Anda di halaman 1dari 15

MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING

(DISCOVERY LEARNING)

IAIN PALOPO

DOSEN PENGAMPU:
Hasriadi S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh PAI IV C:


Puput (1902010090)
Sulfikram (1902010089)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALOPO
2021
MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING
(DISCOVERY LEARNING)

A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Discovery Learning)


Model discovery learning adalah model pembelajaran yang menuntut
peserta didik untuk secara aktif mengembangkan diri dengan menggali
pengetahuan melalui pemanfaatan potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik
sendiri. Hal ini akan membuat hasil pembelajaran menempel kuat dalam ingatan
peserta didik. Alasannya adalah pendapat Plaget yang menyatakan bahwa
penemuan adalah dimana dalam proses belajar mengajar guru memungkinkan
peserta didik untuk menemukan informasi mereka sendiri. Kebiasaan yang
dilakukan secara tradisional, peserta didik biasanya menerima pengetahuan hanya
melalui ceramah saja. Dengan demikian, model pembelajaran penemuan
dirancang dengan sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat menemukan
konsep dan prinsip melalui proses kegiatan belajarnya sendiri. (Martada, Bukit,&
Ginting, 2017, p. 3)1
Discovery Learning adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran
sedemikian rupa sehingga peserta didik memperoleh pengetahuan yang
sebelumnya belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuan, namun dengan cara
ditemukan sendiri. Discovery merupakan proses mental dimana peserta didik
mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang
dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan,
mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya.
Guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus
dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar peserta didik sesuai dengan
tujuan.2
Discovery Learning adalah salah satu metode pembelajaran dalam
kurikulum 2013. Metode ini, menuntut peserta didik untuk menjadi aktif dalam
1
. Iyan Hayani. 2019. Motode Pembelajaran Abad 21 Tanggerang: RUMAH BELAJAR
MATEMATIKA INDONESIA. Hal. 45. Diakses 5 April 2021.
2
. Daryanto & Syaiful Karim. 2017. Pembelajaran Abad 21 Yogyakarta: PENERBIT GAVA
MEDIA. Hal 260.
melakukan eksperimen, mengumpulkan data, dan menganalisis data. Kegiatan-
kegiatan ini sesuai untuk pelaksanaan pembelajaran yang menempatkan peserta
didik sebagai pusat dari kegiatan pembelajaran dimana seorang guru hanya
sebagai fasilitator pembelajaran saja. Artinya, peserta didik harus mampu
memecahkan permasalahan yang dihadapi mereka secara berkolaborasi untuk
memperoleh solusi yang terbaik. Hal itu dapat membuat proses pembelajaran
menjadi lebih bermanfaat dan efektif karena dengan memberikan masalah, guru
mencoba memberikan rangsangan kepada peserta didik.
Lebih lanjut, Budiningsih (2005: 39) menyatakan bahwa pada masalah
penemuan, masalah yang disediakan untuk peserta didik, dipersiapkan terlebih
dahulu oleh guru. Hal ini membuat peserta didik harus berfikir kritis dan kreatif
untuk memperoleh solusi dari permasalahan yang dihadapi dan secara tidak
langsung menemukan pengetahuan dari proses ini. Selain itu, bahan pembelajaran
yang ada, tidak diberikan begitu saja dalam bentuk hasil akhir, tetapi peserta didik
diberikan kesempatan untuk mengolah bahan pembelajaran tersebut menjadi
informasi yang bermanfaat terkait dengan materi yang dipelajari. Walaupun dalam
kenyataannya, kebanyakan peserta didik masih membutuhkan bimbingan dari
guru dalam kegiatan pencarian solusi terhadap pemecahan permasalahan. Tetapi
kegiatan penyelesaian permasalahan yang dihadapi tetaplah dilakukan oleh
peserta didik itu sendiri. Dan pada akhirnya, praktek penyelesaian masalah ini
akan mereka terapkan dalam kehidupan nyata.
Pada intinya, model pembelajaran Discovery Learning ini mengubah
kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang
teacher oriented dimana guru menjadi pusat informasi menjadi student oriented
peserta didik menjadi subyek aktif belajar.3

