Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu upaya dalam mempersiapkan sumber daya

manusia yang memiliki keahlian dan keterampilan sesuai tuntutan pembangunan

bangsa, dimana kualitas suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh faktor pendidikan.

Perwujudan masyarakat berkualitas tersebut menjadi tanggung jawab pendidikan,

terutama dalam menyiapkan peserta didik menjadi subyek yang makin berperan

menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri, dan profesional

pada bidang masing-masing. Upaya peningkatan kualitas pendidikan dapat

tercapai secara optimal, apabila dilakukan pengembangan dan perbaikan terhadap

komponen pendidikan itu sendiri.

Berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan telah dilakukan oleh

pemerintah antara lain dengan jalan melengkapi sarana dan prasarana,

meningkatkan kualitas tenaga pengajar, serta penyempurnaan kurikulum yang

menekankan pada pengembangan aspek-aspek yang bermuara pada peningkatan

dan pengembangan kecakapan hidup (life skill) yang diwujudkan melalui

pencapaian kompetensi peserta didik untuk dapat menyesuaikan diri dan berhasil

di masa yang akan datang.

Sekolah menengah kejuruan (SMK) merupakan pendidikan kejuruan

tingkat menengah atas yang disediakan pemerintah dalam rangka menyiapkan

tenaga kerja siap pakai. Hal ini sesuai dengan tujuan instruksional pendidikan

1
menengah kejuruan yaitu siswa diharapkan menjadi tenaga profesional yang

memiliki keterampilan yang memadai, produktif, kreatif dan mampu

berwirausaha. Untuk itu perlu kiranya siswa SMK dibekali dengan kemampuan

dasar dan keterampilan teknik yang memadai.

Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini

cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada

penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan

pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam

penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa

hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit

peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran

menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.

Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai

faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat

membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik.

Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan

menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh

kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat

diperoleh prestasi belajar yang optimal.

Namun dalam kenyataannya proses belajar mengajar yang berlangsung di

sekolah khususnya SMK saat ini masih belum seluruhnya berpusat pada siswa.

Hal ini terbukti dengan masih seringnya digunakan model ceramah atau

konvensional yang hampir pada semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran

2
Sejarah Indonesia. Padahal tidak semua materi Sejarah Indonesia harus diajarkan

dengan model ceramah atau konvensional. Kenyataan pengajaran Sejarah

Indonesia yang seperti ini menunjukkan bahwa pemilihan strategi pembelajaran

yang sesuai dengan materi pokok sangatlah penting.

Berdasarkan observasi yang telah lakukan beberapa waktu sebelumya di

SMK Negeri 1 Pusomaen ditemukan bahwa pembelajaran Sejarah Indonesia

kurang meningkatkan kreativitas siswa, guru-guru masih banyak yang

menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu model pembelajaran yang

dominan menerapkan metode ceramah dimana guru lebih aktif sehingga siswa

menjadi pasif dalam pembelajaran Sejarah Indonesia di kelas dan suasana belajar

terkesan kaku yang mengakibatkan proses belajar mengajar tidak berjalan secara

optimal. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk memperbaiki masalah

pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil refleksi

dengan guru Sejarah Indonesia maka peneliti mengajukan model pembelajaran

partisipatif sebagai alternatif model pembelajaran agar dapat menanggulangi

kelemahan-kelemahan tersebut.

Pembelajaran partisipatif merupakan model pembelajaran dengan

melibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi pembelajaran. Pengembangan pembelajaran partisipatif dilakukan dengan

prosedur dengan prosedur: 1) Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik

siap belajar, 2) Membantu peserta didik menyusun kelompok agar siap belajar dan

membelajarkan, 3) Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar, 3)

3
Membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar dan 4) Membantu peserta

didik melakukan evaluasi diri terhadap proses dan hasil belajar.

Untuk meningkatkan hasil belajar siswa diperlukan peran guru kreatif

yang dapat membuat pembelajaran Sejarah Indonesia menjadi lebih baik, menarik

dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun

sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa

dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga siswa

dapat memperoleh hasil belajar yang optimal. Sejalan dengan berkembangnya

penelitian dibidang pendidikan akan ditemukan model – model pembelajaran baru

yang dapat meningkatkan interaksi siswa dalam proses belajar mengajar, yang

dikenal dengan model pembelajaran partisipatif yaitu merupakan sebagai upaya

pendidik untuk mengikut sertakan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran

yaitu dalam tahap perencanaan program, pelaksanaan program dan penilaian

program.

