Anda di halaman 1dari 21

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP

KEAKTIFAN SISWA PADA MATA PELAJARAN AGAMA


HINDU DI SD NEGERI 4 TRIMURJO
TAHUN AJARAN 2022/2023

Nama : Susmita Sari


Nim : 19.10.11.00023
Semester : VII (tujuh)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA HINDU


SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2021/2022
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Discovery learning diprakarsai oleh tokoh psikologi konstruktivis


bernama Jerome Bruner (1915-2016). Menurut Bruner, pengetahuan
dibangun berlandaskan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya. Anak menggunakan intuisi, imajinasi, serta kreativitas,
sehingga dapat memperoleh informasi dan pengetahuan baru. Bruner juga
berpendapat bahwa proses belajar tidak hanya sekedar menyerap apa yang
dibaca dan didengar. Dalam metode pembelajaran discovery learning, anak
secara aktif mencari jawaban dan solusi atas pertanyaan yang muncul di
dalam benak melalui interaksi dengan lingkungannya untuk memperoleh
jawaban atas permasalahan. Bagi anak usia dini, bermain memberikan
kesempatan bagi anak untuk melakukan interaksi dengan lingkungannya.
Melalui kegiatan bermain yang bermakna, anak dapat mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dengan cara yang lebih
menyenangkan ( Pitoyo,2021)
Untuk bisa menciptakan kegiatan belajar mengajar yang melibatkan
peran aktif siswa, ada beberapa cara yang bisa dilakukan seorang guru, salah
satunya dengan menerapkan macam - macam model pembelajaran.
Beberapa model pembelajaran yang melibatkan peran aktif siswa adalah
model pembelajaran Discovery Learning. Dengan model pembelajaran ini
siswa akan lebih ditekankan untuk berperan aktif dan menemukan sesuatu
yang baru untuk dipelajari (Warnita,2020).
Proses pembelajaran di SDN 4 Trimurjo khususnya pada mata
pelajaran Pendidikan Agama Hindu yang berlaku selama ini masih
cenderung mengarah pada guru yang aktif menjelaskan materi
pembelajaran. Proses pembelajaran semacam ini telah melahirkan peserta
didik yang pasif, kurang kreatif, kurang termotivasi dalam mengingat
pelajaran Pendidikan Agama Hindu sehingga prosentase keberhasilan pada
peserta didik sangat memprihatinkan dan berdampak pada rendahnya
tingkat kepercayaan peserta didik terhadap guru Pendidikan Agama Hindu
dalam proses pembelajaran di kelas senyatanya.
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan kondisi nyata yang
terjadi pada peserta didik SDN 4 Trimurjo adalah sebagai berikut: 1) peserta
didik yang aktivitas belajarnya rendah dan pada saat diadakan ulangan
harian memperoleh nilai rata-rata di bawah KKM. Kondisi sebagaimana
tersebut diatas dialami pula pada proses pembelajaran mata pelajaran
Pendidikan Agama Hindu, 2) Ketika guru meminta kepada peserta didik
untuk bertanya terhadap materi pelajaran yang disajikan, jika ternyata belum
faham, belum mengerti, atau tidak tahu sama sekali semuanya diam, ketika
peserta didik di berikan tugas secara berkelompok hanya beberapa orang
peserta didik saja yang aktif. Ketika masing-masing kelompok disuruh maju
untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya cenderung tidak bersedia
bahkan masing-masing anggota kelompok saling tunjuk dan tidak ada
hasilnya. Faktor penyebab terjadinya situasi kelas yang sangat kurang
kondusif dalam proses pembelajaran tersebut adalah berasal dari guru itu
sendiri maupun berasal dari peserta didik. Selama ini guru Pendidikan
Agama Hindu mengajar cenderung mendominasi dengan gaya ceramah
maka dari itu siswa kurang terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Dalam penelian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya dalam
mata pelajaran IPA bahwa Model Discovery Learning dapat mempengaruhi
keaktifan belajar . Hal tersebut terbukti dari hasil uji One Sample T-Test
diperoleh hasil t hitung sebesar 12,984 nilai df pada penelitian n-1 yaitu 10-
1 = 9, nilai df 9 adalah 2,262 jadi t hitung > t tabel yaitu 12,984 > 2,262.
Dari hasil uji one sampel t-test menunjukkan bahwa H1 diterima dan H0
ditolak artinya ada pengaruh model discovery learning terhadap keaktifan
siswa dalam belajar. Maka kesimpulan penelitian ini adalah terdapat
pengaruh model discovery learning terhadap keaktifan siswa dalam
pembelajaran IPA ( Faan dkk,2021).
Berangkat dari penelitian tersebut, peneliti ingin membuktikan
apakah Model Discovery Learning dapat mempengaruhi Keaktifan siswa
namun dalam mata pelajaran yang berbeda yaitu mata pelajaran Agama
Hindu dan Budi Pekerti. Untuk membuktikan bahwa Model Discovery
Learning dapat mempengaruhi Keaktifan siswa pada mata pelajaran Agama
Hindu dan Budi Pekerti tahun ajaran 2022/2023 maka dipandang perlu
untuk mengadakan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul “Pengaruh
Model Discovery Learning Terhadap Keaktifan Siswa Pada Mata Pelajaran
Agama Hindu di SD Negeri 4 Trimurjo Tahun Ajaran 2022/2023”.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah model Discovery Learning dapat mempengaruhi keaktifan
siswa pada mata pelajaran Agama Hindu di SD Negeri 4 Trimurjo Tahun
Ajaran 2022/2023?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian dapat dibagi dua yakni:


