Anda di halaman 1dari 9

Pengertian Menata Lingkungan Belajar

Menata lingkungan belajar pada hakekatnya melakukan pengelolaan lingkungan belajar.


Aktivitas guru dalam menata lingkungan belajar lebih terkonsentrasi pada pengelolaan
lingkungan belajar di dalam kelas. Oleh karena itu guru dalam melakukan penataan
lingkungan belajar dikelas tiada lain melakukan aktivitas pengelolaan kelas atau manajemen
kelas (classroom management).

Indra Djati Sidi (2005:148–150), menegaskan dalam menata lingkungan belajar di kelas yang
menarik minat dan menunjang siswa dalam pembelajaran erat kaitannya dengan keadaan
lingkungan fisik kelas, pengaturan ruangan, pengelolaan siswa dan pemanfaatan sumber
belajar, pajangan kelas, dan lain sebagainya.” Oleh karena itu dapat ditegaskan lebih lanjut
bahwa secara fisik lingkungan belajar harus menarik dan mampu membangkitkan gairah
belajar serta menghadirkan suasana yang nyaman untuk belajar. Kelas belajar harus bersih,
tempat duduk di tata sedemikia rupa agar anak bisa melakukan aktivitas belajar dengan
bebas. Dinding kelas di cat berwarna sejuk, terpampang gambar-gambar atau foto yang
mendukung kegiatan belajar seperti gambar pahlawan, lambang negara, presiden dan wakil
presiden, kebersihan lingkungan, famlet narkoba, dan sebagainya.

Pengertian lingkungan belajar

Salah satu aspek penting keberhasilan dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru
menurut Muhammad Saroni (2006:81-82), adalah ”penciptaan kondisi pembelajaran yang
efektif. Kondisi pembelajaran efektif adalah kondisi yang benar-benar kondusif, kondisi yang
benar-benar sesuai dan mendukung kelancaran serta kelangsungan proses pembelajaran.

Lingkungan belajar menurut Muhammad Saroni (2006:82-84), adalah


”segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan.
Lingkungan ini mencakup dua hal utama, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
1) lingkungan (keadaan) fisik,
Menurut Muhammad Saroni (2006:82-83), yang intinya bahwa “lingkungan fisik
adalah lingkungan yang memberi peluang gerak dan segala aspek yang berhubunga dengan
upaya penyegaran pikiran bagi siswa setelah mengikuti proses pembelajaran yang sangat
membosankan. Lingkungan fisik ini meliputi saran prasarana pembelajaran yang di miliki
sekolah seperti lampu, ventilasi, bangku, dan tempat duduk yang sesuai untuk siswa, dan lain
sebagainya.”Hal yang senada Suprayekti (2003:18), juga menegaskan bahwa:
“lingkungan fisik yaitu lingkungan yang ada di sekitar siswa baik itu di kelas, sekolah, atau di
luar sekolah yang perlu di optimalkan pegelolaannya agar interaksi belajar mengajar lebih
efektif dan efisien. Artinya lingkungan fisik dapat difungsikan sebagai sumber atau tempat
belajar yang direncanakan atau dimanfaatkan. Yang termasuk lingkungan fisik tersebut
diantanya adalah kelas, laboratorium, tata ruang, situasi fisik yang ada di sekitar kelas, dan
sebagainya.”

Dari uraian di atas maka dapat disarikan bahwa lingkungan fisik adalah lingkungan yang ada
disekitar siswa belajar berupa sarana fisik baik yang ada dilingkup sekolah maupun yang
dilingkungan sekolah termasuk dimasyarakat siswa berada. Dalam uraian ini lingkungan fisik
lebih ditekankan pada lingkungan fisik dalam ruang kelas belajar di sekolah, alat/media
belajar yang ada , dan alat/media belajar yang dapat dibuat sendiri/diambil lingkungan.
2) Lingkungan sosial

Muhammad Saroni (2006:83), menjelaskan bahwa : ”dalam lingkungan sosial berhubungan


dengan pola interaksi antarpersonil yang ada di lingkungan sekolah secara umum.
Lingkungan sosial yang baik memungkinkan para siswa untuk berinteraksi secara baik, siswa
dengan siswa, guru dengan siswa, guru dengan guru, atau guru dengan karyawan, dan siswa
dengan karyawan, serta secara umum interaksi antar personil. Dan kondisi pembelajaran yang
kondusif hanya dapat dicapai jika interaksi sosial ini berlangsung secara baik. Lingkungan
sosial yang kondusif dalam hal ini, misalnya adanya keakraban yang proporsional antara guru
dan siswa dalam proses pembelajaran.”

