Anda di halaman 1dari 39

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan. Proses

pendidikan tak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri.

Pembangunan diarahkan dan bertujuan untuk mengembangkan sumber daya

manusia yang berkualitas dan pembangunan sektor ekonomi, yang satu dengan

lainnya saling berkaitan dan berlangsung dengan berbarengan (Hamalik, 1994).

Menurut Carin dan Sund (dalam Irwandi, 2010) secara keilmuan, Fisika

(IPA) terdiri dari dimensi proses ilmiah, produk ilmiah dan sikap ilmiah. Proses

ilmiah mencakup aktivitas penalaran dan kegiatan pemecahan masalah secara

siklik dan sistematis, mulai dari indentifikasi dan merumuskan masalah,

merancang kegiatan pemecahan masalah, mengolah data, menyimpulkan, hingga

menemukan masalah baru dan kembali melakukan pemecahannya. Sikap ilmiah

antara lain mencakup sikap jujur, objektif, terbuka, tidak mudah percaya dan rasa

ingin tahu. Melalui prosedur ilmiah dan dilandasi sikap ilmiah, akan dihasilkan

produk-produk ilmiah. Produk ilmiah dapat berupa fakta-fakta, konstruk, konsep,

teori, prinsip dan hukum.Eksplorasi gejala dan pengungkapan latar belakang

persoalannya dilakukan melalui observasi dan eksperimen.

MenurutArends (dalam Trianto 2007) dalam mengajar guru selalu menuntut

siswa untuk belajar dan memberikan pelajaran tentang bagimana siswa untuk

belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, tapi jarang

mengajarkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah.

1
2

Diskusi adalah salah satu teknik belajar mengajar yang dilakukan oleh

seorang guru di sekolah. Di dalam diskusi ini proses interaksi antara dua atau

lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi,

memecahkan masalah, dapat terjadi juga semuanya aktif tidak ada yang pasif

sebagai pendengar saja (Roestiyah, 2012).

Peta konsep adalah ilustrasi grafis konkret yang mengindikasikan

bagaimana sebuah konsep tunggal dihubungkan dengan konsep-konsep lain pada

kategori yang sama Martin (dalam Trianto, 2007).

Menurut Herman (dalam Trianto, 2007 ) mengemukakan ciri-ciri peta

konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-

proposisi suatu bidang studi apakah itu bidang studi fisika, kimia, biologi dan

lain-lain. Peta konsep merupakan gambar dua dimensi dari dua suatu bidang studi.

Dengan menggunakan peta konsep siswa dapat melihat bidang studi itu lebih jelas

dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.

Berdasarkan pengamatan penulis pada siswa SMK Negeri 2 Bengkulu

Selatan tahun ajaran 2020/2021 penulis menemukan adanya tindakan guru yang

cenderung lebih aktif dari pada siswa hal ini dibuktikan dengan rendahnya nilai

rata-rata hasil ulangan semester kelas XI ATP dalam pembelajaran Fisika masih

relatif rendah yaitu dibawah 7,00. Rendahnya hasil belajar Fisika tersebut salah

satunya berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam mengolah proses

pembelajaran.

Kondisi seperti ini tidak dapat menumbuh kembangkan aspek kemampuan

siswa,sehingga keaktifan dan hasil belajar siswa tidak seperti yang


3

diharapkan.Oleh karena itu perlu adanya perhatian dan peningkatan terhadap

pengajaran fisika di sekolah,diantaranya dengan memperbaiki pelaksanaan

kegiatan mengajar fisika yang tidak hanya menekankan pada pencapaian

kurikulum,tetapi juga membuat siswa aktif. Berdasarkan hal tersebut,maka

peneliti menerapkan metode yang menciptakan siswa berfikir sendiri atau secara

kelompok. Misalnya berdiskusi dan bertanya. Berdasarkan uraian diatas maka

yang akan di teliti adalah penerapan metode Diskusi melalui peta konsep untuk

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar fisika siswa SMKN 2 Bengkulu Selatan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan yang diangkat adalah:

1. Apakah penerapan metode diskusi melalui peta konsep dapat meningkatkan

aktivitas guru dan aktivitas siswa SMKN 2 Bengkulu Selatan?

2. Apakah penerapan metode diskusi melalui peta konsep dapat meningkatkan

hasil belajar fisika siswa SMKN 2 Bengkulu Selatan?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan, maka tujuan dari penelitian

ini adalah:

1. Untuk mengetahui peningkatan aktivitas guru dan aktivitas siswa SMKN 2

Bengkulu Selatan setelah menggunakan metode diskusi melalui peta

konsep.

2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa SMKN 2 Bengkulu

Selatan setelah menggunakan metode diskusi melalui peta konsep.


4

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi siswa, meningkatkan aktivitas dan hasil belajar yaitu dengan

keterlibatan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

2. Bagi guru, sebagai bahan masukan untuk merencanakan pembelajaran

khususnya dalam merencanakan metode yang akan diberikan kepada siswa.

3. Bagi sekolah, untuk menambah wawasan mengenai cara pembelajaran

fisika dengan metodediskusi melalui peta konsep dalam belajar mengajar di

SMKN 2 Bengkulu Selatan


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Belajar

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah kegiatan belajar


merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti berhasil atau tidaknya
pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses
belajar yang dialami oleh siswa. Ada banyak definisi tentang belajar yang
dikemukakan oleh para ahli. Skinner sebagaimana dikutip oleh Syah (2003:64),
berpendapat belajar adalah suatu proses adaptasi yang berlangsung secara
pogresif.

Menurut Chaplin sebagaimana dikutip oleh Syah (2003:65), belajar adalah


proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.
Sedangkan menurut Hintzman sebagaimana dikutip oleh Syah (2003:65), belajar
adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme disebabkan oleh
pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Dari
definisi diatas kita tahu bahwa belajar merupakan sebuah proses suatu kegiatan,
bukan suatu hasil maupun tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, tetapi
mengalami.Dan hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan
perubahan kelakuan.

2.2 Metode Pembelajaran

Proses pembelajaran di kelas pasti melahirkan interaksi antara guru dan


siswa. Guru akan berusaha mengatur lingkungan belajar agar bergairah bagi anak
didik sehingga harus mempersiapkan program pengajaran yang baik dan
sistematis. Seorang guru harus dapat memahami metode pembelajaran yang akan
diterapkan di kelas. Metode pembelajaran adalah salah satu komponen yang
berperan dalam keberhasilan belajar mengajar. Dengan memahami metode
6

pembelajaran, maka guru akan lebih baik dalam menyampaikan suatu materi
sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Ada banyak metode yang bisa digunakan dalam kegiatan pembelajaran.


Ibrahim & Syaodih (2003: 105-107) menjelaskan beberapa metode pembelajaran
yang sering digunakan oleh guru, diantaranya: metode ceramah, metode tanya
jawab, metode diskusi, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode
pemberian tugas, metode karyawisata, dan metode sosiodrama (role-playing).
Pelaksanaan pembelajaran dengan metode Learning Starts with A Question
termasuk dalam metode tanya jawab, diskusi, dan eksperimen.