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh model Discovery Learning terhadap
Keaktifan siswa pada mata pelajaran agama Hindu di SDN 4
Trimurjo Tahun Ajaran 2022/2023.
1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi Keaktifan siswa pada mata


pelajaran agama Hindu di SDN 4 Trimurjo.
2. Untuk mengetahui distribusi model Discovery Learning terhadap
Keaktifan siswa pada mata pelajaran agama Hindu di SDN 4
Trimurjo.
3. Untuk mengetahui pengaruh antara model Discovery Learning
terhadap Keaktifan siswa pada mata pelajaran agama Hindu di SDN
4 Trimurjo.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman pengetahuan
terkait pengaruh model discovery learning terhadap keaktifan siswa pada
mata pelajaran agama hindu.

1.4.2 Manfaat Praktis


Manfaat bagi Siswa
a. Meningkatkan keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran
Agama Hindu.
b. Meningkatkan hasil belajar peserta didik melalui keaktifan belajar
dalam mata pelajaran Agama Hindu.
c. Melatih kemampuan siswa untuk berinteraksi dengan siswa lain,
guru, dan lingkungan.
Manfaat bagi Sekolah
a. Dapat memberikan sumbangsi pengetahuan kepada sekolah dalam
rangka perbaikan sistem pembelajaran Agama Hindu.
b. Dapat menjadi inovasi pembelajaran yang dapat diterapkan pada
mata pelajaran lain.
Manfaat bagi Peneliti
a. Untuk menambah wawasan dan sebagai acuan untuk
mengembangkan penelitian berikutnya.
b. Memberikan informasi mengenai pengaruh model Discovery
learning terhadap Keaktifan siswa pada mata pelajaran agama
Hindu

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang
didasarkan pada masalah belajar yang muncul di SDN 4 Trimurjo pada Mata
Pelajaran Agama Hindu. Berdasarkan identifikasi masalah yang dilakukan
peneliti melalui observasi langsung bahwa keaktifan belajar siswa cukup
rendah dan perlu untuk ditingkatkan. Dalam menyelesaikan masalah ini,
peneliti menggunakan metode Discovery Learning dalam proses KBM.
BAB 2
KAJIAN TEORI