Pembelajaran partisipatif diyakini dapat menyelesaikan permasalahan yang

dialami oleh siswa kelas X SMK Negeri 1 Pusomaen, karena model pembelajaran

partisipatif didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap

pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya

mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan

dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tindakan kelas dengan judul: “Penerapan model pembelajaran

4
partisipatif dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran

Sejarah Indonesia di SMK Negeri 1 Pusomaen”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi masalah

utama dalam penelitian ini dapat di definisikan sebagai berikut:

1. Dalam kegiatan pembelajaran Sejarah Indonesia, Guru masih

menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu model

pembelajaran yang dominan menerapkan metode ceramah,

2. Siswa kurang aktif dalam melakukan pemecahan masalah dalam kegiatan

belajar mengajar.

3. Aktivitas belajar kelompok yang belum terbentuk dengan baik.

C. Pembatasan Masalah

Mengingat begitu luasnya cakupan materi maka peneliti membatasi

permasalahan Penerapan Model Pembelajaran Partisipatif untuk meningkatkan

hasil belajar siswa pada mata pelajaran Sejarah Indonesia di Kelas X SMK Negeri

1 Pusomaen.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang di atas dan masalah-masalah yang

teridentifikasi, maka Penelitian Tindakan Kelas ini dirumuskan sebagai berikut:

Apakah dengan menerapankan model Pemebelajaran partisipatif hasil belajar pada

pelajaran Sejarah Indonesia di SMK Negeri 1 Pusomaen dapat meningkat?

5
E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

“Untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran

partisipatif.”

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari “Penelitian Tindakan Kelas” ini

adalah:

1. Bagi guru:

a. Digunakan sebagai referensi dan pedoman dalam proses belajar mengajar

di kelas.

b. Digunakan sebagai umpan balik (feedback) dari materi yang telah

diajarkan di kelas.

c. Untuk memotivasi siswa agar lebih aktif, inovatif dan bisa berpartisipasi

dengan siswa lainnya pada saat pembelajaran Sejarah Indonesia di kelas.

2. Bagi Siswa:

a. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran Sejarah

Indonesia di kelas

b. Untuk pedoman bagi siswa dalam menerapkan metode pembelajaran

partisipatif pada pembelajaran Sejarah Indonesia di kelas

3. Bagi Lembaga SMK Negeri 1 Pusomaen:

Digunakan sebagai bahan referensi di perpustakaan sekolah dalam upaya

melengkapi sarana dan prasarana di sekolah khususnya di dalam kelas.

6
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pembelajaran

1. Pengertian Pembelajaran

Menurut Gagne, Briggs, dan Wagner dalam Udin S. Winataputra

(2008) pengertian pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang

untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Menurut UU

Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses

interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu

lingkungan belajar.

Ciri utama dari pembelajaran adalah inisiasi, fasilitasi, dan

peningkatan proses belajar siswa. Sedangkan komponen-komponen dalam

pembelajaran adalah tujuan, materi, kegiatan, dan evaluasi pembelajaran.

Belajar dalam arti mengubah tingkah laku, akan membawa suatu

perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya

berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk

kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak,

penyesuaian diri. Menurut Hamalik (2002) Pembelajaran adalah suatu

kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi (siswa dan guru),

material (buku, papan tulis, kapur dan alat belajar), fasilitas (ruang, kelas

audio visual), dan proses yang saling mempengaruhi mencapai tujuan

pembelajaran. Dapat disimpulkan bahwa secara umum pembelajaran adalah

7
suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah

laku siswa berubah ke arah yang lebih baik.

Pembelajaran bertujuan membantu siswa agar memperoleh berbagai

pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku siswa yang meliputi

pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai

pengendali sikap dan perilaku siswa menjadi bertambah, baik kuantitas

maupun kualitasnya.