Ada dua faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih suatu metode
pembelajaran. Ibrahim & Syaodih (2003: 108) menjelaskannya sebagai berikut: 1)
Kesesuaian dengan tujuan instruksional Setiap metode pembelajaran memiliki
kekuatan dan kelemahan. Namun metode pembelajaran apapun yang digunakan
harus jelas tujuan yang dicapai, baik tujuan instruksional khusus maupun tujuan
instruksional umum.Mengingat setiap program pengajaran memiliki berbagai
tujuan instruksional yang berbeda, sebaiknya digunakan kombinasi berbagi
metode mengajar yang relevan, yang akan membuat proses belajar lebih hidup,
aktif, dan bermakna. 2) Keterlaksanaan dilihat dari waktu dan sarana Dalam
memilih metode pembelajaran juga perlu dipertimbangkan waktu dan sarana yang
tersedia. Sebagai contoh metode karyawisata tidak bisa dilakukan setiap hari.
Dalam memilih metode pengajaran hendaknya diupayakan pula agar dapat
terwujud proses belajar-mengajar yang menantang dan bermakna serta banyak
melibatkan keaktifan siswa.

2.3 Minat

Hamalik (2009: 33) menyatakan belajar dengan minat akan mendorong


siswa belajar lebih baik daripada belajar tanpa minat. Minat ini timbul apabila
siswa tertarik akan sesuatu yang sesuai dengan kebutuhannya dan merasakan hal
itu bermakna bagi dirinya. Namun jika sudah ada minat tapi tanpa adanya usaha
yang baik dalam belajar, maka belajar juga akan sulit berhasil. Menurut Ibrahim
7

& Syaodih (2003: 26-27) setiap anak mempunyai minat dan kebutuhan sendiri-
sendiri. Bahan ajar dan cara penyampaian disesuaiakan dengan minat dan
kebutuhan tersebut. Walaupun hampir tidak mungkin menyesuaiakan pengajaran
dengan minat dan kebutuhan setiap siswa, namun sedapat mungkin hal tersebut
harus dipenuhi. Pengajaran perlu memperhatikan minat dan kebutuhan, sebab
keduanya akan menjadi penyebab timbulnya perhatian.

Sesuatu yang menarik minat dan dibutuhkan anak, akan menarik


perhatiannya, dengan demikian mereka akan bersungguh-sungguh dalam belajar.
Dalam penelitian ini, minat belajar siswa termasuk dalam penilaian afektif.
Menurut Krathwol sebagaimana dikutip oleh Phopam & Baker (2005:31-32)
penilaian afektif dibagi dalam lima taraf, yaitu: 1) Memperhatikan Taraf pertama
ini adalah mengenai kepekaan siswa terhadap sesuatu, yaitu menyangkut
kesediaan siswa untuk menerima atau memperhatikannya. 2) Merespon Pada taraf
ini siswa sudah memiliki motivasi yang cukup sehingga mereka sudah merespon
suatu fenomena, tidak hanya memperhatikan saja fenomena tersebut. 3)
Menghayati nilai Pada taraf ini tampak bahwa siswa sudah menghayati nilai
tertentu. Perilaku siswa sudah cukup konsisten sehingga mereka sudah dipandang
sebagai orang yang sudah menghayati nilai yang bersangkutan. 4)
Mengorganisasikan Dalam mempelajari suatu nilai, siswa akan menghadapi
situasi yang mengandung lebih dari satu nilai. Karena itu siswa perlu
mengorganisasikan nilai-nilai tersebut menjadi suatu sistem sehingga nilai
tersebut lebih memberikan pengarahan terhadapnya. 5) Seperangkat nilai pada
taksonomi afektif ini siswa telah mendarah-dagingkan nilai-nilai sedemikian rupa
sehingga dalam prakteknya mereka sudah dapat digolongkan sebagai orang yang
memegang nilai atau seperangkat nilai tertentu. Taraf-taraf di atas digunakan oleh
penulis sebagai dasar membuat instrumen penelitian untuk mengukur seberapa
besar minat siswa pada pembelajaran fisika.
8

2.4 Hasil Belajar

Pengungkapan hasil belajar meliputi seluruh ranah psikologis yang berubah


sebagai akibat dari pengalaman dan proses belajar siswa. Namun, pada
kenyataannya untuk dapat mengungkapkan hal tersebut sangatlah sulit
dikarenakan beberapa perubahan hasil belajar ada yang bersifat intangible (tidak
dapat diraba), oleh karena itu dalam penelitian ini hanya akan diambil cuplikan
perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat
mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar, yaitu perubahan pada
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik (Syah, 2010: 148).

Yamin (2009: 86) menyatakan hasil belajar dapat diukur dalam bentuk
perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Untuk mengungkap hasil belajar
pada ketiga ranah (kognitif, afektif, dan psikomotor), diperlukan indikator-
indikator sebagai penunjuk bahwa seseorang telah berhasil meraih prestasi pada
tingkat tertentu.Pengetahuan dan pemahaman yang mendalam mengenai
indikator-indikator prestasi belajar sangat diperlukan ketika seseorang perlu untuk
menggunakan alat dan kiat evaluasi. Dalam penelitian ini, peningkatan hasil
belajar siswa lebih menitikberatkan pada penilaian kognitif. Menurut Bloom
sebagaimana dikutip oleh Phopam & Baker (2005: 29-30) penilian kognitif
memiliki enam taraf, yaitu:

1. Pengetahuan
Pengetahuan mencakup ingatan tantang sesuatu yang khusus dan umum,
tentang metode dan proses, dan tentang pola struktur.
2. Pemahaman
Taraf ini mencakup bentuk pengertian yang paling rendah. Taraf ini
berhubungan dengan pemahaman yang menunjukkan bahwa siswa mengetahui
apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan bahan pengetahuan
tanpa perlu menghubungkannya dengan yang lain.
9

3. Aplikasi
Aplikasi mencakup digunakannya abstraksi dalam situasi yang khusus atau
konkret.Abstraksi yang diterapkan dapat berbentuk prosedur, gagasan umum,
atau metode yang digeneralisasikan.Dapat juga berupa ide, prinsip-prinsip
teknis, atau teori-teori yang harus diingat dan diterapkan.
4. Analisis
Analisis mencakup penguraian suatu ide ke dalam unsur-unsur pokoknya
sehingga menjadi lebih jelas.Analisis digunakan untuk memperjelas suatu ide
dan menunjukkan bagaimana ide tersebut disusun.
5. Sintesis
Sintesis mencakup kemampuan menyatakan unsur-unsur atau bagian-bagian
sehingga menjadi sebuah kesatuan.Sintesis ini adalah kegiatan menghubungkan
potongan-potongan dan menyusunnya sehingga terbentuklah pola atau struktur
yang sebelumnya belum tampak jelas.
6. Evaluasi
Evaluasi menyangkut penilaian bahan dan metode untuk mencapai tujuan
tertentu.Penilaian kuantutatif dan kualitatif diadakan untuk melihat sejauh
mana bahan dan metode memenuhi kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan
ditentukan oleh siswa sendiri, maupun oleh orang lain. Taraf-taraf di atas
digunakan oleh penulis sebagai dasar membuat instrumen tes untuk mengukur
seberapa besar kemampuan kognitif siswa pada pembelajaran fisika.