Oleh karena itu dalam lingkungan sosial kelas hendaknya juga diciptakan sekondusif
mungkin, agar suasana kelas dapat digunakan sebagai ajang dialog mendalam dan berpikir
kritis yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip manusiawi, empati, dan lain-lain, demokratis
serta religius. Selanjutnya lingkungan non fisik/lingkungan sosial dapat dikembangkan
fungsinya yaitu untuk menciptakan suasana belajar yang nyaman dan kondusif seperti adanya
musik yang digunakan sebagai latar pada saat interaksi belajar mengajar berlangsung. Musik
tersebut digunakan menjadika suasana belajar terasa santai, siswa dapat belajar dan siap
terkonsentrasi.
Dari uraian tersebut di atas maka dapat dipertegas bahwa lingkungan sosial kelas adalah
upaya penciptaan suasana belajar atau suasana kelas belajar sehingga interaksi di dalam kelas
kondusif. Di mana suasana kelas belajar berlangsung santai bermakna, demokratis, adil,
religius, dan siswa dapat belajar dan siap untuk berkonsentrasi. Di samping itu ketika siswa
sedang bekerja /mengerjakan suatu masalah dapat diputarkan musik belajar.
Dalam hal ini tugas guru menurut Mulyasa (2006:210&218), adalah ”memberikan
kemudahan belajar kepada siswa, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar
yang memadai, juga selain menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan tetapi
juga menciptakan dan mengatur lingkungan belajar terutama di kelas, dan strategi
pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar.” Oleh karena itu peran guru harus bisa
membiasakan pengaturan peran serta/ tanggung jawab tiap siswa terhadap terciptanya
lingkungan fisik kelas yang diharapkan dan suasana lingkungan sosial kelas yang menjadikan
proses pembelajaran bagi tiap siswa menjadi bermakna.

2. Karakteristik dan keterkaitan lingkungan terhadap pembelajaran dalam PAKEM

a. Karakteristik lingkungan pembelajaran PAKEM

Indra Djati Sidi (2003:4), menegaskan bahwa ”lingkungan PAKEM merupakan lingkungan
belajar yang dapat lebih menunjang pengembangan ketrampilan, pengetahuan dan sikap yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.” Dalam pengelolaan tempat belajar yang
menjadikan PAKEM sangat tergantung terhadap strategi yang akan digunakan dan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai, juga memperhatikan intensitas interaksi antar siswa. Yang
dikelola dalam lingkungan PAKEM adalah pajangan, meja kursi, perabot sekolah / kelas dan
sumber belajar.”

Suasana kelas yang kondusif sangat baik untuk perkembangan berpikir siswa. Siswa senang
tinggal di sana selama kegiatan-kegiatan berlangsung, dan seperti yang ditegaskan adalah
Megawati R, Melly Latifah, dan Dina W. F (2005 : 56), ”para siswa akan bekerja lebih keras,
mengerti lebih banyak, serta terlibat lebih aktif di kelas ketika mereka belajar.” Adapun
lingkungan belajar / kelas yang mendukung kreativitas menurut Kadarsih dalam Cope (No.
02, tahun VI, Desember, 2002:17–18), adalah sebagai berikut : (1) Memperkenalkan
persamaan dan saling menghargai, (2) Membuka kesempatan bagi anak untuk kontribusi ide-
ide orisinil, (3). Menganggap perbedaan pendapat sebagai sumber belajar, (4) Mencari cara
pendekatan dengan cara pemecahan masalah, (5) Mendorong anak untuk memanfaatkan
fantasi dan imajinasi, (6) Mengembangkan kecakapan inkuiri, kecakapan bertanya, dan
mencari jawaban sesuatu, dan (7) Menciptakan masyarakat belajar yang mengembangkan
rasa percaya dan mengurangi resiko.