2. Partisipasi Siswa dalam Proses Pembelajaran

Menurut Raymond (1996) partisipasi bisa diartikan sebagai ukuran

keterlibatan anggota dalam aktivitas-aktivitas kelompok. Dalam perspektif

psikologis, partisipasi bisa dimaknai sebagai kondisi mental yang

menunjukan sejauh mana anggota kelompok bisa menikmati posisinya

sebagai anggota kolektivitas, sehingga konsepsi partisipasi sangat terkait

dengan masalah kejiwaan. Semakin tinggi tingkat kesehatan mental seseorang

maka semakin tinggi kemampuan partisipasinya. Roymond Menggambarkan

rangkaian partisipasi seperti pada gambar 2.1. Insanitymenunjukan kondisi

kejiwaan yang paling parah atau gila, sehingga tidak mungkin seseorang

menjadi partisipan. Sebaliknya sanity menggambarkan kesehatan jiwa yang

kondisi dari seseorang sehingga memungkinkan mencapai puncak partisipasi

yaitu intimacy. Teori partisipasi mendefinisikan intimacy sebagai kedekatan

dan persahabatan yang menghasilkan kondisi dimana tiap anggota atau

partner bisa memuaskan satu sama lain.

8
(insanity) (marginal-participation) (sanity) (intimacy)

Gambar 2.1 Rangkaian Partisipasi

Menurut Svinicki (1995) dalam konteks pembelajaran di kelas,

partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan aktif siswa dalam

pemunculanide-ide dan informasi, sehingga kesempatan belajar dan

pengingatan materi bisa lebih lama. Sedangkan menurut Tannernbaun dan

Hahn (dalam Sukidin, et al, 2002) partisipasi merupakan suatu tingkat sejauh

mana peran anggota melibatkan diri dalam kegiatan dan menyumbangkan

tenaga dan pikirannya dalam pelaksanaan kegitan tersebut. Menurut

Dusseldor (dalam Sukidin, et al, 2002) partisipasi diartikan sebagai kegiatan

atau kedaan mengambil bagian dalam suatu aktivitas untuk mencapai

kemanfaatan secara optimal. Dalam hal ini ada dua macam partisipasi, yaitu

partisipasi kontributif dan partisipasi inisiatif.

Partisipasi kontributif adalah termasuk partisipasi yang mendorong

aktivitas untuk mengikuti pembelajaran dengan baik, mengerjakan tugas

terstruktur baik di kelas maupun di rumah. Sedangkan partisipasi inisiatif

lebih mengarah pada aktivitas mandiri dalam melaksanakan tugas yang tidak

terstruktur. Dalam hal ini siswa mempunyai inisiatif sendiri dalam

mempelajari materi pelajaran yang belum pernah diajarkan dengan membuat

catatan ringkas. Dengan demikian partisipasi kontributif maupun inisiatif

akan membentuk siswa untuk selalu aktif dan kreatif sehingga mereka sadar

9
bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diperoleh melalui usaha keras,

dengan demikian siswa juga menyadari makna dan arti penting belajar.

Menurut Sudjana (2005) aspek-aspek partisipasi yang perlu diamati

dalam membuat pedoman observasi aktivitas siswa dalam diskusi kelompok

adalah:

1. Memberikan pendapat untuk pemecahan masalah,

2. Memberikan tanggapan terhadap pendapat orang lain.

3. Mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.

4. Memotivasi dalam mengerjakan tugas

5. Toleransi dan mau menerima pendapat orang lain.

6. Mempunyai tanggung jawab sebagai anggota kelompok

B. Pembelajaran Partisipatif

1. Pengertian Pembelajaran Partisipatif

Pembelajaran partisipatif pada intinya dapat diartikan sebagai upaya

pendidik untuk mengikutsertakan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran

yaitu dalam tahap perencanaan proses belajar, pelaksanaan, dan penilaian

proses belajar.

Menurut Sudjana(1993: 48) Pembelajaran partisipatif adalah “Upaya

pendidik untuk mengikutsertakan siswa dalam kegiatan pembelajaran”.

Sedangkan Knowles (1993:50) mendefinisikan pembelajaran

partisipatif adalah suatu model belajar ikut sertanya siswa anggota kelompok

dalam pengambilan keputusan, perencanaan dalam usaha dalam pencapaian

10
tujuan pembelajaran serta evaluasi terhadap hasil belajar yang ingin dicapai

setelah proses belajar mengajar berlangsung.

Adapun Langkah-langkah yang harus di tempuh dalam membantu

peserta didik untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran partisipatif:

1) Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik untuk siap belajar

2) Membantu peserta didik menyusun kelompok agar siap belajar dan

membelajarkan

3) Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan

belajarnya

4) Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar

5) Membantu peserta didik merancang pola-pola pengalaman belajar

6) Membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar

7) Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri terhadap proses dan

hasil belajar.

