Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemberlakuan Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia

Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga Negara

yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkonstribusi

pada kehidupan masyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.

Selama proses pembelajaran siswa seharusnya ikut terlibat secara

langsung agar siswa memperoleh pengalaman dari proses pembelajaran.

Pendidikan Sains menekankan pada pemberian pengalaman untuk

mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam

sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan untuk “mencari tahu” dan

“berbuat” sehingga dapat membantu siswa memperoleh pemahaman yang

lebih mendalam tentang alam sekitar. Carl Sagan dalam Koes (2003:5)

mendefinisikan Sains lebih sebagai sebuah cara berpikir daripada satu

kumpulan pengetahuan.

Mata pelajaran IPA di SMP menekankan pada pemberian pengalaman

langsung untuk mengembangkan kompetensi agar guru mampu

mengembangkan suatu strategi dalam mengajar yang dapat meningkatkan

motivasi siswa, sehingga keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar

meningkat. Dalam pelaksanaannya, metode ceramah yang merupakan metode

konvensional masih mendominasi dalam proses pembelajaran fisika. Metode

ceramah hanya mengutamakan produk atau hasilnya saja. Padahal dalam

pembelajaran fisika, proses dan produk sama pentingnya serta tidak dapat

dipisahkan. Oleh karena itu, penggunaan metode dan pendekatan pembelajaran


yang tepat dan bervariasi diharapkan akan meningkatkan aktivitas

belajar siswa, dan dengan meningkatnya aktivitas selama pembelajaran,

diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Guru dapat meningkatkan aktivitas anak didiknya melalui pembelajaran

yang berbasis laboratorium dan penyelidikan. Untuk kepentingan ini salah satu

metode pembelajaran yang sesuai adalah inkuiri. Inkuiri merupakan metode

pembelajaran Sains yang mengacu pada suatu cara untuk mempertanyakan,

mencari pengetahuan, informasi, atau mempelajari suatu gejala (Koes,

2003:12). Apabila siswa belum pernah mempunyai pengalaman belajar

dengan kegiatan-kegiatan inkuiri, maka diperlukan bimbingan yang cukup

luas dari guru. Hal inilah yang disebut dengan inkuiri terbimbing.

Kenyataan yang ditemui di lapangan, banyak guru menggunakan

Pembelajaran konvensional (ceramah). Siswa hanya mendengar dan

mencatat. Alasan menggunakan pembelajaran konvensional yang dikemukakan

oleh beberapa sumber informasi (guru) antara lain : terbenturnya oleh

waktu tatap muka di kelas, kesulitan untuk menyusun bahan pelajaran yang

menggunakan pendekatan yang menarik, sarana dan prasarana yang kurang

mendukung. Alasan tersebut menjadikan guru lebih memilih metode ceramah

daripada metode lain.

Berdasarkan hasil ulangan tengah semester 1 pada SMP Negeri 1 Pulau

Sebuku diperoleh data bahwa kelas VII belum mencapai kriteria ketuntasan belajar

secara klasikal. Kelas VII yang terdiri dari 22 peserta didik, hanya 17 peserta didik

yang tuntas belajarnya dengan persentase 62,96%. Hasil Ulangan Tengah Semester

peserta didik kelas VII selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1.

Tingkat keberhasilan belajar peserta didik diukur dengan menggunakan


standar yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah. Secara individual peserta didik

dikatakan berhasil dalam belajarnya jika memperoleh nilai ≥ 70 dan secara klasikal

suatu kelas dikatakan berhasil jika 75 % dari jumlah peserta didik yang mengikuti

PBM (Proses Belajar Mengajar) dapat menguasai minimal 70 % dari bahan

pelajaran yang diberikan atau memperoleh nilai ≥ 70.

Rendahnya hasil belajar IPA peserta didik kelas VII diperkirakan

penyebabnya ada beberapa faktor yaitu faktor peserta didik dan faktor guru. Faktor

peserta didik yaitu berupa rendahnya motivasi belajar pada diri peserta didik,

nampaknya menjadi hal yang paling utama dalam mempengaruhi hasil belajar

peserta didik sedangkan faktor guru diantaranya metode yang selama ini dijalankan

mungkin kurang memotivasi peserta didik untuk lebih aktif dan kreatif dalam

mengikuti pelajaran matematika. Pembelajaran lebih terpusat pada guru dan

peserta didik tidak secara aktif dilibatkan dalam proses belajar mengajar.

Mencermati hal tersebut, guru harus memilih pendekatan pembelajaran

yang melibatkan peserta didik secara lebih aktif sehingga hasil belajar peserta

didik pun meningkat. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan

adalah pendekatan inkuiri.

Pendekatan inkuiri merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang

melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan

menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat

merumuskan sendiri penemuan-penemuannya dengan penuh percaya diri

(Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018:42).

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian yang

berjudul “Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Topik Klasifikasi Materi dan

Perubahannya Melalui Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Siswa Kelas VII SMP
Negeri 1 Pulau Sebuku Tahun Pelajran 2021/2022” dengan menggunakan salah satu

pendekatan pembelajaran yang telah dikenal oleh peneliti, dengan harapan peserta didik

nantinya merasa lebih termotivasi dalam belajarnya. Penggunaan pendekatan ini

diharapkan mampu menumbuhkembangkan rasa kebersamaan diantara peserta didik,

sehingga bukanlah sistem kompetisi yang menonjol diantara mereka. Penelitian Tindakan

Kelas (PTK) yang akan dilaksanakan nantinya diharapkan mampu untuk meningkatkan

mutu proses dan hasil pembelajaran di kelas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini:

Apakah melalui penerapan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing dapat

meningkatkan prestasi belajar IPA peserta didik kelas VII SMP Negeri 1 Pulau Sebuku

tahun pelajaran 2021/2022?

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan permasalahan dalam penelitian ini perlu dibatasi agar tidak meluas,

yaitu sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan pada tahun pelajaran 2021/2022 semester 2.

2. Penelitian dilakukan pada pokok bahasan Materi dan perubahannya.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Peningkatan aktivitas belajar IPA topik klasifikasi materi dan perubahannya melalui

pembelajaran inkuiri terbimbing pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Pulau Sebuku

tahun pelajaran 2021/2022,


2. Peningkatan hasil belajar IPA topik klasifikasi materi dan perubahannya melalui

pembelajaran inkuiri terbimbing pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Pulau Sebuku

tahun pelajaran 2021/2022.

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi sekolah sebagai informasi dalam rangka meningkatkan

efektivitas dan efisiensi dalam proses pembelajaran.

1.4.2 Bagi guru-guru selaku pendidik sebagai strategi pembelajaran

bervariasi yang dapat memperbaiki dan meningkatkan sistem

pembelajaran di kelas, serta membantu guru menciptakan

kegiatan belajar yang menarik.

1.4.3 Bagi siswa dapat meningkatkan minat belajar Sains melalui aktivitas

laboratorium sehingga siswa lebih mendalami konsep yang

sedang dipelajari. Serta meningkatkan keaktifan

siswa dalam proses


pembelajaran sehingga siswa lebih aktif mengajukan pendapat,

bertanya, menyanggah pendapat, dan menjawab pertanyaan selama

pembelajaran berlangsung.

1.4.4 Bagi peneliti digunakan untuk menambah pengetahuan dalam

membekali diri sebagai calon guru fisika yang memperoleh

pengalaman penelitian secara ilmiah agar kelak dapat dijadikan

modal sebagai guru dalam mengajar.

1.5 Penegasan Istilah

Untuk membatasi masalah dan menghindari kesalahpahaman

terhadap istilah dalam skripsi ini, maka perlu dikemukakan penegasan

istilah. Batasan pengertian dari judul penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.5.1 Meningkatkan Aktivitas

Meningkat berarti naik (Anonim, 1980). Sedangkan aktivitas

berasal dari kata “Aktif”, secara istilah adalah kegiatan

untuk melakukan sesuatu. Jadi meningkatkan aktivitas adalah usaha

untuk menaikkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses

belajar mengajar. Sehingga terjadi interaksi yang efektif antara

guru dan siswa. Aktivitas tersebut meliputi perhatian

siswa saat guru memberikan penjelasan, respon

dalam mengajukan permasalahan, melakukan penyelidikan,

menjawab soal dari guru dan siswa lain, mengemukakan

pendapat saat diskusi, dan memberikan tanggapan terhadap

pendapat siswa lain.


1.5.2 Hasil belajar

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,

pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan

ketrampilan (Hamalik, 2005:31). Hal ini dimaksudkan hasil yang

berupa nilai kognitif siswa diatas standar yaitu >65.

1.5.3 Sains-Fisika

Sains merupakan cara mencari tahu tentang alam semesta

untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep,

prinsip- prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah.

Salah satu mata pelajaran Sains di SMP adalah fisika.

1.5.4 Pembelajaran

Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru

sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang

baik (Darsono, 2000:24). Pembelajaran sangat berkaitan dengan

metode mengajar.

1.5.5 Inkuiri terbimbing

Inkuiri adalah suatumetode yang digunakan dalam

pembelajaran (fisika/Sains) dan mengacu pada salah satu cara untuk

mempertanyakan, mencari pengetahuan atau informasi atau

mempelajari suatu gejala. (Koes, 2003:12)

Inkuiri yang diterapkan adalah inkuiri terbimbing, dimana

guru membuat rencana pembelajaran atau langkah-langkah


percobaan. Siswa melakukan percobaan atau penyelidikan untuk

menemukan konsep-konsep yang telah ditetapkan guru.

1.5.6 Pemantulan Cahaya

Cahaya merupakan salah satu sub mata pelajaran Sains atau

bagian dari mata pelajaran fisika. Cahaya dalam sebuah medium

akan merambat mengikuti garis lurus. Pemantulan cahaya adalah

salah satu sifat cahaya apabila sinar cahaya jatuh pada

permukaan benda lalu dibalikkan kembali. Dalam pemantulan

cahaya akan dibahas tentang hukum pemantulan, sifat bayangan

yang dibentuk oleh cermin datar, sifat bayangan yang dibentuk oleh

cermin cekung dan cembung.

1.6 Sistematika Skripsi

Untuk memudahkan dan memperjelas skripsi ini, maka

akan diuraikan secara singkat sistematika penulisan skripsi. Ada 3

bagian sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagian awal terdiri dari halaman judul, halaman pengesahan

pembimbing, halaman pengesahan, pernyataaan, abstrak, motto dan

persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan

daftar lampiran.

2. Bagian isi skripsi terdiri dari :


BAB I Pendahuluan berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan, manfaat, penegasan istilah, sistematika skripsi.