3
. Iyan Hayan. 2019. Motode Pembelajaran Abad 21 Tanggerang: RUMAH BELAJAR
MATEMATIKA INDONESIA. Hal. 46. Diakses 5 April 2021.
B. Konsep Belajar Discovery Learning
Dalam konsep belajar, strategi discovery learning merupakan
pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep yang dapat memungkinkan
terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang kategorisasi yang tapak
dalam discovery, bahwa discovery adalah pembentukan kategori-kategori atau
lebih sering disebut sistem-sistem coding. Pembentukan kategori-kategori dan
sistem coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi
(similaritas&difference) yang terjadi di antara objek-objek dan kejadian-kejadian.
Bruner menjelaskan dalam pembentukkan konsep merupakan dua kegiatan
mengkatagori yang berbeda yang menurut proses berpikir yang berbeda pula.
Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus
berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkatan
perkembangan kognitif peserta didik. Menipulasi bahan pelajaran memiliki tujuan
untuk memfasilitasi kemampuan peserta didik dalam berpikir sesuai dengan
tingkat perkembangannya. Menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang
terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu
enactive, iconic dan symbolic. Pada tahap enactive, seseorang melakukan
aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya
dalam memahami dunia sekitarnya, anak menggunakan pengetahuan motoric
seperti melalui gigitan, sentuhan, pegangan dan sebagainya. Kemudian pada tahap
iconic, seseorang memahami onjek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar
dan visualisasi verbal, artinya dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar
melalui bentuk perumpamaan dan perbandingan. Dan pada tahap symbolic,
seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang
sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika.
Pada akhirnya Bruner menjelaskan yang menjadi tujuan dalam strategi
discovery learning adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada
muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historin dan
ahli mathematic. Melalui kegiatan tersebut peserta didik akan menguasainya,
menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.4
Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi, asumsi
pertama ialah perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif.
Berlawanan dengan para penganut teori perilaku, Bruner yakin bahwa orang
belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya
terjadi di lingkungan, tetapi juga dalam orang itu sendiri. Asumsi kedua ialah
orang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang
masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya, suatu model
alam.5
Kemudian Bruner memandang bahwa suatu konsep atau kategorisasi
memiliki lima unsur dan siswa dikatakan memahami suatu konsep apabila
memahami semua unsur dari konsep itu. Konsep tersebut meliputi sebagai berikut.
1. Nama
2. Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negative
3. Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak
4. Rentangan karakteristik
5. Kaidah (Budiningsi, 2003:43)6
Kemudian Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan
dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berfikir yang
berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan
menempatkan contoh atau peristiwa ke dalam kelas dengan menggunakan dasar
kriteria tertentu.

C. Karakteristik Pembelajaran Penemuan


Kemdikbud (2014: 14) juga menyatakan bahwa Model Pembelajaran
Penemuan atau Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inquiri
(inquiry). Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada kedua istilah ini, pada

4
M. Hosnan Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pemebelajaran Abad 21 (Bogor: Ghalia
Indonesia) 2014, hlm. 282-283.
5
Ratna Wilis Dahar, Teori-teori belajar dan pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011) hlm. 75.
6
Awaluddin Sitorus & Hafni Andriani Harahap. 2019. GERAKAN INOVASI MENDIDIK
BERKARAKTER. Lampung: Swalova Publishing. Hal. 58-59. Diakses 9 April 2021.
Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip
yang sebelumnya tidak diketahui.
Perbedaan pembelajaran inquiri dan discovery adalah bahwa pada
discovery masalah yang dihadapkan kepada peserta didik semacam masalah yang
direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inquiri masalahnya bukan hasil rekayasa,
sehingga peserta didik harus mengarahkan seluruh pikiran dan keterampilannya
untuk mendapatkan temuan-temuan didalam masalah itu melalui proses
penelitian.
Model Discovery Learning ini memiliki pola strategi dasar yang dapat
diklasifikasikan kedalam empat strategi belajar, yaitu penentuan problem,
perumusan hipotesis, pengumpulan dan pengelolaan data, dan merumuskan
masalah.7
Adapun ciri utama belajar menemukan, yaitu : (1) mengeksplorasi dan
memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan, dan
menggeneralisasikan pengetahuan; (2) berpusat pada peserta didik; (3) kegiatan
untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada. Ada
sejumlah ciri-ciri proses pemebelajaran yang sangat ditekankan oleh teori
kontrukvisme, yaitu sebagai berikut:
1. Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar.
2. Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar peserta didik.
3. Memandang peserta didik sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang
ingin dicapai.
4. Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan
menekankan pada hasil.
5. Mendorong peserta didik untuk mampu melakukan penyelidikan.
6. Menghargai peranan pengalaman krisis peserta didik.
7. Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa.
8. Mendasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip kognitif.