Dari uraian di atas tentang karakteristik lingkungan pembelajaran yang PAKEM adalah
semua apa yang diciptakan dalam kelas pembelajaran/ruang kelas “berbicara” artinya
mempunyai peran masing-masing sehingga suasana pembelajaran menggairahkan dan
mencapai tujuan pembelajaran. Lingkungan belajar menjadikan siswa dalam belajar terasa
gembira, tidak ada tekanan, tidak ada usaha yang tidak dihargai, tercipta masyarakat belajar
(leraning community), dan maju bersama tiap siswa untuk mewujudkan belajar yang
berenergi
b. Keterkaitan lingkungan pembelajaran dalam PAKEM

Keterkaitan antara lingkungan pembelajaran yang diciptakan baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosial terhadap pembelajaran yang menjadikan siswa aktif, kreatif, belajar dengan
efektif, dan belajar dengan suasana senang sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Proses
dialogis antara lingkungan fisik dan sosial akan menggambarkan kondisi belajar (learning
conditions) yang alami alih siswa dalam mencapai tujuan tersebut sesuai dengan kompetensi
siswa. Dalam kaitan ini Gane (1992) dalam Ella Yulaelawati (2004: 84-85), menegaskan
bahwa kondisi belajar pada dasarnya penggambaran sistem lingkungan belajar yang terbentuk
sesuai dengan tujuannya. Kondisi belajar yang hendak dicapai tidak lain adalah bentuk akhir
kompetensi siswa yang dapat dilihat pada aspek kognitif, psikomotor, dan afektif.
Sedangkan menurut Indra Djati Sidi (2005:148), ”lingkungan belajar sangat berperan dalam
menciptakan suasana belajar menyenangkan.” Lingkungan tersebut dapat meningkatkan
keaktifan belajar. Oleh karena itu lingkungan belajar perlu di tata semestinya. Dalam usaha
menciptakan lingkungan belajar dalam konteks tujuan, Mulyasa (2006:160), “menekankan
terdapatnya interaksi yang saling mendukung antara variabel guru, tugas, menyangkut
strukturnya (organisasi), dimensinya, cakupannya, dan nilai kebermanfaatannya. Variabel
siswa, antara lain meliputi kompetensinya, motivasinya, gaya belajarnya, dan perbedaan
individualnya. Sedangkan variabel strategi pengelolaan pembelajaran, mencakup sarana
kelas, strategi, metode, dan media pembelajaran serta waktu yang dialokasikan untuk
kegiatan itu.”
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa lingkungan pembelajaran di kelas yang diciptakan
baik fisik maupun sosial dan proses dialogis antara lingkungan fisik dengan lingkungan sosial
berpengaruh terhadap iklim pembelajaran di kelas dan tujuan pembelajaran yang dicapai.
Sehingga aktivitas dalam belajar dapat berkembang dan terlayani seperti tuntutan dalam alam
siswa.
c. Menata lingkungan belajar di kelas

Dalam model PAKEM membutuhkan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang
mendukung tercapainya PAKEM ini. Menurut Sapriya (2003:28), ”dalam PAKEM ruang
kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan.” Oleh karena itu lingkungan
belajar (kelas) agar menarik perlu dilakukan penataan sebagaimana mestinya. Untuk itu perlu
memperhatikan penjelasan dari DePorter Bobbi, Reardon Mark, & Singer Sarah–Nourie
(2001:14-15), yaitu :“memberikan penjelasan dalam menata lingkungan belajar (kelas)
sebagai panggung belajar yang membuat lingkungan belajar / kelas yang mendukung
kreatifitas, mempunyai empat aspek, yaitu :

(1) Suasana kelas yang mencakup bahasa yang dipilih guru, cara menjalin rasa simpati
dengan siswa, dan setiap guru terhadap sekolah serta belajar. Dan suasana yang penuh
kegembiraan membawa kegembiraan pula dalam belajar

(2) Landasan adalah kerangka kerja yang berupa tujuan, keyakinan, kesepakatan, kebijakan,
prosedur, dan aturan bersama yang memberi guru dan siswa sebuah pedoman untuk bekerja
dalam komunitas belajar

