A. Pendahuluan
Peranan guru sangat kompleks, berkembang sesuai dengan perkembangan
sejarah dan zaman, serta harapan masyarakat. Perubahan paradigma dan tata nilai pada
abad ke-18 dan 19, standar seorang guru lebih ditekankan pada kehidupan pribadi atau
moralnya daripada kemampuan profesionalnya.
Guru yang efektif merupakan pribadi yang berkualitas dan dapat membangun
hubungan yang baik dengan siswanya, memahami pengetahuan dasar tentang belajar
dan mengajar, dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik, mempunyai
sikap dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan refleksi dan memecahkan
masalah, serta meyakinkan bahwa belajar merupakan proses sepanjang hidup. Selain itu
guru yang efektif dapat mengembangkan strategi, metode, dan keterampilannya untuk
mencapai keberhasilannya.
Secara konseptual pekerjaan guru meliputi tiga fungsi utama: (1) pemimpin, (2)
pengelola pembelajaran, dan (3) pengorganisasi. Sebagai pemimpin, diharapkan guru
dapat memainkan perannya di dalam kelas, seperti membuat perencanaan, memberi
motivasi, mengalokasikan waktu, memberikan penilaian, dan mencari serta memilih
sumber belajar yang sesuai. Pengelolaan pembelajaran, mengacu pada metoda dan
proses dilakukan guru ketika melaksanakan tugas mengajar sehari-hari. Pengorganisasi,
mengacu pada pekerjaan guru yang berhubungan dengan masyarakat, termasuk bekerja
dengan teman sejawat, orang tua, dan pimpinan sekolah.
Proses belajar mengajar mengandung kegiatan interaksi antara guru, siswa dan
komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif. Jadi belajar tidak
hanya merupakan suatu transfer pengetahuan saja dari guru kepada siswa tetapi siswa
diberi persoalan-persoalan yang membutuhkan pencarian, pengamatan, percobaan,
analisis, sintesis, perbandingan, pemikiran dan penyimpulan oleh siswa, agar siswa
menemukan sendiri jawaban terhadap suatu konsep atau teori. Bertolak dari
pembahasan tersebut dapat dilihat bahwa tujuan pokok penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran di sekolah haruslah membelajarkan siswa bagaimana belajar. Tujuan
pokok penyelenggaraan kegiatan pembelajaran ini mengandung makna untuk
meletakkan landasan bagi belajar seumur hidup. Tujuan ini harus tercapai kalau kita
2005). Proses belajar mengajar seyogianya lebih memusatkan perhatian kepada siswa
karena siswa merupakan komponen utama dalam pembelajaran. Jadi, dalam proses
belajar siswa bisa dikatakan sebagai yang memiliki kepentingan. Pada umumnya,
keberhasilan suatu proses belajar-mengajar dilihat dari kemampuan kognitif siswa
dengan menilai kemampuan mereka dalam menjawab soal-soal yang diberikan.
Penilaian ini hanya menilai pemahaman siswa terhadap materi yang telah diajarkan.
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini menghasilkan banyaknya
konsep yang harus dipelajari anak didik melalui pembelajaran, sedangkan guru tidak
mungkin lagi mengajarkan banyak konsep kepada siswa. Salah satu alternatif yang
dikembangkan
dalam
pembelajaran
yaitu
pembelajaran
dengan
pendekatan
2. Hasil Belajar
Informasi yang paling penting dalam pembuatan keputusan tentang keberhasilan
proses belajar mengajar di kelas adalah hasil belajar, baik yang sifatnya pengetahuan,
keterampilan, maupun sikap. Berkenaan dengan hasil belajar terdapat berbagai
pendapat. Di bawah ini dikemukakan pengertian hasil belajar menurut beberapa tokoh
pendidikan.
Mager (Rustaman, 2005) menyatakan bahwa hasil belajar seseorang siswa selalu
dinyatakan dalam terbentuknya tingkah laku sebagai hasil dari proses belajar yang telah
dialami oleh siswa tersebut. Teori inilah yang dijadikan landasan oleh Bloom dalam
mengkategorikan tingkah laku tersebut menjadi tiga ranah (domain), yaitu ranah
kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap dan nilai) dan ranah psikomotor
(keterampilan motorik).
Menurut R.M. Gagne (Surya, 2004) mengemukakan bahwa hasil pembelajaran
ialah berupa kecakapan manusiawi (human capabilities) yang meliputi: (1) informasi
verbal, (2) kecakapan intelektual, yang terdiri dari (a) diskriminasi, (b) konsep konkrit,
(c) konsep abstrak, (d) aturan, dan (e) aturan yang lebih tinggi; (3) strategi kognitif, (4)
sikap, (5) kecakapan motorik.
Menurut Sudjana (1989) dalam Afgani (2005) keberhasilan dalam belajar
mengajar dapat diukur dari dua segi yaitu: segi proses belajar dan hasil belajar. Proses
belajar artinya keberhasilan pengajaran terletak dalam proses belajar dalam keberhasilan
belajar siswa, sedangkan hasil belajar siswa diperoleh sebagai akibat proses belajar.
dalam
pembelajaran
yaitu
pembelajaran
dengan
pendekatan
keterampilan proses.