BAB II Tinjauan teori berisi sejumlah teori yang mendasari

penyusunan skripsi ini dan mendukung atau menjadi

acuan dalam menguji rumusan masalah. Didalamnya

meliputi tinjauan tentang belajar dalam konteks pembelajaran,

tinjauan tentang aktivitas belajar, tinjauan tentang

hakikat Sains, tinjauan tentang hasil belajar, tinjauan

tentang inkuiri terbimbing, tinjauan tentang materi

pemantulan cahaya.

BAB III. Metodologi penelitian, bab ini berisi tentang setting dan

subyek penelitian, faktor yang diteliti, rencana

tindakan penelitian, prosedur penelitian, metode

pengumpulan data, metode analisis data, indikator

keberhasilan.

BAB IV Hasil penelitian dan pembahasan berisi peningkatan aktivitas

dan hasil belajar tiap siklus serta pembahasannya.

BAB V Kesimpulan dan saran berisi kata penutup yang memuat

kesimpulan dan saran.

3. Bagian akhir terdiri dari daftar pustaka, lampiran-lampiran, tabel, dan

surat penelitian.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Belajar Dalam Konteks Pembelajaran

Ada beberapa ahli yang mendefinisikan tentang pengertian belajar

atau “learning”, baik secara umum maupun khusus. Seringkali

perumusan dan penafsiran itu berbeda satu sama lain. Adapun beberapa

perumusan tentang belajar dalam Hamalik ( 2005:27-28 ) sebagai berikut.

a. Dalam pengertian lama, mendefinisikan belajar adalah memperoleh

pengetahuan, latihan-latihan pembentukan kebiasaan secara otomatis.

b. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening

of behavior through experiencing). Jadi belajar merupakan

suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar

disini bukan hanya mengingat, akan tetapi juga

mengalami atau berpartisipasi langsung.

c. Sejalan dengan perumusan diatas, ada pula tafsiran lain tentang belajar

yaitu belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu

melalui interaksi dengan lingkungan. Belajar disinilah

menitikberatkan pada interaksi antara individu dengan

lingkungan. Di dalam interaksi tersebut akan terjadi serangkaian

pengalaman-pengalaman belajar.

Namun pada dasarnya belajar merupakan proses yang

menghendaki adanya perubahan perilaku akibat interaksi individu

dengan lingkungan.
Gagne dan Berliner menyatakan bahwa belajar merupakan proses

dimana organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman.

Teori Piaget menyatakan bahwa anak menjadi tahu dan memahami

lingkungannya melalui jalan interaksi dan beradaptasi dengan

lingkungan tersebut. Menurut teori ini siswa harus membangun

pengetahuannya sendiri melalui observasi, eksperimen, diskusi, dan lain-

lain. Implikasi dari teori tersebut terhadap pembelajaran Sains adalah

bahwa guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir dan

menggunakan akalnya.

Jadi unsur-unsur pokok yang terkadung dalam pengertian belajar

adalah :

1. Belajar sebagai proses pengalaman.

2. Perolehan pengetahuan dan keterampilan.

3. Perubahan tingkah laku bersifat relatif permanen.

4. Aktivitas diri.

Adapun ciri-ciri belajar menurut William Burton dalam Hamalik (2005:31)

sebagai berikut.

1. Proses belajar ialah pengalaman, berbuat, mereaksi, dan melampaui

(Under going).

2. Proses situasi melalui bermacam-macam ragam pengalaman dan mata

pelajaran-mata pelajaran yang terpusat pada suatu tujuan tertentu.

3. Pengalaman belajar secara maksimum bermakna bagi kehidupan murid.

4. Pengalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan murid sendiri

yang mendorong motivasi yang kontinu.


5. Proses belajar dan hasil belajar disyarati oleh hereditas dan lingkungan.

6. Proses belajar dan hasil usaha belajar secara materiil dipengaruhi oleh

perbedaan-perbedaan individual dikalangan murid-murid.

7. Proses belajar berlangsung secara efektif apabila pengalaman-

pengalaman dan hasil-hasil yang diinginkan disesuaikan dengan

kematangan murid.

8. Proses belajar yang terbaik apabila murid mengetahui status dan

kemajuan.

9. Proses belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai prosedur.

10. Hasil-hasil belajar secara fungsional bertalian satu sama lain, tetapi dapat

didiskusikan secara tepisah.

11. Proses belajar berlangsung secara efektif di bawah bimbingan yang

merangsang dan membimbing tanpa tekanan dan paksaan.

12. Hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-

pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan keterampilan.

13. Hasil-hasil belajar diterima oleh murid apabila memberi kepuasan pada

kebutuhannya dan berguna serta bermakna baginya.

14. Hasil-hasil belajar dilengkapi dengan serangkaian pengalaman-

pengalaman yang dapat dipersamakan dan dengan pertimbangan

yang baik.

15. Hasil-hasil belajar itu lambat laun dipersatukan menjadi kepribadian

dengan kecepatan yang berbeda-beda.


16. Hasil-hasil belajar yang telah dicapai adalah bersifat komplek dan dapat

berubah-ubah (adaptabel). Jadi tidak sederhana dan statis.

Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antar peserta

didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke

arah yang lebih baik (Mulyasa, 2003:100).

Prakteknya, pembelajaran sangat terkait dengan metode mengajar.

Dalam proses perkembangan pendidikan di Indonesia bahwa salah satu

hambatan yang paling menonjol dalam pelaksanaannya adalah

metode mengajar. Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang

cara-cara mengajar yang digunakan oleh guru atau instruktur. Pengertian

lain ialah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau

menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, baik

secara individu ataupun kelompok, agar pelajaran dapat diserap,

dipahami, dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik. Makin baik

metode mengajar makin efektif pula pencapaian tujuan (Ahmadi,

1997:52). Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah

mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan

perilaku bagi peserta didik. Umumnya pelaksanaan pembelajaran

mencakup tiga hal yaitu pretest, proses belajar mengajar, dan postest.

Pretest adalah permulaan dalam proses pembelajaran yang

bertujuan untuk menjajagi kemampuan awal peserta didik, mengetahui

tingkat kemajuan peserta didik berhubungan dengan proses

pembelajaran dan mengetahui darimana seharusnya proses pembelajaran

dimulai. Proses
sebagai kegiatan dari pelaksanan proses pembelajaran yakni bagaimana

tujuan-tujuan direalisasikan. Postest adalah kegiatan akhir

pelaksanaan pembelajaran guna melihat

keberhasilan pembelajaran dengan membandingkan

hasil pretest.

2.2 Tinjauan Tentang Aktivitas Belajar

Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah

sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di

dalam interaksi belajar mengajar. Sebagai rasionalitasnya, hal ini

juga mendapatkan pengakuan dari berbagai ahli pendidikan.

Frobel dalam Sardiman (2001:38) mengatakan bahwa “manusia

sebagai pencipta“. Dalam ajaran agama pun diakui bahwa manusia

adalah sebagai pencipta yang kedua (setelah Tuhan). Secara alami

peserta didik memang ada dorongan untuk menciptakan. Peserta didik

adalah suatu organisme yang berkembang dari dalam. Prinsip utama yang

dikemukakan Frobel bahwa peserta didik harus bekerja sendiri.

Untuk memberikan motivasi, maka dipopulerkan suatu semboyan “berpikir

dan berbuat”. Begitu juga dalam belajar sudah tentu tidak mungkin

meninggalkan dua kegiatan berpikir dan berbuat.

Montessori juga menegaskan bahwa “anak-anak itu

memiliki tenaga-tenaga untuk berkembang sendiri, membentuk sendiri”.

Pendidikan akan berperan sebagai pembimbing dan

mengamati bagaimana perkembangan anak-anak didiknya.

Pernyataan Montessori ini memberikan


petunjuk bahwa yang lebih banyak melakukan aktivitas didalam

pembentukan diri adalah anak itu sendiri, sedangkan pendidikan

memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang

akan diperbuat oleh anak didik.

Dalam hal kegiatan belajar ini, Rousseou memberikan

penjelasan bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan

pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, dengan

belajar sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara

rohani maupun teknis. Oleh sebab itu, orang yang belajar harus aktif

sendiri, tanpa ada aktivitas, maka proses belajar tidak mungkin terjadi.

Guru bertugas menyedikan bahan pelajaran, tetapi yang mengolah dan

menentukan adalah siswa sesuai dengan bakat, kemampuan, dan latar

belakang masing-masing. Belajar adalah berbuat dan sekaligus

merupakan proses yang membuat anak didik aktif dan mendominasi

aktivitas adalah siswa. Agar anak didik berpikir sendiri, maka harus diberi

kesempatan untuk berbuat sendiri.

Sehubungan dengan ini, maka Piaget menerangkan bahwa seorang

anak itu berpikir sepanjang ia berbuat. Tanpa perbuatan berarti anak itu tidak

berpikir. Keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar,

sehingga terjadi interaksi yang efektif antara guru dan siswa.

Dalam pengajaran dapat dikatakan efektif apabila pengajaran yang

menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri.

Sekolah merupakan area untuk mengembangkan aktivitas. Banyak

jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa
tidak cukup hanya mendengar dan mencatat seperti yang lazim terdapat

disekolah-sekolah tradisional. Paul B. Diedrich dalam Sardiman (2001:76 )

membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang

antara lain dapat digolongkan sebagai berikut :

1. visual activities meliputi membaca, memperhatikan gambar demonstrasi,

percobaan, pekerjaan orang lain.

2. Oral activities, meliputi menyatakan, merumuskan, bertanya,

memberi saran, mengemukakan pendapat, mengadakan wawancara,

diskusi, interupsi.

3. Listening activities, meliputi uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.

4. Writing activities, meliputi menulis cerita, karangan, laporan, angket,

menyalin.

5. Drawing activities, meliputi menggambar, membuat grafik, peta,

diagram.

6. Motor activities, meliputi melakukan percobaan, membuat konstruksi,

model, mereparasi, bermain, berkebun, berternak.

7. Mental activities, meliputi menangggap, mengingat, memecahkan soal,

menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.

8. Emotional activities, meliputi menaruh minat, merasa bosan, gembira,

semangat, bergairah, tenang, dan gugup.

Aktivitas yang akan dinilai dalam penelitian yaitu

penilaian psikomotorik dan afektif. Penilaian psikomotorik meliputi aspek

merangkai alat percobaan, mengukur, menghitung, analisis data dan

melukis jalannya
sinar. Penilaian afektif (minat) meliputi kehadiran di kelas, bertanya dan

memberikan tangggapan, partisipasi dalam kegiatan laboratorium,

dan ketepatan waktu mengumpulkan laporan. Sedangkan penilaian

afektif (sikap) meliputi bekerjasama dalam kelompok, kejujuran, ketekunan

belajar, dan tangungjawab.