2.5 Metode Diskusi Melalui Peta Konsep

1. Pengertian Metode Diskusi

Diskusi adalah suatu percakapan ilmiah oleh beberapa yang tergabung

dalam satu kelompok untuk saling bertukar pendapat tentang sesuatu masalah atau

bersama-sama mencari pemecahan mendapatkan jawaban dan kebenaran atas

suatu masalah (Suryosubroto, 1997)


10

Menurut Yamin (2013) metode diskusi merupakan interaksi antara peserta

didik dan peserta didik atau peserta didik dengan guru untuk menganalisis,

memecahkan masalah, menggali atau memperdebatkan topik atau permasalahan

tertentu.

2. Unsur-unsur Diskusi

Unsur-unsur diskusi Menurut Sabri (2005) dapat dijabarkan sebagai berikut:

a) Moderator

Moderator merupakan orang yang memiliki tugas untuk mengatur jalannya

diskusi dengan tetap dan tertib sesuai dengan topik pembahasan.

Moderator juga memiliki tugas untuk membuka serta menutup acara

diskusi.

b) Pembicara / Penyaji Makalah / Panelis

Pembicara / Penyaji Makalah / Panelis merupakan orang yang bertugas

untuk menyiapakan makalah, menyampaikan makalah, memberikan

tanggapan dan orang yang menguasai mengenai topik permasalahan yang

dibahas dalam acara diskusi.

c) Notulis

Notulis memiliki tugas untuk mencatat jalannya acara diskusi ke dalam

bentuk notula. Notulis juga memiliki tugas sebagai pembantu moderator

untuk mencatat berbagai pokok tanggapan, menyusun sebuah kesimpulan

dari acara diskusi yang berlangsung serta membuat laporan diskusi.


11

d) Peserta

Peserta ialah orang yang mengikuti acara diskusi. Peserta dapat

mengajukan sebuah pertanyaan ataupun tanggapan atas yang telah

disampaikan oleh panelis. Pertanyaan ataupun tanggapan alangkah

baiknya diajukan ke panelis melalui moderator.

3. Langkah- langkah Metode Diskusi

Menurut Sabri (2005) beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

menggunakan metode diskusi adalah :

a. Persiapan perencanaan diskusi :

1) Tujuan diskusi harus jelas, agar pengarahan diskusi lebih terjamin.

2) Peserta diskusi harus memenuhi persyaratan tertentu, dan jumlahnya

disesuaikan dengan sifat diskusi itu sendiri.

3) Penentuan dan perumusan masalah yang akan didiskusikan harus jelas.

4) Waktu dan tempat diskusi harus tepat, sehingga tidak akan berlarut-larut.

b. Pelaksanaan diskusi

1) Membuat struktur kelompok (pimpinan, sekretaris, anggota)

2) Membagi-bagi tugas dalam diskusi

3) Meranngsang seluruh peserta untuk berpartisipasi

4) Mencatat ide-ide/saran-saran yang penting

5) Menghargai setiap pendapat yang diajukan peserta

6) Menciptakan situasi yang menyenangkan


12

c. Tindak lanjut diskusi

1) Membuat kesimpulan/laporan diskusi

2) Membacakan kembali hasilnya untuk diadakan koreksi seperlunya

3) Membuat penilaian terhadap pelaksanaan diskusi tersebut untuk dijadikan

bahan pertimbangan dan perbaikan pada diskusi-diskusi yang akan datang.

4. Keuntungan Metode Diskusi

a. Metode diskusi melibatkan semua siswa secara langsung dalam proses

belajar.

b. Setiap siswa dapat menguji tingkat pengetahuan dan penguasaan bahan

pelajarannya masing-masing.

c. Metode diskusi dapat menumbuhkan dan mengembangkan cara berfikir dan

sikap ilmiah.

d. Dengan mengajukan dan mempertahankan pendapatnya dalam diskusi

diharapkan para siswa akan dapat memperoleh kepercayaan akan

(kemampuan) diri sendiri.

e. Metode diskusi dapat menunjang usaha-usaha pengembangan sikap sosial dan

sikap demokratis para siswa.

(Suryosubroto, 1997)

5. Tujuan Metode Diskusi

a. Dengan diskusi siswa didorong menggunakan pengetahuan dan

pengalamannya untuk memecahkan masalah, tanpa selalu bergantung pada

pendapat orang lain.


13

b. Siswa mampu menyatakan pendapatnya secara lisan, karena hal itu perlu

untuk melatih kehidupan yang demokratis.

c. Diskusi memberi kemungkinan pada siswa untuk belajar berpartisipasi dalam

pembicaraan untuk memecahkan suatu masalah bersama.

(Roestiyah, 2012)

6. Pengertian Peta Konsep

Menurut Ausubel (dalam Dahar, 1989) “belajar dapat diklasikfikasikan ke

dalam dua dimensi”. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau

materi pelajaran disajikan kepada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Di-

mensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu

pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif adalah fakta-fakta, konsep-

konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.

Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa

baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam ben-

tuk final, maupun dengan bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa

me-nemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada

tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada

pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lain- lain) yang telah dimilikinya.

Menurut Ausubel (dalam Parno, 2007:7) Berdasarkan terhubung atau tidak

terhubungkannya antar konsep yang sedang dipelajari, belajar meliputi dua jenis,

yaitu belajar secara hafalan dan belajar bermakna.

Selanjutnya Parno (2007:7) memberikan pernyataan sebagai berikut.Belajar

secara hafalan terjadi jika mahasiswa mempelajari konsep-konsep baru secara


14

sembarangan, tanpa mau menghubungkannya dengan konsep-konsep lain yang

relevan yang telah diketahuinya. Sedangkan belajar bermakna adalah pengetahuan

atau konsep baru yang diperoleh segera dikaitkan dengan konsep-konsep yang

sudah ada dalam struktur kognitif mahasiswa. Hasil paduan ini ada-lah informasi

atau konsep baru. Hasil belajar bermakna adalah informasi yang te-lah dipelajari

akan relatif bertahan lebih lama dalam ingatan.

“Peta konsep adalah suatu alat yang digunakan untuk menyatakan hubu-

ngan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi.

Pro-posisi-proposisi merupakan dua atau lebih konsep-konsep yang dihubungkan

oleh kata-kata dalam suatu unit semantik” (Dahar, 1989:122). Dalam bentuknya

yang paling sederhana, suatu peta konsep hanya terdiri atas dua konsep yang

dihubung-kan oleh satu kata penghubung untuk membentuk suatu proposisi.

