta Tema dan Subtema Hidup Rukun di Kelas 2 Semester 1
Sumber: Buku Siswa dan Buku Guru Kelas 2 Semester 1
20

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Pembelajaran pada kurikulum 2013 di sekolah dasar menggunakan
pendekatan saintifik atau pendekatan berbasis proses keilmuan dalam hal
pengorganisasian proses dan menggunakan pendekatan tematik integratif dalam
hal pengorganisasian isi/bahan/materi ajarnya. Berkaitan dengan pengorganisasian
proses pembelajarannya, pendekatan saintifik/ilmiah yang memiliki ciri 5M, yaitu
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan
mengomunikasikan. Model pembelajaran yang relevan dengan pendekatan
saintifik yang merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memiliki nama, ciri,
sintak, pengaturan, dan budaya misalnya discovery learning, project-based
learning, problem-based learning, inquiry learning.
Sementara itu, berkaitan dengan pengorganisasian isi/bahan/materi
ajaranya, pendekatan yang digunakan di sekolah dasar yaitu pendekatan tematik.
Pendekatan tematik berusaha menggabungkan muatan-muatan pelajaran ke dalam
sebuah tema. Tema itu nantinya berfungsi sebagai bahan acuan dalam
pembelajaran. Tema untuk pembelajaran tematik dapat berasal dari beberapa
sumber, diantaranya adalah isu-isu, masalah-masalah, event-event khusus, minat
siswa, dan literatur. Oleh karena berasal dari hal-hal yang dekat dengan sisiwa,
pembelajaran tematik merupakan salah satu pendekatan pembelajaran integratif
(integrated instruction) yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang
memungkinkan siswa baik secara individu maupun kelompok aktif menggali dan
menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan
autentik.

B. Saran
Pendekatan saintifik dan tematik integratif merupakan dua pendekatan
yang dikembangkan dalam kurikulum 2013. Keberadaan dua pendekatan ini
sangat penting guna tercapainya tujuan kurikulum. Sehingga perlu pengertian
yang mendalam terhadap dua pendekatan ini, yang dapat berimplikasi pada

20
21

terbentuknya pembelajaran yang sesuai tuntutan kurikulum. Berkaitan dengan


pengembanagan bahan ajar, maka pengetahuan tentang dua pendekatan ini dapat
dijadikan tumpuan dalam hal mengorganisasikan isi materi dan proses atau
langkah-langkah pembelajaran yang akan di buat. Oleh karena itu, perlu adanya
pengenalan dan pendalaman tentang apa dan bagaimana pendekatan tematik dan
saintifik ini diterapkan dalam pembelajaran, salah satunya dalam pengembangan
bahan ajar.
22

DAFTAR RUJUKAN

Daryanto. 2014. Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013. Yogyakarta:


Gava Media.

Fogarty, Robin. 1991. The Mindfull Schools: How to Integrate The Curricula.
Palatine illionis: IRI / Skylight Publising. Inc.

Kemdikbud. 2013. Petunjuk Teknis Pembelajaran Tematik Terpadu dengan


Pendekatan Saintifik di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Pembinaan
Sekolah Dasar Direktorat Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.

Kemendikbud. 2014. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun


Ajaran 2014/2015. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kusnandar. 2007. Guru Profesional. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Majid, Abdul., & Rochman, Chaerul. 2015. Pendekatan Ilmiah dalam Implementasi
Kurikulum 2013. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Musfiqon dan Nurdyansyah. 2015. Pendekatan Pembelajaran Saintifik. Sidoarjo:


Nizamia Learning Center.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 103


Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah.

Samani, Muchlas. 2007. Pendidikan Bermakna: Integrasi Life Skill-KBK-CTLMBS.


Surabaya: SIC.

Sa’ud, Udin Syaefuddin, dkk. 2006. Pembelajaran Terpadu. Bandung: UPI Press.

Subroto, Hadi dan Herawati,Trisnodan Ida Siti. 2003. Pembelajaran Terpadu.


Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Sufairoh. 2016. Pendekatan Saintifik & Model Pembelajaran K-13. Jurnal


Pendidikan Profesional, 5 (3), 116-126.

Sukandi, Ujang. dkk. 2003. Belajar Aktif dan Terpadu Apa, Mengapa, dan
Bagaimana. Surabaya: CV. Duta Graha Pustaka

22

Anda mungkin juga menyukai