2. Ciri-ciri Pembelajaran Partisipatif

Proses kegiatan pembelajaran partisipatif berbeda dengan proses

kegiatan pembelajaran tradisional. Pembelajaran partisipatif ditandai dengan

interaksi antara pendidik dan peserta didik dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Pendidik menempatkan diri pada kedudukan yang tidak serba mengetahui

semua bahan ajar. Ia memandang peserta didik sebagai sumber yang

mempunyai nilai bermanfaat dalam kegiatan pembelajaran.

11
b. Pendidik memainkan peran untuk membantu peserta didik dalam kegiatan

pembelajaran. Kegiatan pembelajaran itu berdasarkan atas kebutuhan

belajar dirasakan perlu, penting, dan mendesak oleh peserta didik.

c. Pendidik melakukan motivasi terhadap peserta didik supaya berpartisipasi

tujuan belajar, bahan belajar, dan langkah-langkah yang ditempuh dalam

kegiatan pembelajaran.

d. Pendidik bersama peserta didik melakukan kegiatan saling belajar dengan

cara bertukar pikiran mengenai isi, proses, dan hasil kegiatan

pembelajaran.

e. Pendidik berperan untuk membantu peserta didik dalam menciptakan

situasi yang kondusif untuk belajar, mengembangkan semangat belajar

bersama, saling tukar pikiran, dan pengalaman secara terbuka sehingga

peserta didik melibatkan diri secara aktif dan bertanggung jawab dalam

kegiatan pembelajaran.

f. Pendidik mengembangkan kegiatan pembelajaran berkelompok,

memperhatikan minat perorangan, dan membantu peserta didik untuk

mengoptimalkan respons terhadap stimulus yang dihadapi dalam kegiatan

pembelajaran.

g. Pendidik mendorong peserta didik untuk meningkatkan semangat

berprestasi yaitu senantiasa berkeinginan untuk paling berhasil, semangat

berkompetisi secara sehat, tidak melarikan diri dari tantangan, dan

berorientasi pada kehidupan yang lebih baik di masa depan.

12
h. Pendidik mendorong dan membantu peserta didik untuk mengembangkan

kemampuan pemecahan masalah yang diangkat dari kehidupan peserta

didik sehingga mereka mampu berpikir dan bertindak terhadap dan di

dalam dunia kehidupannya.

3. Prinsip Utama Kegiatan Pembelajaran Partisipatif

Prinsip utama pembelajaran partisipatif meiputi:

a. Berdasarkan atas kebutuhan belajar.

Kegiatan belajar partisipatif didasarkan atas kebutuhan belajar. Kebutuhan

belajar adalah setiap keinginan atau kehendak yang dirasakan dan

dinyatakan oleh seseorang untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan,

nilai, dan sikap tertentu melalui kegiatan belajar.

b. Berpusat pada tujuan kegiatan belajar.

Kegiatan pembelajaran partisipatif direncanakan, dilaksanakan, dan

diarahkan untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan

sebelumnya. Tujuan belajar disusun dan dirumuskan berdasarkan

kebutuhan belajar dengan mempertimbangkan latar belakang pengalaman

peserta didik, potensi yang dimilikinya, sumber-sumber yang tersedia pada

lingkungan kehidupan mereka serta kehidupan mereka.

c. Berpusat pada peserta didik.

Kegiatan belajar yang dilakukan didasarkan atas dan disesuaikan dengan

latar belakang kehidupan peserta didik. Latar belakang ini meliputi

pendidikan, tugas, pekerjaan, pergaulan, agama, status sosial ekonomi, dan

lain sebagainya. Peserta didik memegang peranan utama dalam menyusun

13
proses kegiatan, sehingga mereka dapat merasakan bahwa kegiatan belajar

itu menjadi milik mereka sendiri dan mereka bertanggung jawab untuk

melakukan proses yang telah ditetapkan oleh mereka.

d. Berangkat berdasarkan pengalaman belajar.

Kegiatan belajar partisipatif disusun dan dilaksanakan dengan berangkat

dari hal-hal yang telah dipelajari serta pengalaman yang telah dimiliki oleh

peserta didik proses kegiatan belajar dilakukan secara bersama di dalam

situasi pengalaman nyata baik pengalaman dalam tugas yang dilakukan

sehari-hari maupun pengalaman yang dari tugas ataupun pekerjaan

mereka.