Dalam peta konsep dapat diamati bagaimana konsep yang satu berkaitan dengan

konsep yang lain. Menurut Ausubel (1968) dalam Dahar (1989:123) belajar

bermakna lebih mudah berlangsung apabila konsep baru yang lebih khusus

dikaitkan dengan kon-sep lama yang lebih umum yang sudah ada dalam struktur

kognitif siswa.

Dalam peta konsep, tidak semua konsep memiliki bobot yang sama. Ini

berarti, bahwa ada beberapa konsep yang lebih inklusif daripada konsep-konsep

yang lain. Konsep yang paling inklusif (konsep fokus atau konsep utama) terletak

di puncak dan memberikan identitas peta konsep yang bersangkutan. Makin ke

bawah konsep-konsep menjadi lebih khusus. Ada kalanya konsep-konsep yang

sama, oleh orang lain menghasilkan peta konsep yang berbeda, sebab untuk orang
15

itu kaitan konsep yang demikinlah yang bermakna. Setiap peta konsep memperli-

hatkan kaitan-kaitan konsep yang bermakna bagi orang yang menyusunnya. Di si-

nilah kita lihat perbedaan-perbedaan individual yang ada pada mahasiswa. De-

ngan kata lain hubungan antara konsep-konsep bagi seseorang itu adalah idiosin-

kratik. Ini berarti bahwa kebermaknaan konsep-konsep itu khas bagi setiap orang

(Dahar. RW:1989), sehingga peta konsep yang dibuat oleh masing- masing orang

akan berbeda.

7. Langkah-Langkah Dalam Membuat Peta Konsep

a. Mengidentifikasi ide pokok atau prinsip yang melingkupi sejumlah

konsep.Contoh: ekosistem

b. Mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep,sekunder yang menunjang ide

utama.contoh individu,populasi dan komunitas.

c. Tempatkan ide-ide utama di tengah atau di puncak peta tersebut.

d. Kelompokan ide-ide sekunder di sekeliling ide utama yang secara visual

menunjukkan hubungan ide-ide tersebut dengan ide utama.

8. Motivasi Siswa Terhadap Pembelajaran Biologi

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat pengalaman dan

adanya motivasi sebagai daya penggerak untuk menjadi aktif. Soetomo (1993)

mengemukakan bahwa motivasi intrinsik adalah dorongan untuk melakukan suatu

tindakan yang mana tujuan yang akan dicapai berada dalam dirinya sendiri

(motivasi dalam diri) sedangkan metode ekstrinsik adalah dorongan yang datang

dari luar individu. Nasution (1995) mengemukakan bahwa hasil belajar banyak di
16

tentukan oleh motivasi makin tepat memberikan motivasi yang diberikan makin

berhasil pelajaran itu.

9. Hasil Belajar

Soetomo (1993) hasil belajar merupakan salah satu perubahan di dalam

kepribadian yang menyatakan diri sebagai polabaru dari reaksi yang berupa

kecakapan, sikap dan kebiasaan serta kepandaian.

Dimyanti dan Mudjiono (2006) menyatakan bahwa siswa adalah subjek

yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar disekolah. Pada umumnya semula

siswa dalam menyadari pentingnya belajar, berkat informasi dari guru tentang

sasaran belajar, maka siswa mengetahui apa arti bahan belajar baginya.

Guru yang bijaksana dalam pelaksanaan (pembelajaran) selalu berfikir

bagaimana murid-muridnya dapat mengerti apa yang disampaikan, apakah murid

mengalami proses belajar mengajar, apakah materinya sesuai dengan tingkat

pemahaman dan kematangan anak, apakah siswa merasa tertarik dan ada

dorongan untuk mempelajari materi yang disampaikan. Atas dasar itulah maka

guru dalam proses belajar mengajar harus mengenal anak, sehingga di harapkan

dalam proses mengajar guru melihat faktor muridlah sebagai pusat perhatianya

(Soetomo, 1993).

Menjadi guru yang kreatif, professional, menyenangkan dan memilih

metode pembelajaran efeksif, hal ini penting terutama untuk merupakan nilai

pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan (Mulyasa, 2006).


17

Jadi dapat kita tarik kesimpulan bahwa pengajaran adalah upaya

pengorganisasian lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta

didik (Hamalik, 2001)

2.6. Momentum, Impuls, dan Tumbukan

Momentum dan Impuls

Setiap benda yang bergerak pasti memiliki momentum.“Momentum sebuah


partikel didefinisiskan sebagai hasil kali massa dan kecepatannya” (Tipler,
1998:219). Kecepatan merupakan besaran vektor, maka momentum juga termasuk
besaran vektor yang arahnya sama dengan arah kecepatan benda. Secara
matematis, persamaan momentum dapat ditulis sebagai berikut : p = mv.

Impuls benda didefinisikan sebagai hasil kali antara gaya dengan selang
waktu ( t) gaya itu bekerja pada benda. “Gaya yang bekerja biasanya sangt besar
dan bekerja pada waktu yang sangat singkat” (Tipler, 1998:242). Impuls temasuk
besaran vektor yang arahnya sama dengan arah gaya. Untuk menghitung besar
impuls dalam satu arah dapat menggunakan persamaan berikut: I = F t (2.2)

Hubungan Impuls dengan Momentum

Sebuah benda yang massanya m mula-mula bergerak dengan kecepatan vo.


Kemudian dalam selang waktu t kecepatan benda tersebut berubah menjadi vt .
Menurut hukum II Newton, jika benda menerima gaya yang searah dengan gerak
benda, maka benda akan dipercepat. Percepatan rata- rata yang disebabkan oleh
gaya F sebagai berikut: = dimana = (2.3) = (2.4) 24 F. t = mvt – mvo (2.5) Jadi: I
= m(vt – vo) (2.6) sehingga I = pt –po = p (2.7) Dari persamaan di atas dapat
disimpulkan bahwa untuk menghitung impuls dapat dicari dengan menghitung
perubahan momentum benda.
18

Hukum Kekekalan Momentum

Dua buah bola bergerak berlawanan arah dan saling mendekati.Bola


pertama massanya m1, bergerak dengan kecepatan v1.Sedangkan bola kedua
massanya m2 bergerak dengan kecepatan v2. Jika kedua bola berada pada lintasan
yang sama dan lurus, maka pada suatu saat kedua bola akan bertabrakan. m 1v1
m2v2 tabrakan/tumbukan m1v’1 m2v’2. Dengan memperhatikan analisis gaya
tumbukan bola pada gambar diatas ternyata sesuai dengan pernyataan hukum III
Newton. Kedua bola akan saling menekan dengan gaya F yang sama besar, tetapi
arahnya berlawanan. Akibat adanya gaya aksi dan reaksi dalam selang waktu t
tersebut, kedua bola akan saling melepaskan diri dengan kecepatan masing-
masing sebesar Faksi = -Freaksi (2.8) F1 = -F2 (2.9) 25 Impuls yang terjadi
selama interval waktu t adalah F 1 t = - F2 t. Kita tahu bahwa = t = p , maka
persamaannya menjadi seperti berikut: = - p2 (2.10) m1v1 – m1v'1 = - (m2v2 – m2v'2)
(2.11) m1v1 + m2v2 = m1v'1 + m2v'2 (2.12) Dapat diketahui bahwa jumlah
momentum awal = jumlah momentum akhir. Hasil ini dikenal sebagai hukum
kekekalan momentum.