Menurut Hamalik (2005:175-176), adapun nilai-nilai aktivitas

dalam pengajaran bagi siswa sebagai berikut :

1. Para siswa mancari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.

2. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa

secara integral.

3. Memupuk kerja sama yang harmonis di kalangan siswa.

4. Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri.

5. Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi

demokratis.

6. Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara

orang tua dengan guru.

7. Pengajaran diselenggarakan secara realitis dan konkret sehingga

mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta

menghindarkan verbalitis.

8. Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam

kehidupan di masyarakat.

2.3 Tinjauan Tentang Hasil Belajar


Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-

pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan ketrampilan (Hamalik,

2005:31). Hasil belajar bukan hanya suatu penguasaan hasil latihan

saja, melainkan mengubah perilaku. Bukti yang nyata jika seseorang telah

belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut,

misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Tingkah laku dalam belajar memiliki unsur subyektif dan

unsur motoris. Unsur subyektif adalah unsur rohaniah, sedangkan unsur

motoris adalah unsur jasmaniah. Tingkah laku manusia terdiri dari

sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada

aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek tersebut adalah :

1) Pengetahuan

2) Pengertian

3) Kebiasaan

4) Keterampilan

5) Apresiasi

6) Emosional

7) Hubungan sosial

8) Jasmani

9) Etis atau budi pekerti

10) Sikap
Jika seseorang telah melakukan perbuatan belajar, maka akan

terlihat terjadinya salah satu atau beberapa aspek tingkah laku diatas.

Horword Kingsley membagi tiga macam hasil belajar yaitu

a. Keterampilan dan kebiasaan.

b. Pengetahuan dan pengertian.

c. Sikap dan cita-cita.

Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, antara lain ;

a. Informasi verbal

b. Keterampilan intelektual

c. Strategi kognitif

d. Sikap

e. Keterampilan motoris.

Klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom membagi menjadi

tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.

2.4 Tinjauan Tentang Hakikat Sains-Fisika

Sains berasal dari bahasa Inggris science yang berarti pengetahuan.

Sains adalah ilmu pengetahuan yang sangat dinamis dan selalu mengalami

perubahan dan perkembangan secara kontinu. Sains banyak mendiskusikan

tentang alam yang terdiri dari ilmu fisika, kimia, dan biologi.

Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara

sistematis, sehingga Sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga


merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan Sains di sekolah menengah

pertama diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari

diri sendiri dan alam sekitar.

Pendidikan Sains menekankan pada pemberian pengalaman

langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi

dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan

untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk

memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Oleh karena itu, pendidikan Sains diterapkan dalam menyajikan

pembelajaran.

Sains adalah memadukan antara pengalaman proses Sains dan

pemahaman produk Sains dalam bentuk pengalaman langsung. Hal ini juga

sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa SMP yang masih berada

pada fase transisi dari konkrit ke formal, akan sangat memudahkan

siswa jika pembelajaran Sains mengajak anak untuk belajar

merumuskan konsep secara induktif berdasar fakta-fakta empiris di

lapangan.

Hakikat fisika sama halnya dengan hakikat Sains karena fisika

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Sains. Sagan dalam Koes

(2003:5) mengatakan tentang Sains :

Tujuan Sains adalah untuk menemukan bagaimana alam


bekerja, mencari bagaimana aturannya, memecahkan
keteraturan yang ada…dari partikel-pertikel subnuklir yang
mungkin membawa komponen utama semua materi, ke
makhluk hidup, komunitas sosial manusia, dan kemudian kosmos
secara keseluruhan. Persepsi kita mungkin mengalami distorsi
oleh latihan dan praduga atau bahkan karena keterbatasan
indera kita yang tentu saja menerima secara langsung tetapi
hanya sebagian kecil dari gejala
alam….Sains didasarkan atas eksperimen, pada kemauan untuk
menantang dogma lama, pada keterbukaan untuk melihat alam
semesta seperti apa yang sesungguhnya. Serta merta Sains kadang-
kadang membutuhkan keberanian…paling tidak keberanian untuk
mempertanyakan kebijaksanaan konvensional.

Secara umum, hakikat Sains menurut model kontemporer adalah

sebagai berikut.

1. Sains adalah organisasi pengetahuan kita untuk membantu kita

mempelajari alam.

2. Sains adalah bagian dari kemajuan dan kreativitas manusia (Sains itu

berkembang).

3. Sains adalah sebuah pencarian untuk temuan-temuan (Sains adalah

sebuah proses).

4. Sains terdiri dari berbagai disiplin dan proses

5. a. Sains adalah upaya-upaya kompetitif.

b. Popularitas pengetahuan ilmiah berkait secara langsung dengan

prestise orang yang menemukan pengetahuan itu.

c. Kemudahan seorang ilmuwan menerima pengetahuan berkaitan

secara langsung dengan seberapa dekat paradigma ilmuwan

(program penelitian dll) dengan paradigma pengetahuan yung satu

dengan yang lainnya.

2.5 Tinjauan Tentang Inkuiri Terbimbing

2.5.1 Definisi inkuiri terbimbing


Inkuiri berasal dari kata inquire yang berarti menanyakan,

meminta keterangan, atau penyelidikan, dan inkuiri berarti penyelidikan

(Ahmadi, 1997:76). Siswa diprogramkan agar selalu aktif secara mental

maupun fisik. Materi yang disajikan guru bukan begitu saja

diberikan dan diterima oleh siswa, tetapi siswa diusahakan

sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh berbagai

pengalaman dalam rangka “menemukan sendiri” konsep-konsep

yang direncanakan oleh guru (Ahmadi, 1997: 79).

Menurut Carin dan Sund (1975), yang dimaksud dengan inkuiri

ialah

The process of investigasing a problem. Inquiry differs from


problem solving in that an individual may origainate the problem
and develop his own strategies for obtaining information. Unlike
problem solving there is not set pattern to inquiry. An individual
may be be involved in may methods of obtaining information and
be may take intuitive aporoaches to the problem. The and product
of inquiry may result in a to the problem. The end product of inquiry
may result in a discovery.

Inkuiri adalah suatu metode yang digunakan dalam pembelajaran

fisika dan mengacu pada suatu cara untuk mempertanyakan,

mencari pengetahuan, informasi atau mempelajari suatu gejala.

Wayne Welch berpendapat bahwa metode penyelidikan ilmiah

sebagai proses inkuiri.

Ia juga mengidentifikasi lima sifat dari proses inkuiri, yaitu pengamatan,

pengukuran, eksperimentasi, komunikasi, dan proses-proses

mental (Koes, 2003:12-13).

Dalam pembelajaran Sains dengan pembelajaran inkuiri, guru

harus membimbing siswa terutama siswa yang belum pernah mempunyai


pengalaman belajar dengan kegiatan-kegiatan inkuiri. Atas dasar

kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan, W.R Romey (1968,h.22)

membedakan inkuiri menjadi dua tingkat, yaitu :

a. Inkuiri dengan aktivitas terstruktur

Dalam inkuiri dengan “Aktivitas terstruktur” siswa

memperoleh petunjuk-petunjuk lengkap yang mengarahkan

pada prosedur yang didesain untuk memperoleh sesuatu konsep

atau prinsip tertentu.

b. Inkuiri dengan aktivitas tidak terstruktur

Dalam inkuiri dengan “Aktivitas Tidak Terstruktur”,

hanya terdapat penyajian masalah, dan siswa secara bebas

memilih dan menggunakan prosedur-prosedur masing-masing,

menyusun data yang diperolehnya, menganalisisnya dan

kemudian menarik kesimpulan.

Sedangkan Carin dan Sund (h.111) berpendapat

bahwa pembelajaran model inkuiri mencakup inkuiri induktif

terbimbing dan tak terbimbing, inkuiri deduktif, dan

pemecahan masalah. Diantara model-model inkuiri yang lebih

cocok untuk siswa siswa SMP adalah inkuiri induktif terbimbing,

dimana siswa terlibat aktif dalam pembelajaran tentang konsep

atau suatu gejala melalui pengamatan, pengukuran,

pengumpulan data untuk ditarik

kesimpulan. Pada inkuiri induktif terbimbing, guru tidak lagi

berperan sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima


informasi, tetapi guru membuat rencana pembelajaran atau langkah-

langkah percobaan. Siswa melakukan percobaan atau

penyelidikan untuk menemukan konsep-konsep yang telah

ditetapkan guru. Menurut Gulo (2002:86-87), peranan utama guru

dalam menciptakan kondisi pembelajaran inkuiri adalah sebagai

berikut.

a. Motivator, yang memberikan rangsangan supaya siswa aktif dan

gairah berpikir.

b. Fasilitator, yang menunjukkan jalan keluar jika ada hambatan

dalam proses berpikir siswa.

c. Penanya, untuk menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka

perbuat dan memberikan keyakinan pada diri sendiri.

d. Administrator, yang bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan

di dalam kelas.

e. Pengarah, yang memimpin arus kegiatan berpikir siswa pada

tujuan yang diharapkan.

f. Manajer, yang mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi

kelas.

g. Rewarder, yang memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai

dalam rangka peningkatan semangat heuristik pada siswa.