(3) Lingkungan adalah cara guru dalam menata ruang kelas seperti pencahayaan, warna,
pengaturan meja dan kursi, tanaman, musik, dan semua yang mendukung proses belajar

(4) Rancangan adalah penciptaan terarah unsur-unsur penting yang bisa menumbuhkan minat
siswa, mendalami makna, dan memperbaiki proses tukar menukar informasi ”

Dari penjelasan aspek-aspek penataan lingkungan belajar terlihat dalam perwujudannya


dilakukan secara bersama antara siswa dengan guru sesuai dengan kebutuhan dan selera
bersama. Dalam penataan lingkungan belajar yang menyangkut empat aspek yaitu suasana
kelas, landasan, lingkungan, dan rancangan dibangun bersama-sama yang menjadikan setiap
siswa merasa memiliki dan sebagai bagian dari komunitas pembelajaran di kelsnya ataupun
sistem pendidikan di sekolahnya. Dengan demikian bangunan lingkungan belajar dikelas
memiliki dinamisasi yang diperlukan siswa dalam mewujudkan pembelajaran yang PAKEM.
Sejalan dengan aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam menata lingkungan belajar maka
untuk membangun suasana pembelajaran yang menarik sehingga pembelajaran menjadi
PAKEM adalah perlu memperhatikan adanya:
1). Kekuatan yang terpendam dan niat yang kuat; hal ini seperti diungkapkan oleh Albert
Bandura (1988) dalam Crain William (2007:314), yaitu bahwa “keyakinan seseorang
mengenai kemampuan dirinya sangat berpengaruh pada kemampuan itu sendiri”
2). Jalinan rasa simpati dan saling pengertian, untuk menarik keterlibatan siswa, guru harus
membangun hubungan, sebagai jembatan menuju kehidupan bergairah siswa, mengetahui
minat kuat siswa, berbagi kesuksesan puncak siswa, dan berbicara dengan bahasa hati siswa
3). Keriangan dan ketakjuban ; jika guru secara sadar menciptakan kesempatan untuk
membawa kegembiraan ke dalam pekerjaan guru, kegiatan pembelajaran akan lebih
menyenangkan. Kegembiraan membuat siswa siap belajar dengan lebih mudah, dan bahkan
dapat mengubah sikap negatif. Di samping itu untuk lebih banyak kegembiraan dalam
pengajaran maka guru perlu mempertimbangkan dalam hal afirmasi (penguatan atau
penugasan), pengakuan dan perayaan terhadap setiap keberhasilan siswa sekecil apapun.
4). Pengambilan resiko; belajar itu mengandung resiko. Setiap kali kita bertualang untuk
belajar sesuatu yang baru, kita mengambil resiko besar di luar zona nyaman kita. Zona
nyaman merupakan daerah kehidupan yang membuat rasa nyaman atau daerah yang melekat
pada rutinitas yang monoton. Maka guru perlu mengupayakan dengan resiko apapun dan
pertimbangan yang maka harus dapat keluar dari zona tersebut dari kebiasaan hal-hal baru.
Hal ini akan berdampak pada siswa. Berikut beberapa upaya untuk memberdayakan siswa
untuk keluar dari zona nyaman, yaitu: a) Beri teladan dengan keluar dari zona nyaman guru,
b) Ceritakan zona nyaman kepada siswa, c) Beri tahu mereka bahwa guru mendukung mereka
100%, dan d) Ajak semua anggota kelas untuk saling mendukung
5). Rasa saling memiliki; membangun rasa saling memiliki akan mempercepat proses
pengajaran dan meningkatkan rasa tanggung jawab. Hal ini maka perlu menciptakan tradisi
menumbuhkan rasa saling memiliki. Tradisi yang paling bagus adalah tradisi yang diciptakan
bersama oleh guru dan siswa. Sebab tradisi ini akan membuahkan kebanggaan kebersamaan,
dan kegembiraan dalam belajar.
6). Keteladanan; keteladanan membangun hubungan, memperbaiki kredibilitas, dan
meningkatkan pengaruh. Akan lebih baik melakukan tindakan atau memberi contoh
(modeling) dari pada berbicara saja.