Menurut Tipler (1998: 221) hukum kekekalan momentum berbunyi: jika


gaya eksternal pada suatu sistem nol, maka momentum total sistem tetap konstan.

Tumbukan

Berdasarkan sifat kelentingan atau elastisitas benda yang bertumbukan,


tumbukan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu tumbukan lenting sempurna,
tumbukan lenting sebagian, dan tumbukan tidak lenting sama sekali. Dua buah
benda dikatakan mengalami tumbukan lenting sempurna jika pada tumbukan itu
tidak terjadi kehilangan energi kinetik. Jadi, energi kinetik total kedua benda
sebelum dan sesudah tumbukan adalah tetap. Oleh karena itu, pada tumbukan
lenting sempurna berlaku hukum kekekalan momentum dan hukum kekekalan
energi kinetik (Surya, 2003:50-51). Pada tumbukan tidak lenting sama sekali,
terjadi kehilangan energi kinetik sehingga hukum kekekalan energi mekanik tidak
berlaku. Pada tumbukan jenis ini, kecepatan benda-benda sesudah tumbukan
19

samabesar. Kebanyakan benda-benda yang ada di alam mengalami tumbukan


lenting sebagian, di mana energi kinetik berkurang selama tumbukan.

Oleh karena itu, hukum kekekalan energi mekanik tidak berlaku.Besarnya


kecepatan relatif juga berkurang dengan suatu faktor tertentu yang disebut
koefisien restitusi. Bila koefisien restitusi dinyatakan dengan huruf e, maka
derajat berkurangnya kecepatan relatif benda setelah tumbukan dirumuskan
sebagai berikut: e = - ( ) (2.13) Nilai restitusi berkisar antara 0 dan 1 (0 e 1 ).
Untuk tumbukan lenting sempurna, nilai e = 1. Untuk tumbukan tidak lenting nilai
e = 0.Sedangkan untuk tumbukan lenting sebagian mempunyai nilai e antara 0 dan
1 (0 < e < 1).
20

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMKN 2 Bengkulu Selatan pada bulan Juli

sampai Agustus 2021.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI ATP SMKN 2 Bengkulu

Selatan.

C. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK),

maka untuk pengumpulan data dalam penelitian ini penulis menggunakan

instrument penelitian sebagai berikut :

1. Lembar Observasi

Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, yang tersusun dari

berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantaranya yang terpenting adalah

proses-proses pengamatan dan ingatan. Pada penelitian ini yang diobservasi

adalah aktivitas guru dan siswa dalam proses belajar mengajar dengan metode

diskusi. Lembar observasi siswa digunakan untuk melihat aktivitas siswa saat

kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi.Observasi dilakukan

pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.

20
21

2. Lembaran Tes

Tes yang dilakukan berupa post-test. Post-test dilaksanakan setelah proses

belajar mengajar berlangsung, tes ini berguna untuk mengetahui hasil belajar

siswa. Tes ini dilaksanakan pada setiap siklus pembelajaran.Tes dilakukan

berdasarkan distribusi soal berjenjang kognitif.

D. Prosedur Penelitian (Langkah-langkah PTK)

Penelitian ini akan dilaksanakan dalam dua siklus, masing-masing siklusnya

terdiri dari tahap-tahap berikut ini :

1. Siklus I

a. Perencanaan

Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap perencanaan adalah :

1) Membuat silabus pembelajaran dan skenario pembelajaran.

2) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

3) Mempersiapkan materi pembelajaran.

4) Membuat Lembar Diskusi Siswa (LDS).

5) Membuat lembar observasi guru.

6) Membuat lembar observasi siswa.

7) Membuat alat evaluasi.

b. Tindakan

Tindakan yang diterapkan adalah proses pembelajaran metode diskusi,

dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Guru membuka pelajaran dengan salam dan mengabsensi siswa.

2) Guru menyampaikan tujuan, indikator dan memotivasi siswa.


22

3) Guru menjelaskan materi pembelajaran yang akan dipelajari

4) Guru membuat struktur kelompok (pimpinan, sekretaris dan anggota)

5) Guru membagikan Lembar Diskusi Siswa (LDS)

6) Guru membimbing siswa untuk mengerjakan LDS melalui peta konsep

7) Guru mencatat ide-ide atau saran-saran yang penting

8) Guru membimbing siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok

9) Guru memberikan evaluasi berupa tes tertulis

c. Observasi

Selama proses belajar mengajar dengan metode diskusi berlangsung,

dilakukan observasi terhadap aktivitas guru maupun siswa oleh dua orang

observer.

Tabel 3.1.Lembar Observasi Guru

Katagori Nilai
No Aspek yang diamati
B (3) C (2) K (1)
1. Guru membuka pelajaran dengan salam
dan mengabsensi siswa
2. Guru menyampaikan tujuan, indikator
dan memotivasi siswa
3. Guru menjelaskan materi pembelajaran
yang akan dipelajari
4. Guru membuat struktur kelompok
(pimpinan, sekretaris dan anggota)
5. Guru membagikan Lembar Diskusi
Siswa (LDS)
6. Guru membimbing siswa untuk
mengerjakan LDS melalui peta konsep
7. Guru mencatat ide-ide atau saran-saran
yang penting
8. Guru membimbing siswa untuk
mempresentasikan hasil diskusi
kelompok
9. Guru memberikan evaluasi berupa tes
tertulis
23

Tabel 3.2.Lembar Observasi Siswa

Katagori Nilai
No Aspek yang diamati
B (3) C (2) K (1)
1. Siswa mendengarkan dengan baik
indikator yang disampaikan oleh guru
2. Siswa mendengarkan dengan baik
gambaran umum materi yang
disampaikan oleh guru
3. Siswa membuat kelompok dengan
struktur adanya ketua, sekretaris dan
anggota.
4. Siswa mengerjakan dan mendiskusikan
LDS melalui peta konsep
5. Siswa mencatat ide-ide dan saran-saran
yang penting
6. Siswa menyiapkan laporan hasil diskusi
7. Siswa melakukan presentasi kelompok
8. Siswa menyimpulkan bahan pelajaran
9. Siswa mengerjakan tes yang diberikan
Keterangan :

B (3) : Baik

C (2) : Cukup

K (1) : Kurang

d. Refleksi

Hal yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan dan dianalisa pada

tahap ini, begitu juga dengan hasil evaluasinya. Dari hasil analisa pada siklus I ini

yang berupa kelemahan dan kekurangan akan diperbaiki pada siklus berikutnya

sampai tercapainya ketuntasan belajar secara klasikal.