2.5.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Inkuiri


Menurut Memes (2000:42), ada enam langkah yang

diperhatikan dalam inkuiri terbimbing, yaitu :

1. Merumuskan masalah.

2. Membuat hipotesa.

3. Merencanakan kegiatan.

4. Melaksanakan kegiatan.

5. Mengumpulkan data.

6. Mengambil kesimpulan.

Enam langkah pada inkuiri terbimbing ini mempunyai peranan

yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Para

siswa akan berperan aktif melatih keberanian, berkomunikasi

dan berusaha mendapatkan pengetahuannya sendiri untuk

memecahkan masalah yang dihadapi. Tugas guru adalah

mempersiapkan skenario pembelajaran sehingga pembelajarannya

dapat berjalan dengan lancar. Skenario pembelajaran inkuiri Menurut

Gulo (2002:99) dapat dilihat pada bagan di bawah ini :

KEGIATAN SISWA SINTAKS ALIRAN KEGIATAN GURU KETERANGAN


KEGIATAN
1.1 Mengerjakan pre- 1.1 Menentukan entry 1. Guru
test Menentukan behaviour mempersiapkan
1.2 Menunjukkan tujuan 1.2 Menjelaskan hand-outs tentang
kebutuhan pengajaran tujuan pengajaran materi dan yang
masalah dan minta berhubungan
informasi dengan konten
2.1 Mendengarkan, Pengantar 2.1 Memberikan 2. Menentukan batas
mempertanyakan, singkat tentang penjelasan singkat waktu
mengusulkan konten dan dan menyeluruh
prosedur tentang konten
dan prosedur kerja
3.1 Masuk ke dalam 3.1 Mengorganisasi 3. Menjajaki cara
kelompok Membentuk fasilitas dan pembentukan
kelompok kelompok kelompok

4.1 Merumuskan, 4.1 Mengamati,


mengklasifikasika Klasifikasi membantu,
n tujuan tujuan mengarahkan
4.2 Urutan tugas
5.1 Membaca, 5.1 Menganjurkan, 5. Saling membantu
bertanya, memberi fasilitas, antarsiswa
mengamati, dan bimbingan
Kerja
membuat catatan,
individual
meneliti,
mengorganisasi
data
6.1 Analisis data, 6.1 Menganjurkan, 6. Saling membantu
kesimpulan Laporan pada memberi fasilitas antarsiswa
individual kelompok dan bimbingan
7.1 Sharing penemuan, 7.1 Menganjurkan, 7. Saling membantu
kritik mengambil Diskusi memberi fasilitas antarsiswa
catatan, kelompok dan bimbingan.
kesimpulan
pandahuluan
8.1 Menulis laporan 8.1 Memberi bantuan 8. Saling membantu
kelompok Laporan
antarsiswa kelompok
9.1 Menanggapi dan 9.1 Memantau, 9. Memimpin
bertanya Diskusi membantu diskusi
kelas mengelola kelas

10.1 Tanya jawab, catat 10.1 Sintesis, 10. Memimpin


Rangkuman
menyimpulkan diskusi
11.1 Mamberi saran 11.1 Menentukan 11. Memimpin
Tindakan tindak lanjut diskusi
lanjut berdasarkan hasil
diskusi
Gambar 1. Skenario pembelajaran inkuiri Menurut Gulo

2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan inkuiri terbimbing


2.4.3.1 Kelebihan inkuiri terbimbing

Menurut Suryobroto (2002:201), ada beberapa kelebihan

pembelajaran inkuiri antara lain :

1. Membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak

persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif

siswa.

2. Membangkitkan gairah pada siswa misalkan siswa merasakan

jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan

dan kadang-kadang kegagalan.

3. Memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai

dengan kemampuan.

4. Membantu memperkuat pribadi siswa dengan

bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri

melalui proses-proses penemuan.

5. Siswa terlibat langsung dalam belajar sehingga termotivasi

untuk belajar.

6. Strategi ini berpusat pada anak, misalkan memberi

kesempatan kepada mereka dan guru berpartisipasi

sebagai sesama dalam mengecek ide. Guru menjadi teman

belajar, terutama dalam situasi penemuan yang

jawabanya belum diketahui.

2.4.3.1 Kekurangan inkuiri terbimbing


Kelemahan inkuiri menurut Suryobroto (2002:201)

adalah sebagai berikut.

1. Dipersyaratkan keharusan ada persiapan mental untuk cara

belajar ini.

2. Pembelajaran ini kurang berhasil dalam kelas besar, misalnya

sebagian waktu hilang karena membantu siswa

menemukan teori-teori atau menemukan bagaimana ejaan

dari bentuk kata-kata tertentu.

3. Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin

mengecewakan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan

dan pembelajaran secara tradisional jika guru tidak

menguasai pembelajaran inkuiri.

2.6 Tinjauan Tentang Materi Pemantulan Cahaya

2.6.1 Pengertian pemantulan cahaya


Cahaya merupakan gelombang elektromagnet yang merambat

dengan arah perambatannya lurus dan mempunyai kecepatan

tertentu, tergantung jenisnya. Berkas cahaya adalah cahaya yang

tampak sebagai kelompok sinar-sinar cahaya. Berkas cahaya

dibedakan menjadi 3 yaitu

1. Berkas cahaya sejajar

2. Berkas cahaya mengumpul (konvergen)

3. Berkas cahaya menyebar (divergen)


Jika sinar cahaya jatuh pada permukaan benda lalu dibalikkan

kembali, kita sebut dengan pemantulan. seberkas cahaya sejajar

datang pada permukaan yang rata seperti permukaan cermin

datar atau permukaan air yang tenang, maka pemantulan ini

disebut pemantulan teratur.

2.6.2 Hukum pemantulan


Hukum pemantulan cahaya pada suatu permukaan

menyatakan bahwa :

a. Sinar datang, sinar pantul, garis normal berpotongan pada satu

titik dan terletak pada bidang datar.

b. Sudut datang (i) sama dengan sudut pantul (r)

Secara matematis dituliskan bahwa : i  r

Garis normal

Cermin datar
Gambar 2. hukum Pemantulan

Beberapa pengertian dalam hukum pemantulan (Hukum

Snellius) antara lain :

 Sinar datang ialah sinar yang datang pada permukaan benda.

 Sianr pantul ialah sinar yang dipantulkan oleh permukaan benda.

 Garis normal ialah garis yang dibuat tegak lurus pada permukaan

benda.

 Sudut datang ialah sudut antara sinar datang dengan garis normal.
 Sudut pantul ialah sudut antara sinar pantul dengan garis normal.

2.6.3 Pemantulan pada cermin datar


Sebuah cermin yang permukaannya datar sempurna disebut

cermin datar.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melukiskan bayangan pada

cermin datar, sebagai berikut.

 Sinar selalu berasal (datang dari sisi depan cermin/sisi mengkilat)

dan dipantulkan kembali ke sisi depan.

 Bayangan nyata dibentuk oleh perpotongan langsung sinar-sinar

pantul dilukiskan dengan garis utuh, bayangan maya

(tidak nyata) dibentuk oleh perpotongan perpanjangan sinar-sinar

pantul (dilukiskan dengan garis putus-putus).

Sifat-sifat bayangan yang terbentuk pada cermin datar yaitu :

 Bayangan maya, dan terletak di belakang cermin (tidak dapat

ditangkap dengan layar).

 Ukuran bayangan sama dengan ukuran benda (1X Perbesaran).

 Jarak bayangan ke cermin sama dengan jarak benda dari cermin.

 Bayangan tegak artinya posisi tegaknya sama dengan posisi

tegaknya benda.

Benda Bayangan

Gambar 3.Pembentukan bayangan cermin datar


2.6.4 Pemantulan pada cermin cekung (cermin konkaf )
Cermin cekung adalah cermin yang terbuat dari irisan

bola yang permukaan dalamnya mengkilap. Cermin cekung

bersifat mengmpulkan sinar (konvergen).

Bagian-bagian cermin cekung adalah :

 Titik pusat cermin (O)

 Titik fokus (F)

 Titik pusat kelengkungan (M)  2 F

 Sumbu utama yaitu garis normal yang melalui M dan O

Sinar-sinar istemewa pada cermin cekung antara lain :

 Sinar sejajar sumbu utama yang

meninggalkan benda akan


M F
dipantulkan menuju ke titik fokus

F (sinar 1)

- Sinar yang meninggalkan benda

menuju ke titik fokus F akan

dipantulkan sejajar sumbu utama M F

(Sinar 2).

 Sinar yang meninggalkan benda

menuju ke titik pusat


M F
kelengkungan M akan

dipantulkan kembali ke titik M

(Sinar 3). Gambar 4. Sinar-sinat istimewa cermin cekung


Sifat-sifat bayangan yang terbentuk pada cermin cekung yaitu :

 Jika benda terletak antara O dan


Benda
F, bayangan terbentuk bersifat Bayangan

maya, tegak, dan diperbesar. M F O F’

 Jika benda terletak antara F


Benda
dan M, bayangan terbentuk

bersifat nyata, terbalik, dan M F O

diperbesar. Bayangan

Benda
 Jika benda terletak di M

sampai tak hingga, bayangan


M F O
terbentuk bersifat nyata,
Bayangan
terbalik, dan diperkecil.

 Jika benda terletak di M, Benda

bayangan terbentuk bersifat nyata,


M F O
Bayangan
terbalik, dan sama besar dengan

bendanya.

Benda
 Jika benda terletak di titik

fokus F, bayangan M F O

yang terbentuk Bayangan

terletak di tak terhingga.

Gambar 5. Sifat-sifat bayangan cermin cekung


2.6.5 Pada cermin cembung (cermin konveks)
Cermin cembung adalah cermin yang terbuat dari irisan bola

yang permukaan luarnya mengkilap . Titik fokus cermin

cembung berada dibelakang cermin, karena itu jarak fokusnya

bertanda negatif. Sifat cermin cembung adalah untuk sinar-

sinar yang paraksial akan dipantulkan menyebar (divergen).

Sinar-sinar istemewa pada cermin cembung sebagai berikut.

 Sinar sejajar sumbu utama yang

meninggalkan benda akan

dipantulkan seolah-oleh datang F M

dari titik fokus F (Sinar 1)

 Sinar datang yang seolah-olah

menuju titik fokus F akan

dipantulkan sejajar sumbu utama F M

(Sinar 2).

 Sinar yang meninggalkan benda

menuju ke titik pusat

kelengkungan M akan
- F M

dipantulkan kembali seolah-olah

datang dari titik M (Sinar 3 ).

Gambar 6. sinar-sinar istimewa cermin cembung


Sifat-sifat bayangan yang terbentuk pada cermin cembung yaitu

 Maya (terletak dibelakang cermin)

 Tegak

 Diperkecil

Benda
Bayangan

F M

Gambar 7. Pembentukan bayangan cermin cembung


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Setting dan Subyek Penelitian

Penelitian dengan pendekatan tindakan kelas ini dilaksanakan di

kelas VIII A semester 2 SMP Negeri 13 Semarang Tahun Pelajaran

2006/2007, yang beralamatkan di jalan Lamongan Raya Telp (024) 316241

Semarang 50236. Dengan jumlah siswa adalah 45 orang yang terdiri dari 24

siswa laki-laki dan 21 siswa perempuan. Peneliti memilih kelas VIII A karena

dari enam kelas yang ada, melalui observasi awal didapatkan nilai hasil belajar

rendah dan aktivitas belajar rendah.

3.2 Faktor yang diteliti

Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah :

a. Faktor siswa : Aktivitas siswa selama proses pembelajaran dan hasil

belajar siswa pada mata pelajaran fisika melalui pembelajaran Sains untuk

sub pokok bahasan pemantulan cahaya melalui pembelajaran

inkuiri terbimbing.

b. Faktor guru : cara guru dalam merencanakan pembelajaran fisika

sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan aktivitas guru selama

proses pembelajaran .
3.3 Rencana Tindakan penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom

Action Research). Ada dua siklus yang direncanakan dalam penelitian

ini. Tiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan,

pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

1. Perencanaan ( Planning )

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan

meliputi identifikasi masalah, membuat silabus, membuat Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS),

membuat lembar observasi siswa dan guru, Soal-soal evaluasi (Pretest

dan postest), alat atau bahan yang digunakan dalam percobaan, dan

membuat angket informasi balikan siswa untuk mengetahui sikap

terhadap penerapan model inkuiri.