1. Model Discovery Learning


a. Pengertian Model Discovery Learning
Bruner dalam Sariani (2021) menyatakan kalau discovery learning adalah
proses pencarian pengetahuan yang dilakukan oleh siswa untuk menemukan suatu
pemecahan masalah atau fakta. Dengan kata lain, siswa berusaha sendiri untuk
mencari pengetahuannya demi menghasilkan pembelajaran yang bermakna.
Dalam model pembelajaran ini, guru tidak mengajarkan materi dengan cara
hafalan tetapi memfasilitasi proses pembelajaran. Artinya, kita merancang
pembelajaran yang membantu siswa untuk menemukan hubungan antara
potongan-potongan informasi. Ada beberapa ciri khusus yang membedakan
discovery learning dengan model pembelajaran lainnya, yaitu:
1. Pembelajaran dilakukan melalui proses eksplorasi dan pemecahan masalah
untuk menciptakan, menggabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan.
2. Kegiatan pembelajaran berfokus pada siswa.
3. Proses belajar menghubungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang
sudah ada sebelumnya.
Pendapat ahli lain mengatakan “Discovery adalah model pembelajaran
yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga siswa memperoleh
pengetahuan yang sebelumnya belum diketahui tidak melalui pemberitahuan.
Sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri” (Ruseffendi dalam J Rosalia,2020).
Discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu
konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud adalah mengamati, mencerna,
mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur,
membuat kesimpulan dan sebagainya (Roestiyah dalam Faan,2021).
Discovery learning merupakan metode memahami konsep, arti, dan
hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu
kesimpulan. Model pembelajaran Discovery ialah “pembelajaran yang bertujuan
memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yeng dapat melatih kemampuan
intelektual para siswa serta merangsang keingin tahuan mereka dan memotivasi
kemampuan mereka”(Suherti dalam J Rosalia, 2020). Model discovery learning
merupakan komponen dari suatu bagian praktek pengajaran, yaitu suatu jenis
mengajar yang meliputi metode-metode yang dirancang untuk meningkatkan
rentangan keaktifan siswa yang lebih besar, berorientasi kepada proses,
mengarahkan pada diri sendiri, mencari sendiri dan refleksi yang sering muncul
sebagai kegiatan belajar.

b. Langkah-langkah Model Discovery Learning

1. Stimulation (pemberian rangsangan) yaitu siswa diberikan pertanyaan


oleh guru dengan tujuan merangsang siswa untuk berfikir kritis
2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah) yaitu siswa diberikan
kesempatan mengidentifikasi masalah yang relevan dengan bahan
pembelajaran kemudian memilih dan merumuskan dalam bentuk hipotesa
atau jawaban sementara.
3. Data collection (pengumpulan data) yaitu siswa diberikan kesempatan
untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan
dengan masalah untuk membuktikan benar tidaknya hipotesa yang sudah
dibuat.
4. Data Processing (pengolahan data) yaitu siswa mengolah data yang sudah
diperoleh kemudian data tersebut ditafsirkan dengan bimbingan guru.
5. Verification (pembuktian) yaitu siswa diberikan kesempatan
membuktikan benar tidaknya hipotesis awal dengan pemeriksaan secara
cermat, menemukan konsep, dan dihubungkan dengan hasil pengolahan
data.
6. Generalization (generalisasi) yaitu siswa menarik kesimpulan untuk
dijadikan prinsip umum yang berlaku untuk semua masalah yang sama
atau kejadian dengan memperhatikan hasil verifikasi. Proses
pembelajaran akan berhasil dengan baik dan kreatif jika didukung
manipulasi bahan pembelajaran yang sesuai dengan tingkat
perkembangan kognitif siswa, sehingga dapat memfasilitasi kemampuan
siswa untuk berfikir atau mempresentasikan apa yang mereka pahami
sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Menurut Bruner perkembangan kognitif siswa terjadi melalui tiga tahapan
yang ditentukan dengan caranya memahami lingkungan yaitu tahap enaktif,
ikonik, dan simbolik (Sundari,2021).
c. Kelebihan dan Kekurangan Model Discovery Learning
Kelebihan Discovery Learning menurut (Hosnan dalam J Rosalia,2020)
sebagai berikut:
1) Meningkatkan kemampuan peserta didik untuk memecahkan masalah;
2) Berpusat pada peserta didik dan guru yang berperan sama aktifnya;
3) Membantu mengembangkan ingatan dan transfer pada situasi dan proses
belajar yang baru;
4) Mendorong peserta didik bekerja dan berpikir atas inisiatif sendiri;
5) Mendorong peserta didik berpikir intuisi dan merumukan hipotesis sendiri;
6) Mendorong keterlibatan keaktifan peserta didik;
7) Peserta didik akan dapat mentransfer pengetahuannya ke berbagai
konteks;
8) Kemungkinan peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai
jenis sumber belajar;
9) Melatih peserta didik belajar mandiri;
10) Peserta didik aktif dalam kegiatan belajar mengajar sebab, ia berpikir dan
menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir.