2. Siklus II

Siklus II merupakan tindak lanjut dari kegiatan pembelajaran siklus I, yang

kegiatannya adalah sebagai berikut :


24

a. Perencanaan tindakan

Pada tahap ini kegiatan yang dilaksanakan merencanakan pembelajaran

berdasarkan hasil refleksi siklus I, yaitu :

1) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

2) Mempersiapkan materi pembelajaran

3) Membuat lembar diskusi siswa (LDS)

4) Membuat alat evaluasi

b. Pelaksanaan tindakan

Kegiatan ini melakukan pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) yang telah dirumuskan.

c. Observasi

Observasi dilakukan oleh dua orang observer yang bertugas untuk mengamati

aktivitas guru dan aktivitas siswa pada pembelajaran siklus II.

d. Refleksi

Dilakukan berdasarkan observasi seluruh kegiatan pembelajaran dengan

menggunakan metode diskusi.Untuk mengetahui apakah sudah terdapat

perbaikan dari kekurangan yang terdapat pada siklus I.

E. Analisis Data

1. Analisis data observasi

Data hasil observasi dianalisis dengan mendeskripsikan aktivitas guru dan

siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung.Data yang diperoleh

menggunakan lembar observasi untuk setiap aspek yang diamati.Kategori yang

digunakan baik (B), cukup (C), dan kurang (K). Dengan memberikan tanda
25

conteng pada lembar observasi guru dan siswa untuk setiap aspek yang diamati

dan diolah dengan ketentuan skor pada tabel berikut ini :

Tabel 3.3.Skor pengamatan setiap aspek yang diamati pada lembar observasi guru

dan siswa.

Kriteria Skor
Baik (B) 3
Cukup (C) 2
Kurang (K) 1

a. Analisis Data Hasil Observasi Guru

Untuk menghitung nilai rata-rata aktifitas guru dapat dihitung dengan cara

menjumlahkan total skor dari pengamat pertama (P 1) dan pengamat kedua

(P2) kemudian di bagi dua.

∑ p 1+∑ p 2
X=
2

Keterangan :

X = Nilai rata-rata

∑ p 1 = total skor pengamat pertama

∑ p 2 = total skor pengamat kedua

Karena ada 9 butir pertanyaan dengan 3 kriteria penilaian yang ada.Maka

skor maksimum yang mungkin adalah 27 dan skor minimum yang mungkin

adalah 9. Kemudian dari skor minimum dan maksimum tersebut dibuatlah

kelas interval seperti pada tabel di bawah ini :


26

Tabel 3.4. Interval kategori pada lembar observasi guru

Interval Kategori
9-14 Kurang
15-20 Cukup
21-27 Baik

b. Analisis Data Hasil Observasi Siswa

Untuk menghitung nilai rata-rata aktifitas siswa dapat dihitung dengan cara

menjumlahkan total skor dari pengamat pertama (P 1) dan pengamat kedua

(P2) kemudian di bagi dua.

∑ p 1+∑ p 2
X=
2

Keterangan :

X = Nilai rata-rata

∑ p1 = total skor pengamat pertama

∑ p2 = total skor pengamat kedua

Karena ada 9 butir pertanyaan dengan 3 kriteria penilaian yang ada.Maka

skor maksimum yang mungkin adalah 27 dan skor minimum yang mungkin

adalah 9. Kemudian dari skor maksimum dan minimum tersebut dibuatlah

kelas interval seperti pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.5. Interval kategori pada lembar observasi siswa

Interval Kategori
9-14 Kurang
15-20 Cukup
21-27 Baik

(Diantika, 2011)
27

2. Analisis data hasil tes

a. Rata-rata

Untuk menghitung kualitas pembelajaran dengan menggunakan rumus rata-

rata adalah :

∑X
X=
N

Keterangan :

X : Rata-rata nilai

∑x : Jumlah nilai

N : Jumlah siswa

(Sudjana, 2006)

b. Ketuntasan belajar klasikal

Data hasil analisis berdasarkan kriteria ketuntasan belajar klasikal, dicapai

apabila 85% siswa mendapat nilai 7,0 ke atas. Ketuntasan belajar klasikal,

dihitung dengan menggunakan rumus ketuntasan belajar klasikal yaitu :

Ns
Presentase ketuntasan belajar klasikal (KB) = x 100%
N

Keterangan :

KB : Ketuntasan belajar klasikal

Ns : Jumlah siswa yang mendapat nilai 7,0 ke atas

N : Jumlah siswa

(KKM sekolah SMKN 2 Bengkulu Selatan)


28

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada proses pembelajaran

dengan metode diskusi melalui peta konsep untuk meningkatkan aktivitas dan

hasil belajar biologi kelas XI ATP di SMKN 2 Bengkulu Selatanyaitu telah

dilakukan melalui 2 siklus,data tes awal dan tes akhir pada siklus I dan II di

peroleh hasil sebagai berikut :

1. Hasil Penelitian Siklus I

a. Deskripsi Hasil Observasi Guru dan Siswa Siklus I

1) Hasil Observasi Aktivitas Guru

Data hasil observasi terhadap aktivitas guru selama proses pembelajaran

siklus I yang diamati oleh dua orang observer dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1. Data observasi aktivitas guru siklus I

Pengamat Skor Pengamatan Rata-rata Skor Kategori


1 22
22 Baik
2 22

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai rata-rata aktivitas guru pada

siklus I adalah 22.Artinya aktivitas guru selama mengajar secara umum sudah

baik, namun pada lembar observasi yang diisi oleh observer masih ditemukan

aspek yang belum terlaksana dengan baik yaitu guru kurang menyampaikan
28
tujuan, indikator pembelajaran dan memotivasi siswa.
29

2) Hasil Observasi Aktivitas Siswa

Data hasil observasi terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran

siklus I yang diamati oleh dua orang observer dapat dilihat pada tabel 4.2

Tabel 4.2. Data observasi aktivitas siswa

Pengamat Skor Pengamatan Rata-rata Skor Kategori


1 23
22,5 Baik
2 22
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata skor aktivitas

siswa adalah 22,5 dengan kriteria baik. Kekurangan siswa pada Siklus I adalah

masih ada siswa yang tidak mengerjakan LDS melalui peta konsep dan siswa

kurang aktif melakukan presentasi kelompok.

b. Deskripsi Hasil Tes Siswa Siklus I

Tabel 4.3. Data Hasil Tes Siswa Siklus I

Jumlah siswa yang Nilai rata-rata Presentase


mendapat nilai 70 ke siswa ketuntasan Kriteria
atas belajar klasik

15 69,16 62 % Belum tuntas

Setelah melaksanakan proses pembelajaran Fisika pokok bahasan

momentum dan impulsdengan menggunakan metode diskusi guru memberikan tes

kepada siswa untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa.

c. Refleksi Terhadap aktivitas Guru dan Siswa Siklus I

Pada proses pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus I ada yang kurang

terlaksana. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan pada siklus II.