Prinsip belajar memberi arah bahwa kegiatan belajar partisipatif

disusun dan dilaksanakan berawal dari pengalaman yang telah dimiliki oleh

peserta didik. Jadi proses kegiatan belajar partisipatif dilakukan dengan

berawal dari pengetahuan, nilai, keterampilan yang telah dimiliki oleh peserta

didik.

4. Karakteristik Pembelajaran Partisipatif

Slavin (1995) menyatakan, meskipun ada banyak model-model

pembelajaran tetapi pada dasarnya kesemuaan model itu mendasarkan

pelaksanaan pada bebepara dari enam karakteristik berikut:

a. Tujuan kelompok (group goals)

Tujuan kelompok hampir digunakan semua pembelajaran partisipatif.

Tujuan kelompok biasanya dikaitkan dengan usaha meraih penghargaan

14
secara kelompok. Dalam hal ini penghargaan (reward) diberikan jika

kelompok dapat mencapai kriteria penilaian yang telah ditetapkan dan

disepakati sebelumnya.

b. Tanggung jawab individu (individu accountability)

Tanggung jawab individu berarti bahwa sukses kelompok bergantung

tanggung jawab terfokus pada anggota kelompok agar saling mebantu dan

memastikan bahwa setiap anggota kelompok siap untuk menghadapi kuis

atau penilaian yang lain.

c. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan (aqual opportunities

for success).

Hal ini dapat dicapai dengan metode pemberian skor yang menjamin

kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi kepada kelompok.

Salah satu metodenya adalah penggunaan poin perkembangan untuk

menentukan nilai kelompok.

d. Kompetensi kelompok (team competition)

Rasa kompetitif ini muncul, bila diarahkan dengan baik dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa. Biasanya kompetensi ini terjadi

karena timbulnya kebanggaan tersendiri apabila mendapatkan hasil yang

terbaik atau bila mungkin mendapatkan poin tertingi di dalam kelas.

e. Spesialisasi tugas (task specialization)

Spesialisasi tugas merupakan unsur kunci dari model pembelajaran

tersebut dan kewajiban individual dari setiap anggota kelompok.

15
f. Adaptasi terhadap kebutuhan-kebutuhan individual (adapatation to

individual needs)

Adaptasi terhadap kebutuhan-kebutuhan individual berarti bahwa terdapat

pengakuan adanya perbedaan individual dan prestasi, sehingga siswa

diarahkan untuk belajar pada tingkat (level) sendiri-sendiri.

5 . Manfaat Berdasarkan Model Pembelajaran Partisipatif

Dalam era globalisasi ini peran pendidik dalam pembelajaran

partisipatif banyak berperan sebagai pembimbing dan pendorong bagi peserta

didik untuk melakukan kegiatan pembelajaran sehingga mempengaruhi

intensitas peranan pendidik dalam pembelajaran.

C. Belajar dan Hasil Belajar

1. Pengertian Belajar

Sepanjang perkembangannya, pengertian belajar yang di ketengahkan

beberapa pakar pendidikan dan psikologi ternyata bermacam-ragam.

Keragaman ini disebabkan oleh perbedaan latar belakang dan pandangan-

pandangan kepakaran masing-masing. Gagne (1970) dalam Sagala (2007:17)

mengemukakan bahwa, “Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam

kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus menerus, bukan

hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Dengan pengertian ini

belajar merupakan upaya yang disengaja oleh seseorang yang bertujuan untuk

mencapai tujuan belajar. Definisi belajar dikemukakan oleh Travers (1972)

dalam Sudjana (2005:8) yang mengemukakan bahwa, “belajar adalah suatu

16
proses yang menghasilkan penyesuaian tingkah laku”. Travers membedakan

belajar menjadi dua macam, yaitu 1) belajar sebagai proses dan, 2) belajar

sebagai hasil, merupakan akibat wajar dari yang disebut pertama yaitu belajar

sebagai proses. Dengan perkataan lain bahwa proses belajar menyebabkan

hasil belajar.