Selanjutnta Indra Djati Sidi (2005:44 &148), Guru dalam melakukan penataan lingkungan
belajar di kelas yaitu dengan melakukan pengaturan tempat duduk, mengatur alat peraga,
pajangan karya anak, sudut baca, perabot sekolah / kelas dan sumber belajar dan fasilitas
lainnya.” Dalam menata lingkungan belajar terutama dalam pengelolaan kelas dan pajangan,
di ruang kelas dilakukan pengelolaan meja dan kursi, serta pajangan buku, bahan belajar dan
hasil karya anak. Meja dan kursi sering diatur dalam bentuk kelompok atau dalam bentuk U.
Karena pengelolaan tersebut memudahkan interaksi di dalam kelas, khususnya di antara
siswa. Di sebagian besar kelas nampak pajangan hasil karya anak dan bahan ajar yang diatur
rapi dan menarik, serta mudah dibaca. Yang di pajangkan dapat berupa hasil kerja
perorangan, berpasangan, atau kelompok dan pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram,
model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Di mana ruang kelas yang penuh dengan
pajangan hasil pekerjaan siswa, dan di tata dengan baik, dapat memabantu guru dalam
pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.
Selanjutnya Indra Djati Sidi (2005:44), mengatakan bahwa menata lingkungan belajar di
kelas meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Dalam uraian berikut yang diuraikan
adalah dalam menata lingkungan fisik di kelas, yang meliputi: pengaturan tempat duduk
siswa, mengatur penempatan alat peraga, pajangan karya siswa, sudut baca, pemanfaatan
sumber belajar, program sarapan pagi (jumlah kehadiran siswa, blanko dokumentasi
kehadiran, kata soal, soal-soal dalam amplop, konsultan kecil futor sibaya, dan rubrik tanya
jawab, dan lain sebagainya. Sendangkan menurut DePorter Bobbi , Reardon Mark dan Singer
Sarah Nuurie (2001:63), bahwa lingkungan yang memacu belajar dan daya ingat siswa dapat
diperoleh dengan menata : (1) lingkungan sekeliling dalam kelas, (2) Alat bantu, (3)
pengaturan tempat duduk, (4) tumbuhan, aroma, hewan peliharaan, dan unsur organik
lainnya, dan (5) musik dan belajar.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disarikan bahwa lingkungan belajar yang di tata dan
dapat memacu belajar serta daya ingat siswa meliputi:
a). Lingkungan sekeliling kelas
Memahami kaitan antara pandangan sekeliling dan otak itu penting untuk mengemas
lingkungan sekeliling kalas yang mendukung belajar. Memanfaatkan kemampuan siswa
untuk secara tidak sadar dalam menyerap informasi melalui kemitraan otak dan mata menurut
DePorter Bobbi, Reardon Mark, & Singer Sarah – Nurie (2001:68-69), dapat menggunakan :
(1) Poster ikon (simbol), simbol untuk setiap konsep utama yang guru ajarkan dan
digambarkan diatas selembar kertas berukuran 25 x 40 cm atau lebih. Poster ini dipajang di
depan kelas di atas pandangan mata siswa, memberikan gambaran keseluruhan, tinjauan
global dari bahan pelajaran.
(2) Poster afirmasi, poster yang di buat oleh guru atau siswa (lebih utama) yang memuat
pesan-pesan seperti “aku mampu mempelajarinya” dan aku menjadi semakin pinter dengan
setiap tantangan baru”. Poster-poster ini ditempelkan di dinding sampai kelas setinggi mata
orang duduk
(3) Gunakan warna, gunakan warna hijau, biru, ungu, dan merah untuk kata-kata penting,
jingga dan kuning untuk menggaris bawahi, serta hitam dan putih untuk kata-kata
penghubung seperti “dan”, “sebuah”, “dari” dan lain-lain.
b). Pajangan karya siswa
Menurut Conny Semiawan, dkk (1992:91), suatu kelas yang memiliki pajangan atau pameran