1) Guru kurang membimbing siswa mengerjakan LDS melalui peta konsep


30

2) Guru kurang menyampaikan tujuan, indikator dan memotivasi siswa

3) Masih ada siswa yang tidak mengerjakan LDS melalui peta konsep

4) Siswa kurang aktif dalam melakukan presentasi kelomp

2. Hasil Penelitian Siklus II

a. Deskripsi Hasil Observasi Guru dan Siswa Siklus II

1) Hasil Observasi Aktivitas Guru

Dari hasil observasi aktivitas guru pada siklus II pengamatan aktivitas guru

dapat dilihat pada lampiran 13.a dan 13.b. Data observasi aktivitas guru dapat

dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Data observasi aktivitas guru

Pengamat Skor Pengamatan Rata-rata Skor Kategori


1 23
24 Baik
2 25

Total skor yang didapat dari hasil observasi terhadap aktivitas guru yang

dilakukan oleh dua orang observer pada siklus II yaitu dengan rata-rata skor 24

termasuk kriteria baik.

2) Hasil Observasi Aktivitas siswa

Data hasil observasi aktivitas siswa selama proses pembelajaran siklus II

dapat dilihat pada tabel 4.5

Tabel 4.5. Data observasi aktivitas siswa

Pengamat Skor Pengamatan Rata-rata Skor Kategori


1 24
24 Baik
2 24
31

Gambaran selama proses pembelajaran pada siklus II secara umum sudah

baik, terlihat pada tabel data observasi siswa bahwa rata-rata skor yang diperoleh

adalah 24 termasuk kriteria baik.

b. Deskripsi Hasil Tes Siswa Siklus II

Tabel 4.6 Data Hasil Tes Siswa Siklus II

Jumlah siswa yang Nilai rata-rata Presentase


mendapat nilai 70 ke siswa ketuntasan Kriteria
atas belajar klasik

20 77,5 87,5 % Tuntas

c. Refleksi Terhadap aktivitas Guru dan Siswa Siklus II

Berdasarkan observasi aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran

pada siklus II sudah tergolong baik dan aspek-aspek yang diperbaiki juga berjalan

dengan baik.

Tabel 4.7.Peningkatan hasil observasi aktivitas guru dan siswa pada siklus I

dan siklus II.

Rata-rata Skor Observasi


Presentase
No Siklus ketuntasan Guru Kriteria Siswa Kriteria

1. I 62 % 22 Baik 22,5 Baik

2. II 87,5 % 24 Baik 24 Baik


32

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa terjadi peningkatan proses

pembelajaran yaitu meningkatkan aktivitas guru dalam mengajar dan aktivitas

siswa selama mengikuti pelajaran dari siklus I ke siklus II.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menerapkan

metode diskusi pada pokok bahasan momentum dan impuls. Ternyata dapat

meningkatkan proses pembelajaran dan hasil belajar siswa kelas XI ATP SMKN 2

Bengkulu Selatan. Menurut Taniredja (2011), metode ini memberi kesempatan

kepada para siswa (kelompok-kelompok siswa) untuk mengadakan perbincangan

ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau menyusun

berbagai alternatif pemecahan atas sesuatu masalah.

Peningkatan proses pembelajaran yang terdiri dari aktivitas guru dan

aktivitas siswa dari siklus I ke siklus II dapat dilihat pada tabel 4.7. Metode

diskusi ini dikembangkan untuk mencapai beberapa tujuan yakni melibatkan

semua siswa secara langsung dalam proses belajar, setiap siswa dapat menguji

tingkat pengetahuan dan penguasaan bahan pelajarannya masing-masing, dapat

menumbuhkan dan mengembangkan cara berpikir dan sikap ilmiah, dengan

mengaju dan mempertahankan pendapatnya dalam diskusi diharapkan para siswa

akan dapat memperoleh kepercayaan akan (kemampuan) diri sendiri serta dapat

menunjang usaha-usaha pengembangan sikap sosial dan sikap demokratis para

siswa Suryosubroto (dalam Taniredja, 2011).

Berdasarkan hasil observasi guru pada lembar observasi guru pada siklus I

dengan rata-rata skor yaitu 22 dengan kriteria baik.Karena guru memiliki peranan
33

yang sangat penting untuk menjadi seorang sumber belajar bagi siswa dan guru

harus menguasai materi pelajaran yang disampaikan.Selain itu, seorang guru juga

harus memiliki keterampilan dalam mengajar sehingga guru juga bisa

mengendalikan kelas.Hal ini didukung oleh pendapat Sanjaya (2006:21) bahwa

peran guru sebagai sumber belajar merupakan peran yang sangat penting.Peran

sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran.Kita

bisa menilai baik atau tidaknya seorang guru hanya dari penguasaan materi

pelajaran. Dikatakan guru yang baik manakala ia dapat menguasai materi

pelajaran dengan baik, sehingga benar-benar ia berperan sebagai sumber belajar

bagi anak didiknya. Apapun yang ditanyakan siswa berkaitan dengan materi

pelajaran yang sedang diajarkannya, ia akan bisa menjawab dengan penuh

keyakinan. Sebaliknya dikatakan guru yang kurang baik manakala ia tidak paham

tentang materi yang diajarkannya. Ketidak pahaman tentang materi pelajaran

biasanya ditunjukkan oleh perilaku-perilaku tertentu, misalnya teknik

penyampaian materi pelajaran yang monoton, ia lebuh sering duduk di kursi

sambil membaca, suaranya lemah, tidak berani melakukan kontak mata dengan

siswa, miskin dengan ilustrasi, dan lain-lain. Perilaku guru yang demikian bisa

menyebabkan hilangnya kepercayaan pada diri siswa, sehingga guru akan sulit

mengendalikan kelas.

Guru harus lebih terampil dalam menjelaskan materi pelajaran yang ia

sampaikan, yaitu momentum dan impuls. Guru juga harus optimal dalam

membimbing siswa melaksanakan metode diskusi, karena masih ada siswa yang

belum memahami metode ini.Karena pada dasarnya guru memiliki peranan


34

sebagai fasilitator bagi siswa. Sebagai fasilitator, guru hendaknya mampu

mengusahakan sumber belajar yang berguna serta dapat menunjang pencapaian

tujuan dari proses belajar mengajar (Sabri, 2005).

Berdasarkan observasi aktivitas siswa pada siklus I memperoleh rata-rata

skor 22,5 dengan kriteria baik.Pada siklus I ini masih ada siswa yang kurang tertib

dalam melaksanakan metode diskusi, sehingga hanya sebagian siswa saja yang

melaksanakan metode ini dengan tertib.Oleh sebab itu, guru harus lebih optimal

dalam membimbing siswa melaksanakan metode ini.