Adanya perubahan dalam pola perilaku inilah yang menandakan telah

terjadi belajar. Semakin banyak kemampuan yang diperoleh sampai menjadi

milik pribadi, semakin banyak pula perubahan yang telah dialami. Belajar

yang dikemukakan oleh Sudjana (2005:8) adalah sebagai berikut:

“Belajar adalah upaya menyesuaikan diri yang sengaja dialami oleh

warga belajar dengan maksud untuk melakukan perubahan tingkah laku

sesuai dengan tujuan belajar.”

Sehubungan dengan pengertian belajar yang telah dituliskan

sebelumnya, maka tidak terlepas dari pengertian istilah pembelajaran. Dalam

Undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 1 tentang Sistem Pendidikan

Nasional menyatakan bahwa, “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta

didik dengan pendidikan dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.

Dengan merefleksikan luasnya definisi belajar dan pembelajaran,

pandangan yang sama mengenai pembelajaran adalah adanya unsur sesuatu

yang baru serta adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya

meskipun kegiatan pembelajaran merupakan sesuatu yang rumit, melibatkan

pikiran dan perasaan, sehingga sulit untuk didefinisikan, namun istilah

17
tersebut memperoleh batasan yang terbiasa. Sebenarnya hampir semua

perilaku manusia dapat dikatakan hasil belajar.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu kegiatan

belajar apabila ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku seorang

individu secara keseluruhan bukan hanya sekedar perubahan pengetahuan saja

tetapi mencakup askpek lainnya yaitu perubahan sikap dan keterampilan.

Pada hakekatnya belajar itu merupakan suatu cara yang menuju pada

perubahan kehidupan yang lebih baik dalam segala bidang karena dengan

adanya proses belajar terjadi penyesuaian tingkah laku dengan lingkungannya

yang dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangannya pengalaman

individu akan dapat menyesuaikan dengan keadaan yang berkembang dan

adanya peningkatan dalam melakukan sesuatu.

2. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan dua pengertian yang paling berkaitan, yaitu

hasil/proses dan belajar. Hasil merupakan capaian yang diperoleh individu,

sedangkan belajar adalah suatu tahapan yang harus dilalui oleh setiap

manusia untuk mencapai hasil tertentu. Seperti yang dikemukakan oleh R.

Gagne (Djamarah, SyaifulBahri, 1999) suatu proses untuk memperoleh

motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan tingkah laku. (R.

Gagne Djamarah, SyaifulBahri, 1999).

Hasil belajar merupakan nilai yang diperoleh individu setelah

mengikuti proses belajar mengajar yang Nampak dalam bentuk tingkah laku,

sikap dan keterampilan. Hasil belajar yang diperoleh seorang siswa

18
merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik

dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal).

Roestiyah (2000) mendefinisikan hasil belajar sebagai hasil yang dicapai

seorang murid setelah melakukan suatu proses belajar. Hasil yang dicapai

tersebut kemudian memperoleh tempat dalam pengetahuan peserta didik,

dengan demikian hasil belajar siswa dapat diperoleh dengan perangkat tes dan

melalui hasil tes dapat diberikan informasi tentang beberapa jauh kemampuan

penyerapan materi oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar yang dicapai oleh seorang siswa dipengaruhi oleh dua

faktor utama yakni faktor dalam diri siswa itu sendiri dan faktor dari luar diri

siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari siswa terutama

kemampuan yang dimilikinya. Disamping kemampuan yang dimiliki siswa

juga ada faktor yang lain seperti; motivasi belajar, minat dan perhatian siswa,

serta sikap dan kegiatan belajar, ketekunan, sosial, ekonomi dan faktor

jasmani.

Sedangkan faktor luar yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa di

sekolah yaitu kualitas pengajaran. Yang dimaksud dengan kualitas pengajaran

ialah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam

mencapai tujuan pengajaran. Kedua faktor tersebut yaitu kemampuan siswa

dan kualitas pengajaran mempunyai hubungan yang berbanding lurus dalam

19
hal belajar siswa. Artinya makin tinggi kemampuan siswa dan kualitas

pengajaran, makin tinggi pula aktivitas dan hasil belajar siswa.

D. Kerangka Berpikir

Dalam proses belajar mengajar tidak dapat dipungkiri bahwa, masih ada

guru yang mengalami kesulitan untuk menyampaikan maksud dan tujuan dalam

pengajarannya, siswa tidak memahami apa yang guru ajarkan pada materi

pelajaran, sehingga mengakibatkan ketidak puasan guru dan siswa dalam hal

ketuntasan belajar siswa.