hasil karya para siswa yang di tempelkan di dinding atau di letakkan pada rak, di atas meja,
atau pada tempat-tempat lain dapat menjadi tempat yang menarik dan memberikan
rangsangan bagi para siswa untuk belajar. Suatu kelas yang kosong tanpa pajangan dapat
menadji tempat yang membosankan, gersang dan tidak menggugah inspirasi para siswa.
Oleh karena itu kelas yang baik adalah kelas yang memiliki banyak pajangan, terutama
pajangan hasil karya siswa. Pajangan yang kurang relevan dengan apa yang sedang di pelajari
siswa akan kurang bernilai bagi para siswa dan hanya merupakan hiasan dinding belaka.
Guru seharusnya mempertimbangkan untuk memindahkan pajangan tersebut untuk disimpan
dan digunakan pada waktu lain yang relevan. Pajangan akan bermanfaat jika berhubungan
dengan apa yang sedang dipelajari dan merupakan hasil kerja keras para siswa sendiri.
Memamerkan pajangan di kelas adalah bagian dari belajar. Pajangan yang baik mendorong
para siswa untuk menggunakan mata mereka dan untuk belajar dengan membaca dan
memanfaatkan pajangan. Kalau mereka sendiri yang membuat pajangan itu, proses belajar itu
lebih terhayati oleh masing-masing siswa. Tiap siswa juga dapat saling belajar dari teman-
temannya. Di mana pajangan karya siswa dapat bermanfaat : (1) Untuk membina percaya diri
dan memperdalam proses belajar, (2) Dapat mengembangkan kreativitas dan merangsang
karya imajinatif, (3) Dapat membangkitkan semangat belajar siswa, karena pajangan
menyediakan bahan-bahan yang dapat dilihat untuk dibahas dan dilaporkan, dan (4) Untuk
memperkenalkan pokok bahasan atau topik baru.
Pajangan sifatnya tidak tetap artinya bahwa hasil karya siswa yang diperpanjangkan itu selalu
berubah seusai dengan hasil pekerjaan siswa yang selalu berkembang dan hanya beberapa
atau bagian-bagian saja yang dapat dipajang lebih lama sesuai dengan kebutuhan. Pajangan
yang sebelumnya/terdahulu di simpan dan diganti yang terbaru terus seiring pergantian
kompetensi dasar/pokok bahasan.
Idialnya yang dipajangkan adalah semua hasil karya siswa, tapi guru dapat mengarahkan para
siswa (dengan cukup hati-hati) untuk memilih hasil pekerjaannya yang terbaik untuk
dipajang. Ketika semua hasil karya dipajang pada jam pelajaran itu, namun para siswa
diminta untuk memilih yang terbaik dari keseluruhan yang tetap terpajang di dinding sampai
waktu tepat memasuki materi pokok bahasan berikutnya atau waktu seterusnya.
Pajangan dalam suatu kelas dapat digantung atau diletakkan diletakkan sesuai dengan
keadaan dan tempat. Namun, biasanya pajangan itu dapat diletakkan pada : (1) dinding atau
pintu; (2) meja-meja kecil, rak, atau lemari-lemari kecil (3) digantung pada langit-langit ; (4)
para siswa dapat pula mengumpulkan hasil pekerjaan dalam sebuah buku yang sederhana ;
(5) ruangan khusus kalau memungkinkan; dan (6) majalah dinding.
Setiap guru diharapkan dapat mengembangkan gagasannya dalam hal pajangan dikelas.
Conny Semiawan, dkk (1992:94), memberi beberapa petunjuk yang dapat di gunakan dalam
mengadakan pajangan hasil kerja siswa, yaitu pajangan itu baik jika : (1) pesan yang hendak
disampaikan jelas dan mudah dimengerti, (2) terdiri dari hasil pekerjaan siswa, yang
menunjang proses pembelajaran, (3) bagian-bagian yang diperhatikan mempunyai kaitan
yang jelas, antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya, dan disusun menurut urutan
yang logis, (4) pada setiap bagian diberi keterangan yang jelas sehingga dengan mudah dapat