R.B Sund (Suriaty, 1996) menyatakan bahwa Science is both a body of
knowledge and aprocesy, dilihat dari kalimat ini maka jelaslah bahwa yang dimaksud
sains (IPA) adalah kumpulan dari pengetahuan fakta, konsep, proses dan lain-lain. Dan
bagaimana proses untuk mendapatkan pengetahuan itu.
Berdasarkan pandangan IPA sebagai proses, dalam pembelajaran IPA saat ini
digunakan keterampilan proses. Pendekatan keterampilan proses dapat diartikan sebagai
wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan
fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya
ialah ada dalam diri siswa. Senada dengan hal tersebut, (Kurniati 2001: mengungkapkan
bahwa pendekatan keterampilan proses adalah pendekatan yang memberi kesempatan
kepada siswa agar dapat menemukan fakta, membangun konsep-konsep, melalui
kegiatan dan atau pengalaman-pengalaman seperti ilmuwan. Dari dua pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan keterampilan proses menekankan pada
penumbuhan dan pengembangan sejumlah keterampilan tertentu pada diri siswa
sehingga mampu memproses infromasi untuk memperoleh fakta, konsep, maupun
pengembangan konsep dan nilai.
Dari batasan-batasan Pendekatan Ketarampilan Proses tersebut, kita memperoleh
suatu gambaran bahwa Pendekatan Keterampilan Proses bukanlah tindakan intruksional
yang berada di luar kemampuan siswa. Pendekatan Keterampilan Proses justru
dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh
siswa.
1. Pendekatan Keterampilan Proses memberikan kepada siswa pengertian yang tepat
tentang hakikat ilmu pengetahuan. Siswa dapat mengalami rangsangan ilmu
pengetahuan dan dapat lebih baik mengerti fakta dan konsep ilmu pengetahuan.
2. Mengajar dengan keterampilan proses berarti memberi kesempatan kepada siswa
bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar menceritakan menceritakan atau
mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan. Di sisi yang lain, siswa merasa
bahagia sebab mereka aktif dan tidak menjadi pembelajar yang pasif.
3. Menggunakan keterampilan proses untuk mengajar ilmu pengetahuan, membuat
siswa belajar proses dan produk ilmu pengetahuan sekaligus. (Funk, 1985 dalam
Dimyati, 1999)
Dari uraian di atas, maka dengan demikian unsur keterampilan proses, ilmu
pengetahuan, serta sikap dan nilai yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran yang
menerapkan Pendekatan Keterampilan Proses, saling berinteraksi dan mempengaruhi
satu dengan yang lainnya. Pengertian Pendekatan Keterampilan Proses seperti telah
dikemukakan di atas, menunjukkan pada kita bahwa penerapan Pendekatan
Keterampilan Proses selalu menuntut adanya keterlibatan fisik maupun mentalintelektual siswa. Lebih dari pada itu, Pendekatan Keterampilan Proses tidak mungkin
dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif (dahulu
kita mengenal dengan istilah CBSA). Pendekatan Keterampilan Proses berjalan secara
optimal apabila kadar keterlibatan aktifitas siswa berlangsung dalam yang tinggi dan
sebaliknya. Dengan kata lain, Pendekatan Keterampilan Proses berinteraksi secara
timbal balik dengan penerapan metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif
(CBSA?).
dapat
diterapkan
mengemukakan
bahwa
pada
proses
kemampuan
pembelajaran.
berpikir
anak
Piaget
akan
(Duherti,
berkembang
2003)
bila
dikomunikasikan secara jelas dan cermat yang dapat disajikan berupa grafik, diagram,
tabel, gambar atau bahasan isyarat lainnya.
Brunner (Hendrik, 2000) mengemukakan bahwa dalam pengajaran dengan
pendekatan keterampilan proses penemuan anak akan menggunakan pikirannya untuk
melakukan berbagai konsep atau prinsip. Dalam proses penemuan (discovery) anak
melakukan operasi mental berupa pengukuran, prediksi, pengamatan, inferensi, dan
pengelompokkan. Operasi mental yang menyangkut keterampilan intelektual tersebut
dapat mengembangkan kemampuan anak dalam membentuk pengetahuan, anak akan
mengetahui lingkungan dengan bekal konsep atau pengetahuan (prior knowledge) yang
telah ada. Jika objek yang diamati dengan konsep prior tadi, maka pengetahuan anak
akan bertambah. Pada hekekatnya hasil kegiatan pengamatan itu menyebabkan
meningkatnya pengetahuan si anak. Oleh sebab itu proses mental di atas digunakan
sebagai dasar bagi pengembangan keterampilan proses sains untuk menemukan konsep
dan prinsip. Kemudian Bruner (Hendrik, 2000) menyatakan jika seseorang individu
belajar dan mengembangkan pikirannya, maka sebenarnya ia telah menggunakan
potensi intelektual untuk berfikir dan ia setuju bahwa melalui sarana keterampilanketerampilan proses sains anak akan dapat didorong secara internal membentuk
intelektual secara benar.