2. Pelaksanaan ( Action )

Pelaksanaan tindakan berupa kegiatan belajar mengajar sesuai

skenario pembelajaran yang sudah direncanakan. Dalam inkuiri

terbimbing, rincian kegiatan sebagai berikut.

a. Kegiatan awal: memberikan tes awal (pretest), penyampaian tujuan

pembelajaran, mengkaitkan pembelajaran dan pengetahuan awal siswa.

b. Kegiatan inti: mendiskusikan langkah-langkah penyelidikan bersama

siswa dan guru membimbing siswa menemukan konsep.

c. Kegiatan Akhir: membimbing siswa membuat kesimpulan dan

evaluasi, memberikan tes akhir (postest), serta memberikan angket


informasi balikan siswa untuk mengetahui sikap siswa terhadap

penerapan inkuiri terbimbing.

3. Pengamatan ( Observation )

Pengamatan adalah suatu kegiatan mengamati jalannya

pelaksanaan tindakan untuk memantau sejauh mana efek pembelajaran

dengan mengggunakan inkuiri terbimbing pada sub pokok

bahasan Pemantulan cahaya. Pengamatan dilakukan terhadap pelaksanaan

tindakan berdasarkan lembar observasi, LKS, dan angket yang telah

diisi oleh siswa.

4. Refleksi ( reflection )

Dari hasil yang didapat pada tahap evaluasi dalam

setiap siklusnya dikumpulkan serta dianalisis setiap siklus. Digunakan

untuk merefleksi diri. Apakah dengan tindakan yang telah dilakukan

dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

Hasil analisis data yang dilaksanakan pada tahap ini akan

dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan sikap berikutnya.

3.4 Prosedur Penelitian

Secara lengkap prosedur penelitian meliputi :

3.4.1 Persiapan

a. Melakukan observasi awal melalui wawancara dengan guru kelas VIII.


b. Mempersiapkan perangkat pembelajaran (Silabus, Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran /RPP, LKS, alat dan bahan yang digunakan

dalam pembelajaran).

c. Menyusun lembar observasi untuk siswa dan guru

Lembar observasi digunakan untuk mengobservasi

aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran inkuiri

berlangsung. Aktivitas siswa yang diamati dengan menggunakan

lembar observasi minat dan psikomotorik, sedangkan aktivitas

guru berupa lembar observasi kelas untuk kegiatan guru.

1). Lembar observasi psikomotorik

Penilaian terhadap psikomotorik siswa meliputi aspek

merangkai alat percobaan, mengukur, menghitung, analisis data

dan melukiskan pembentukan bayangan. Instrumen untuk

mengukur psikomotorik terdiri dari lima aspek. Rentang yang

digunakan adalah 4 sampai 1, maka skor tertinggi 4 x 5 = 20 dan

skor terendah 1 x 5 = 5. Untuk mendapatkan nilai

psikomotorik dihitung dengan rumus sebagai berikut.

nilai 
 skor yang dicapai siswa
100%
skor maksimal

(Depdiknas, 2003 : 18)

2). Lembar obeservasi afektif ( minat )

Instrumen yang dilakukan untuk mengukur minat terdiri

dari empat aspek yaitu kehadiran dikelas, bertanya, partisipasi


dalam kegiatan laboratorium dan ketepatan waktu mengumpulkan

tugas. Rentang yang dipakai adalah 4 sampai 1, maka skor tertinggi

4 x 4 = 16 dan skor terendah 1 x 4 = 4. Selanjutnya hasil

ini diinterpretasikan dengan tabel minat siswa atau kelas

sebagai berikut.

Tabel 1. kategori minat siswa


Jumlah Skor Kategori Minat
> 12,8 Sangat minat
9,7 – 12,8 Minat
6,4 – 9,6 Kurang minat
< 6,4 Tidak minat

Keterangan :
Skor batas bawah kategori sangat minat adalah 0,8x16=12,8 dan
batas atasnya 16.
Skor batas bawah kategori minat adalah 0,6x16=9,6 dan skor batas
atasnya 12,8
Skor batas bawah kategori kurang berminat adalah 0,4x16=6,4 dan
batas atasnya 9,7
Skor batas bawah kategori tidak minat adalah kurang dari 6,4
(Tim Peneliti Program Pascasarjana UNY, 2004:22).

d. Membuat lembar kuesioner atau angket.

Angket penelitian ini digunakan untuk mengetahui

nilai afektif (sikap) siswa terhadap pembelajaran inkuiri. Terdapat

empat indikator yang dinilai yaitu bekerjasama dalam kelompok,

kejujuran, ketekunan belajar, dan tanggungjawab siswa. Dari 4

indikator sikap ini, kemudian dikembangkan menjadi 12

pertanyaan. Rentang yang dipakai adalah 4 sampai 1, sehingga skor

tertinggi 12 x 4 = 48 dan skor terendah 12 x 1 = 12. Setelah

diketahui jumlah skor yang diperoleh


siswa dan skor rata-rata sikap, kemudian diinterpretasikan dengan tabel

sebagai berikut.

Tabel 2. kategori sikap siswa


Jumlah Skor Kategori sikap
> 38,4 Sangat Positif
28,8 – 38,4 Positif
19,2 – 28,7 Negatif
< 19,2 Sangat Negatif
Keterangan :
Skor batas bawah kategori sangat positif adalah 0,8x48=38,4
dan batas atasnya 48.
Skor batas bawah kategori positif adalah 0,6x48=28,7 dan skor
batas atasnya 38,4
Skor batas bawah kategori negatif adalah 0,4x48=19,2 dan batas
atasnya 28,7
Skor batas bawah kategori sangat negatif adalah kurang dari 19,2
(Tim Peneliti Program Pascasarjana UNY, 2004:22).

e. Menyusun kisi-kisi instrumen uji coba.

f. Menyusun soal tes

Soal tes yang disusun dalam penelitian ini berupa soal pilihan ganda.

g. Menguji coba alat evaluasi

Setelah perangkat tes disusun kemudian diuji cobakan

untuk mendapat perangkat tes yang valid, reliabilitas, serta

mempunyai taraf kesukaran dan daya pembeda yang baik. Tes yang

diujicobakan berupa tes pilihan ganda yang berjumlah 50 butir.Tes

ini diuji cobakan pada siswa kelas VIII C SMP Negeri 13

semarang pada tanggal 5 April

2007.
h. Menganalisis hasil uji coba instrumen

Rumus yang dugunakan untuk menganalisis hasil uji coba

instrumen sebagai berikut :

1). Validitas Butir Soal

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-

tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Dalam penelitian

digunakan rumus point biserial korelasi :

Mp Mt p
rpbus  (Suherman, 1990:163 )
St q

Keterangan :

rpbis  koefisien korelasi point biserial (validitas butir soal)

M p  mean skor dari subjek yang menjawab benar untuk butir

yang dicari validitasnya

M t  rerata skor total dari seluruh pengikut tes

S t  simpangan baku (standar deviasi) skor total

p  Proporsi siswa yang menjawab benar pada butir soal yang

dimaksud.

q  proporsi siswa yang menjawab salah pada butir soal yang

dimaksud (q=1-p)

Kriteria : apabila rpbis  rtabel maka butir soal tersebut valid.


2). Reliabilitas soal

Reliabilitas menunjukkan suatu pengertian bahwa suatu

instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat

pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.( Suharsimi

Arikunto, 2001:21 )

⎛ K ⎞⎛⎜ K  M ⎟⎞
r11  ⎜ ⎟ 1 (Suherman, 1990:189 )
⎝ K  1 ⎠⎝ KVt ⎠

Keterangan :

r11  reliabilitas yang dicari jumlah varian tiap-tiap skor items

K  Banyaknya butir soal

M  Rata-rata skor total

Vt  Varian total

Kriteria : apabila r11  rtabel maka butir soal tersebut reliabel.

3). Daya pembeda soal

Daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir

soal itu membedakan antara testi (siswa) yang pandai

atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan

rendah.

Untuk menentukan daya pembeda butir soal :


JB  JB
A B
DP  (Suherman, 1990:201 )
JS A

Keterangan :

DP = Daya pembeda soal

JBA = Jumlah benar untuk kelompok atas.


JBB = Jumlah benar untuk kelompok bawah.

JSA = jumlah siswa kelompok atas.

Tabel 3. kriteria daya pembeda soal sebagai berikut :

Interval DP Kriteria
DP  0 Sangat jelek
0,00  DP  0,20 Jelek
0,20  DP  0,40 Cukup
0,40  DP  0,70 Baik
0,70  DP  1,00 Sangat baik
(Suherman, 1990: 202 )

4). Taraf Kesukaran Butir Soal

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau

tidak terlalu sukar. Untuk mengetahui tingkat kesukaran butir soal

menggunakan rumus sebagai berikut.


JB  JB
A B
IK  (Suherman, 1990:112)
2 JS A

Tabel 4. kriteria indeks kesukaran soal, sebagai berikut.

Interval IK Kriteria
IK  0,00 Terlalu sukar
0,00  IK  0,30 Sukar
0,30  IK  0,70 Sedang
0,70  IK  1,00 Mudah
IK  1,00 Terlalu mudah

(Suherman,1990:113)
3.4.2 Langkah-langkah Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom

Action Research) dengan dua siklus. Tiap siklus yang direncanakan

mempunyai langkah-langkah sebagai berikut.


1. Siklus I

Perencanaan Tindakan :

a. Permasalahan diidentifikasi mengenai pelaksanaan pembelajaran

Fisika meliputi aktivitas dan hasil belajar kognitif siswa secara

umum melalui wawancara dengan guru fisika kelas VIII SMP N 13

Semarang.

b. Menggunakan model inkuiri sebagai solusi pemecahan masalah.

c. Membuat skenario pembelajaran yang meliputi pembuatan silabus,

rencana pembelajaran, membuat soal pretest dan postest, membuat

LKS, lembar observasi siswa, penyediaan alat dan bahan

yang akan digunakan untuk percobaan, dan angket balikan.

Pelaksanaan tindakan :

a. Guru memberikan pretest untuk mengetahui kemampuan awal

siswa.

b. Guru membagi siswa menjadi 9 kelompok, setiap kelompok 5

orang siswa.

c. Guru menjelaskan rencana kegiatan yang akan dilakukan.

d. Siswa melakukan percobaan sesuai dengan petunjuk yang ada

dalam LKS dan guru membimbing siswa melakukan percobaan.

e. Setelah selesai, Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil

percobaannya untuk didiskusikan dan ditarik kesimpulan.

f. Guru memberikan latihan aplikasi konsep dan memberikan tugas

berikutnya.
g. Memberikan tes diakhir tahap (postest).