Kekurangan Discovery Learning menurut Hosnan dalam J


Rosalia,2020) sebagai berikut:
1) Biasanya terjadi kegagalan mendeteksi masalah dan adanya
kesalahpahaman antara guru dengan pesrta didik.
2) Tidak semua peserta didik mampu melakukan penemuan.
3) Tidak berlaku untuk semua topik pelajaran.
4) Kemampuan berfikir rasional siswa ada yang masih terbatas.
5) Berkenaan dengan waktu, model Discovery Learning membutuhkan
waktu lebih lama daripada ekspositori.

2. Keaktifan
a. Pengertian Keaktifan
Keaktifan berasal dari kata aktif yang artinya giat bekerja, giat
berusaha, mampu bereaksi dan berinteraksi, sedangkan arti kata keaktifan
adalah kesibukan atau kegiatan.Keaktifan belajar siswa merupakan unsur
dasar yang penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Keaktifan
adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan
berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan (S
Syahputri,2018). Aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik
secara jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar
merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.
Aktivitas siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selama
proses belajar mengajar. Kegiatan-kegiatan yang dimaksud adalah
kegiatan yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan
pendapat, mengerjakan tugas–tugas, dapat menjawab pertanyaan guru dan
bisa bekerja sama dengan siswa lain, serta tanggung jawab terhadap tugas
yang diberikan (Sriyono dalam S Syahputri,2018).
Dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa adalah segala kegiatan
yang melibatkan fisik maupun non fisik (mental) yang dilakukan siswa
selama proses pembelajaran yang bernilai positif serta dapat
dipertanggungjawabkan sehingga berdampak baik pada proses
pembelajaran.
b. Indikator Keaktifan
Sudjana (dalam Prasetyo,2021)Indikator keaktifan belajar dapat
dilihat dari beberapa hal yaitu:
1) Ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung siswa turut serta
melaksanakan tugas belajarnya,
2) Siswa mau terlibat dalam pemecahan masalah dalam kegiatan
pembelajaran,
3) Siswa mau bertanya kepada teman atau kepada guru apabila tidak
memahami materi atau menemui kesulitan,
4) Siswa mau berusaha mencari informasi yang dapat diperlukan untuk
pemecahan persoalan yang sedang dihadapinya,
5) Siswa melakukan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru,
6) Siswa mampu menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang
diperolehnya,
7) Siswa belatih memecahkan soal atau masalah, dan
8) Siswa memiliki kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang
telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang
dihadapinya ( Sudjana dalam Prasetyo,2021)

3. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti


(Widya Aksara,2019) Pendidikan Agama Hindu merupakan
suatu proses seorang siswa untuk mendapatkan pengetahuan, pemahaman
dan ketrampilan serta mengembangan kepribadian (sikap, sifat dan mental)
yang berpedoman pada ajaran agama Hindu (Weda). Pengertian
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti merupakan salah satu mata
pelajaran yang wajib diterapkan diseluruh jenjang dan jenis lembaga
pendidikan formal, baik negeri maupun swasta, dari taman kanak-kanak
sampai perguruan tinggi. Pendidikan agama hindu dan budi pekerti
senantiasa diarahkan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional
Negara Republik Indonesia (Sujana,2018).
a. Tri Kerangka Dasar Agama Hindu
Adapun dalam penelitian ini, peneliti memilih materi tentang Tri
Kerangka Dasar dalam Agama Hindu. Bagian- bagian Tri Kerangka Dasar
Agama Hindu adalah sebagai berikut:
1) Tatwa
Tatwa yaitu filsafat, ajaran, pengetahuan yang bersumber dari Weda
(Sruti dan Smerti). Dalam perkembangannya, ajaran agama Hindu di
Indonesia oleh para orang suci/maharsi disusun dan disesuaikan dengan
tempat mereka mengembangkan ajaran dalam bentuk Rontal/Lontar.
Salah satunya adalah Sulva Sutra, dalam Bahasa Jawa kuno disebut
sebagai rontal/lontar kosala dan kosali. Ada juga Jyotisa, di Bali sering
dipakai sebagai pedoman mencari hari baik atau wariga/wewaran. 
Dalam perkembangan ajaran agama Hindu, dikenal juga: pokok-pokok
ajaran agama Hindu, Panca Srada, Tri Guna (tiga sifat alami yang ada
sejak lahir), Tri Hitakarana (tiga penyebab kebahagiaan), Tri Kaya
Parisudha (tiga perbuatan yang harus dijaga kesuciannya), Tri Rna (tiga
hutang manusia), Catur Purusa Arta, dan banyak lagi ajaran atau filsafat
seperti Bhagawad Gita, Samkya, Sarasamuscaya, dan lain sebagainya.
2) Etika
Etika atau susila berasal dari kata “su” yang berarti baik, indah,
harmonis dan “sila” yang berarti prilaku, tata cara/tata laku. Jadi susila
berarti tingkah laku manusia yang baik dalam mengadakan hubungan
timbal balik yang selaras dan harmonis antara sesama manusia dengan
alam semesta dan dengan tuhan (tri hita karana). Setiap individu guna
mencapai kesempurnaan dan kesucian hidupnya hendaknya selalu
menjaga kesucian pikiran, perkataan, dan perbuatan (tri kaya parisudha).
Di lingkungan keluarga misalnya, anak-anak hendaknya berbicara dan
bertingkah laku yang sopan terhadap orang tua. Orang tua juga
hendaknya memberi contoh/teladan tentang perilaku yang baik kepada
anaknya, sehingga terjadi hubungan yang harmonis di lingkungan
keluarga. Dalam menjaga hubungan dengan alam,  ketika akan
menebang pohon untuk digunakan, maka hendaknya menanam pohon
baru sebagai pengganti. Setiap orang hendaknya merawat lingkungan
sekitar sehingga alam tetap lestari. Sementara untuk menjaga hubungan
dengan Ida Sanghyang Widi/Tuhan, dapat dilakukan dengan Nitya
Yadnya (persembahyangan Tri Sandhya, Mesesaiban/Ngejot), dan
Naimitika Yadnya (persembahyangan pada waktu-waktu tertentu
misalnya hari-hari suci, Tilem, Purnama, Galungan, Kuningan, Nyepi
dan hari suci lainya). Selain kedua cara di atas, hubungan dengan Tuhan
dapat pula dilakukan dengan berdoa dalam kegiatan sehari-hari (doa
makan, sebelum makan, mau bekerja dan sebagainya) dapat pula dengan
berjapa.
3) Upacara
Upacara yaitu kegiatan agama Hindu dalam bentuk ritual. Ada lima
upacara/yadnya yang dikenal dalam Hindu atau yang disebut dengan
Panca Yadnya, yaitu: Dewa Yadnya (upacara hari suci tilem, purnama,
galungan), Rsi Yadnya (upacara pewintenan, diksa, dan lainnya), Pitra
Yadnya (upacara ngaben/kematian), Manusia Yadnya (upacara otonan,
potong gigi, pewiwahan/nikah, dan lainnya),  Bhuta Yadnya (upacara
Mecaru, mesegeh). Ketika kita berbicara upacara tentu ada yantra dan
mantra (persembahan/Banten dan doa).  Bhagawadgita BAB IX Sloka
26 menjelaskan: Patram Puspam Phalam Toyam, Yo me bhaktya
prayacchati, Tad aham bhakty-upahrtam, Aasnami prayatatmanah.
Artinya, siapapun dengan sujud bhakti kepada-ku mempersembahkan
sehelai daun, sekuntum bunga, sebiji buah-buahan, seteguk air, aku
terima sebagai bhakti persembahan dari orang yang berhati suci. Tatwa,
Etika, Susila merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
antara satu dengan lainnya. Ketiganya mesti dimiliki dan dilaksanakan
oleh umat Hindu. Begitu eratnya kaitan antara ketiga dasar ini, sehingga
diumpamakan seperti sebuah telur ayam yang terdiri dari: kuning telur
dan sarinya adalah tatwa, putih telur adalah susila, sedangkan kulit telur
adalah upacara. Telur itu sempurna. Jika ketiga bagiannya sempurna dan
dipanaskan dengan tepat dan baik oleh sang induk ayam, maka akan
menetaslah telur itu atau lahirlah anak ayam sebagai tujuan akhir dari
diciptakannya telur. (Ditjen Bimas Hindu 2020)
2.2 Kerangka Teori

Rendahnya Keaktifan Belajar

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING


1. Stimulation
2. Problem Statement
3. Data collection
4. Data Processing
5. Verification data.
6. Generalization

Terdapat Peningkatan
Keaktifan Siswa

Sumber:Sundari,2021

2.3 Kerangka Konsep


Rendahnya Keaktifan
Belajar Siswa Dalam Mata
Pelajaran Agama Hindu

PENERAPAN MODEL DISCOVERY


LEARNING

1. Stimulation (pemberian rangsangan)


2. Problem Statement (mengidentifikasi
masalah)
TRI
3. Data collection (pengumpulan data) KERANGKA
4. Data Processing (pengolahan data) yaitu DASAR AGAMA
HINDU
siswa mengolah data yang sudah diperoleh
kemudian data tersebut ditafsirkan dengan
bimbingan guru.
5. Verification (pembuktian)
6. Generalization (generalisasi)