Pembelajaran partisipatif merupakan model pembelajaran dengan

melibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi pembelajaran terhadap proses dan hasil belajar.

Keunggulan dari pembelajaran partisipatif, untuk mendorong timbulnya

kerja sama para peserta didik dalam menghadapi masalah. Dengan menggunakan

pembelajaran partisipatif, guru termotivasi meningkatkan kinerja dalam proses

pembelajaran Sejarah Indonesia dengan merancang model pembelajaran yang

baik. Dengan demikian tujuan pembelajaran dapat tercapai jika menggunakan

model pembelajaran partisipatif.

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka diajukan hipotesis tindakan kelas ini

sebagai berikut: “Pembelajaran partisipatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa

pada mata pelajaran Sejarah Indonesia Siswa di SMK Negeri 1 Pusomaen”.

20
21
BAB III

PENUTUP

Dari makalah dengan judul: “Penerapan model Pembelajaran Partisipatif

Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Sejarah Indonesia

di SMK Negeri 1 Pusomaen” maka penulis dapat menyarankan:

1. diharapkan agar para guru khususnya guru mata pelajaran Sejarah Indonesia

dapat menerapkan strategi belajar kelompok dalam upaya meningkatkan hasil

belajar siswa. Disarankan agar sistem belajar partisipatif dapat dikembangkan

dalam pelajaran yang lain, sehingga dapat bermanfaat bagi siswa dalam

meningkatkan hasil belajarnya.

2. Diharapkan para guru dapat menyelami dan memahami kesulitan belajar yang

dialami oleh siswanya terutama dalam belajar Sejarah Indonesia, kemudian

dilakukan pemecahan melalui belajar partisipatif dengan memfokuskan pada

kesulitan utama yang dialami oleh siswa.

3. Disarankan kepada semua pihak termasuk guru (sekolah), orang tua, siswa dan

masyarakat untuk saling bekerjasama dalam melancarkan kegiatan belajar

partisipatif dalam upaya meningkatkan hasil belajar anak. Diharapkan model

pembelajaran partisipatif ini dapat dilaksanakan pada semua kelas dan semua

mata pelajaran.

22
DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman dan Bintoro. 2000. Memahami dan Menangani Siswa dengan


Probelem Belajar. Pedoman Guru. Jakarta: Proyek Peningkatan SLTP,
Direktorat Dikmenum, Dirjen Dikdasmen, Depdiknas.

Amri, S. 2010. Konstruksi Pengembangan Pembelajaran. Jakarta : PT. Prestasi


Pustakaraya.

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfa Beta

Depdiknas. 2000, Penilaian dan Pengujian Untuk Guru SMK, DEPDIKNAS,


Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono, 1999, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta ; PT. Rineka
Cipta
Djamarah dan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamalik, Oemar, 1989, Metode Pengajaran Ilmu Pendidikan, Mandar Maju,


Bandung.
______1983. Metode Belajar Dan Kesulitan-Kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito.

______2002. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. PT.


Bumi Aksara. Jakarta.

Ibrahim.2009. Dasar-daasar belajar dan pembelajaran. Alfabeta. Bandung.

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2003,


tentang UndangUndang Sisdiknas, Jakarta; Depdikbud republik Indonesia.

Ismail, 2002. Model-model Pembelajaran. Jakarta : Direktorat Sekolah Lanjutan


Tingkat Pertama Dirjen Dikdasmen Depdiknas

Mappa, Syamsu,1987,Dasar-dasar Penelititan Sosial dan Kependidikan, FIP


IKIP, Bandung

Margono, S. 2000, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta; PT. Rineka Cipta

Nana Sudjana,1991, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar,Sinar Baru, Bandung

Pasaribu dan Simanjuntak, 1989, Proses Belajar Mengajar, Tarsito, Bandung.

Sukirin. 1984. Psikologi Belajar. Yogyakarta : FIP - IKIP Yogyakarta.

Surakhmad, 1978, Metodologi Pengajaran Nasional, Djemars, Bandung.

23
Sudjana, D. (2000). Strategi Pembelajaran. Bandung : Falah Production

Slameto. 2002. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Edisi Revisi.


Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Sudjana. 2005. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru


Agnesindo.

24

Anda mungkin juga menyukai