Pengamatan :

a. Peneliti mengamati jalannya proses pembelajaran dan

menilai kemampuan siswa dalam bekerja dan

menyelesaikan tugas kelompok.

b. Mengkoreksi dan menilai jawaban LKS dan soal pretest dan

postest.

Refleksi :

Setelah siklus I selesai, data yang telah terkumpul dianalisis

untuk mengetahui apakah pembelajaran inkuiri yang diterapkan dapat

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Pada siklus I

belum bisa meningkatkan aktivitas siswa dengan baik,

maka desain pembelajaran pada siklus I perlu

diperbaiki agar pembelajaran pada siklus selanjutnya lebih baik dan

berhasil.

2. Siklus II

Perencanaan Tindakan :

a. Guru merancang kembali kegiatan pembelajaran berbasis inkuiri

yang merupakan perbaikan dari siklus I.

b. Membuat skenario pembelajaran yang meliputi pembuatan silabus,

rencana pembelajaran, membuat soal pretest dan postest, membuat

LKS, lembar observasi siswa, penyediaan alat dan bahan

yang akan digunakan untuk percobaan, dan angket balikan.


Pelaksanaan tindakan :

a. Guru memberikan pretest untuk mengetahui kemampuan awal

siswa.

b. Guru membagi siswa menjadi 9 kelompok, setiap kelompok 5

orang siswa.

c. Guru menjelaskan rencana kegiatan yang akan dilakukan.

d. Siswa melakukan percobaan sesuai dengan petunjuk yang ada

dalam LKS dan guru membimbing siswa melakukan percobaan.

e. Setelah selesai, Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil

percobaannya untuk didiskusikan dan ditarik kesimpulan.

f. Guru memberikan latihan aplikasi konsep.

g. Memberikan tes diakhir tahap (postest), setelah itu memberikan

angket balikan untuk diisi siswa.

Pengamatan :

a. Peneliti mengamati jalannya proses pembelajaran dan

menilai kemampuan siswa dalam bekerja dan

menyelesaikan tugas kelompok.

b. Mengkoreksi dan menilai jawaban LKS, soal pretest dan postest

dan angket balikan.

Refleksi :

Setelah siklus II selesai, data yang telah terkumpul dianalisis

untuk mengetahui apakah pembelajaran inkuiri yang diterapkan dapat

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Pada siklus II

terjadi
peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan baik melalui

pembelajaran inkuiri terbimbing, sehingga pembelajaran tidak

dilanjutkan pada siklus selanjutnya.

Langkah-langkah penelitian diatas dapat digambarkan

sebagai berikut.
PRE PENELITIAN :
 Menentukan permasalahan
 Mengumpulkan data awal tentang hasil
belajar kognitif dan psikomotorik siswa
sebagai studi awal

PERENCANAAN
TINDAKAN PELAKSANAAN

SIKLUS I
(Materi : Cermin datar
dan hukum pemantulan)

REFLEKSI
PENGAMATAN

PERENCANAAN
TINDAKAN PELAKSANAAN

SIKLUS II
(Materi : Cermin cekung
dan cembung)

REFLEKSI
PENGAMATAN

Indikator Indikator
tercapai belum tercapai
Dilanjutkan ke siklus
Selesai berikutnya dengan
memperbaiki skenario
pembelajaran

Gambar 8. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas


3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

1. Sumber data

Sumber data penelitian adalah siswa kelas VIII A SMP N 13

Semarang Tahun Pelajaran 2006/2007 dan guru serta lingkungan yang

mendukung pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

2. Jenis data

a. Data tentang kondisi awal, untuk metode pengajaran guru berdasarkan

hasil wawancara dengan guru kelas, nilai laporan ulangan harian siswa

pokok bahasan bunyi.

2 Data tentang peningkatan aktivitas siswa diperoleh dari hasil

pengamatan langsung melalui lembar observasi dan nilai laporan LKS.

3 Peningkatan hasil belajar kognitif berdasarkan dari jawaban tiap soal

mengerjakan soal evaluasi (pretest dan postest).

4 Data tentang keterkaitan antara perencanaan dan pelaksanaan

dalam penelitian diperoleh dari Rencana pelaksanaan pembelajaran

(RPP), LKS, dan lembar observasi guru.

5 Data hasil belajar afektif (sikap) diperoleh melalui lembar angket

sebagai pendapat atau tanggapan siswa terhadap pelaksanaan

pembelajaran inkuiri terbimbing.


3.6 Metode Analisis Data

Metode analisis data penelitian ini adalah deskriptif persentase.


Data hasil penelitian yang dianalisis meliputi rata-rata kelas, ketuntasan
belajar individu, dan ketuntasan belajar secara klasikal.
Selanjutnya hasil analisis data diperolah baik kualitataf
maupun kuantitatif. Hasil ini diinterpetasi dan disimpulkan yang
digunakan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.
1). Rata-rata kelas.
Untuk menghitung rata-rata kelas pada masing-masing siklus
digunakan rumus :

X  (Sudjana, 1989:109)
X
Keterangan ; N
X  rata-rata kelas

X  jumlah seluruh skor

N  banyaknya subjek.
2). Ketuntasan belajar secara individu
Untuk menghitung ketuntasan belajar secara individu digunakan
rumus :
jumlah jawaban soal yang benar
ketuntasan individu  100%
jumlah soal seluruhnya
(Usman, 1993:138)
3). Ketuntasan belajar secara klasikal
Nilai postest diperoleh setelah dilakukan tindakan kelas, kemudian
dianalisis untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar.
Ketuntasan secara klasikal dihitung dengan menggunakan rumus :
jumlah siswa yang mendapat nilai  65
ketuntasan klasikal  100%
jumlah siswa yang mengikuti

(Mulyasa, 2003:102)
3.7 Indikator Keberhasilan

Tolak ukur keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah :

1. Siswa dipandang mencapai tuntas belajar psikomotorik, afektif apabila

seluruhnya atau setidak-tidaknya 75% peserta didik terlibat aktif, baik

fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran (Mulyasa,

2003:101).

2. Siswa mencapai tuntas belajar kognitif apabila siswa mampu

menyelesaikan, menguasai kompetensi atau tujuan pembelajaran minimal

65% dari seluruh tujuan pembelajaran. Sedangkan keberhasilan kelas

diperoleh dari jumlah siswa yang mampu menyelesaikan atau

mencapai minimal 65%, sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa yang

mengikuti tes (Mulyasa, 2003:99).

Ketuntasan individu digunakan untuk menentukan ketuntasan

secara klasikal, sedangkan ketuntasan klasikaldigunakan

untuk menentukan keberlangsungan penelitian tindakan kelas

(siklus selanjutnya).
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran

Sains- Fisika sub pokok bahasan pemantulan cahaya dengan pembelajaran

inkuiri terbimbing, pada tiap siklus diperoleh hasil sebagai berikut.

a. Hasil analisis peningkatan aktivitas belajar

Hasil peningkatan aktivitas belajar diperoleh berdasarkan lembar

observasi, yaitu :

1. Hasil analisis penilaian psikomotorik

Gambaran mengenai hasil belajar psikomotorik siswa yang

meliputi aspek merangkai alat percobaan, mengukur, menghitung,

analisis data dan melukiskan pembentukan bayangan, dapat dilihat

pada tabel berikut ini.

Tabel 4.1 Hasil analisis penilaian psikomotorik siswa

Nilai Psikomotorik
No Keterangan
Siklus I Siklus II
1. Nilai tertinggi 81 81
2. Nilai terendah 56 63
3. Nilai Rata-rata 66 71
4. Ketuntasan (%) 56 % 78%

Nilai psikomotorik siswa diperoleh dari pengamatan langsung

ketika siswa melakukan percobaan. Dari hasil analisis diperoleh bahwa


pada siklus I, nilai rata-rata psikomotorik sebesar 66 dengan

ketuntasan 56%, karena kurang dari 75% maka belum dikatakan tuntas

secara klasikal. Secara lebih rinci, untuk kemampuan merangkai

alat percobaan nilai rata-ratanya 71, kemampuan mengukur nilai

rata- ratanya 62, kemampuan menghitung nilai rata-ratanya 0

(tidak dilakukan), kemampuan menganalisis data percobaan nilai rata-

ratanya

64, dan kemampuan melukis pembentukan bayangan dari hasil

percobaan nilai rata-ratanya 68. Pada siklus II, nilai rata-rata

psikomotoriknya sebesar 71 dengan ketuntasan sebesar 78 %. Secara

lebih rinci, untuk kemampuan merangkai alat percobaan nilai rata-

ratanya 73, kemampuan mengukur nilai rata-ratanya 73,

kemampuan menghitung nilai rata-ratanya 72, kemampuan

menganalisis data percobaan nilai rata-ratanya 68 dan kemampuan

melukis pembentukan bayangan dari hasil percobaan nilai rata-

ratanya 0 (tidak dilakukan). Sehingga hasil belajar psikomotorik

pada siklus II dapat dikatakan tuntas secara klasikal. Hasil belajar

psikomotorik selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 24 dan 25.

2. Hasil analisis penilaian afektif (minat)

Penilaian afektif (minat) dilakukan melalui pengamatan

langsung ketika siswa mengikuti dan melakukan percobaan. Berikut ini

merupakan ringkasan mengenai hasil belajar afektif (minat) :


Tabel 4.2 Hasil analisis penilaian afektif (minat) siswa

Jumlah siswa (%)


No Keterangan Siklus I Siklus II
1 2 3
1. Sangat Minat 0% 7% 16%
2. Minat 82% 93% 73%
3. Kurang Minat 16% 0% 11%
4. Tidak Minat 2% 0% 0%

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada siklus I persentase

jumlah siswa yang minat sebesar 82% , persentase jumlah siswa yang

kurang minat sebesar 16%, dan persentase jumlah siswa yang

tidak minat sebesar 2%. Sedangkan siklus II pertemuan ke-2

persentase jumlah siswa yang sangat minat sebesar 7% dan

persentase jumlah siswa yang minat sebesar 93% dan pertemuan ke-

3, persentase jumlah siswa yang sangat minat sebesar 16%,

persentase jumlah siswa yang minat sebesar 73%, dan persentase

jumlah siswa yang kurang minat sebesar 11%, maka hasil belajar

afektif (minat) siswa pada siklus II cenderung tingi. Sehingga

hasil belajar afektif (minat) pada siklus I dan siklus II dapat

dikatakan tuntas. Hasil belajar afektif (minat) selengkapnya dapat

dilihat pada lampiran 29, 30 dan 31.