Keaktifan Siswa Meningkat

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian
Kuantitatif dengan menggunakan bentuk desain penelitian yaitu One
Group Pretest-Posttest Design. Suryabrata (dalam Fujianti,2018)
mengatakan bahwa desain One Group Pretest-Posttest Design adalah
“pelaksanaan eksperimen menggunakan desain kelompok tunggal dengan
pretest-posttest dilakukan dengan cara melakukan percobaan terhadap satu
kelompok tanpa menggunakan kelompok pembanding”.
Tabel 3.1
Desain Penelitian

Kelas Observasi Treatment Observasi


Awal Akhir
Eksperimen O1 X O2
Sumber: Suryabrata (dalam Fujianti,2018)
Keterangan:
O1 = Observasi awal pada kelas eksperimen
X = Penerapan Model Discovery Learning
O2 = Observasi akhir pada kelas eksperimen

3.2 Tempat dan Waktu


3.2.1 Tempat
Tempat penelitian yang digunakan untuk melakukan penelitian
adalah di SDN 4 Trimurjo yang beralamat di Jl.IrigasiPunggurUtara,
Kec.Trimurjo,Kab.Lampung Tengah.
3.2.2 Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan pada awal semester genap tahun
ajaran 2022/2023.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik yang
beragama Hindu di SDN 4 Trimurjo tahun ajaran 2022/2023 yang
berjumlah 30 peserta didik.
3.3.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik Sempel Jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono dalam Heri,2022).
Berdasarkan pengertian diatas sampel dalam penelitian ini adalah peserta
didik yang beragama Hindu di SDN 4 Trimurjo tahun ajaran 2022/2023
yang berjumlah 30 peserta didik.
DEFINISI OPRASIONAL

No Variabel Definisi Oprasional Indikator Instrumen Skala Skoring


Penelitian
MODEL 1. Stimulation
1. Bruner dalam Sariani (2021) Lembar Ordinal 80%-100%
DISCOVERY
(pemberian
LEARNING menyatakan kalau discovery learning Pengamatan/ Baik
(X) rangsangan)
adalah proses pencarian pengetahuan Observasi
59%-79%
2. Problem Statement
yang dilakukan oleh siswa untuk
Cukup
(mengidentifikasi
menemukan suatu pemecahan masalah
masalah) 0%-58%
atau fakta. Dengan kata lain, siswa
3. Data collection Kurang
berusaha sendiri untuk mencari
(pengumpulan data)
pengetahuannya demi menghasilkan
4. Data Processing
pembelajaran yang bermakna. Dalam
(pengolahan data)
model pembelajaran ini, guru tidak
yaitu siswa
mengajarkan materi dengan cara
mengolah data yang
hafalan tetapi memfasilitasi proses
sudah diperoleh
pembelajaran. Artinya, kita merancang
kemudian data
pembelajaran yang membantu siswa
tersebut ditafsirkan
untuk menemukan hubungan antara
dengan bimbingan
guru.
potongan-potongan informasi.
5. Verification
(pembuktian)
6. Generalization
(generalisasi)
1. memperhatikan
2. KEAKTIFAN keaktifan adalah kesibukan atau Lembar Ordinal 75%-100%
penjelasan guru,
SISWA (Y) kegiatan.Keaktifan belajar siswa Pengamatan/ Tinggi
2. mengajukan
merupakan unsur dasar yang penting Observasi
51%-74%
pertanyaan,
bagi keberhasilan proses
Sedang
3. merespon
pembelajaran. Keaktifan adalah
pertanyaan, 25%-50%
kegiatan yang bersifat fisik maupun
4. berdiskusi dalam Rendah
mental, yaitu berbuat dan berfikir
kelompok,
sebagai suatu rangkaian yang tidak 0%-24%
5. mencatat rangkuman
dapat dipisahkan (S Syahputri,2018). Sangat
materi pelajaran,
Rendah
6. menyampaikan
ide/gagasan,
7. mempresentasikan
hasil kerja
kelompok.

Anda mungkin juga menyukai