di baca, (5) mudah di baca para siswa yang berdiri didepan pajangan itu, dan (6) seorang guru
hendaknya menganjurkan siswa-siswanya agar memelihara pajangan hasil karya mereka
sendiri. Dari uraian petunjuk pemajangan dikelas tersebut, maka jika guru menjadikan kelas
penuh dengan pajangan yang bermakna sebagai hasil karya siswanya, seyogyanya guru tetap
berpegangan pada kriteria atau aturan pemajangan.
c). Pengelolaan Alat dan Sumber Belajar
Menurut DePorter Bobbi, Reardon Mark dan Singer Sarah Nuurie (2001:70), “alat atau alat
bantu adalah benda yang dapat mewakili suatu gagasan.” Oleh Indra Djati Sidi (2005:50),
menegaskan bahwa “guru dan siswa dapat menggunakan berbagai sumber dan alat-alat yang
sederhana dalam proses pembelajarannya.” Oleh karena itu atas dasar karakteristik KD yang
ada maka guru dapat memberdayakan alat dan sumber belajar yang ada selama ini disekolah.
Pada dasarnya alat dan sumber belajar tersebut dapat diperoleh dari sekitar kita sehingga
mudah di jangkau, baik yang berada dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan
sekolah. Beberapa contoh alat dan sumber belajar, yaitu : (1) manusia (anak, guru, orang tua,
nara sumber), (2) lingkungan (batu-batuan, daun-daunan, biji-bijian, zat cair, hewan), (3)
kejadian/peristiwa penting seperti peristiwa olah raga, kesenian, (4) peristiwa alam seperti
bajir, gempa, gerhana, hujan, angin puting beliung, (5) barang-barang bekas seperti koran,
botol-botol plastik, dan (6) barang-barang buatan pabrik
d). Pengaturan tempat duduk (pengelolaan siswa)
Cara guru dalam mengatur bangku memainkan peran penting dalam membangun belajar.
Menurut Indra Djati Sidi (2005:150), “dalam PAKEM pengelolaan kegiatan siswa lebih
bervariasi, termasuk kerja kelompok, kerja perorangan dan klasikal.” Oleh karena itu
penataan meja dan kursi, guru perlu memperhatikan bentuk dan jenis kursi dalam kelas.
Bahwa dalam pengaturan meja, kursi, alat peraga, dan peralatan lain sedemikian rupa
diusahakan sehingga tidak mengganggu siswa untuk bergerak dan memudahkan guru untuk
berinteraksi dan mengamati siswa belajar
e). Sudut baca
Dalam kelas yang menggunakan PAKEM menurut Indra Djati Sidi (2005:44), “perlu ada
sudut baca dan agar pemanfaatan ruang kelas dapat semaksimal mungkin sebagai tempat
menimba ilmu.” Isi sudut baca diperoleh dapat kumpulan hasil karya siswa yang terpilih
selama ini, koleksi referensi yang tidak ada diperpustakan dan mendukung kegiatan
pembelajaran dikelas, dan lain sebagainya. Untuk mengadakan koleksi isi sudut baca selain
koleksi hasil karya dapat koleksi yang dimiliki tiap siswa yang ada dirumah berdasarkan
kesepakatan kelas dan kesadaran bersama dalam kelas.
Dengan adanya sudut baca dalam kelas maka para siswa pada waktu luang atau istirahat
dapat menyempatkan atau membiasakan membaca di sudut baca tersebut. Bahkan hasil karya
yang terbaik untuk jenjang kelas yang sama di tahun sebelumnya dapat di pajang di sudut
baca dan pajangan tersebut dapat sebagai sumber belajar siswa.
f). Program Sarapan Pagi
Menurut Indra Djati Sidi (2004:7-8), “yang dimaksud program sarapan pagi adalah
pemberian pekerjaan awal kepada setiap siswa sebelum jam pelajaran di mulai/jam masuk
kelas/jam awal pelajaran, yang dimana setiap siswa akan menyelesaikan pekerjaan sesuai
dengan aturan yang dibuat bersama antara siswa dan guru.” Pekerjaan sarapan pagi siswa
terdiri dari : (1) jam kehadiran siswa, (2) blangko dokumentasi kehadiran, (3) kotak soal, (4)
soal-soal dalam amplop, dan (5) konsultasi kecil (Tutor Sebaya ).