3. Hasil analisis angket (sikap) siswa

Angket yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui

tanggapan siswa terhadap pembelajaran inkuiri terbimbing. Dari hasil

angket siswa secara lengkap dapat dilihat pada lampiran, berdasarkan


analisis angket siswa dapat diketahui bahwa dari 45 siswa,
sebanyak

22 orang siswa menunjukkan tanggapan yang sangat positif

dengan persentase sebesar 49% siswa dan sebanyak 23 orang

siswa yang menunjukkan tanggapan positif dengan persentase 51%.

Hasil belajar angket (sikap) selanjutnya dapat dilihat pada lampiran 33.

4. Hasil kegiatan guru dalam pembelajaran inkuiri

Dari hasil kegiatan guru dalam proses pembelajaran inkuiri dilakukan

melalui pengamatan langsung oleh observer, diperoleh hasil

sebagai berikut.

Tabel 4.3 Hasil kegiatan guru dalam pembelajaran inkuiri

Nilai kegiatan guru


No Keterangan Siklus I Siklus II
1 2 3
1. Jumlah skor 66 75 80
2. Nilai 72% 82% 87%

Dari tabel 4.3, diketahui bahwa pada siklus I, jumlah skor

kemampuan guru dalam menguasai proses pembelajaran inkuiri

terbimbing sebesar 66 dengan nilai 72%. Pada siklus II, pertemuan ke-

2, jumlah skor kemampuan guru jumlah skor kemampuan guru dalam

menguasai proses pembelajaran inkuiri terbimbing sebesar 75 dengan

nilai 82% dan pertemuan ke-3 jumlah skor kemampuan guru

dalam menguasai proses pembelajaran inkuiri terbimbing sebesar 80

dengan nilai 87%. Sehingga kegiatan guru dalam proses pembelajaran

inkuiri pada siklus I dan siklus II dapat dikatakan semakin

meningkat. Hasil
kegiatan guru dalam pembelajaran inkuiri, selanjutnya dapat dilihat

pada lampiran 38, 39, dan 40.

b. Hasil Belajar kognitif siswa

Berdasarkan analisis pretest dan postest pada siklus I dan siklus II

diperoleh nilai rata-rata pretest dan postest serta jumlah siswa yang tuntas

belajar dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.4 Hasil belajar tes kognitif siswa pada siklus I

No Keterangan Pretest Postest


1. Nilai tertinggi 60 93
2. Nilai terendah 0 0
3. Nilai rata-rata 42 73
4. Persentase siswa yang tuntas 9% 89%
belajar (%)

Tabel 4.5 Hasil belajar tes kognitif siswa pada siklus II

No Keterangan Pretest Postest


1. Nilai tertinggi 73 93
2. Nilai terendah 33 47
3. Nilai rata-rata 56 82
4. Persentase siswa yang tuntas 56% 91%
belajar (%)

Dari hasil analisis belajar kognitif siswa yang disajikan pada

tabel 4.4 dan 4.5, dapat dilihat bahwa pada siklus I nilai rata-rata

sebelum diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu berupa nilai

rata-rata pretest adalah 42 dengan ketuntasan 9%, setelah

diberikan
pembelajaran inkuiri terbimbing mengalami peningkatan yaitu berupa

nilai rata-rata postest menjadi 73 dengan ketuntasan 89%. Pada siklus

II nilai rata-rata pretest sebesar 56 dengan ketuntasan 56%.

Setelah dilakukan tindakan mengalami peningkatan nilai rata-rata

menjadi 82 dengan ketuntasan 91%. Hasil belajar kognitif

selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 45.

4.2 Pembahasan

1. Siklus I

Berdasarkan hasil ulangan pada konsep getaran dan gelombang

sebelum melakukan penelitian ternyata hasil belajar siswa belum

memenuhi harapan. Hal ini dapat diketahui dari nilai rata-rata

ulangan harian siswa 6,25 dengan ketuntasan 56%. Bertolak dari

kondisi awal tersebut dilakukan penelitian tindakan kelas untuk

mengoptimalkan hasil belajar siswa melalui penerapan pembelajaran

inkuiri terbimbing dalam sub pokok bahasan pemantulan cahaya.

Pada awal pembelajaran guru memberikan pretest untuk mengetahui

pengetahuan siswa sebelum diberikan pelajaran. Setelah pretest

selesai, guru memberikan apersepsi dan motivasi, serta tujuan dari

pembelajaran yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas

agar siswa siap menghadapi bahan pelajaran dan mempunyai rasa

keingintahuan yang kuat terhadap materi yang akan dibahas. Kegiatan

pendahuluan tersebut diikuti dengan kegiatan inti. Kegiatan inti dalam

proses pembelajaran yang dilakukan adalah guru membagi siswa dalam

9 kelompok-kelompok kecil
yang terdiri dari 5 orang siswa kemudian guru membagikan peralatan

beserta lembar kerja siswa/LKS. Setelah itu secara berkelompok

siswa merangkai alat percobaan, mengukur, menghitung, analisis

data dan melukiskan pembentukan bayangan sesuai dengan LKS dengan

bimbingan guru. Kemudian masing-masing

kelompok mendiskusikan hasil pengamatannya dan

mengisi LKS dengan bimbingan guru. Setiap kelompok

diberikan kesempatan untuk mempresentasikan hasil

pengamatannya kemudian dilakukan diskusi atau sharing bersama-

sama kelompok lainnya.

Kegiatan penutup dalam pembelajaran ini berupa menarik

kesimpulan dari materi yang telah dipelajari dengan bimbingan guru.

Dalam kegiatan ini siswa diberikan kesempatan untuk menanyakan materi

yang kurang jelas untuk dipahami, sedangkan guru menyatukan kerangka

berpikir siswa dengan menjelaskan bagian-bagian penting. Kemudian

dilakukan postest untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami materi

yang telah dipelajari.

Dalam kegiatan pengamatan terhadap pembentukan dan sifat-

sifat bayangan pada cermin datar, serta hukum pemantulan diharapkan

siswa mengunakan pengetahuan awalnya untuk membangun

pengetahuan baru dan untuk membuktikan pada siswa

yang mulanya mengalami miskonsepsi. Pada kegiatan

pengamatan ini akan mengalami proses induktif (berdasarkan fakta

nyata) sehingga siswa dapat membangun makna, kesan dalam

memori atau ingatannya. Hal ini berdasarkan


pendapat Dimyati (1994) mengatakan bahwa dalam belajar melalui

pengamatan langsung siswa tidak sekedar mengamati tetapi harus

menghayati, terlibat langsung dalam pembuatan dan bertanggungjawab

terhadap hasilnya.

Selain dengan pengamatan langsung, siswa yang belajar

akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang kuat dan mendalam

karena dalam pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan keseharian

siswa atau kehidupan nyata.

Dalam diskusi akan menciptakan aktivitas bertanya yang

berguna untuk menggali informasi yang dimiliki siswa, mengecek

pemahaman siswa dan membangkitkan respon siswa. Selain aktivitas

bertanya dapat menghubungkan informasi baru kedalam struktur kognitif

siswa sehingga belajar akan lebih bermakna.

Dalam kegiatan sharing, siswa saling melengkapi hasil

temuannya antara satu kelompok dengan kelompok

lain. Selain itu untuk menyamakan konsep antara

siswa yang satu dengan siswa yang lain dan antara guru dengan siswa.

Guru pada saat membimbing siswa untuk mengemukakan pendapat

atau jawaban siswa sebaiknya memperhatikan keterlibatan dan keaktifan

siswa.

Proses pembelajaran pada siklus I dengan pembelajaran Inkuiri

Terbimbing diperoleh nilai rata-rata aktivitas psikomotorik sebesar 66

dengan ketuntasan klasikal 56%. Hal ini berarti 25 siswa yang

memperoleh nilai 65 atau lebih. Sebagai tolak ukur keberhasilan,

siswa
belum dikatakan tuntas karena kurang dari 75% dari jumlah yang

mengikuti tes. Diperoleh hasil belajar psikomotorik yang belum

tuntas karena, (1) masih ada siswa yang kurang terbiasa untuk

melakukan kerja ilmiah atau kegiatan laboratorium sehingga belum

memahami apa yang diharapkan melalui kegiatan percobaan; (2) ada

sebagian siswa yang kurang bisa mengkomunikasikan data

hasil percobaan. Sedangkan aktivitas afektif siswa,

untuk siswa yang sangat minat belum ada, siswa yang minat 82%,

kurang minat 16%, dan tidak minat 2%. Karena rata-rata kelas yang minat

terhadap pembelajaran ini yang besar, maka hasil belajar afektif siswa

cenderung tinggi.

Untuk hasil tes kognitif siswa sebelum diberikan tindakan

mendapatkan nilai rata-rata 42 dengan ketuntasan 9%. Hal ini berarti

bahwa 4 siswa yang hanya memperoleh nilai 65 atau lebih. Dari nilai rata-

rata 42 dengan ketuntasan 9%, kita mengetahui ternyata siswa masih

minimnya pengetahuan siswa tentang materi cermin datar dan hukum

pemantulan. Kemudian diakhir pembelajaran, siswa diberikan postest

untuk mengetahui sejauhmana pengetahuan atau daya serap pelajaran

siswa setelah diberikan tindakan. Ternyata dari hasil penilaian postest

diperoleh nilai rata-rata 73 dengan ketuntasan klasikal 89%. Ini berarti 40

siswa yang memperoleh nilai 65 atau lebih . Sehingga pada siklus I untuk

hasil belajar kognitif siswa dapat dikatakan tuntas karena lebih dari 85%

siswa mendapatkan nilai diatas 65 atau lebih.


Perolehan ketuntasan belajar siswa secara klasikal yang belum

memenuhi indikator yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan

dari keaktifan siswa yang kurang optimal, selain itu guru kurang

menguasai pembelajaran inkuiri terbimbing yang dapat dilihat dari hasil

pengamatan kegiatan guru. Sehingga siswa masih enggan untuk

bertanya pada guru jika mengalami kesulitan. Siswa kurang tertib

dalam pengamatan karena belum mempelajari isi lembar kerja

siswa/LKS yang akan dilakukan, saat diskusi jika ada siswa yang

berpendapat kurang sesuai siswa yang lain akan berkomentar yang

tidak baik. Sesuai dengan pendapat John Dewey dalam Dimyati (1994)

yang menyatakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus

dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, guru sekedar pembimbing dan

pengarah. Dalam setiap kegiatan belajar siswa

selalu menampakkan keaktifan baik dari kegiatan fisik yang mudah

diamati sampai kegiatan psikis yang sulit untuk diamati.