7
. Hari Wibowo. 2020. Model dan Teknik Pembelajaran Bahasa Indonesia . Depok: PURI
CIPTA MEDIA. Hal. 14. Diakses 5 April 2021.
9. Banyak menggunakan terminology kognitif untuk menjelaskan
pembelajaran (prediksi, inferensi, kreasi dan analisis).
10. Menekankan pentingnya “bagaimana” siswa belajar.
11. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi
dengan siswa lain dan guru.
12. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi
dengan siswa lain dan guru.
13. Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.
14. Memperlihatkan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar.
15. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun
pengetahuan dan pemahaman baru yang didasari pengalaman nyata.
Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme tersebut,
penerapannya di dalam kelas, yakni sebagai berikut:
1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar.
2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan
beberapa waktu kepada siswa untuk merespons.
3. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi.
4. Siswa secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru atau siswa
lainnya.
5. Siswa terlibat dalam pengetahuan yang mendorong dan menonton dan
menantang terjadinya diskusi.
6. Guru menggunakan data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-
materi interaktif.8
Dari uraian teori belajar kognitif serta ciri dan penerapan teori
konstrukvisme tersebut diatas dapat melahirkan model discovery learning.
Melalui model ini diharapkan kemampuan berpikir kritis siswa dapat meningkat
sehingga nantinya siswa memiliki keterampilan dan kecakapan dalam hidup.

8
M. Hosnan Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pemebelajaran Abad 21 (Bogor: Ghalia
Indonesia) 2014, hlm. 184.
D. Tujuan Model Discovery Learning

Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di


sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery. Hal ini disebabkan
karena metode ini: (1) merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar
siswa aktif; (2) dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang
dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak
mudah dilupakan siswa.

Menurut Bell sebagaimana yang dikutip oleh M. Hosnan mengemukakan


beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran penemuan, yakni sebagai berikut:

1. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara


aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi
banyak siswa dalam pemebelajaran meningkat ketika penemuan
digunakan.
2. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan
pola dalam situasi konkrit maupun abstrak, juga siswa banyak
meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan.
3. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu
dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang
bermanfaat dalam menemukan.
4. Pemebelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara
kerja bersama yang efektif, salang membagi informasi, serta
mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain.
5. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam
beberapa kasus lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan
diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.
6. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-
keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari
melalui penemuan lebih bermakna. 9
Tujuan di atas, memberikan penegasan bahwa model discovery learning
ingin mengarahkan peserta didik agar lebih aktif baik secara individu mauupun
kelompok untuk belajar, karakter peserta didik lebih diutamakan agar
keterampilan dapat terbangun secara efektif. Kedepan kita akan memperoleh
output yang lebih mumpuni karena akan lahir ilmuan-ilmuan muda Indonesa
yang berdaya saing.
Penerapan metode pembelajaran ini perlu proses adaptasi terutama pada
peserta didik yang sudah terbiasa dengan metode pengajaran konvensional. Guru
harus membimbing peserta didik untuk belajar menemukan permasalahan dan
memecahkan permasalahan, bukan dengan memberikan permasalahan dan
diberikan pula cara untuk menyelesaikan.
Tujuan dalam metode Discovery Learning menurut Bruner adalah
hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi
seorang problem solver, seorang scientist, historian, atau ahli matematika.
Melalui kegiatan tersebut siswa akan menguasainya, menerapkan, serta
menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya. Dalam mengaplikasikan
metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana
pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa
sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2014:145). Kondisi seperti ini ingin mengubah
kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. Hal
yang menarik dalam pendapat Bruner yang menyebutkan bahwa hendaknya guru
harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver,
seorang scientis, historin, atau ahli matematika.10