Ausubel (Dahar, 1996) berpendapat jika anak belajar dengan perolehan
informasi melalui penemuan, maka belajar ini menjadi belajar yang bermakna. Hal ini
termasuk apabila informasi yang diperolehnya dapat berkaitan dengan konsep atau
infromasi yang sudah ada padanya.
Dari tiga pakar di atas menurut Hendrik (2000) dapatlah ditarik kesimpulan yang
menghubungkan ketiganya dalam suatu bentuk dukungan terhadap penggunaan
keterampilan proses sains yaitu adanya kemampuan dan tahap intelektual serta
pandangan belajar terhadap perkembangan pengetahuan anak, maka cara belajar anak
dengan mengembangkan berbagai aspek discovery akan menyebabkan hasil belajar
yang bermakna. Hal tersebut dapat terjadi jika dikembangkan proses belajar mengajar
dengan menerapkan pendekatan keterampilan proses.
10
c. Seperti pokok uji pada umumnya aspek yang akan diukur oleh pokok uji
keterampilan proses harus jelas dan hanya mengandung satu aspek saja, misalnya
interpretasi.
d. Sebaiknya ditampilkan gambar untuk membantu menghadirkan objek.
2. Karakteristik Khusus
Pada karakteristik khusus ini jenis keterampilan proses tertentu dibahas dan
dibandingkan satu sama lain sehingga jelas perbedaannya. Karakteristik tersebut antara
lain:
a. Observasi: harus dari objek atau peristiwa yang sesungguhnya.
b. Interpretasi: harus menyajikan sejumlah data untuk memperlihatkan pola.
c. Klasifikasi: harus ada kesempatan mencari/menemukan persamaan perbedaan, atau
diberikan kriteria tertentu untuk melakukan pengelompokkkan atau ditentukan
jumlah kelompok yang harus terbentuk.
d. Prediksi: harus jelas pola atau kecenderungan untuk dapat mengajukan dugaan atau
ramalan.
e. Berkomunikasi: harus ada satu bentuk pernyataan tertentu untuk diubah ke bentuk
penyajian lainnya, misalnya bentuk uraian ke bentuk bagan, atau tabel ke bentuk
grafik.
f. Berhipotesis: harus dapat merumuskan dugaan atau jawaban sementara, atau
menguji pernyataan yang ada dan mengandung hubungan dua variabel atau lebih,
biasanya mengandung cara kerja untuk menguji atau membuktikan
g. Merencanakan Percobaan atau Penyelidikan: harus memberi kesempatan untuk
mengusulkan gagasan berkenaan dengan alat/bahan yang akan digunakan, urutan
prosedur yang harus ditempuh, menentukan peubah (variabel), mengendalikan
variabel.
h. Menerapkan Konsep atau Prinsip: harus memuat konsep/prinsip yang akan
diterapkan tanpa menyebutkan nama konsepnya.
i. Mengajukan Pertanyaan: harus memunculkan sesuatu yang mengherankan,
mustahil, tidak biasa atau kontradiktif agar responden/siswa termotivasi untuk
bertanya.
11
J. Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang diajukan dan uraian pembahasan
yang telah dikemukakan di atas, maka dapat kami simpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Sesuai dengan karakteristik dan sifat-sifat serta hakikat sains, maka penerapan
pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran sains adalah sebagai upaya
agar siswa mampu belajar tentang sains secara bermakna.
2. Berdasarkan beberapa pernyataan diatas tentang karakteristik dan jenis-jenis dapat
disimpulkan bahwa keterampilan proses IPA merupakan aspek-aspek kegiatan
intelektual yang biasa dilakukan oleh seorang ilmuwan dalam menyelesaikan
masalah dan menemukan produk IPA yang berupa fakta, konsep dan pengembangan
sikap dan nilai.
3. Yang
mendasari
perlunya
penerapan
pembelajaran
dengan
menggunakan
12
Referensi
Funk, James H. Dkk. 1985. Learning Science Process Skills. Lowa: Kanada/Hunt
Publishing Company.
Hendrik, Putrolo S. (2000). Pembelajaran Konsep Struktur Tumbuhan dengan
Menerapkan Pendekatan Keterampilan Proses untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Melalui Kegiatan Laboratorium. Tesis PPs UPI. Bandung: Tidak
diterbitkan.
Kurniati, Tuti. (2001). Pembelajaran Pendekatan Keterampilan Proses Untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Tesis PPs UPI. Bandung:
Tidak diterbitkan.
Ratna, W.D. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Rostina, S. (2000). Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa dalam pembelajaran Zat
Aditif pada Zat Makanan dengan Metode Praktikum. Tesis PPs UPI. Bandung:
Tidak diterbitkan.
Rustaman, Nuryani. Dkk. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang:
Universitas Negeri Malang (UM Press).
Semiawan, C. Dkk. (1992). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia.
13