Berdasarkan hasil analisis data di atas maka perlu adanya perbaikan

dalam proses pembelajaran selanjutnya yaitu guru harus berusaha

mengelola kelas dengan baik, guru harus memperbaikai cara-cara

memotivasi siswa untuk dapat menjawab pertanyaan dan mengungkapkan

pendapat. Selain itu guru harus membimbing siswa dalam pengamatan dan

diskusi sehingga siswa bisa terarah dengan baik. Guru juga harus berusaha

menguasai pembelajaran inkuri supaya proses pembelajaran dapat

berlangsung sesuai dengan tujuan pembelajaran. Guru dapat membuat


suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan dan membuat siswa lebih

banyak terlibat pada saat pembelajaran.

2. Siklus II

Berdasarkan hasil aktivitas psikomotorik pada pelaksanaan siklus II

ini bahwa hasil belajar psikomotorik, afektif, dan hasil belajar

kognitif siswa telah mencapai ketuntasan. Nilai rata-rata psikomotorik

sebesar 71 dengan ketuntasan 78%. Berdasarkan ketuntasan belajar

tersebut berarti ada 35 siswa yang memperoleh nilai 65 atau lebih dapat

dikatakan tuntas dan 10 siswa yang tidak tuntas. Sebagai tolak ukur

keberhasilan yang telah ditetapkan, siklus II telah mengalami

peningkatan dan dapat dikatakan telah tuntas 75% dari jumlah seluruh

siswa yang mengikuti tes. Hal ini bila dibanding dengan siklus I, hasil

aktivitas psikomotorik mengalami peningkatan sebesar 22% yaitu 78% -

56%.

Dari hasil aktivitas afektif pada pertemuan ke-2 diperoleh siswa yang

sangat minat sebesar 7%, minat sebesar 93%. Pada pertemuan ke-3 terjadi

peningkatan pada siswa yang sangat minat menjadi 16%, sedangkan yang

minat terjadi penurunan dari 93% menjadi 73%, dan kurang minat dari 0%

menjadi 11%. Meskipun terjadi sedikit peningkatan dan sedikit penurunan

minat tetapi masih diatas rata-rata ideal, maka dapat dikatakan tuntas.

Untuk hasil tes kognitif siswa sebelum diberikan tindakan

mendapatkan nilai rata-rata 56 dengan ketuntasan 56%. Hal ini

berarti bahwa 25 siswa yang memperoleh nilai 65 atau lebih. Dari nilai

rata-rata

56 dengan ketuntasan 56%, kita mengetahui ternyata siswa masih


minimnya pengetahuan siswa tentang materi cermin cekung dan cermin

cembung. Kemudian diakhir pembelajaran, siswa diberikan postest untuk

mengetahui sejauhmana pengetahuan atau daya serap pelajaran siswa

setelah diberikan tindakan. Ternyata dari hasil penilaian postest diperoleh

nilai rata-rata 82 dengan ketuntasan klasikal 91%. Ini berarti 41

siswa yang memperoleh nilai 65 atau lebih . Sehingga pada siklus I

untuk hasil belajar kognitif siswa dapat dikatakan tuntas karena lebih dari

85% siswa mendapatkan nilai diatas 65 atau lebih.

Upaya penangan masalah belajar siswa tersebut ditekankan pada

perbaikan cara-cara belajar, penguasaan cara mengajar,

penyesuaian materi pelajaran dan mengurangi hambatan yang dihadapi

siswa dengan memberikan lembar kerja siswa sebelum dilakukan

kegiatan belajar mengajar agar dapat dipelajari sebelumnya. Cara ini

bertujuan agar siswa mencapai prestasi belajar yang optimal sesuai

dengan tujuan yang sudah ditetapkan. Ada berbagai cara yang

dapat digunakan guru dalam pelaksanaan pengajaran yaitu tidak

selalu melakukan percobaan didalam laboratorium, tetapi diberikan

suasana baru dengan mengajak siswa melakukan percobaan diluar

laboratorium. Pencapaian hasil belajar siswa tersebut telah memenuhi

target yang telah ditetapkan untuk indikator jika dibanding dengan hasil

belajar pada siklus I dan sebelum tindakan.

Berdasarkan hasil observasi untuk kegiatan pembelajaran

guru diketahui telah meningkat kinerjanya dalam

mengelola proses pembelajaran. Guru memperbaiki

kekurangan-kekurangan yang ditemukan


pada siklus I. Tindakan perbaikan tersebut adalah guru memotivasi siswa

supaya aktif bertanya, mengajukan pendapat dan menjawab

pertanyaan dari guru, menegur siswa yang bercanda dan mengganggu

temannya. Selain itu guru juga berkeliling dari satu kelompok ke

kelompok lain untuk melakukan bimbingan dan arahan kepada siswa

yang kelihatan agak

bingung. Dari segi kepribadian pun guru lebih percaya diri

dengan pembelajaran inkuiri terbimbing dan lebih menguasai.

Dalam proses pembelajaran terjadi peningkatan jumlah siswa

yang aktif mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, dan mereka

juga sudah melakukan pengamatan dengan tertib dan baik dengan tepat

waktu. Dalam observasi terlihat kerjasama kelompok juga

menunjukkan peningkatan. Peningkatan banyaknya

siswa yang terlibat aktif selama proses pembelajaran tersebut

merupakan salah satu indikator yang menunjukkan bahwamotivasi

siswa untuk belajar juga semakin meningkat.

Meningkatnya motivasi siswa maka tujuan pembelajaran seperti

yang tercantum dalam tujuan pembelajaran khusus akan tercapai.

Pencapaian hasil belajar siswa sudah sesuai dengan yang diharapkan

tidak lepas dari peran guru dalam proses pembelajaran. Karena guru

merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi hasil belajar siswa.

Pada siklus II terjadi perubahan-perubahan seperti hasil belajar siswa yang

optimal, motivasi siswa meningkat, siswa aktif dalam pembelajaran,

dan suasana pembelajaran menjadi lebih

kondusif. Sehingga dengan pembelajaran inkuiri siswa

akan terlibat secara aktif dalam proses


pembelajaran. Gulo (2002) menyatakan bahwa inkuiri menempatkan

peserta didik sebagai subyek belajar yang aktif. Selain meningkatkan

keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, faktor lain yang

mendorong tercapainya ketuntasan belajar kognitif siswa karena siswa

memiliki minat dan motivasi yang tinggi untuk belajar sehingga

dengan mudah dapat memahami materi yang diajarkan.

Dari hasil angket/kuesioner yang diberikan diakhir siklus II,

secara keseluruhan siswa menunjukkan tanggapan /respon yang tinggi

terhadap pembelajaran inkuiri terbimbing. Hal ini dapat kita lihat pada

lampiran 34 yang menunjukkan 22 siswa merespon sangat positif

dengan persentase sebesar 49% dan 23 siswa yang merespon positif

dengan persentase sebesar 51%.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan obesrvasi, serta analisis data yang

telah diuraikan pada bab IV dapat disimpulkan bahwa :

1. Melalui pembelajaran inkuiri terbimbing untuk sub pokok pembahasan

pemantulan cahaya siswa kelas VIII A SMP Negeri 13 Semarang

dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar sains-fisika.

2. Analisis peningkatan aktivitas siswa diperoleh melalui analisis

psikomotorik, afektif (minat), dan lembar angket (sikap), serta

kegiatan guru yang mendukung dalam proses pembelajaran. Peningkatan

aktivitas dapat terlihat dari :

 Nilai rata-rata psikomotorik siswa diakhir siklus I sebesar 66 menjadi

71 diakhir siklus II.

 Nilai afektif (minat) siswa diakhir siklus I tidak ada siswa yang

menyatakan sangat minat sedangkan diakhir siklus II sebesar 16%

menyatakan sangat minat.

 Hasil angket hasil angket/kuesioner yang diberikan diakhir siklus

II, secara keseluruhan siswa menunjukkan tanggapan /respon yang

tinggi terhadap pembelajaran inkuiri terbimbing. Hal ini dapat kita

lihat pada lampiran yang menunjukkan 22 siswa merespon sangat

positif dengan persentase sebesar 49% dan 23 siswa yang

merespon positif dengan persentase sebesar 51%.


3. Analisis belajar kognitif siswa diperoleh melalui hasil pretest dan postest

yang dilakukan setiap siklus. Peningkatan hasil belajar kognitif terlihat

dari nilai rata-rata yang diperoleh siswa diakhir siklus I sebesar 73 menjadi

82 diakhir siklus II.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat

diberikan adalah sebagai berikut :

1. Supaya mengarahkan (memotivasi) siswa mengajukan dugaan awal

dengan cara mengajukan pertanyaan yang bersifat membimbing.

2. Dalam pembelajaran, menggunakan sejumlah contoh sesuai dalam

kehidupan sehari-hari yang dikaitkan dengan materi ajar.

3. Jika akan diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing perlu adanya sistem

kontrol yang baik oleh guru pada saat siswa melakukan pengamatan dan

diskusi sehingga siswa benar-benar memanfaatkan waktu dan memahami

materi dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka Setia

Anonim.1980. Kurikulum Pendidikan Dasar GBPP Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan. Jakarta : Depdikbud.

Amien, Moh. 1987. Mengajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Dengan


Menggunakan Metode “Discovery” dan “Inquiri”. Jakarta : Dekdikbud.

Arikunto, Suharsimi. 1991. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi


Aksara

Darsono, Max. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang : IKIP Semarang


Press

Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata Pelajaran


Sains Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah.
Jakarta : Depdiknas.

Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata


Pelajaran Fisika. Jakarta : Depdiknas.

Dimyati, dan Mudjiono. 1994. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta : Proyek


Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan Depdikbud.

Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Gramedia


Widiasarana
Indonesia.

Hamalik, Oemar. 2005. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Kanginan, Marthen. 2004. Sains Fisika SMP untuk kelas VIII semester 2.
Jakarta:Erlangga.

Koes H, Supriyono. 2003. Strategi Pembelajaran Fisika. Bandung : JICA

Memes, Wayan. 2000. Model Pembelajaran Fisika di SMP. Jakarta : Proyek


Pengembangan Guru Sekolah Menengah Depdiknas.

Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan


Implementasi. Bandung : PT Remaja Rosda Karya

Sardiman, A. M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT


Rajagrasindo Persada.

Sudjana, Nana. 1989. Metode Statistika. Bandung : Tarsito.


Suherman, Erman. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi
Pendidikan Matematika. Bandung : Wijayakusumah

Suryosubroto, B. 2002. Proses belajar mengajar di sekolah. Jakarta : PT Rineka


Cipta.

Tim Penelitian Program Pascasarjana UNY. 2004. Pedoman Penilaian afektif.


Yogyakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan menengah
Direktorat pendidikan lanjutan Tingkat Pertama.

Usman, Uzer. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung : Rosda
Karya

Anda mungkin juga menyukai