Siswa datang dengan melakukan aktivitas sebagai berikut :


Memasang jam kedatangan
Mengambil soal dalam kotak soal
Menyerahkan jawaban pada konsultan kecil
Menjawab soal yang diambil
Menulis kedatangan dan soal yang diambil
Konsultan menuliskan nilai
Guru membantu konsultan

Diagram kegiatan sarapan maka dapat dideskripsikan bahwa setiap siswa datang memasang
jam kedatangan dengan memutar jarum jam sesuai dengan jam kedatangan, dilanjutkan
mengambil soal dalam kotak dan menulis kedatangan kehadiran, siswa menjawab soal yang
diambil, bagi siswa yang sudah selesai mengerjakan maka jawaban soal tersebut diserahkan
pada konsultan kecil, konsultan menuliskan nilai dan selanjutnya menyerahkan pada guru. Di
mana konsultan kecil mempunyai peran selain menampung jawaban soal dan menyerahkan
pada guru tapi lebih utama selama guru belum datang dan guru sudah datang memberi
bimbingan terhadap siswa yang lain sebagai tutor sebaya. Guru jika sudah datang maka
membantu konsultan kecil dalam membimbing siswa.
g). Tumbuhan, aroma, hewan peliharaan, dan unsur organik lainnya
Biologi dan botani mengajarkan pada kita bahwa tumbuh-tumbuhan menyediakan oksigen
dalam udara kita, berkembang karena oksigen. Semakin banyak oksigen di dapatnya, semakin
baik otak berfungsi. Hal ini dapat diperoleh dengan menghadirkan tumbuhan di ruangan
kelas.
Oleh Hirsch (1993) dalam DePorter Bobbi, Riardon Mark & Singer Sarah Nuurie (2001:72),
menegaskan bahwa manusia dapat meningkat kemampuan berpikir mereka secara kreatif
sebanyak 30% saat diberikan wangi bunga tertentu. Orang mempunyai ikatan emosional yang
kuat dengan binatang peliharaan mereka. Disamping itu binatang peliharaan kelas dapat
menciptakan kesempatan untuk melatih tanggung jawab, gizi, kesehatan, dan perawatan.
Binatang peliharaan tersebut seperti jangkrik, burung, marmot, dan lain sebagainya.
h). Musik
Musik berpengaruh pada guru dan siswa. Jika memungkinkan sebagai seorang guru dapat
menggunakan musik untuk menata suasana hati, mengubah keadaan mental siswa, dan
mendukung lingkungan belajar. Musik membantu para siswa belajar lebih baik dan
mengingat lebih banyak. Musik merangsang, meremajakan, dan memperkuat belajar, baik
secara sadar maupun tidak sadar, dan kebanyakan para siswa memang mencintai musik.
Musik dapat membantu siswa masuk ke keadaan belajar optimal. Juga musik memungkinkan
guru membangun hubungan dengan siswa, dan guru dapat “berbicara dalam bahasa siswa”.

C. Penutup
Dalam kegiatan pembelajaran model PAKEM yang sebagai roh dari KTSP mestinya apa
yang harus dilakukan oleh guru sebagai alumni dari Diklat PAKEM dan KTSP sebelum
pembelajaran adalah melakukan penetaan kelas pembelajaran model PAKEM dengan
aktivitas siswa dalam bentuk kerja kelompok. Dari awal datang siswa masuk ke kelas sampai
dengan selesai pembelajaran interaksi siswa dalam belajar selalu dengan memanfaatkan
segala sumber belajar yang ada didalam kelas, yang ada disekolah dan disekeliling sekolah
dengan optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Conny Semiawan, dkk (1992), Pendidikan Ketrampilan Proses, Bagaimana Mengaktifkan


Siswa dalam Belajar. Jakarta : PT Gramedia

DePorter Bobbi, Reardon Mark & Singer Sarah-Nuurie (2001), Quantum Teaching
(Memperhatikan Quantum Learning Di Ruang-ruang Kelas). Terjemahan Ary Nilandri.
Bandung: Kaifa

I Made Alit Mariana (2005), HO. Science For All. Bandung, PPPG IPA

Mulyasa (2006), Kurikulum Yang Disempurnakan. Pengembangan Standar Kompetensi dan


Kompetensi Dasar. Bandung : Remaja Rosdakarya

Milan Rianto (2007), Pengelolaan Kelas Model Pakem. Jakarta : Dirjen PMPTK
Paul Suparno (2005), Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta : Penerbit
Kanisius

Kusmoro (2008), Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan


Cooperative Learning Dalam Pembelajaran Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa.
Tesis UNS: Tidak Diterbitkan.

Anda mungkin juga menyukai