E. Tahapan Pelaksanaan Metode Discovery Learning


9
M. Hosnan Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pemebelajaran Abad 21 (Bogor: Ghalia
Indonesia) 2014, hlm. 104.
10
Awaluddin Sitorus, Hafni Andriani Harahap, Gerakan Inobeasi Mendidik Berkarakter (Lampung:
Perahu Litera Group, 2019) hlm. 61
Pembelajaran discovery learning dengan pendekatan demonstrasi adalah
suatu strategi pembelajaran dimana dalam pembelajarannya menekankan pada
langkah-langkah dalam pembelajaran discovery learning. Menurut Kindsvater,
Wilen, dan Ishler (1996) dalam Suparno (2007: 65) mengatakan bahwa
pelaksanaan metode discovery learning ada enam tahapan penting dalam kegiatan
pembelajaran discovery learning yaitu :
1. stimulation (stimulasi/ pemberian rangsangan) pada tahapan ini siswa
diperhadapkan dengan sesuatu untuk dapat menimbulkan rasa penasaran
akan suatu hal, selajutnya tidak memberitahukan kesimpulan, agar muncul
rasa penasaran untuk mencari tahu sendiri dan juga seorang guru bisa
memulai proses pembelajaran dengan memberikan pertanyaan,
mengarahkan membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang
mengarahkan pada persiapan untuk memecahkan suatu masalah.
2. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah) pada tahapan ini
seoraang guru memberikan kesempataan siswa untuk mengidentifikasi
sebanyak-banyaknya permasalaahan yang relevan dalam bahan pelajaran,
kemudian dipilih salah satunya dan dirumuskan kedalam jawaban
sementara dari pertanyan masalah yang ada, lalu permasalahan tersebut
yang dipilih sebelumnya kemudian harus dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan, atau jawaban sementara, yakni dengan membuat pernyataan
sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan sebelumnya,
kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi
dan menganalisis permasalahan-permasalahan yang mereka dapatkan
dengan adanya tahapan ini berguna dalam membangun siswa agar
kemudian mereka terbiasa untuk mencari suatu masalah.
3. Data collection (pemgumpulan data), pada tahapan ini berfungsi untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan benar atau tidaknya jawaban. Dengan
demikian siswa diberikan kesempatan untuk mencari berbagai informasi
yang relevan dengan banyak membaca, mengamati suatu objek,
melakukan wawancara langsung dengan narasumber, atau melakukan uji
coba sendiri dan meenggunakan cara-cara lainnya. Pelajaran yang
didapatkan dari tahapan ini adalah siswa mampu belajar secara aktif
dalam menemukan sesuatu yang ada hubunganya deagan permasalahan
yang dihadapi, dengan demikian secara tidak sengaja siswa dapat
menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dikuasai.
4. Data processing (pengelolaan data), pada tahapan ini semua informasi
hasil bacaan, baik wawancara, observasi dan sebagainya yang didapatkan,
semuanya perlu diolah, diacak, disklasifikan, bila perlu melakukan
perhitungan dengan cara tertentu serta melakukan penafsiran pada tingkat
kepercayaan tertentu. Data processing disebut juga dengan pengkodean
yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan kesimpulan. Dari
kesimpulan tersebut siswa akan memperoleh pengetahuan baru tentang
alternatif penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara benar.
5. Verifications (pembuktian), pada tahapan ini siswa melakukan
pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidak jawaban
yang di tetapkan tadi dengan temuan alternaatif yang dihubungkan dengan
hasil data processing. Verifications (pembuktian) bertujuan agar agar
dalam proses belajar berjalan dengan baik dan kreatif karena guru
memberikan kesmpatan kepada siswa untuk menemukan konsep, teori,
pemahaman dari hal-hal yang dijumpai dalam kehidupannya.
6. Generalizations (menarik kesimpulan), pada tahapan kali ini yaitu
menarik kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum yang berlaku
untuk semua masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi.11
Keenam tahapan tersebut memiliki peranan penting dalam kegiatan
pembelajaran discovery learning dengan melaksanakan pendekatan demonstrasi
di kelas. Dari pembelajaran tersebut siswa mampu berperan aktif untuk melatih
keberaniannya untuk tampil dikelas saat proses pembelajaran, mulai aktif dalam
berbicara dengan teman belajarnya, dan mampu untuk memcari tahu sendiri tugas
yang di berikan oleh guru.

. H. Sadijan. 2019. Dwija Utama: Forum Komunikasi Pengembangan Profesi Pendidik Kota
11

Surakarta (Edisi 42). Jurnal Pendidikan. Vol.10. Diakses 7 April 2021.