Siswa kurang tertib saat guru membimbing siswa untuk membuat laporan

hasil diskusi kelompok. Karena siswa kurang paham tentang cara menarik

kesimpulan dari subtopik yang didiskusikannya. Hal ini disebabkan oleh kurang

aktifnya siswa dalam diskusi kelompok.

Berdasarkan hasil tes yang diperoleh siswa pada siklus I dapat disimpulkan

bahwa hasil belajarnya belum mencapai ketuntasan karena hanya 15 dari 24 siswa

yang memperoleh nilai 70 ke atas dan rata-rata nilai siswa adalah 69,16 dengan

ketuntasan belajar klasikalnya yaitu 62 % belum tuntas. Hal ini sesuai dengan

KKM SMKN 2 Bengkulu Selatan bahwa proses pembelajaran dikatakan tuntas

secara klasikal 85% dari jumlah siswa di kelas tersebut yang telah mendapat nilai

70 ke atas.

Melalui metode diskusi, memberikan peluang kepada siswa untuk belajar

secara aktif dalam memecahkan masalah dengan maksud untuk mendapatkan

pengertian bersama atau merampungkan keputusan bersama dan diharapkan setiap

orang memberikan sumbangan sehingga seluruh kelompok kembali dengan


35

pemahaman yang sama dalam suatu keputusan atau kesimpulan. Sehingga siswa

dapat melakukan diskusi terhadap masalah yang diberikan oleh guru pada Lembar

Diskusi Siswa (LDS).

Pada lembar observasi aktivitas guru siklus II diperoleh rata-rata skor dalah

24 dengan kriteria baik dan terjadi peningkatan dari siklus I. Pada siklus II ini

sudah tergolong kriteria baik. Karena guru telah menjelaskan tujuan dan indikator

pelajaran serta memberikan motivasi kepada siswa dan membimbing siswa untuk

melakukan presentasi kelompok.

Selain itu guru juga sudah dengan baik membimbing siswa dalam

melakukan metode diskusi ini.Dan guru juga telah dengan baik membimbing

siswa untuk mengikuti langkah-langkah metode pembelajaran ini sehingga guru

mampu mengendalikan kelas. Pendapat ini didukung oleh Sanjaya (2006:24)

bahwa sebagai pengelola pembelajaran (learning manager), guru berperan dalam

menciptekan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara

nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap

kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa.

Berdasarkan lembar observasi aktivitas siswa pada siklus II mengalami

peningkatan dengan rata-rata skor yaitu 24 dengan kriteria baik, dimana terjadi

peningkatan dari siklus I. Pada sisklus II aktivitas siswa tergolong baik karena

siswa sudah tertib melaksanakan metode diskusi sesuai dengan langkah-langkah

yang dijelaskan oleh guru.

Dari hasil tes yang diperoleh pada siklus II diperoleh nilai rata-rata siswa

yaitu 77,5 dengan presentase ketuntasan belajarnya adalah 87,5% dengan kategori
36

tuntas. Suatu kelas dianggap tuntas bila 85% siswa di kelas tersebut memperoleh

nilai 70 ke atas sesuai dengan KKM sekolah SMKN 2 Bengkulu Selatan.

Terjadinya peningkatan siklus I ke siklus II dari data hasil aktivitas guru

pada siklus I dengan rata-rata skor 22 dengan kriteria baik meningkat pada siklus

II dengan rata-rata skor 24 dengan kriteria baik. Hasil observasi terhadap siswa

pada siklus I dengan rata-rata skor 22,5 dengan criteria baik, rata-rata skor

meningkat menjadi 24 pada siklus II dengan kriteria baik. Serta hasil tes pada

siklus I nilai rata-rata siswa 69,16 dengan ketuntasan belajar mencapai 62%

dengan ktiteria belum tuntas dan meningkat pada siklus II dengan nilai rata-rata

siswa 77,5 dan ketuntasan belajarnya mencapai 87,5% dengan kriteria tuntas.
37

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penerapan metode diskusi melalui peta konsep yang telah dilakukan

terhadap mata pelajaran fisika di SMKN 2 Bengkulu Selatan dengan pokok

bahasanMomentum dan Impuls, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Penerapan metode diskusi dapat meningkatkan aktivitas guru dan aktivitas

siswa selama proses pembelajaran. pada siklus I rata-rata skor observasi

terhadap aktivitas guru adalah 22 dengan kriteria baik. Sedangkan pada siklus

II, rata-rata skor observasi meningkat menjadi 24 dengan kriteria baik. Rata-

rata skor siswa pada siklus I adalah 22,5 dengan kriteria baik, meningkat

menjadi 24 dengan kriteria baik pada siklus II.

2. Penerapan metode diskusi dapat meningkatkan hasil belajar Fisika siswa

kelas XI ATP SMKN 2 Bengkulu Selatan, yaitu presentase ketuntasan belajar

klasikal pada siklus I adalah 62% dengan kriteria tidak tuntas dan meningkat

menjadi 87,5% dengan kriteria tuntas pada siklus II.

37
38

B. Saran

Untuk dapat melaksanakan metode diskusi secara optimal/baik, ada beberapa

hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

1. Guru harus lebih mengerti dan memahami terlebih dahulu mengenai metode

diskusi dan peta konsep yang harus dilakukan pada saat proses pembelajaran.

2. Guru harus memberikan pemahaman kepada siswa mengenai proses

pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi dan peta konsep.


39

DAFTAR PUSTAKA

Diantika, U. 2011.Penerapan Pendekatan Induktif dalam Pembelajaran Fisika


pada Pokok Bahasan Ekosistem untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Kelas VII SMP Negeri 1 Kota Padang Kabupaten Rejang Lebong.FKIP
UMB. Bengkulu.
Dimyanti. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta : Jakarta

Hamalik. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara : Jakarta

Hamalik.2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara : Jakarta

Irwandi. 2011. Strategi Pembelejaran Biologi Berbasis Kontekstual. Universitas


Muhammadiyah Bengkulu Press.
Mulyasa. 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Remaja Rosdakarya : Bandung

Nasution.1995. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bumi


aksara Bandung
Roestiyah, N. 2012.Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta: Jakarta
Sabri, A. 2005.Strategi Belajar Mengajar. Quantum Teaching: Jakarta
Sanjaya, W. 2006.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan.Prenada Media Group. Jakarta.

Soetomo. 1993. Dasar-Dasar Interaksi Belajar Mengajar. Penerbit Usaha


Nasional. Surabaya

Sudjana, N. 2006.Penilaian Proses Hasil Belajar Mengajar.PT. Remaja Rosda


Karya. Bandung.
Suryosubroto, B. 1997.Proses Belajar Mengajar di Sekolah.Rineka Cipta: Jakarta
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Prestasi
Pustaka : Jakarta
Yamin, M. 2013. Strategidan Metode dalam Model Pembelajaran. Referensi :

Jakarta

Anda mungkin juga menyukai