Dalam pembelajaran discovery learning dengan pendekatan demonstrasi,
guru mempunyai peran untuk mengarahkan siswa menentukan sebuah jawaban
atau kesimpulan dari suatu masalah. Melalui pendekatan demostrasi guru
memperagakan suatu fakta atau peristiwa, kemudian siswa dapat mengamati
peristiwa tersebut dan memecahkannnya secara discovery learning melalui
pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan oleh guru secara lisan maupun dalam
buku. Siswa yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dengan model terarah seperti
ini, siswa tidak mudah bingung dan tidak akan gagal dalam meyimpulkan suatu
masalah.

F. Kelebihan dan Kekurangan Discovey Learning

Berlyne mengatakan bahwa belajar penemuan mempunyai beberapa


keuntungan, model pembelajaran ini mengacu pada keingintahuan siswa,
memotivasi mereka untuk melanjutkan pekerjaannya hingga mereka menemukan
jawabannya. Siswa juga belajar memecahkan masalah secara mandiri dan
keterampilan berpikir kritis karena mereka harus menganalisis dan menangani
informasi.

Beberapa kelebihan metode penemuan menurut Suryosubroto sebagai


berikut:

1. Dianggap membenatu siswa mengembangkan atau memperbanyak


persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa,
andaikata siswa itu dilibatkan terus dalam penemuan terpimpin. Kekuatan
diri dari proses penemuan datang dari usaha untuk menemukan, jadi
seseorang belajar bagaimana belajar itu.
2. Pengetahuan yang diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan
mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh, dalam arti
pendalaman dari pengertian, retensi dan transfer.
3. Strategi penemuan mambangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa
merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan
kadang-kadang kegagalan.
4. Metode ini memberi kesempetan pada siswa untuk bergerak maju sesuai
dengan kemampuannya sendiri.
5. Metode ini dapat membantu memperksuat pribadi siswa dengan
bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses
penemuan. Dapat memungkinkan siswa sanggup mengatasi kondisi yang
mengecewakan.
6. Strategi ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan pada
mereka dan guru berpartisipasi sebagai sesame dalam mengecek ide. Guru
menjadi teman belajar, terutama dalam situasi penemuan yang jawabannya
belum diketahui sebelumnya.
7. Membantu perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk
menemukan kebenaran akhir dan mutlak.
Proses pembelajaran seperti ini akan menggugah motivasi dalam diri siswa
yaitu rasa ingin tahu siswa, apakah ia mampu atau tidak menemukan sesuatu yang
seharusnya sesuai dengan teori pendukung. Rasa ingin tahu ini yang akan
menjadikan semangat dan motivasi diri siswa tergugah. 12
Sedangkan menurut karniasih, dkk (2014), metode Discovery Learning
juga memiliki beberapa kelemahan atau kekurangan, antara lain sebagai berikut.
1. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar
2. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena
membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan
teori untuk pemecahan masalah lainnya.
3. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar
berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara
belajar yang lama.
4. Pengajaran discovery learning lebih cocok untuk mengembangkan aspek
konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat
perhatian.
5. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk
mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa.

12
Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm.200
6. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan
ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.13

13
Afria Susana. 2019. Pembelajaran Discovery Learning Menggunakan Multimedia Interaktif
Bandung: TATA AKBAR. Hal. 9-10. Diakses 5 April 2021.
DAFTAR PUSTAKA

Hayani, Iyan. 2019. Motode Pembelajaran Abad 21 Tanggerang: Rumah Belajar


Matematika Indonesia.

Daryanto & Syaiful Karim. 2017. Pembelajaran Abad 21 Yogyakarta: Gava


Media.

Susana, Afria. 2019. Pembelajaran Discovery Learning Menggunakan


Multimedia Interaktif Bandung: Tata Akbar.

Awaluddin Sitorus & Hafni Andriani Harahap. 2019. GERAKAN INOVASI


MENDIDIK BERKARAKTER. Lampung: Swalova Publishing.

Sadijan, H. 2019. Dwija Utama: Forum Komunikasi Pengembangan Profesi


Pendidik Kota Surakarta (Edisi 42). Jurnal Pendidikan. Vol.10.

Wibowo,Hari. 2020. Model dan Teknik Pembelajaran Bahasa Indonesia . Depok:


Puri Cipta Media.

Sulastri, Endang. 2020. Keajaiban Discovery Learning Pada Pembelajaran Fisika


SMA Materi Gerak Parabol` Jawa Timur: Delta Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai