Anda di halaman 1dari 95

MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING) PADA

IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013


04:16:00 DADANG JSN BELUM ADA KOMENTAR

Metode Discovery
Learning adalah
teori
belajar yang didefinisikan
sebagai
proses
pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi
diharapkan siswa mengorganisasi sendiri.
Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri
(inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery
Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui.
Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada
siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru.

Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus
dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini
ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.
Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi
seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam
bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi,
membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta
membuat kesimpulan-kesimpulan.
KEUNTUNGAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN :
a. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses
kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara
belajarnya.
b. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan
pengertian, ingatan dan transfer.
c. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
d. Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.

e. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi
sendiri.
f. Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja
sama dengan yang lainnya.
g. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan
gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
h. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang
final dan tertentu atau pasti.
i. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
j. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru;
k. Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;
l. Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;
m. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang;
n. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya;
o. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa;
p. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar;
q. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
KELEMAHAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN :
a. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang
pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsepkonsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
b. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang
lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
c. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru
yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.

d. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan


aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
e. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan
oleh para siswa.
f. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah
dipilih terlebih dahulu oleh guru.
LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING)
1. Langkah Persiapan
a. Menentukan tujuan pembelajaran.
b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
c. Memilih materi pelajaran.
d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk
dipelajari siswa.
f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari
tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
2. Pelaksanaan
a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya,
kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.
Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca
buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada
tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan
membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.
b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)

Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah)
c. Data collection (pengumpulan data).
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah,
2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya
hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai
informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber,
melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
d. Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah
diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua
informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan,
ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan
tertentu
e. Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing
(Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik
dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori,
aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan
prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil
verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang
mendasari generalisasi
SISTEM PENILAIAN PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING)
Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes
maupun non tes.

Penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa.
Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam model pembelajaran discovery
learning dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses,
sikap, atau penilaian hasil kerja siswa maka pelaksanaan penilaian dapat dilakukan dengan
pengamatan.

MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY


LEARNING) KURIKULUM 2013
MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN
(DISCOVERY LEARNING)
A.

Definisi/ Konsep

1. Definisi
Metode Discovery Learningadalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam
bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat
Bruner, bahwa: Discovery Learning can be defined as the learning that takes place
when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather
is required to organize it him self (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Yang
menjadikan dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa
anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.
Bruner memakai metode yang disebutnya Discovery Learning, dimana murid
mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono,
1996:41). Metode Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan
hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan
(Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila indifidu terlibat, terutama dalam
penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip.
Discovery dilakukan melalaui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan
dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri
adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert
B. Sund dalam Malik, 2001:219).
Sebagai strategi belajar,Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan
inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada
ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya
konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan
discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa
semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya
bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan
keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui
proses penelitian, sedangkan Problem Solving lebih memberi tekanan pada
kemampuan menyelesaikan masalah. Akan tetapi prinsip belajar yang nampak jelas
dalam Discovery Learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan

disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai
peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan
dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk
(konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk
akhir.
Dengan mengaplikasikan metode Discovery Learning secara berulang-ulang dapat
meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang bersangkutan. Penggunaan
metode Discovery Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif
dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented kestudent oriented.
Merubah modus Ekspository siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan
dari guru ke modus Discovery siswa menemukan informasisendiri.
2. Konsep
Dalam Konsep Belajar, sesungguhnya metode Discovery Learning merupakan
pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang dapat memungkinkan
terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang kategorisasi yang
nampak dalam Discovery, bahwa Discovery adalah pembentukan kategori-kategori,
atau lebih sering disebut sistem-sistem coding. Pembentukan kategori-kategori dan
sistem-sistem coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas &
difference) yang terjadi diantara obyek-obyek dan kejadian-kejadian (events).
Bruner memandang bahwa suatu konsep atau kategorisasi memiliki lima unsur, dan
siswa dikatakan memahami suatu konsep apabila mengetahui semua unsur dari
konsep itu, meliputi: 1) Nama; 2) Contoh-contoh baik yang positif maupun yang
negative; 3) Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak; 4) Rentangan
karakteristik; 5) Kaidah (Budiningsih, 2005:43). Bruner menjelaskan bahwa
pembentukan konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang
menuntut proses berfikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkategori
meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (obyek-obyek atau
peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu.
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan
mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses
belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi.
Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan
dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum
dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan
seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik
dan lebih kreatif.
Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada
manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.
Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam
berfikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi
melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu:
enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitasaktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam
memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya

melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. Tahap iconic, seseorang


memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi
verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk
perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap symbolic, seseorang
telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat
dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami
dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika,
dan sebagainya.
Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang
seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Secara
sederhana teori perkembangan dalam fase enactive, iconic dan symbolic adalah
anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau
kebelakang di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat
temannya bermain) ini fase enactive. Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan
keseimbangan pada gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa
untuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini fase symbolic (Syaodih, 85:2001).
Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai
pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara
aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan
kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi seperti
ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student
oriented. Hal yang menarik dalam pendapat Bruner yang menyebutkan: hendaknya
guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem
solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Dalam metode Discovery
Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk
melakukan
berbagai
kegiatan
menghimpun
informasi,
membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta
membuat kesimpulan-kesimpulan.
Hal tersebut memungkinkan murid-murid menemukan arti bagi diri mereka sendiri,
dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa
yang dimengerti mereka. Dengan demikian seorang guru dalam aplikasi
metode Discovery Learning harus dapat menempatkan siswa pada kesempatankesempatan dalam belajar yang lebih mandiri. Bruner mengatakan bahwa proses
belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman
melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).
Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam metode Discovery Learning menurut
Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk
menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historin, atau ahli matematika.
Dan melalui kegiatan tersebut siswa akan menguasainya, menerapkan, serta
menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya. Karakteristik yang paling jelas
mengenai Discovery sebagai metode mengajar ialah bahwa sesudah tingkat-tingkat
inisial (pemulaan) mengajar, bimbingan guru hendaklah lebih berkurang dari pada
metode-metode mengajar lainnya. Hal ini tak berarti bahwa guru menghentikan
untuk memberikan suatu bimbingan setelah problema disajikan kepada pelajar.

Tetapi bimbingan yang diberikan tidak hanya dikurangi direktifnya melainkan


pelajar diberi responsibilitas yang lebih besar untuk belajar sendiri.
B.

Fakta Empirik Keberhasilan Pendekatan dalam Proses dan Hasil Pembelajaran


Berdasarkan fakta dan hasil pengamatan, penerapan pendekatan Discovery Learningdalam
pembelajaran memiliki kelebhihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan.
1.Kelebihan Penerapan Discovery Learning
a. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses
kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara
belajarnya.
b. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karenamenguatkan
pengertian, ingatan dan transfer.
c. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
d. Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannyasendiri.
e. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi
sendiri.
f. Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja
sama dengan yang lainnya.
g. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan
gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
h. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang
final dan tertentu atau pasti.
i. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
j. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru;
k. Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;
l. Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;
m. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik;
n. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang;
o. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukanmanusia seutuhnya;
p. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa;
q. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar;
r. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
2. KelemahanPenerapan Discovery Learning
a. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang
pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsepkonsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
b. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena
membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah
lainnya.
c. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan
dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
d. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan
mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat
perhatian.
e. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan
yang dikemukakan oleh para siswa
f. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah
dipilih terlebih dahulu oleh guru.
C.

Langkah-langkah Operasional Implementasi dalam Proses Pembelajaran


Langkah-langkah dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas adalah sebagai berikut:
1.
Langkah Persiapan Metode Discovery Learning
a. Menentukan tujuan pembelajaran
b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya
belajar, dan sebagainya)

c. Memilih materi pelajaran.


d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)
e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk
dipelajari siswa
f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang
konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
2.

Prosedur Aplikasi Metode Discovery Learning


Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas, ada beberapa
prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:
a.Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya,
kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.
Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca
buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada
tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan
membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan
menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat
menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang Guru
harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa
untuk mengeksplorasi dapat tercapai.
b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Sedangkan menurut permasalahan yang dipilih itu selanjutnya
harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai
jawaban
sementara
atas
pertanyaan
yang
diajukan.
Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisa permasasalahan yang mereka
hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk
menemukan suatu masalah.
c. Data collection (pengumpulan data).
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah,
2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar
tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection)
berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber,
melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif
untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian
secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
d. Data processing (pengolahan data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah
diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua
informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan,
ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan
tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi
yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan

mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat
pembuktian secara logis
e. Verification (pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing
(Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik
dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori,
aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil
pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan
terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan
prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil
verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang
mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi
yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang
luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari
pengalaman-pengalaman itu.

D.

1.

a.
b.
c.

Sistem Penilaian
Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes
maupun non tes. Sedangkan penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap,
atau penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam model
pembelajaran
discovery
learning
dapat
menggunakan
tes
tertulis. Jika
bentuk
penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa, maka pelaksanaan
penilaian dapat menggunakan contoh-contoh format penilaian seperti tersebut di bawah ini.
Penilaian Tertulis
Penilaian tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta
didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal peserta didik tidak selalu merespon dalam
bentuk menulis jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk yang lain seperti memberi tanda,
mewarnai, menggambar dan lain sebagainya.Ada dua bentuk soal tes tertulis, yaitu:
Soal dengan memilih jawaban
a. pilihan ganda
b. dua pilihan (benar-salah, ya-tidak)
c.
menjodohkan
Soal dengan mensuplai-jawaban.
a. isian atau melengkapi
b. jawaban singkat
c.
soal uraian
Dari berbagai alat penilaian tertulis, tes memilih jawaban benar-salah, isian singkat, dan
menjodohkan merupakan alat yang hanya menilai kemampuan berpikir rendah, yaitu
kemampuan mengingat (pengetahuan). Tes pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai
kemampuan mengingat dan memahami. Pilihan ganda mempunyai kelemahan, yaitu
peserta didik tidak mengembangkan sendiri jawabannya tetapi cenderung hanya memilih
jawaban yang benar dan jika peserta didik tidak mengetahui jawaban yang benar, maka
peserta didik akan menerka. Hal ini menimbulkan kecenderungan peserta didik tidak belajar
untuk memahami pelajaran tetapi menghafalkan soal dan jawabannya. Alat penilaian ini
kurang dianjurkan pemakaiannya dalam penilaian kelas karena tidak menggambarkan
kemampuan peserta didik yang sesungguhnya.
Tes tertulis bentuk uraian adalah alat penilaian yang menuntut peserta didik untuk
mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasannya atau hal-hal yang sudah
dipelajari, dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam
bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Alat ini dapat menilai
berbagai jenis kemampuan, misalnya mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan
menyimpulkan. Kelemahan alat ini antara lain cakupan materi yang ditanyakan
terbatas.Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal
berikut:
materi, misalnya kesesuian soal dengan indikator pada kurikulum;
konstruksi, misalnya rumusan soal atau pertanyaan harus jelas dan tegas.
bahasa, misalnya rumusan soal tidak menggunakan kata/ kalimat yang menimbulkan
penafsiran ganda.

2. Penilaian Diri
Penilaian diri (self assessment) adalah suatu teknik penilaian, di mana subyek yang ingin
dinilai diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan, status, proses dan tingkat
pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu.

Teknik penilaian diri dapat digunakan dalam berbagai aspek penilaian, yang berkaitan
dengan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam proses pembelajaran di kelas,
berkaitan dengan kompetensi kognitif, misalnya: peserta didik dapat diminta untuk menilai
penguasaan pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar dalam mata
pelajaran tertentu, berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan. Berkaitan dengan
kompetensi afektif, misalnya, peserta didik dapat diminta untuk membuat tulisan yang
memuat curahan perasaannya terhadap suatu obyek sikap tertentu. Selanjutnya, peserta
didik diminta untuk melakukan penilaian berdasarkan kriteria atau acuan yang telah
disiapkan. Berkaitan dengan kompetensi psikomotorik, peserta didik dapat diminta untuk
menilai kecakapan atau keterampilan yang telah dikuasainya sebagai hasil belajar
berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Penggunaan teknik ini dapat memberi dampak positif terhadap perkembangan kepribadian
seseorang. Keuntungan penggunaan teknik ini dalam penilaian di kelas antara lain sebagai
berikut:
a. dapat menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik, karena mereka diberi kepercayaan
untuk menilai dirinya sendiri;
b. peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya, karena ketika mereka melakukan
penilaian, harus melakukan introspeksi terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya
c. dapat mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik untuk berbuat jujur, karena
mereka dituntut untuk jujur dan obyektif dalam melakukan penilaian.
3. Penilaian Sikap
ContohFormat Penilaian Sikap
Mata Pelajaran: _________
Kelompok
: _________

Semester: _________
Kelas
: _________
Nilai

Skor
No
1
2
3
4
5
..
..

Nama Siswa

Komitmen
Tugas

Kerja
Sama

Ketelitia
n

Mina
t

Jumlah
Skor

4. Penilaian Kinerja
Contoh Format Penilaian Kinerja
Tanggal:
Kelas:

Nama Siswa:
NO

Aspek Yang Dinilai


1

Tingkat Kemampuan
2
3

1.
2.
Jumlah

Kriteria Penskoran
1.
Baik Sekali
2.
Baik
3.
Cukup
4.
Kurang

4
3
2
1

Kriteria Penilaian
10 12 A
7 9 B
46 C
3
D

A: Pengelompokan yang dilakukan siswa sangat baik, uraian yang dijabarkan rinci dan diperoleh dengan
menggunakan seluruh indra disertai dengan gambar-gambar ataudiagram
B: Pengelompokan yang dilakukan siswa baik, uraian yang dijabarkan kurang rinci dan diperoleh dengan
menggunakan sebagian besar indra dengan gambar-gambar atau diagram
C:Pengelompokan yang dilakukan siswa cukup baik, uraian yang dijabarkan tidak rinci dan diperoleh
dengan menggunakan sebagian kecil indra dengan gambar-gambar atau diagram
D:Pengelompokan yang dilakukan siswa kurang baik, uraian yang dijabarkan kurang sesuai dan
diperoleh dengan menggunakan sebagian besar indra dengan gambar-gambar atau diagram
5. Penilaian Hasil Kerja Siswa
Nama Siswa:
Input

Tanggal:
Kelas:
Proses
Out Put/Hasil
Nilai

Daftar Pustaka
Dahar, RW., 1991. Teori-Teori Belajar. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Holiwarni, B., dkk., 2008. Penerapan Metode Penemuan Terbimbing pada Mata Pelajaran Sains untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN 016 Pekanbaru Kota (Laporan Penelitian). Lemlit UNRI,
Pekanbaru.
http://darussholahjember.blogspot.com/2011/05/aplikasi-metode-discovery-learning.html
2013).

(23Mei

http://ebookbrowse.com/pengertian-model-pembelajaran-discovery-learning-menurut-para-ahlipdf-d368189396 (23 Mei 2013).


http://prismabekasi.blogspot.com/2012/10/definisi-belajar-menurut-para-ahli.html (23 Mei 2013)
Jurnal Geliga Sains 3 (2), 8-13, 2009 Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Riau ISSN 1978-502X.
Rizqi, 2000. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berorientasi Pembelajaran Penemuan Terbimbing
(Guide-Discovery Learning) yang Mengintegrasikan Kegiatan Laboratorium untuk Fisika SLTP Bahan
Kajian Pengukuran. Tesis, UNESA (tidak dipublikasikan).
Syamsudini , 2012. Aplikasi Metode Discovery Learning
Memecahkan Masalah, Motivasi Belajar Dan Daya Ingat Siswa.

Dalam

Meningkatkan

Kemampuan

Syah, M., 1996. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA

MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING


O L E H : SALMON. A. LAA DKK
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON, 2012

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proses kehidupan.
Majunya suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri karena
pendidikan yang tinggi dapat mencetak Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Pendidikan
yang dimaksud disini bukan bersifat nonformal melainkan bersifat formal, meliputi proses
belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa. Peningkatan kualitas pendidikan dicerminkan
oleh prestasi belajar siswa. Sedangkan keberhasilan atau prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh
kualitas pendidikan yang bagus. Karena kualitas pendidikan yang bagus akan membawa siswa
untuk meningkatkan prestasi belajar yang lebih baik.
Pada saat proses belajarmengajar berlangsung di kelas, akan terjadi hubungan timbal
balik antara guru dan siswa yang beraneka ragam, dan itu akan mengakibatkan terbatasnya waktu
guru untuk mengontrol bagaimana pengaruh tingkah lakunya terhadap motivasi belajar siswa.
Selama pelajaran berlangsung guru sulit menentukan tingkah laku mana yang berpengaruh
positif terhadap motivasi belajar siswa, misalnya gaya mengajar mana yang memberi kesan
positif pada diri siswa selama ini, strategi mana yang dapat membantu kejelasan konsep selama
ini, metode dan model pembelajaran mana yang tepat untuk dipakai dalam menyajikan suatu
pembelajaran sehingga dapat membantu mengaktifkan siswa dalam belajar.
Hal tersebut memperkuat anggapan bahwa guru dituntut untuk lebih kreatif dalam
proses belajar mengajar, sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan pada diri siswa
yang pada akhirnya meningkatkan motivasi belajar siswa.
Salah satu alternatif untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dipaparkan di atas
adalah model pembelajaran yang tepat bagi siswa serta dapat memecahkan masalah yang
dihadapi. Hudojo (Purmiasa, 2002: 104) mengatakan bahwa model pembelajaran akan
menentukan terjadinya proses belajar mengajar yang selanjutnya menentukan hasil belajar.
Berhasil tidaknya proses belajar mengajar tergantung pada pendekatan, metode, serta teknik
mengajar yang dilakukan oleh guru. Untuk itu, guru diharapkan selektif dalam menentukan dan
menggunakan model pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar guru harus menguasai
prinsipprinsip belajar mengajar serta mampu menerapkan dalam proses belajar mengajar.
Prinsip prinsip belajar mengajar dalam hal ini adalah model pembelajaran yang tepat untuk
suatu materi pelajaran tertentu.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat dari makalah ini
adalah model pembelajaran discovery learning.
C. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai masukan dan pertimbangan kepada
mahasiswa sebagai calon guru untuk menggunakan model pembelajaran discovery learning.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembelajaran Discovery Learning
Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan
berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur
atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa ssecara aktif dalam
proses pembelajaran.
Menurut Wilcox (Slavin, 1977), dalam pembelajaran dengan penemuan siswa didorong
untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan
percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Pengertian discovery learning menurut Jerome Bruner adalah metode belajar yang
mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip
umum praktis contoh pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari
piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif didalam belajar di kelas. Untuk
itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery learning, yaitu dimana murid
mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.
Menurut Bell (1978) belajar penemuan adalah belajar yang terjadi sebagia hasil dari
siswa memanipulasi, membuat struktur dan mentransformasikan informasi sedemikian sehingga
ie menemukan informasi baru. Dalam belajar penemuan, siswa dapat membuat perkiraan
(conjucture), merumuskan suatu hipotesis dan menemukan kebenaran dengan menggunakan
prose induktif atau proses dedukatif, melakukan observasi dan membuat ekstrapolasi.

Pembelajaran penemuan merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan


dalam pendekatan konstruktivis modern. Pada pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk
terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip.
Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan
memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri mereka sendiri.
Pembelajaran Discovery learning adalah model pembelajaran yang mengatur sedemikian
rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui
pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.
Dalam pembelajaran discovery learning, mulai dari strategi sampai dengan jalan dan
hasil penemuan ditentukan oleh siswa sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Maier
(Winddiharto:2004) yang menyatakan bahwa, apa yang ditemukan, jalan, atau proses semata
mata ditemukan oleh siswa sendiri.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran discovery
learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan
sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan,
tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berfikir
analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan di transfer
dalam kehidupan bermasyarakat.
B. Tujuan Pembelajaran Discovery Learning
Bell (1978) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni
sebagai berikut:
a. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran.
Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika
penemuan digunakan.
b. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkrit
maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang
diberikan
c. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya
jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.

d. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif,
saling membagi informasi, serta mendengar dan mneggunakan ide-ide orang lain.
e. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-keterampilan, konsep-konsep dan
prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.
f. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih mudah
ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.
C. Strategi-strategi dalam Pembelajaran Discovery Learning
Dalam pembelajaran dengan penemuan dapat digunakan beberapa strategi, strategi-strategi yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Strategi Induktif
Strategi ini terdiri dari dua bagian, yakni bagian data atau contoh khusus dan bagian generalisasi
(kesimpulan). Data atau contoh khusus tidak dapat digunakan sebagai bukti, hanya merupakan
jalan menuju kesimpulan. Mengambil kesimpulan (penemuan) dengan menggunakan strategi
induktif ini selalu mengandung resiko, apakah kesimpulan itu benar ataukah tidak. Karenanya
kesimpulan yang ditemukan dengan strategi induktif sebaiknya selalu mengguankan perkataan
barangkali atau mungkin.
b. Strategi deduktif
Dalam matematika metode deduktif memegang peranan penting dalam hal pembuktian. Karena
matematika berisi argumentasi deduktif yang saling berkaitan, maka metode deduktif memegang
peranan penting dalam pengajaran matematika. Dari konsep matematika yang bersifat umum
yang sudah diketahui siswa sebelumnya, siswa dapat diarahkan untuk menemukan konsepkonsep lain yang belum ia ketahui sebelumnya. Sebagai contoh, untuk menentukan rumus luas
lingkaran, siswa dapat diarahkan untuk membagi kertas berbentuk lingkaran menjadi n buah
sector yang sama besar, kemudian menyusunnya sedemikian rupa sehingga berbentuk seperti
persegi panjang dan rumus keliling lingkaran yang sudah diketahui sebelumnya, siswa akan
dapat menemukan bahwa luas lingkaran adalah .
D. Peranan Guru dalam Pembelajaran Discovery Learning
Dahar (1989) mengemukakan beberapa peranan guru dalam pembelajaran dengan penemuan,
yakni sebagai berikut:

a. Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah
yang tepat untuk diselidiki para siswa.
b. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan
masalah.
Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah yang aktif
dan belajar penemuan, misalnya dengan menggunakan fakta-fakta yang berlawanan.
c. Guru juga harus memperhatikan cara penyajian yang enaktif, ikonik, dan simbolik.
d. Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya berperan
sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebuh
dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi ia hendaknya memberikan saran-saran
bilamana diperlukan. Sebagai tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang
tepat.
e. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Secara garis besar tujuan
belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan generalisaigeneralisasi itu.
E. Kelemahan dan Kelebihan Model Pembelajaran Discovery Learning
Kelebihan discovery learning
1. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah (problem solving)
2. Dapat meningkatkan motivasi
3. Mendorong keterlibatan keaktifan siswa
4. Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan
untuk menemukan hasil akhir.
5. Menimbulakan rasa puas bagi siswa. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan
lagi sehingga minat belajarnya meningkat
6. Siswa akan dapat mentransfer pengetahuannya keberbagai konteks.
7. Melatih siswa belajar mandiri
Kekurangan discovery learning
1. Guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalah fahaman antara guru dengan siswa

2. Menyita waktu banyak. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai
pemberi
informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa dalam belajar. Untuk seorang
guru ini bukan pekerjaan yang mudah karena itu guru memerlukan waktu yang banyak. Dan
sering kali guru merasa belum puas kalau tidak banyak memberi motivasi dan membimbing
siswa belajar dengan baik.
3. Menyita pekerjaan guru.
4. Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan
5. Tidak berlaku untuk semua topik .
F. Aplikasi Pembelajaran Discovery Learning di Kelas
1. Tahap Persiapan dalam Aplikasi Model Discovery Learning
Seorang guru bidang studi, dalam mengaplikasikan metode discovery learning di kelas harus
melakukan
beberapa persiapan. Berikut ini tahap perencanaan menurut Bruner, yaitu:
a) Menentukan tujuan pembelajaran.
b) Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan
sebagainya).
c) Memilih materi pelajaran.
d) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh
generalisasi).
e) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan
sebagainya
untuk dipelajari siswa.
f)

Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkrit ke abstrak,
atau
dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.

g) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa (Suciati & Prasetya Irawan dalam
Budiningsih,
( 2005:50).
2. Prosedur Aplikasi Discovery Learning

Adapun menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan model Discovery Learning di


kelas tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara
umum adalah sebagai berikut:
a) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan).
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan
untuk menyelidiki sendiri (Taba dalam Affan, 1990:198).
Tahap ini Guru bertanya dengan mengajukan persoalan, atau menyuruh anak didik
membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan. Stimulation pada tahap ini
berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan
membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation
dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi.
b) Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah).
Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan
dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis
(jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244).
c) Data collection (pengumpulan data).
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau
membuktikan benar tidak hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk
mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literature, mengamati
objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya (Djamarah,
2002:22).
d) Data processing (pengolahan data).
Menurut Syah (2004:244) data processing merupakan kegiatan mengolah data dan
informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya,
lalu ditafsirkan.

Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi
sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan
mendapatkan penegetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat
pembuktian secara logis.
e) Verification (pentahkikan/pembuktian).
Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan
kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori,
aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya
(Budiningsih, 2005:41).
f)

Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)


Tahap generalitation/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan
yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama,
dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Atau tahap dimana berdasarkan hasil
verifikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu (Djamarah,
2002:22). Akhirnya dirumuskannya dengan kata-kata prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi
(Junimar Affan, 1990:198).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembelajaran discovery learning (penemuan) merupakan salah satu model pembelajaran
yang digunakan dalam pendekatan konstruktivisme. Pada pembelajaran penemuan, siswa
didorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen
dengan memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri mereka
sendiri.
Pembelajaran penemuan memliki beberapa kelebihan. Pembelajaran penemuan
membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi siswa untuk terus bekerja hingga menemukan
jawaban. Siswa melalui pembelajaran penemuan mempunyai kesempatan untuk berlatih
menyelesaikan soal, mempertajam berpikir kritis secara mandiri, karena mereka harus
menganalisa dan memanipulasi informasi.

Pembelajaran penemuan juga mempunyai beberapa kelemahan, di antaranya dapat


menghasilkan kesalahan dan membuang-buang waktu, dan tidak semua siswa dapat melakukan
penemuan.
B. Saran
Karena model pembelajaran discovery learning hanya dapat dipakai untuk materi materi
tertentu, maka seorang guru atau seorang calon guru disarankan agar mampu memilih dan
memilah materi mana yang tepat dan cocok yang dapat diterapkan dalam proses belajar agar
tidak menyita waktunya juga tidak hanya melibatkan beberapa siswa saja, karena model
pembelajaran discovery diperlukan keaktifan seluruh siswa.
Selain itu alat alat bantu mengajar (audio visual, dll) haruslah diusahakan oleh guru atau
calon guru yang hendak menerapkan metode ini, tujuannya untuk memberikan siswa pengalaman
langsung.

DAFTAR PUSTAKA
Ardi-lamadi.blogspot.com/2010/02/peningkatan-hasil-belajar-matematika
Elvira-yunita-utami.Penerapan Metode Dicsovery Learning pada Pembelajaran Matematika
dalam Usaha Peningkatan Motivasi Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII SMP Neg 2
Pengasih Kabupatan.Kulon Progo
http-3A-2Findex-of-ppt.com-2FMetode-2Pembelajaran-2FDiscovery-2FLearning-2F
Ratumanan, T. G. 2004. Belajar dan Pembelajaran edisi kedua.Unesa University Press.

Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Melalui Metode Latihan


Berstruktur Pada Pokok Bahasan Bilangan Berpangkat (Penelitian
Tindakan pada Siswa Kel
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Masalah pendidikan senantiasa menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan dan
ditemukan solusinya. Diantara berbagai masalah yang ada, masalah kualitas
pendidikan/hasil belajar siswa merupakan topik yang sangat menarik dan tidak pernah
habis dibicarakan dalam dunia pendidikan, karena hasil belajar merupakan indikator
keberhasilan proses pengajaran yang diterapkan pada siswa khususnya dan sekaligus
indikator untuk menilai kualitas sistem pendidikan yang diterapkan pada umumnya.
Suatu pembelajaran dikatakan berhasil apabila timbul perubahan tingkah laku belajarmengajar yang positif pada siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah
direncanakan. Untuk memperoleh pembelajaran yang berhasil maka guru sebagai elemen
penting dalam kegiatan pembelajaran harus selalu proaktif dan responsif terhadap semua
fenomena-fenomena yang dijumpai dalam proses belajar-mengajar. Oleh karena itu guru
sebagai elemen penting dalam proses belajar mengajar harus berperan aktif dengan
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan serta melakukan refleksi terhadap
pengelolaan pembelajaran yang dilakukan, sehingga siswa merasa tidak bosan dan bahkan
selalu termotivasi dan tertarik untuk mengikuti proses belajar-mengajar.
Dari hasil observasi dan diskusi awal dengan beberapa guru matematika di SMP Negeri 6
Kulisusu pada tanggal 21 Februari 2008 diperoleh informasi bahwa prestasi belajar mereka
masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata UAN matematika tahun ajaran 2006/
2007 masih rendah yaitu 5,08. Selain itu juga siswa menunjukan sikap yang kurang
bersemangat mengikuti pelajaran. Mereka tidak bersemangat dalam belajar. Hal ini
berdasarkan wawancara dengan siswa, mereka mengatakan bahwa mereka merasa bosan
belajar matematika, akhirnya mereka menjadi malas belajar. Inilah salah satu faktor yang
menyebabkan prestasi belajar siswa rendah. Dari kondisi ini guru sebaiknya melakukan
refleksi untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran.

Rendahnya perolehan rata-rata prestasi belajar matematika, salah satunya disebabkan oleh
metode mengajar yang diterapkan guru yang hanya menggunakan metode ceramah, diskusi
informasi, karena metode mengajar mempunyai karakteristik tertentu dengan segala
kelebihan dan kelemahan masing-masing maka keberhasilan belajar bergantung pada
ketepatan pemilihan metode dalam arti kesesuaian antara tujuan pokok dengan metode,
situasi dan kondisi serta kepribadian guru yang mengajarkan materi tersebut. Dalam
kurikulum matematika diharapkan sebaiknya membangkitkan kreativitas siswa agar siswa
tersebut belajar aktif, dimungkinkan konsep-konsep matematika yang diajar sudah
dipahami dengan baik. Oleh sebab itu dalam memilih metode sebaiknya guru mengacu pada
cara kerja siswa aktif sehingga diharapkan metode mengajar yang digunakan lebih efektif.
Untuk dapat mengarahkan siswa sehingga dapat bekerja aktif dalam pembelajaran, maka
alternatif solusi yang kami tawarkan adalah dengan menerapkan metode latihan berstruktur
pada pembelajaran matematika. Alasan kami menawarkan metode latihan berstruktur
sebagai alternatif solusi atas permasalahan yang diahadapi di SMPN Negri 6 Kulisusu karena
melalui metodi ini diharapkan dapat membangkitkan kreatifitas siswa dan siswa dapat
belajar lebih akatif sebab merekan lebih banyak berperan dalam pembelajaran. Metode ini
akan membimbing siswa agar lebih mudah memahami pelajaran matematika karena
pembelajarannya terstruktur mulai dari hal-hal yang sederhana sampai pada hal-hal yang
lebih lompleks, sehingga pemahaman siswa juga lebih mendalam. Dengan menerapkan
metode ini maka diharapkan nilai UAN siswa SMP Negeri 6 Kulisusu akan meningkat.
Olehnya itu Metode latihan berstruktur merupakan salah satu metode mengajar yang
seharusnya diterapkan oleh guru di SMP Naegeri 6 Kulisusu untuk mengatasi masalah dalam
proses belajar mengajar. Melalui metode ini siswa dalam mempelajari materi pelajaran
dimodelkan atau dipresentasikan lebih dahulu oleh guru secara tahap demi tahap dan
terstruktur mulai dari materi yang sifatnya sederhana menuju ke materi yang sifatnya lebih
kompleks. Agar setiap siswa dapat menyelesaikan masalah pada konsep yang kompleks
maka diberikan pelatihan lanjutan namun masih berada dibawah bimbingan guru.
Bertitik tolak dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut melalui
penelitian tindakan kelas dengan judul Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Melalui
Metode Latihan Berstruktur Pada Pokok Bahasan Bilangan Berpangkat (Penelitian Tindakan
pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 6 Kulisusu).
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka masalah dalam penelitian ini adalah
Apakah melalui penerapan metode latihan berstruktur dapat meningkatkan prestasi belajar
matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Kulisusu pada pokok bahasan Bilangan
Berpangkat?
D. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan dalam penelitian tindakan ini adalah
sebagai berikut:
Meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Kulisusu pada
pokok bahasan Bilangan Berpangkat melalui metode latihan berstruktur.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.Bagi guru, dapat mengetahui pola dan strategi pembelajaran yang tepat dalam upaya
memperbaiki dan memudahkan mengajar konsep bilangan berpangkat sehingga dapat
dipahami oleh siswa dengan baik.

2.Bagi siswa, sebagai bahan evaluasi dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan hasil
belajar utamanya hasil belajar matematika.
3.Bagi sekolah, hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah
dalam rangka perbaikan pembelajaran dan peningkatan mutu proses pembelajaran,
khususnya mata pelajaran matematika.
4.Bagi peneliti: menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan keilmuan.
5.Sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya yang menyangkut topik penelitian yang
relevan dengan penelitian ini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Pengertian Proses Belajar-Mengajar
Menurut Usman (1993:4) belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri
individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan
lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya,
sedangkan menurut Whitaker dalam Sumanto (1990) menjelaskan bahwa belajar adalah
proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Dari
kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa belajar diartikan sebagai tahapan
perubahan perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan keterampilan yang terjadi dalam diri siswa
ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan yang dimaksudkan dalam belajar
adalah adanya perubahan tingkah laku anak didik, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu
atau dari tidak terampil menjadi terampil.
Proses belajar-mengajar merupakan sebuah kegiatan yang integral (utuh terpadu) antara
siswa sebagai pelajar dan guru sebagai pengajar yang sedang mengajar. Hal senada
diungkapkan Usman (1993:6) bahwa mengajar pada prinsipnya adalah membimbing siswa
dalam kegiatan belajar-mengajar. Dapat pula dikatakan bahwa mengajar merupakan suatu
usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan
pengajaran sehingga menimbulkan terjadinya proses belajar pada siswa.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa proses belajarmengajar merupakan kegiatan memberi, membimbing atau mengarahkan dan menerima
ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap dari guru sebagai pendididik kepada siswa
sebagai peserta didik.
2. Prestasi Belajar
Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yakni prestizie yang berarti apa yang telah
diciptakan atau hasil pekerjaan. Pada dasarnya prestasi belajar itu diperoleh melalui proses
belajar, dimana proses belajar bukan hanya mencatat, membaca dan tidak pula hanya
sekedar menghafal melainkan harus dimengerti dan dipahami tentang apa dan bagaimana
sesuatu itu dipelajari.
Winkel (1984:162) mengartikan kata prestasi sebagai bukti keberhasilan usaha yang
dicapai, sedangkan Nasution (2001:39) menyatakan bahwa prestasi adalah penguasaan
seseorang terhadap pengetahuan atau keterampilan tertentu dalam suatu mata pelajaran,
yang lazimnya diperoleh dari nilai tes atau angka yang diberikan guru. Dari kedua pendapat
di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi merupakan hasil yang telah dicapai seseorang
setelah ia melakukan suatu kegiatan, sehingga prestasi belajar adalah prestasi yang
menunjukkan tingkat keberhasilan seseorang yang dicapai karena telah melakukan usaha
belajar yang optimal.
Prestasi belajar siswa ditentukan oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal

merupakan faktor-faktor yang berasal atau bersumber dari siswa itu sendiri. Sedangkan
faktor eksternal merupakan faktor yang berasal atau bersumber dari luar peserta didik.
Faktor internal tersebut meliputi prasyarat belajar yaitu pengetahuan yang sudah dimiliki
oleh siswa sebelum mengikuti pelajaran berikutnya, ketrampilan belajar yang dimiliki siswa
yang meliputi cara-cara yang berkaitan dengan mengikuti mata pelajaran, mengerjakan
tugas, membaca buku, belajar kelompok mempersiapkan ujian, menindaklanjuti hasil ujian,
dan mencari sumber belajar, kondisi pribadi siswa yang meliputi kesehatan, kecerdasan,
sikap, cita-cita dan hubungannya dengan orang lain. Faktor eksternal antara lain meliputi
proses belajar mengajar, sarana belajar yang dimiliki, lingkungan belajar, dan kondisi sosial
ekonomi keluarga.
Berdasarkan uraian di atas, prestasi belajar adalah hasil-hasil yang dicapai siswa dalam
kegiatan belajar. Hasil-hasil yang dicapai siswa tersebut terdiri dari tiga aspek, yaitu (1)
aspek kognitif yang mencakup ketramplan intelektual,
strategi-strategi kognitif dan informasi verbal, (2) afektif yang berhubungan dengan sikap,
dan (3) psikomotor yang berhubungan dengan ketrampilan-ketrampilan motorik. Hasil
belajar tersebut diperoleh dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru baik dilakukan
melalui tes tertulis maupun lisan.
Berdasarkan pengertian prestasi yang dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa
prestasi belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti proses
belajar-mengajar sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Prestasi yang dicapai siswa
merupakan gambaran hasil belajar siswa setelah mengikuti proses belajar-mengajar dan
merupakan interaksi antar berbagai faktor. Jika dikaitkan dengan Matematika, maka
prestasi belajar matematika merupakan tingkat penguasaan siswa terhadap pelajaran
matematika setelah proses belajar-mengajar matematika dalam selang waktu tertentu yang
tercermin dalam skor yang diperoleh dari hasil belajar matematika.
Prestasi belajar matematika yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah prestasi yang
akan diperoleh sisiwa pada pokok bahasan bilangan berpangkat setelah siswa diajar dengan
model pembelajaran terstruktur. Jadi prestasi belejar metematika disini adalah tingkat
penguasaan siswa terhadap pelajaran matematika tentang bilangan berpangkat setelah
proses belajar-mengajar dengan metode latihan berstruktur dalam waktu tertentu yang
tercermin dalam skor yang diperoleh dari hasil belajar matematika tentang bilangan
berpangkat.
3. Metode Latihan Berstruktur
Metode latihan berstruktur merupakan suatu cara mengajar dengan memberikan latihanlatihan berstruktur terhadap apa yang telah dipelajari siswa sehingga memperoleh
keterampilan tertentu (Roestiyah :2001). Pemberian latihan dilakukan setelah siswa
memperoleh konsep yang akan dilatihkan. Soal-soal yang diberikan kepada siswa dimulai
dari soal-soal yang sederhana ke soal-soal yang lebih kompleks. Hal ini dilakukan dengan
bimbingan dari guru, dimana guru terlebih dahulu memberikan contoh cara menyelesaikan
soal secara berstruktur dengan baik. Selanjutnya siswa diperintahkan untuk menyelesaikan
soal-soal yang sejenis dengan soal yang telah diselesaikan oleh guru. Dengan metode
latihan berstruktur, para siswa akan merasa terbimbing secara baik dan dapat
menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru dengan benar.
Dalam kaitannya dengan metode mengajar, Slameto (1995) mengungkapkan bahwa metode
latihan berstruktur ini merupakan kombinasi dari metode latihan dan metode pemecahan
masalah. Hal ini dimaksudkan agar siswa memiliki kecakapan mental dalam memecahkan

setiap permasalahan yang dihadapinya melalui latihan yang dibuat secara berstruktur,
sehingga siswa terlatih untuk berpikir secara lebih sistematis, logis, teliti, dan teratur .
Selanjutnya Slameto (1995) menjelaskan tujuan metode latihan berstruktur secara khusus
sebagai berikut:
1. Siswa memiliki ketrampilan motorik/gesit seperti menghafal, menggunakan alat-alat dan
lain-lain.
2. Mengembangkan kecakapan intelektual seperti mengalikan, membagi, menjumlahkan
dan mengurangi.
3. Memiliki kemampuan menghubungkan antara suatu keadaan dengan hal yang lain seperti
hubungan sebab akibat tujuan belajar.
Apabila seorang guru akan menerapkan secara terpadu metode latihan berstruktur dan
pengajaran langsung akan nampak pada saat membimbing siswa melakukan pengetahuan
dan keterampilan secara terstruktur dan pada saat membimbing pelatihan lanjutan.
Menurut Roestiyah (2001) menerapkan metode latihan berstruktur dalam pembelajaran
sebaiknya memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:
1.Guru harus memilih latihan yang mempunyai arti luas yang dapat menanamkan
pengertian pemahaman akan maksud dan tujuan latihan sebelum siswa melakukannya.
2.Menggunakan latihan hanya untuk materi/konsep yang dilakukan secara otomatis siswa
tanpa menggunakan pertimbangan yang mendalam seperti menghafal, menghitung dan
lain-lain.
3.Dalam latihan pendahuluan guru harus lebih dahulu harus menekankan pada diagnosa,
karena pelatihan permulaan tersebut belum diharapkan siswa dapat menghasilkan
keterampilan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran
4.Guru harus memperhitungkan waktu atau masa latihan agar siswa tidak merasa bosan.
Untuk melaksanakan pembelajaran ini digunakan model pembelajaran langsung. Dalam
melaksanakan pengajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting yang dirangkum
dalam tabel di bawah:
Fase
Peran Guru
1.Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
2.Mendemonstrasikan pengetahuan atau ketrampilan
3.Membimbing pelatihan
4.Mengecek pemahaman dan umpan balik
5.Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan
1. Guru menjelaskan indikator pembelajaran, informasi latar belakang pelajaran
2.Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar atau menyajikan informasi tahap
demi tahap
3.Guru merencanakan dan membimbing pelatihan awal
4.Guru mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi
umpan balik
Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan dengan perhatian khusus
pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dalam kehidupan sehari-hari

Tabel 1. Sintaks (fase-fase) Model Pengajaran Langsung (Nur, 2000)


4.Materi Bilangan Berpangkat
a.Pangkat bulat positif
Definisi: Apabila n adalah sebuah bilangan bulat positif dan a bilangan real maka
didefinisikan sebagai perkalian n faktor yang masing-masing faktornya adalah a
(Noermandiri dan Sucipto, 2000:2).
Sifat-sifat bilangan dengan pangkat bulat positif (Noermandiri dan Sucipto: 2002:2-8)
a)Sifat 1
Jika m dan n adalah bilangan bulat positif dan a R, maka
b)Sifat 2
Jika a (a 0) dan m dan n adalah bilangan bulat positif, maka:
c)Sifat 3
Jika m dan n adalah bilangan bulat positif dan a R, maka
d)Sifat 4
Jika n adalah bilangan bulat positif dan a,b R, maka
e)Sifat 5
Jika n adalah bilangan bulat positif dan dan a,b R dan , maka
b.Pangkat 0 dan pangkat bulat negatif
Sifat-sifat bilangan dengan pangkat 0 dan pangkat bulat negatif
f)Sifat 6
Untuk setiap a bilangan real, dan a 0, maka berlaku
g)Sifat 7
Untuk setiap bilangan real a dan bilangan bulat n, berlaku:
.
c.Pangkat tak sebenarnya (Harta, 2005:95-107)
, bentuk dengan m,n bilangan bulat dan n 1, dinamakan bilangan bulat berpangkat tak
sebenarnya. Bilangan berpangkat tak sebenarnya adalah suatu bilangan yang bila ditarik
akarnya menghasilkan suatu bilangan bulat yang berpangkat pecahan. Untuk , maka = 0
asalkan m dan n positif.
d.Bilangan kuadrat sempurna
Bilangan kuadrat sempurna adalah suatu bilangan yang apabila ditarik akarnya
menghasilkan suatu bilangan bulat.
e.Operasi pangkat tak sebenarnya
Penyederhanaan bentuk akar
Untuk bilangan a dan b tidak negatif berlaku:
Perpangkatan dan perkalian bentuk akar
Untuk a bilangan rasional dan m,n dan k adalah bilangan bulat berlaku
Pembagian bentuk akar
Untuk b , a dan b bilangan tidak negatif, berlaku
dan
5. Hipotesis Penelitian Tindakan
Berdasarkan kajian teori di atas, maka dirumuskan hipotesis penelitian tindakan yaitu :

Melalui metode latihan berstruktur prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri
6 Kulisusu pada pokok bahasan Bilangan Berpangkat dapat ditingkatkan.
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 6 Kulisusu pada tanggal 7 April sampai dengan 12
Mei 2008 semester genap tahun pelajaran 2007/2008.
2 Faktor yang Diteliti
Ada beberapa faktor yang ingin diteliti untuk menjawab permasalahan yang telah
dikemukakan di atas. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a.Faktor siswa; untuk melihat prestasi belajar siswa dalam mempelajari matematika.
b.Faktor guru; untuk melihat bagaimana materi pelajaran dipersiapkan dan bagaimana
teknik guru dalam menerapkan model pembelajaran problem posing.
c.Faktor sumber belajar; untuk melihat apakah sumber pelajaran yang tersedia dapat
mendukung pelaksanaan model pembelajaran yang diterapkan.
3. Prosedur penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan dalam 3 (tiga) siklus, dimana tiaptiap siklus akan dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang dicapai pada faktor-faktor
yang diselidiki. Untuk dapat mengetahui prestasi siswa dalam belajar matematika, sebelum
diberikan tindakan, terlebih dahulu diberikan tes awal, sedangkan observasi adalah untuk
mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan
siswa dalam belajar matematika. Tiap siklus terdiri dari empat tahap kegiatan, yaitu
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi dan refleksi.
Secara rinci prosedur penelitian tindakan kelas ini dijabarkan sebagai berikut:
a.Perencanaan; kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini yaitu:
1)Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
2)Membuat lembar observasi,
3)Menyiapkan alat bantu mengajar yang diperlukan dalam rangka membantu siswa
memahami konsep-konsep matematika yang baik.
4)Mendesain alat evaluasi untuk melihat apakah materi matematika telah dikuasai oleh
siswa.
5)Menyiapkan jurnal untuk refleksi diri.
b.Pelaksanaan tindakan; kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah melaksanakan
skenario pembelajaran yang termuat dalam RPP yang telah dibuat. Adapun langkah-langkah
pelaksanaan tindakan adalah sebagai berikut:
a.Siklus I
1) Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan selama perencanaan tindakan kelas dengan menerapkan metode
latihan berstruktur dan pengajaran langsung pada siklus I yaitu:
a)Mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam kelas
b)Menganalisis dan merumuskan masalah yang terjadi untuk dibenahi dalam pelaksanaan
tindakan
c)Merencanakan perbaikan atau perencanaan tindakan
2). Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan tindakan atau pelaksanaan perbaikan mencakup 2 (dua) tahap yakni sebagai
berikut

a)Menyiapkan pelaksanaan tindakan yang terdiri dari beberapa langkah yaitu: (1) membuat
rencana pembelajaran beserta skenario tindakan yang akan dilaksanakan, (2) menyiapkan
fasilitas atau sarana pendukung yang diperlukan (3) menyiapkan cara mengambil dan
menganalisis data yang berkaitan dengan proses dan hasil perbaikan, dan (4) peneliti
menetapkan keyakinan untuk melaksanakan dan berkolaborasi dengan guru bidang studi
Matematika dalam melakukan tindakan perbaikan.
b)Melaksanakan tindakan dengan menerapkan secara terpadu metode latihan berstruktur
pada materi pokok bilangan berpangkat (RPP 1 dan RPP 2).
3). Observasi
Pada tahap ini akan dilakukan observasi terhadap pelaksanakan tindakan melalui penerapan
secara terpadu metode latihan berstruktur apakah sudah sesuai dengan skenario
pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Di samping itu juga akan dilakukan evaluasi
terhadap daya serap siswa terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan pada materi
pokok bilangan berpangkat (RPP1 dan RPP2). Hasil yang didapatkan pada
observasi/evaluasi selanjutnya akan dijadikan sebagai bahan refleksi untuk melakukan
perbaikan pada tindakan selanjutnya.
4). Refleksi dan tindak lanjut
Data-data yang diperoleh melalui observasi/evaluasi akan dikumpul dan dianalisis.
Berdasarkan hasil observasi tersebut dapat dilakukan kegiatan yaitu :
a)Mengkaji perubahan-perubahan aktivitas dan hasil belajar yang telah diperoleh siswa
setiap individu
b)Melakukan analisis tentang tindakan yang telah diberikan, baik keunggulan maupun
kelemahan/kegagalannya
c)Menetapkan metode/strategi rencana perbaikan pada siklus selanjutnya
d)Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas adalah bila nilai yang dicapai siswa secara
individu 6,5 dan secara kelompok 7,5
(Usman, 1993:96).
b. Siklus 2
1) Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan selama perencanaan pada siklus 2 adalah:
a)peneliti menetapkan/merumuskan kelebihan dan kekurangan yang telah dicapai dalam
siklus 1
b)peneliti meninjau/merevisi kembali Rencana pelaksanaan pembelajaran pada RPP 1 dan
RPP 2.
2)Pelaksanaan Tindakan
Melaksanakan pembelajaran dengan melaksanakan secara terpadu metode latihan
berstruktur pada materi pokok bilangan berpangkat dan bentuk akar (RPP 3 dan RPP 4).
3)Observasi/Evaluasi
Pada tahap ini akan dilakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan melalui penerapan
secara terpadu metode latihan berstruktur apakah sudah sesuai dengan skenario
pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Disamping itu juga akan dilakukan evaluasi
terhadap daya serap siswa terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan pada materi
bilangan berpangkat dan bentuk akar (RPP 3 dan RPP 4). Hasil yang didapatkan pada
observasi/evaluasi selanjutnya akan dijadikan sebagai bahan refleksi untuk melakukan
perbaikan pada tindakan selanjutnya.
4)Refleksi

Data-data yang diperoleh melalui observasi/evaluasi dikumpul dan dianalisis. Berdasarkan


hasil observasi tersebut dapat dilakukan kegiatan yaitu :
a)Mengkaji perubahan-perubahan aktivitas dan hasil belajar yang telah diperoleh siswa
setiap individu
b)Melakukan analisis tentang tindakan yang telah diberikan, baik keunggulan maupun
kelemahan/kegagalannya
c)Menetapkan metode/strategi rencana perbaikan pada siklus selanjutnya
d)Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas adalah bila nilai yang dicapai siswa secara
individu 6,5 dan secara kelompok 7,5
(Usman, 1993:96).
c. Siklus 3
1) Perencanaan
Kegiatan yang akan dilakukan selama perencanaan pada siklus 3 adalah:
a)peneliti menetapkan/merumuskan kelebihan dan kekurangan yang telah dicapai dalam
siklus 2
c)peneliti meninjau/merevisi kembali Rencana pelasanaan pembelajaran pada RPP 3 dan
RPP 4
2)Pelaksanaan Tindakan
Melaksanakan pembelajaran dengan melaksanakan secara terpadu metode latihan
berstruktur pada materi pokok bilangan berpangkat dan bentuk akar (RPP 5 dan RPP 6).
3)Observasi/Evaluasi
Pada tahap ini akan dilakukan observasi terhadap pelaksanakan tindakan melalui penerapan
secara terpadu metode latihan berstruktur apakah sudah sesuai dengan skenario
pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Disamping itu juga akan dilakukan evaluasi
terhadap daya serap siswa terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan pada materi
pokok bilangan berpangkat (RPP 5 dan RPP 6). Hasil yang didapatkan pada
observasi/evaluasi selanjutnya akan dijadikan sebagai bahan refleksi untuk melakukan
perbaikan pada tindakan selanjutnya.
4)Refleksi
Data-data yang diperoleh melalui observasi/evaluasi dikumpul dan dianalisis. Berdasarkan
hasil observasi tersebut dapat dilakukan kegiatan yaitu :
a) Mengkaji perubahan-perubahan aktivitas dan hasil belajar yang telah diperoleh siswa
setiap individu
b) Melakukan analisis tentang tindakan yang telah diberikan, baik keunggulan maupun
kelemahan/kegagalannya
c) Menetapkan metode/strategi rencana perbaikan pada siklus selanjutnya
d) Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas adalah bila nilai yang dicapai siswa
secara individu 65 dan secara kelompok 75
(Usman, 1993:96).
4. Model penelitian tindakan kelas

Gambar 1. Desain penelitian tindakan kelas (Jatmika, 2003: 9)


5. Cara pengambilan data
a.Sumber data dalam penelitian ini meliputi data dari siswa, guru, dan proses pembelajaran
b.Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif.
Data kualitatif meliputi: (a) aktivitas siswa selama proses pembelajaran, (b) pengelolaan
pengajaran guru selama proses pembelajaran. Data kuantitatif adalah data hasil prestasi
belajar siswa pada materi pokok bilangan berpangkat yang meliputi nilai pretest, nilai hasil
belajar siklus 1, siklus 2, dan siklus 3 serta nilai posttest
c.Cara pengambilan data dilakukan melalui: (a) untuk data aktivitas siswa diperoleh dengan
menggunakan lembar observasi aktivitas siswa mengikuti pembelajaran, (b) data
pengelolaan pengajaran oleh guru diperoleh dengan menggunakan lembar observasi
terhadap pengelolaan pengajaran dan (c) data prestasi belajar siswa diperoleh melalui
pretest, tes siklus 1, siklus 2 dan siklus 3 serta posttest
6. Teknik analisis data
Data-data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif yang
dimaksudkan untuk memberikan gambaran distribusi hasil belajar Matematika yang
diajarkan dengan penerapan metode latihan berstruktur baik melalui tes setiap siklusnya,
pretest, maupun posttest. Adapun rumus yang digunakan yaitu:
a.Penilaian hasil tes
Rentang nilai yang akan digunakan untuk tes obyektif dalam penelitian ini adalah 0 sampai
dengan 100, maka penilaian dilakukan dengan menggunakan rumus:
(Usman, 1993:136)

Menentukan nilai rata-rata


(Sudjana, 1986:67)

Dengan = Nilai rata-rata


= Nilai tiap-tiap siswa
n = Jumlah siswa
b.Standar deviasi
(Sudjana, 1986:95)
c.Menghitung Persentase siswa yang gagal dalam mengikuti tes
(Usman, 1993:139)
d.Menentukan persentase peningkatan hasil belajar setelah diberikan pengajaran dengan
penerapan secara terpadu metode latihan berstruktur menggunakan rumus :
(Rusel, 1974: 23)
Dengan : P = Persentase peningkatan hasil belajar
Ni = Nilai siswa setelah diberikan pengajaran dengan penerapan secara terpadu metode
latihan berstruktur
Nf = Nilai siswa sebelum diberikan pengajaran dengan penerapan secara terpadu metode
latihan berstruktur
e.Menentukan persentase rata-rata peningkatan hasil belajar setelah diberikan pengajaran
dengan penerapan secara terpadu metode latihan berstruktur menggunakan rumus :
(Rusel, 1974: 94)
BAB IV
DATA HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Data Hasil Penelitian
Data hasil belajar siswa dapat disajikan dalam tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1. Data hasil belajar matematika pada pokok bahasan bilangan berpangkat
No Urut
Kode Siswa
Tes Awal
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Tes Akhir

Skor
Nilai
Skor
Nilai
Skor
Nilai

Skor
Nilai
Skor
Nilai
1
AA
7
23.33
4
33.33
7
58.33
7
58.33
20
66.67
2
AE
12
40.00
8
66.67
9
75.00
9
75.00
22
73.33
3
DE
11
36.67
7
58.33
7
58.33
9
75.00
24
80.00
4
FR
10
33.33
6
50.00

8
66.67
8
66.67
20
66.67
5
BR
6
20.00
8
66.67
8
66.67
9
75.00
24
80.00
6
AR
6
20.00
9
75.00
8
66.67
9
75.00
23
76.67
7
AS
7
23.33
6
50.00
7
58.33
8
66.67
17
56.67
8
EB
11
36.67

7
58.33
8
66.67
9
75.00
23
76.67
9
ER
11
36.67
8
66.67
9
75.00
9
75.00
26
86.67
10
EK
14
46.67
6
50.00
7
58.33
7
58.33
17
56.67
11
EV
8
26.67
6
50.00
7
58.33
8
66.67
23
76.67
12
FI

8
26.67
9
75.00
9
75.00
10
83.33
26
86.67
13
HE
11
36.67
8
66.67
10
83.33
9
75.00
26
86.67
14
IR
9
30.00
8
66.67
9
75.00
9
75.00
25
83.33
15
BO
11
36.67
8
66.67
7
58.33
9
75.00
22
73.33

16
AL
12
40.00
9
75.00
10
83.33
11
91.67
27
90.00
17
ASR
7
23.33
7
58.33
7
58.33
8
66.67
20
66.67
18
AL
8
26.67
8
66.67
9
75.00
9
75.00
24
80.00
19
SAM
8
26.67
7
58.33
7
58.33
9
75.00

21
70.00
20
SY
7
23.33
6
50.00
6
50.00
10
83.33
25
83.33
21
NA
5
16.67
4
33.33
6
50.00
7
58.33
17
56.67
22
NI
8
26.67
7
58.33
9
75.00
10
83.33
25
83.33
23
NO
9
30.00
6
50.00
8
66.67

9
75.00
21
70.00
24
RA
10
33.33
6
50.00
7
58.33
8
66.67
22
73.33
25
SAM
8
26.67
7
58.33
6
50.00
9
75.00
27
90.00
26
SAN
7
23.33
7
58.33
7
58.33
8
66.67
21
70.00
27
SAR
9
30.00
8
66.67

9
75.00
10
83.33
26
86.67
28
SRF
11
36.67
7
58.33
7
58.33
9
75.00
25
83.33
29
SEP
11
36.67
8
66.67
7
58.33
9
75.00
18
60.00
30
SRI
10
33.33
7
58.33
8
66.67
8
66.67
20
66.67
31
SYU
11
36.67

4
33.33
6
50.00
9
75.00
26
86.67
32
TON
8
26.67
8
66.67
7
58.33
8
66.67
20
66.67
33
DA
9
30.00
7
58.33
10
83.33
9
75.00
23
76.67
34
NIT
10
33.33
9
75.00
9
75.00
8
66.67
23
76.67
35
RAH

9
30.00
7
58.33
7
58.33
8
66.67
21
70.00
36
NUR
10
33.33
7
58.33
8
66.67
7
58.33
20
66.67
Rata-rata
30.46
58.80
64.81
72.22
75.00
Nilai Minimum
16.67
33.33
50.00
58.33
56.67
Nilai Maksimum
46.67
75.00

83.33
91.67
90.00
Standar Deviasi
6.67
10.90
9.782
7.715
9.644
Varian
44.54
118.8
95.68
59.52
93.02
Data diatas selanjutnya diklasifikasikan kedalam 5 kategori ( sangat rendah (SR), Rendah
(R), Sedang (S), tinggi (T) dan Sangat Tinggi (ST)) yang disajikan dalam tabel 4.2
Tabel 4.2 Pengkategorian Hasil Belajar Matematika
No Urut
Kode Siswa
Tes Awal
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Tes Akhir

N
K
N
K
N
K
N

K
N
K
1
AA
23.33
SR
33.33
SR
58.33
S
58.33
S
66.67
T
2
AE
40.00
R
66.67
T
75.00
T
75.00
T
73.33
T
3
DE
36.67
SR
58.33
S
58.33
S
75.00
T
80.00
T
4
FR
33.33
SR
50.00
R
66.67

T
66.67
T
66.67
T
5
BR
20.00
SR
66.67
T
66.67
T
75.00
T
80.00
T
6
AR
20.00
SR
75.00
T
66.67
T
75.00
T
76.67
T
7
AS
23.33
SR
50.00
R
58.33
S
66.67
T
56.67
S
8
EB
36.67
SR
58.33

S
66.67
T
75.00
T
76.67
T
9
ER
36.67
SR
66.67
T
75.00
T
75.00
T
86.67
ST
10
EK
46.67
R
50.00
R
58.33
S
58.33
S
56.67
S
11
EV
26.67
SR
50.00
R
58.33
S
66.67
T
76.67
T
12
FI
26.67

SR
75.00
T
75.00
T
83.33
T
86.67
ST
13
HE
36.67
SR
66.67
T
83.33
T
75.00
T
86.67
ST
14
IR
30.00
SR
66.67
T
75.00
T
75.00
T
83.33
T
15
BO
36.67
SR
66.67
T
58.33
S
75.00
T
73.33
T
16

AL
40.00
R
75.00
T
83.33
T
91.67
ST
90.00
ST
17
ASR
23.33
SR
58.33
S
58.33
S
66.67
T
66.67
T
18
AL
26.67
SR
66.67
T
75.00
T
75.00
T
80.00
T
19
SAM
26.67
SR
58.33
S
58.33
S
75.00
T
70.00

T
20
SY
23.33
SR
50.00
R
50.00
R
83.33
T
83.33
T
21
NA
16.67
SR
33.33
SR
50.00
R
58.33
S
56.67
S
22
NI
26.67
SR
58.33
S
75.00
T
83.33
T
83.33
T
23
NO
30.00
SR
50.00
R
66.67
T
75.00

T
70.00
T
24
RA
33.33
SR
50.00
R
58.33
S
66.67
T
73.33
T
25
SAM
26.67
SR
58.33
S
50.00
R
75.00
T
90.00
ST
26
SAN
23.33
SR
58.33
S
58.33
S
66.67
T
70.00
T
27
SAR
30.00
SR
66.67
T
75.00

T
83.33
T
86.67
ST
28
SRF
36.67
SR
58.33
S
58.33
S
75.00
T
83.33
T
29
SEP
36.67
SR
66.67
T
58.33
S
75.00
T
60.00
S
30
SRI
33.33
SR
58.33
S
66.67
T
66.67
T
66.67
T
31
SYU
36.67
SR
33.33

SR
50.00
R
75.00
T
86.67
ST
32
TON
26.67
SR
66.67
T
58.33
S
66.67
T
66.67
T
33
DA
30.00
SR
58.33
S
83.33
T
75.00
T
76.67
T
34
NIT
33.33
SR
75.00
T
75.00
T
66.67
T
76.67
T
35
RAH
30.00

SR
58.33
S
58.33
S
66.67
T
70.00
T
36
NUR
33.33
SR
58.33
S
66.67
T
58.33
S
66.67
T
Keterangan:
N = Nilai
K = Kategori
SR = Sangat rendah
R = rendah
S = Sedang
T = Tinggi
ST = Sangat tinggi
Selanjutnya pengkategorian hasil belajar direkapitulasi pada tabel 4.3
Tabel 4.3 Rekapitulasi Pengkategorian Hasil Belajar Matematika
No
Interval
Kategori
Tes Awal
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Tes Akhir

f
P (%)
f

P (%)
f
P (%)
f
P (%)
f
P (%)
1
0 - 39,9
SR
33
91.67
3
8.33
0
0.00
0
0.00
0
0.00
2
40 - 54,9
R
3
8.33
7
19.44
4
11.11
0
0.00
0
0.00
3
55 - 65,9
S
0
0.00
12
33.33
14
38.89
4
11.11
4
11.11

4
66 - 84,9
T
0
0.00
14
38.89
18
50.00
31
86.11
25
69.44
5
85 - 100
ST
0
0.00
0
0.00
0
0.00
1
2.78
7
19.44
Jumlah
36
100.00
36
100.00
36
100.00
36
100.00
36
100.00
Keterangan: f = frekuensi; P = persentase
Dengan menerapkan syarat ketuntasan individual dengan nilai 65 dan ketuntasan klasikal
dengan nilai 75%, maka diperoleh data ketuntasan hasil belajar siswa mulai dari tes awal
sampai dengan tes akhir seperti disajikan pada tabel 5.4 berikut:

Tabel 4.5 Data Ketuntasan Belajar Siswa


No Urut
Kode Siswa
Tes Awal
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Tes Akhir

N
K
N
K
N
K
N
K
N
K
1
AA
23.33
BT
33.33
BT
58.33
BT
58.33
BT
66.67
T
2
AE
40.00
BT
66.67
T
75.00
T
75.00
T
73.33
T
3
DE

36.67
BT
58.33
BT
58.33
BT
75.00
T
80.00
T
4
FR
33.33
BT
50.00
BT
66.67
T
66.67
T
66.67
T
5
BR
20.00
BT
66.67
T
66.67
T
75.00
T
80.00
T
6
AR
20.00
BT
75.00
T
66.67
T
75.00
T
76.67
T

7
AS
23.33
BT
50.00
BT
58.33
BT
66.67
T
56.67
BT
8
EB
36.67
BT
58.33
BT
66.67
T
75.00
T
76.67
T
9
ER
36.67
BT
66.67
T
75.00
T
75.00
T
86.67
T
10
EK
46.67
BT
50.00
BT
58.33
BT
58.33
BT

56.67
BT
11
EV
26.67
BT
50.00
BT
58.33
BT
66.67
T
76.67
T
12
FI
26.67
BT
75.00
T
75.00
T
83.33
T
86.67
T
13
HE
36.67
BT
66.67
T
83.33
T
75.00
T
86.67
T
14
IR
30.00
BT
66.67
T
75.00
T

75.00
T
83.33
T
15
BO
36.67
BT
66.67
T
58.33
BT
75.00
T
73.33
T
16
AL
40.00
BT
75.00
T
83.33
T
91.67
T
90.00
T
17
ASR
23.33
BT
58.33
BT
58.33
BT
66.67
T
66.67
T
18
AL
26.67
BT
66.67
T

75.00
T
75.00
T
80.00
T
19
SAM
26.67
BT
58.33
BT
58.33
BT
75.00
T
70.00
T
20
SY
23.33
BT
50.00
BT
50.00
BT
83.33
T
83.33
T
21
NA
16.67
BT
33.33
BT
50.00
BT
58.33
BT
56.67
BT
22
NI
26.67
BT

58.33
BT
75.00
T
83.33
T
83.33
T
23
NO
30.00
BT
50.00
BT
66.67
T
75.00
T
70.00
T
24
RA
33.33
BT
50.00
BT
58.33
BT
66.67
T
73.33
T
25
SAM
26.67
BT
58.33
BT
50.00
BT
75.00
T
90.00
T
26
SAN

23.33
BT
58.33
BT
58.33
BT
66.67
T
70.00
T
27
SAR
30.00
BT
66.67
T
75.00
T
83.33
T
86.67
T
28
SRF
36.67
BT
58.33
BT
58.33
BT
75.00
T
83.33
T
29
SEP
36.67
BT
66.67
T
58.33
BT
75.00
T
60.00
BT

30
SRI
33.33
BT
58.33
BT
66.67
T
66.67
T
66.67
T
31
SYU
36.67
BT
33.33
BT
50.00
BT
75.00
T
86.67
T
32
TON
26.67
BT
66.67
T
58.33
BT
66.67
T
66.67
T
33
DA
30.00
BT
58.33
BT
83.33
T
75.00
T

76.67
T
34
NIT
33.33
BT
75.00
T
75.00
T
66.67
T
76.67
T
35
RAH
30.00
BT
58.33
BT
58.33
BT
66.67
T
70.00
T
36
NUR
33.33
BT
58.33
BT
66.67
T
58.33
BT
66.67
T

0
14
18

32
32

0
38.89
50.00
88.89
88.89

36
22
36
18
36
4
36
4
Selain data-data diatas, masih ada lagi data yaitu data tentang peningkatan hasil belajar
dari siklus ke siklus maupun dari tes awal ke tes akhir seperti disajikan pada tabel 4.5
berikut:
Tabel 4.5. Peningkatan Hasil Belajar Siswa
No Urut
Kode Siswa
Peningkatan dari

S - 1 ke S - 2
S - 2 ke S - 3
Tes awal Ke Tes Akhir

N1
N2
P12
N2
N3
P23

N. awal
N. Akhir
Peningkatan
1
AA
33.33
58.33
75.00
58.33
58.33
0.00
23.33
66.67
185.71
2
AE
66.67
75.00
12.50
75.00
75.00
0.00
40.00
73.33
83.33
3
DE
58.33
75.00
28.57
58.33
75.00
28.57
36.67
80.00
118.18
4
FR
50.00
66.67
33.33
66.67
66.67
0.00
33.33
66.67

100.00
5
BR
66.67
75.00
12.50
66.67
75.00
12.50
20.00
80.00
300.00
6
AR
75.00
75.00
0.00
66.67
75.00
12.50
20.00
76.67
283.33
7
AS
50.00
66.67
33.33
58.33
66.67
14.29
23.33
56.67
142.86
8
EB
58.33
75.00
28.57
66.67
75.00
12.50
36.67
76.67
109.09
9

ER
66.67
75.00
12.50
75.00
75.00
0.00
36.67
86.67
136.36
10
EK
50.00
58.33
16.67
58.33
58.33
0.00
46.67
56.67
21.43
11
EV
50.00
66.67
33.33
58.33
66.67
14.29
26.67
76.67
187.50
12
FI
75.00
83.33
11.11
75.00
83.33
11.11
26.67
86.67
225.00
13
HE
66.67

75.00
12.50
83.33
75.00
-10.00
36.67
86.67
136.36
14
IR
66.67
75.00
12.50
75.00
75.00
0.00
30.00
83.33
177.78
15
BO
66.67
75.00
12.50
58.33
75.00
28.57
36.67
73.33
100.00
16
AL
75.00
91.67
22.22
83.33
91.67
10.00
40.00
90.00
125.00
17
ASR
58.33
66.67
14.29

58.33
66.67
14.29
23.33
66.67
185.71
18
AL
66.67
75.00
12.50
75.00
75.00
0.00
26.67
80.00
200.00
19
SAM
58.33
75.00
28.57
58.33
75.00
28.57
26.67
70.00
162.50
20
SY
50.00
83.33
66.67
50.00
83.33
66.67
23.33
83.33
257.14
21
NA
33.33
58.33
75.00
50.00
58.33

16.67
16.67
56.67
240.00
22
NI
58.33
83.33
42.86
75.00
83.33
11.11
26.67
83.33
212.50
23
NO
50.00
75.00
50.00
66.67
75.00
12.50
30.00
70.00
133.33
24
RA
50.00
66.67
33.33
58.33
66.67
14.29
33.33
73.33
120.00
25
SAM
58.33
75.00
28.57
50.00
75.00
50.00
26.67

90.00
237.50
26
SAN
58.33
66.67
14.29
58.33
66.67
14.29
23.33
70.00
200.00
27
SAR
66.67
83.33
25.00
75.00
83.33
11.11
30.00
86.67
188.89
28
SRF
58.33
75.00
28.57
58.33
75.00
28.57
36.67
83.33
127.27
29
SEP
66.67
75.00
12.50
58.33
75.00
28.57
36.67
60.00
63.64

30
SRI
58.33
66.67
14.29
66.67
66.67
0.00
33.33
66.67
100.00
31
SYU
33.33
75.00
125.00
50.00
75.00
50.00
36.67
86.67
136.36
32
TON
66.67
66.67
0.00
58.33
66.67
14.29
26.67
66.67
150.00
33
DA
58.33
75.00
28.57
83.33
75.00
-10.00
30.00
76.67
155.56
34
NIT

75.00
66.67
-11.11
75.00
66.67
-11.11
33.33
76.67
130.00
35
RAH
58.33
66.67
14.29
58.33
66.67
14.29
30.00
70.00
133.33
36
NUR
58.33
58.33
0.00
66.67
58.33
-12.50
33.33
66.67
100.00
Rata-Rata
58.80
72.22
26.68
64.81
72.22
13.22
30.46
75.00
157.38

Keterangan:
N1 = nilai siklus 1
P12 = Peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2

N2 = Nilai siklus 2
P23 = Peningkatan dari siklus 2 ke siklus 3

N3 = Nilai Siklus 3

B.Deskriptif Hasil Penelitian


1.Deskriptif nilai tes awal
Dari hasil tes yang telah dilakukan sebelum pembelajaran dengan menerapkan metode
latihan berstruktur dapat diperoleh nilai minimum 16,17; nilai maksimum 46,67; rata-rata
30,46; standar deviasi 6,67 dan varian 44,54. hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel
4.1. Sedangkan berdasarkan hasil pengkategorian dari nilai tes awal yang diperoleh siswa
dapat disajikan pada gambar 4.1 berikut ini.
Gambar 4.1 Deskripsi hasil belajar siswa sebelum menerapkan metode latihan berstruktur
(tes awal).
2.Deskripsi Aktifitas Siswa dan Hasil Belajar Siswa
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap nilai perolehan siswa pada tiap siklusnya, diperoleh
gambaran bahwa pada siklus I dengan menerapkan metode latihan berstruktur dapat
diperoleh nilai minimum 33,33; nilai maksimum 75,00; rata-rata 58,80 standar deviasi 10,9
dan varian 118,8. Dari hasil pengkategorian nilai sebagaimana disajikan pada tabel 4.3
diperoleh nilaik formatif siswa bila digambarkan peningkatannya seperti pada gambar 4.2
berikut.
Gambar 4.2 Deskripsi Pengkategorian Nilai Formatif Siswa Melalui Metode Latihan
Berstruktur

Pada siklus I dijumpai 14 dari 36 siswa dinyatakan telah mencapai ketuntasan hasil belajar
secara individual, sedangkan secara klasikal ketuntasan belajar hanya mencapai 38,89%.
Hal ini menunjukkan bahwa siklus I belum dinyatakan tuntas secara klasikal. Oleh karena
itu dilanjutkan pada siklus berikutnya (siklus II). Hal ini terjadi karena metode latihan
berstruktur merupakan metode pembelajaran baru bagi mereka.
Pada siklus II dijumpai 18 dari 36 orang telah mencapai ketuntasan belajar secara
individual, sedangkan secara klasikal ketuntasan belajar hanya mencapai 50%. Ini berarti
siklus II belum dinyatakan tuntas secara klasikal. Oleh karena itu perlu dilanjutkan lagi pada
siklus berikutnya (Siklus III), tetapi meskipun demikian telah terlihat adanya peningkatan
ketuntasan belajar baik secara individu maupun secara klasikal hanya saja hasilnya belum
memuaskan. Pada siklus III dijumpai 32 dari 36 orang telah mencapai ketuntasan belajar
secara individual, sedangkan secara klasikal ketuntasan belajar telah mencapai 88,89%. Hal
ini berarti sampai pada siklus III siswa dapat dinyatakan tuntas secara klasikal dalam
pembelajaran.
3.Deskripsi Nilai Akhir
Dari hasil tes yang telah dilakukan sesudah pembelajaran dengan menerapkan metode
latihan berstruktur (Tes Akhir) dapat diperoleh nilai minimum 58,33; nilai maksimum 91,67;
rata-rata 72,22; standar deviasi 7,71 dan varian 59,52. Hasil selengkapnya dapat dilihat
pada 4.1, sedangkan berdasarkan hasil pengkategorian dari nilai tes akhir yang diperoleh
siswa dapat disajikan pada gambar 4.3 berikut.
Gambar 4.3. Deskripsi hasil belajar siswa sesudah menerapkan metode latihan berstruktur
(Tes Akhir)
Secara grafik perbandingan antara nilai perolehan hasil belajar siswa sebelum (Tes Awal)
dan sesudah (Tes Akhir) pembelajaran dengan menerapkan metode latihan berstruktur
dapat dilihat pada gambar 4.4 berikut.

Gambar 4.4. Deskripsi Perbandingan Hasil Belajar Siswa Sebelum Dan Sesudah
Pembelajaran Dengan Menerapkan Metode Latihan Berstruktur
C.Hasil Pelaksanaan Tindakan
1.Pendahuluan
Sebelum melakukan tindakan dalam penelitian ini, peneliti melakukan pertemuan awal
dengan guru-guru matematika kelas VIII SMP Negeri 6 Kulisusu. Pada pertemuan tersebut
peneliti melakukan wawancara singkat terhadap guru untuk mengetahui sejauh mana
pengalaman dalam melaksanakan pengajaran matematika di kelas VIII, serta untuk
mengetahui model pembelajaran yang digunakan. Dari hasil wawancara tersebut peneliti
memperoleh informasi bahwa prestasi belajar siswa masih rendah, hal ini dapat dilihat dari
nilai rata-rata UAN matematika mereka masih rendah yaitu 5,0. Selain wawancara yang
dilakukan dengan guru, maka peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa siswa
mereka menyatakan bahwa mereka merasa kurang semangat dalam belajar.
Melihat kondisi tersebut, maka kami sebagai peneliti mengadakan observasi awal terhadap
proses pembelajaran di sekolah pada tanggal 21 Februari 2008. Dari observasi tersebut
peneliti memperoleh beberapa informasi baik dari pihak siswa, pihak guru maupun melalui

pengamatan langsung bahwa:


1)Metode mengajar guru monoton yaitu metode ceramah, sehingga siswa merasa bosan
dengan metode tersebut secara terus menerus.
2)Siswa kurang aktif dalam pembelajaran, mereka hanya berlaku sebagai pendengar dan
pasif ketika guru mengajar, kemudian mereka mencatat apa yang ditulis oleh guru di papan
tulis.
3)Guru tidak menanyakan atau berusaha mengetahui kelemahan siswa dalam
pembelajaran, guru juga tidak memantau satu persatu ketika guru memberi latihan kepada
siswa, sehingga tidak diketahui perkembangan siswa, apa sudah mengerti atau belum.
4)Siswa juga tidak atau engan bertanya kepada guru tentang hal-hal yang tidak dimengerti
dalam pembelajaran.
5)Guru dalam mengajar tidak membimbing siswa secara terstruktur seperti pada pemberian
contoh, tidak difariasikan menurut tingkat kesulitannya.
6)Siswa kurang mengerti dalam pembelajaran yang pada akhirnya siswa kurang berminat
dalam belajar.
Melihat kondisi tersebut, maka peneliti mencoba menawarkan suatu metode pembelajaran
baru, yaitu metode latihan berstruktur untuk diterapkan di kelas tersebut. Selanjutnya
memberikan informasi tentang tujuan dan prosedur penelitian yang akan dilakukan
sekaligus merencanakan waktu pelaksanaan tindakan dan kelas yang akan dijadikan subjek
penelitian adalah kelas VIII2.
Kelas VIII selanjutnya diberikan tes awal. Tes ini dimaksudkan untuk memperoleh skor awal
yang merupakan gambaran kemampuan awal siswa. Hasil tes ini juga akan dijadikan acuan
apakah kemampuan siswa dalam memahami bilangan berpangkat dapat ditingkatkan
dengan menggunakan metode latihan berstruktur. Format tes awal dapat di lihat pada
lampiran.. Dari hasil tes awal tersebut diperoleh pemahaman siswa secara klasikal
belum ada yang tuntas, bahkan nilai maksimum yang dapat dijangkau oleh siswa adalah
46,67 untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel 41. Data hasil belajar matematika pada
pokok bahasan bilangan berpangkat halaman 27. Hal ini menggambarkan kemampuan
mereka masih rendah dalam memahami pokok bahasan bilangan berpangkat.
Selanjutnya peneliti menyusun rencana pembelajaran untuk penelitian ini. Rencana
pembelajaran ini disusun sendiri oleh peneliti sesuai dengan rancangan metode latihan
berstruktur. Guru memberikan masukan-masukan dan perbaikan seperlunya. Setelah itu
rencana pembelajaran tersebut diberikan kepada guru yang mengajar di kelas VIII2 untuk
dipelajari dan di gunakan dalam pembelajaran pada tiap siklusnya.
2.Tahap Tindakan
a.siklus I
1)Perencanaan
Sesuai dengan rincian prosedur penelitian pada siklus I, pembelajaran dilakukan dua kali
pertemuan tiap siklus (1 kali pertemuan 2 x 40 menit) dengan materi bilangan berpangkat
dan metode yang digunakan metode latihan berstruktur. Sub pokok bahasan yang akan
diajarkan dalam siklus I menurut RPP adalah pengertian bilangan berpangkat, pangkat
bilangan bulat positif, bulat negatif dan nol.
Rancangan tindakan pada siklus I ini disusun sebagai berikut:
a)Guru melakukan pembelajaran berdasarkan RPP yang telah dibuat dan metode latihan
berstruktur dengan memperhatikan hal-hal berikut:
Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan menyampaikan motivasi, menyampaikan

indikator pencapaian hasil belajar dan mengingatkan kembali kepada siswa tentang materi
prasyarat yang harus dimiliki oleh siswa.
Guru mendemosntrasikan materi pelajaran tahap demi tahap beserta contohnya
Guru memberikan latihan berstruktur dan membimbing siswa dalam mengerjakan soal-soal
latihan secara terstruktur.
Guru mengecek apakah siswa telah berhasil mengerjakan tugas dengan benar, memberikan
umpan balik dan mengarahkan siswa pada jawaban yang benar.
Guru memberikan soal-soal latihan lanjutan (soal-soal yang lebih kompleks) kepada siswa
Guru mengecek apakah siswa telah berhasil mengerjakan soal-soal lanjutan dengan benar,
membimbing dan mengarahkan mereka pada jawaban yang benar.
Guru menekankan kembali pada point-point penting yang perlu diingat oleh siswa,
memberikan PR dan menutup pelajaran.
Bagaimana guru mengelola ruangan dan mengatur waktu dalam pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada RPP yang dibuat pada lampiran ..
b)Selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti mengobservasi proses pembelajaran
c)Untuk mengetahui hasil belajar sesuai dengan kemampuan siswa yang sesungguhnya,
maka guru melaksanakan tes akhir siklus I
2)Pelaksanaan Tindakan
Siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan disesuaikan dengan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang telah disusun dan diakhiri dengan tes akhir siklus I. Sub pokok bahasan
yang dipelajari dalam siklus I ini tentang pengertian bilangan berpangkat, pangkat bulat
positif, bulat negatif dan nol.
Langkah-langkah pembelajaran yang dalam siklus I adalah:
a)Kegiatan pendahuluan yang meliputi guru memberikan motivasi, menyampaikan indikator
pembelajaran dan mengingatkan siswa pada materi prasyarat dari pokok bahasan bilangan
berpangkat dan menyampaikan metode pembelajaran yang akan digunakan yaitu latihan
berstruktur.
b)Kegiatan inti yang meliputi: guru mendemonstrasikan materi pelajaran secara terstruktur,
mengecek apakah siswa telah berhasil mengerjakan tugas dengan benar, memberikan
umpan balik dan membimbing siswa pada jawaban yang benar, memberikan latihan
lanjutan (soal-soal yang lebih kompleks) pada siswa, dan mengecek apakah siswa telah
berhasil mengerjakan soal-soal lanjutan dengan benar, memberikan umpan balik dan
mengarahkan pada jawaban yang benar.
c)Kegiatan penutup, meliputi: guru mengingatkan kembali pada point-point penting pada
siswa, memberikan soal-soal PR kepada siswa dan menutup pelajaran.
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) siklus I dapat dilihat pada lampiran
3)Observasi
Hal-hal yang di observasi dalam proses pembelajaran antara lain sikap siswa selama
mengikuti pelajaran, keaktifan siswa, sikap dan cara guru dalam membawakan materi
pelajaran. Hasil observasi terhadap guru meliputi sebagai berikut:
a)Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan menyampaikan model pembelajaran yang
akan digunakan yaitu latihan berstruktur.
b)Guru lupa memberikan motivasi kepada siswa dan indikator pencapaian hasil belajar
disampaikan tetapi tidak terinci sehingga terkesan tidak jelas indikatornya
c)Guru mengingatkan kembali kepada siswa materi prasyarat, yaitu perkalian dan
pembagian bilangan tetapi tidak dijelaskan perkalian dan pembagian yang seperti apa.

d)Guru mendemostrasikan materi pengertian bilangan berpangkat, pangkat bulat positif,


bulat negatif dan nol dan memberikan contoh secara terstruktur namun masih terkesan
kaku dalam membawakannya.
e)Guru memberikan soal latihan (sederhana) tentang materi pelajaran, tetapi dalam
melakukan pembimbingan belum memadai karena masih kaku dalam mengelola kelas
dengan menggunakan metode berstruktur, guru hanya berkeliling memantau siswa bagian
depan dan belum nampak tahapannya.
f)Guru mempersilahkan kepada beberapa siswa pada masing-masing soal untuk
diselesaikan di papan tulis, kemudian mengoreksi dan memberikan umpan balik terhadap
soal-soal yang belum dijawab dengan benar.
g)Guru memberikan soal-soal latihan lanjutan (masalah yang lebih kompleks) kepada siswa
tentang bilangan berpangkat dan sifat-sifatnya.
h)Guru tidak sempat mengecek apakah siswa telah berhasil mengerjakan soal latihan soalsoal lanjutan karena waktunya sudah habis.
i)Guru tidak sempat lagi menekankan kembali tentang point-point penting yang perlu
diingat karena waktunya sudah habis.
j)Soal latihan lanjutan yang belum sempat diperiksa dalam pembelajaran dijadikan PR
k)Guru menutup pelajaran
l)Guru belum sepenuhnya menguasai kelas karena masih banyak siswa yang cerita
dibelakang, guru juga belum sepenuhnya mampu memanajemen waktu.
Untuk lebih jelasnya format observasi terhadap guru dapat dilihat pada lampiran ..
Adapun hasil observasi terhadap siswa adalah:
a)Hanya sebagian kecil siswa memperhatikan guru menyampaikan motivasi dan materi
prasyarat kepada mereka, sedangkan yang lain lebih asik dengan aktifitasnya masingmasing, ada yang cerita dengan teman sebangkunya, ada yang masih asik melihat gambar
di bukunya dan ada yang duduk santai dengan pandangan kosong yang belum
menunjukkan kesiapannya dalam belajar. Ada juga siswa yang masih keliaran.
b)Ketika guru menginformasikan kepada siswa bahwa guru akan menggunakan metode
mengajar yang baru kepada siswa, yaitu metode pembelajaran terstruktur, siswa mulai
berusaha memperhatikan tindakan yang akan dilakukan oleh guru. Siswa menjadi terfokus
pada aktifitas guru. Selanjutnya siswa memperhatikan guru mempresentasikan materi
pelajaran secara terstruktur, namun masih ada 5 orang yang masih sibuk cerita dibelakang.
Kemudian siswa mencatat apa yang telah dijelaskan oleh guru.
c)Siswa yang duduk pada deretan depan ketika diberikan soal-soal latihan mulai dari yang
mudah mereka mulai aktif mengerjakannya dengan pasangan sebangkunya, mereka sambil
meminta bimbingan guru yang berkeliling memantau mereka dari depan, namun siswasiswa yang duduk di bagian belakang belum menunjukkan sikap semangatnya dalam
belajar, diantara siswa ada berkeliaran mendekati temannya didepan dan ada juga siswa
setelah menulis soal membiarkannya begitu saja, ada juga yang tetap cerita dibelakang.
d)Siswa tidak langsung memperlihatkan hasil kerjanya kepada guru, mereka agak raguragu untuk memperlihatkan hasil kerjanya, namun setelah guru berkeliling melihat hasil
kerja siswa di tempat duduknya, siswa yang belum benar jawabannya diarahkan pada
jawaban yang benar siswa yang duduk bagian depan mulai aktif menunjukkan hasil
kerjanya pada guru. Setelah itu ada siswa yang mengerjakan soal-soal latihan di papan
tulis, tetapi ada juga siswa yang tetap cerita dibelakang. Suasana kelas masih kacau,
banyak yang keliaran dan ribut

e)Siswa yang duduk pada deretan depan tetap semangat menjawab soal-soal latihan
lanjutan yang diberikan oleh guru, namun siswa di bagian belakang tetap belum serius
menjawab soal-soal, mereka masih sibuk menulis jawaban latihan yang ditulis di papan
tulis, ada juga siswa yang asik cerita.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel format observasi terhadap siswa pada lampiran
.
4)Evaluasi
Setelah selesai materi tentang pengertian bilangan berpangkat, pangkat bulat positif, bulat
negatif dan nol selesai dipelajari oleh siswa, selanjutnya diberikan tes siklus I. Bentuk
soalnya tidak jauh berbeda dengan soal-soal latihan yang diberikan ketika pembelajaran,
lebih jelasnya soal-soal tes siklus I dapat dilihat pada lampiran
Hasil tes menunjukkan bahwa pemahaman siswa tentang arti bilangan berpangkat, pangkat
bulat positif, bulat negatif dan nol mengalami peningkatan dibanding pada hasil tes awal.
Pada tes awal siswa secara umum belum ada yang menguasai materi tentang bilangan
berpangkat sedangkan hasil tes siklus I menunjukkan 14 orang dari 36 siswa telah
menguasai pengertian bilangan berpangkat, pangkat bulat positif, bulat negatif dan nol atau
secara klasikal sekitar 38,89% siswa telah menguasai materi pelajaran, sedangkan pada tes
awal 0% siswa yang menguasai materi bilangan berpangkat. Ini menunjukkan adanya
peningkatan dalam hasil pembelajaran , namun hasilnya belum mencapai ketuntasan
belajar secara klasikal, olehnya itu dilanjutkan lagi pada siklus selanjutnya. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada lampiran pada Tabel 4.5 Data Ketuntasan Belajar Siswa pada
halaman..
5)Analisis dan refleksi
Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pada pelaksanaan tindakan siklus I, ada
beberapa kekurangan baik yang dilakukan oleh guru maupun oleh siswa. Kekurangan yang
dilakukan oleh guru antara lain:
a)Guru lupa menyampaikan motivasi terhadap siswa dan indikator yang disampaikan tidak
rinci sehingga tidak jelas apa yang hendak dicapai dalam pembelajaran tersebut.
b)Materi prasyarat yang disampaikan tidak jelas.
c)Guru masih kaku dalam mendemonstrasikan materi pelajaran.
d)Guru hanya memantau dan membimbing siswa yang duduk pada deretan depan
sedangkan di deretan belakang kurang mendapat perhatian sehingga mereka asyik dengan
aktivitasnya masing-masing.
e)Guru belum mampu memanagemen waktu sehingga ada tahapan pembelajaran yang
terlewati.
f)Guru belum sepenuhnya menguasai ruangan kelas, sehingga masih banyak siswa yang
ribut, keliaran dan tidak memperhatikan pelajaran.
Kekurangan yang dilakukan oleh siswa
a)Masih banyak siswa yang tidak memperhatikan guru menyampaikan motivasi, materi
prasyarat maupun materi pelajaran.
b)Masih ada siswa yang belum mempunyai kesadaran belajar, hal ini terlihat ketika
pembelajaran dimulai, masih ada yang ribut, keliaran, tidak memperhatikan pelajaran dan
ada juga yang cerita dengan temannya.
c)Masih ada siswa yang tidak berani menanyakan kesulitannya pada guru, bahkan kaku
ketika guru memperhatikannya dalam mengerjakan soal.
d)Masih banyak siswa yang belum berani menuliskan jawabannya di papan tulis, terbukti

tidak ada yang mengangkat tangan ketika dipersilahkan menuliskan jawabannya di papan
tulis, mereka mau kerja kecuali dipaksa oleh guru kedepan.
e)Masih ada kebiasaan mengerjakan tugas di sekolah, ada siswa yang menyelesaikan PR
nanti di sekolah, mencontohi pekerjaan temannya.
Hasil tes siklus I menunjukkan 14 orang dari 36 orang telah dinyatakan tuntas secara
individu, tetapi secara klasikal ketuntasan belajar 38,89% belum mencapai indikator kinerja
yang ditetapkan yaitu 75%.
Dari hasil analisis data dan refleksi di atas maka pada tindakan siklus I penerapan
pendekatan pembelajaran belum mencapai kondisi yang ditetapkan dalan indikator kinerja
sehingga penelitian ini dilanjutkan pada siklus II dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a)Guru hendaknya memperhatikan kondisi ketertiban siswa sebelum memulai pembelajaran
agar dalam pembelajaran semua siswa sudah siap untuk mengikuti pelajaran.
b)Guru hendaknya memberikan motifasi kepada siswa agar siswa mau dan tertarik pada
matematika. Selain itu juga guru hendaknya dalam mengingatkan materi prasyarat
dijelaskan rinciannya.
c)Guru hendaknya bersikap lebih santai dalam pembelajaran, jangan terkesan kaku dalam
membawakan pembelajaran karena akan mempengaruhi kondisi siswa.
d)Guru hendaknya mampu menguasai kelas, sehingga semua kegiatan siswa terfokus pada
pembelajaran yang dibawakan oleh guru.
e)Guru hendaknya mampu memanagemen waktu sehingga tidak ada langka pembelajaran
yang terlewati dan tidak terkesan terburu-buru dalam pembelajaran.
f)Dalam memberikan pemantauan dan pembinaan kepada siswa saat siswa mengerjakan
soal jangan hanya di bagian depan saja, kalau bisa sampai pada deretan belakang,
sehingga siswa yang duduk bagian belakang juga aktif mengerjakan soal latihan yang
diberikan oleh guru.
b.Siklus II
1)Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini, peneliti bersama guru membuat rancangan tindakan untuk
siklus II, berdasarkan hasil analisis dan refleksi pada siklus I disusun rancangan tindakan
sebagai berikut:
a)Guru melakukan proses pembelajaran berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran
dengan memperhatikan hal-hal berikut:
Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan menyampaikan motifasi kepada siswa,
membahas PR yang belum bisa diselesaikan oleh siswa, dan menyampaikan indikator
pencapaian hasil belajar.
Guru mengingatkan kembali materi pada pertemuan sebelumnya.
Guru memantau seluruh aktifitas siswa sampai pada siswa yang duduk pada deretan
belakang agar mereka lebih aktif dan bersemangat dalam belajar.
Guru mengarahkan agar siswa tidak ragu-ragu untuk menuliskan jawabannya di papan tulis.
Guru tetap menjaga stabilitas kelas agar proses pembelajaran tetap kondusif dan siswa
tetap konsentrasi dalam belajar.
Guru mampu memanajemen waktu agar langkah-langkah pembelajaran tetap terlaksana
sesuai rencana pembelajaran.
b)Selama proses pembelajaran peneliti kembali mengobservasi proses pembelajaran, baik
terhadap guru maupun terhadap siswa.

c)Untuk mengetahui hasil belajar sesuai dengan kemampuan siswa yang sesungguhnya,
maka guru melaksanakan tes siklus II.
2) Pelaksanaan tindakan
Tahap pelaksanaan tindakan siklus II dilaksanakan sesuai dengan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang telah disusun berdasarkan metode pembelajaran latihan bertuktur yang
telah disediakan oleh peneliti dengan melakukan perbaikan sesuai dengan kekurangankekurangan yang terjadi pada siklus I. Kesalahan-kesalahan yang terjadi berdasarkan hasil
refleksi pada siklus I diperbaiki pada siklus II. Adapun rencana pelaksanaan pembelajaran
pada siklus II dapat di lihat pada lampiran halaman .
3)Observasi
Sejalan dengan pelaksanaan tindakan siklus II, peneliti kembali mengobservasi langsung
kegiatan guru dan siswa yang merupakan aplikasi dari pelaksanaan pembelajaran
berstruktur. Adapun kekurangan-kekurangan pada tindakan siklus I telah diantisipasi oleh
guru matematika yang mengajar di kelas VIII2 yang tidak lepas dari dukungan siswa.
Selanjutnya hasil observasi pada guru mata pelajaran adalah sebagai berikut:
a)Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan menyampaikan motifasi kepada siswa,
kemudian membahas PR yang tidak bisa diselesaikan sendiri oleh siswa dan menyampaikan
indikator pencapaian hasil belajar.
b) Guru mengingatkan kembali materi pertemuan minggu lalu, mengingatkan point-point
penting yang perlu diingat pada pertemuan sebelumnya.
c)Guru memberikan penjelasan tentang materi pelajaran tentang cara mengubah bilangan
yang berpangkat negatif menjadi pangkat positif dan sebaliknya secara terstruktur mulai
dari contoh khusus sampai kepada kesimpulan bentuk umumnya. Contoh yang diberikan
sudah menunjukkan urutan secara terstruktur mulai dari contoh sederhana sampai pada
contoh yang rumit.
d)Guru memberikan soal latihan yang dikerjakan secara berpasangan oleh siswa dengan
teman sebangkunya, dimulai dari soal-soal yang sederhana sampai pada soal-soal yang
lebih kompleks, kemudian guru berkeliling memantau dan membimbing siswa yang
mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya secara terstruktur.
e)Guru mempersilahkan kepada beberapa siswa pada masing-masing soal untuk
diselesaikan di papan tulis, kemudian mengoreksi dan memberikan umpan balik terhadap
soal-soal yang belum dijawab dengan benar.
f)Guru memberikan soal-soal latihan lanjutan (masalah yang lebih kompleks) kepada siswa
tentang cara mengubah bilangan berpangkat negatif menjadi pangkat positif dan
sebaliknya.
g)Guru mengecek siswa yang telah mengerjakan soal-soal lanjutan dengan menyuruh siswa
menyelesaikannya di papan tulis, mengoreksi dan membimbing siswa pada jawaban yang
benar, namun tidak semuanya dapat dibahas karena waktunya sudah habis.
h)Guru menekankan kembali point-point penting yang perlu diingat tentang cara mengubah
bilangan yang berpangkat bulat negatif menjadi pangkat bulat positif dan sebaliknya.
i)Soal latihan lanjutan yang belum sempat diperiksa dalam pembelajaran dijadikan PR dan
guru menambahkan beberapa soal sebagai tambahan tugas di rumah
j)Guru menutup pelajaran
k)Guru belum sepenuhnya menguasai kelas karena masih ada siswa yang cerita dibelakang.
Untuk lebih jelasnya tentang hasil observasi terhadap guru dapat dilihat pada lampiran
hal

Hasil observasi terhadap siswa dapat digambarkan sebagai berikut:


a)Setelah guru meningkatkan keterampilan pengelolaan kelas, maka sebagian besar siswa
mulai menyadari dan tertarik terhadap proses pembelajaran yang dibawakan oleh guru. Hal
ini terbukti pada siswa yang duduk dibelakang mulai tertarik terhadap pembelajaran,
dimana sebelumnya pada tahap siklus I hanya aktif dengan kesibukkannya sendiri, cerita
dan keliaran.
b)Sudah semakin banyak siswa yang aktif dalam pembelajaran, hal ini terbukti makin
banyak siswa yang bertanya dan menunjukkan jawabannya kepada guru ketika guru
memantau dan mengarahkan siswa pada jawaban yang benar pada saat diberikan soal-soal
latihan.
c)Semakin banyak siswa yang mau menuliskan jawabannya di papan tulis ketika guru
meminta mereka menuliskan jawabannya di papan tulis.
Untuk lebih jelasnya tentang hasil observasi terhadap siswa pada siklus II dapat dilihat pada
lampiran.. hal
4)Evaluasi
Setelah siswa menerima pelajaran tentang cara mengubah bilangan yang yang berpangkat
bulat negatif menjadi bilangan pangkat bulat positif dan sebaliknya selama dua kali
pertemuan, selanjutnya diadakan tes akhir siklus II berdasarkan materi pelajaran pada
siklus II. Tes ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan hasil belajar
siswa setelah diajar sampai pada siklus II. Format tes tindakan siklus II dapat di lihat pada
lampiran..halaman
Hasil tes menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam memahami bilangan berpangkat
terkhiusus pada cara mengubah bilangan berpangkat bulat negatif menjadi pangkat bulat
positif dan sebaliknya dapat ditingkatkan bila dibangkan dengan hasil tes yang diperoleh
siswa pada siklus I. Ini terbukti pada siklus I siswa yang memperoleh nilai diatas 6,5 atau
yang dinyatakan tuntas secara individu hanya 14 orang atau secara klasikal sekitar 38.89%
siswa dinyatakan tuntas dalam pembelajaran sedangkan pada siklus II siswa yang
dinyatakan tuntas secara individu 18 orang dari 36 orang atau secara klasikal siswa
dinyatakan mencapai ketuntasan belajar sebanyak 50%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada lampiran pada Tabel 4.5 Data Ketuntasan Belajar Siswa pada halaman..
5)Analisis dan Refleksi
Rangkaian selanjutnya pada siklus II ini adalah melakukan analisis data dan refleksi.
Analisis data dan refleksi dilakukan oleh guru bersama peneliti. Untuk itu peneliti
mengadakan pertemuan dengan guru mata pelajaran untuk memantau dan menganalisis
rangkaian kegiatan pada siklus II. Pada pertemuan tersebut peneliti melaporkan hasil
observasi pada tindakan siklus II kepada guru, selanjutnya bersama-sama melakukan
analisis dan refleksi.
Pada pelaksanaan tindakan siklus II pelaksanaan pembelajaran dengan metode latihan
berstruktur sudah berjalan sesuai dengan harapan sesuai dengan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang telah disusun namun belum maksimal karena guru belum sepenuhnya
mampu memanagemen waktu dalam pembelajaran sehingga masih ada langkah-langkah
pembelajaran yang belum berjalan maksimal karena waktunya telah habis. Selain itu guru
perlu meningkatkan lagi kemampuan mengusai kelas agar tidak ada lagi yang cerita
dibelakang, namun kalau dibandingkan dengan situasi pada siklus I jauh lebih meningkat
ketertiban kelasnya.
Ketika guru membawakan atau meperesentasekan materi pelajaran tidak terkesan kaku

lagi, guru sudah terlihat lebih luwes dalam menjelaskannya, pemberian latihan
berstrukturnya sudah sesuai dengan rencana pembelajaran . Kemudian ketika guru
memantau dan memberikan umpan balik kepada siswa, guru sudah bisa memantau sampai
pada siswa yang duduk pada deretan belakang, namun belum maksimal karena masih ada
siswa yang belum serius mengikuti proses pembelajaran, mereka cerita dibelakang. Ketika
siswa diberikan soal-soal latihan lanjutan, hanya sebagian yang langsung mengerjaknnya
yaitu siswa yang duduk pada deretan depan sedangkan pada bagian belakang masih
menulis koreksi jawaban pada latihan soal-soal yang lebih mudah yang ditulis di papan tulis,
dan ada juga yang sedang cerita.
Jika melihat hasil tes yang dicapai oleh siswa pada siklus II, maka 18 orang dari 36 orang
sudah mencapai nilai diatas 65 atau dikatakan tuntas secara individu namun secara klsikal
ketuntasan belajar yang dicapai 50% yang mengalami peningkatan 11,11% dari siklus I.
hasil ini belum mencapai standar ketuntasan belajar secara klsikal yang diharapkan yaitu
75%, olehnya itu penelitian ini akan dilanjutkan pada siklus II. Pada siklus III ini diharapkan
kekurangan-kekurangan dalam pembelajaran siklus II dapat diperbaiki dan hasil yang telah
diperoleh siswa dapat ditingkatkan lagi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam siklus III ini
adalah:
a)Guru hendaknya memaksimalkan pengusaan kelas, sehingga semua aktifitas siswa ketika
pembelajaran terfokus pada kegiatan pembelajaran.
b)Guru hendaknya memaksimalkan managenen waktu sehingga semua langkah-langkah
pembelajaran dapat dilakukan secara maksimal, sehingga hasilnya juga bisa maksimal.
c)Guru hendaknya memusatkan juga pembinaan dan perhatian pada siswa yang duduk
pada deretan belakang sehingga mereka dapat lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran.
d)Guru hendaknya bersikap tegas pada siswa yang selalu cerita dibelakang dan
mengganggu konsentrasi belajar.
c.Siklus III
1)Perencanaan

Pada tahap perencanaan ini, peneliti bersama guru membuat ranc


an tindakan untuk siklus III, berdasarkan hasil analisis dan refleksi pada siklus II
disusun
rancangan
tindakan
sebagai
berikut:
a)Guru melakukan proses pembelajaran berdasarkan rencana pelaksanaan
pembelajaran
dengan
memperhatikan
hal-hal
berikut:
Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan menyampaikan motifasi kepada siswa,
membahas PR yang belum bisa diselesaikan oleh siswa, dan menyampaikan indikator
pencapaian
Guru

hasil

mengingatkan

kembali

materi

belajar.
pada

pertemuan

sebelumnya.

Guru memantau seluruh aktifitas siswa sampai pada siswa yang duduk pada deretan
belakang

agar

mereka

lebih

aktif

dan

bersemangat

dalam

belajar.

Guru tetap menjaga stabilitas kelas agar proses pembelajaran tetap kondusif dan siswa
tetap

konsentrasi

dalam

belajar.

Guru memaksimalkan lagi memanajemen waktu agar langkah-langkah pembelajaran dapat


terlaksana
Guru

lebih

secara

maksimal

bersikap

pembelajaran,

tegas

terutama

sesuai
terhadap

siswa-siswa

rencana
siswa
yang

pembelajaran
yang

duduk

tidak
pada

yang

telah

memperhatikan
deretan

dibuat.
kegiatan

belakang,

ketika

pembelajaran

berlangsung

mereka

sibuk

dengan

urusan

masing-masing.

b)Selama proses pembelajaran peneliti kembali mengobservasi proses pembelajaran, baik


terhadap

guru

maupun

terhadap

siswa.

c)Untuk mengetahui hasil belajar sesuai dengan kemampuan siswa yang sesungguhnya,
maka

guru

melaksanakan

tes

siklus

2)Pelaksanaan

III.
Tindakan

Tahap pelaksanaan tindakan siklus III dilaksanakan sesuai dengan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang telah disusun berdasarkan metode pembelajaran latihan bertuktur yang
telah disediakan oleh peneliti dengan melakukan perbaikan sesuai dengan kekurangankekurangan yang terjadi pada siklus II. Kesalahan-kesalahan yang terjadi berdasarkan hasil
refleksi pada siklus II diperbaiki pada siklus III. Adapun rencana pelaksanaan pembelajaran
pada

siklus

III

dapat

di

lihat

pada

lampiran

halaman

3)Observasi
Sejalan dengan pelaksanaan tindakan siklus III, peneliti kembali mengobservasi langsung
kegiatan guru dan siswa yang merupakan aplikasi dari pelaksanaan pembelajaran
berstruktur. Adapun kekurangan-kekurangan pada tindakan siklus II telah diantisipasi oleh
guru matematika yang mengajar di kelas VIII2 berdasarkan masukan-masukan atau
perbaikan dari kesalahan-kesalahan pada siklus sebelumnya dan juga yang tidak lepas dari
dukungan siswa. Selanjutnya hasil observasi pada guru mata pelajaran adalah sebagai
berikut:
a)Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan menyampaikan motifasi kepada siswa,
kemudian membahas PR yang tidak bisa diselesaikan sendiri oleh siswa dan menyampaikan
indikator

pencapaian

hasil

belajar.

b)Guru mengingatkan kembali materi pertemuan minggu lalu, mengingatkan point-point


penting

yang

perlu

diingat

pada

pertemuan

sebelumnya.

c)Guru memberikan penjelasan materi pelajaran tentang arti bilangan berpangkat pecahan
dan bentuk akar beserta operasinya. Contoh yang diberikan sudah menunjukkan urutan
secara

terstruktur

mulai

dari

contoh

sederhana

sampai

pada

contoh

yang

rumit

d)Guru memberikan soal latihan yang dikerjakan secara berpasangan oleh siswa dengan
teman sebangkunya, dimulai dari soal-soal yang sederhana sampai pada soal-soal yang
lebih kompleks, kemudian guru berkeliling memantau dan membimbing siswa yang
mengalami
e)Guru

kesulitan

mempersilahkan

dalam
kepada

menyelesaikannya

beberapa

siswa

pada

secara
masing-masing

terstruktur.
soal

untuk

diselesaikan di papan tulis, kemudian mengoreksi dan memberikan umpan balik terhadap
soal-soal yang belum dijawab dengan benar dan mengarahkanya pada jawaban yang benar.
f)Guru memberikan soal-soal latihan lanjutan (masalah yang lebih kompleks) kepada siswa
tentang

arti

bilangan

berpangkat

pecahan

dan

bentuk

akar,

serta

operasinya.

g)Guru mengecek siswa yang telah mengerjakan soal-soal lanjutan dengan menyuruh siswa
menyelesaikannya di papan tulis, meminta tanggapan dari siswa lain atas jawaban
temannya di papan tulis, mengoreksi dan membimbing siswa pada jawaban yang benar.
h)Guru menutup kegiatan pembelajaran dengan diawali dengan menekankan kembali point-

point penting yang perlu diingat oleh siswa, memberikan soal-soal PR kepada siswa yang
ada

di

buku

pegangan

mereka

terkait

dengan

materi

yang

dipelajari.

i)Pada pembelajaran siklus III ini guru lebih bersikap tegas terhadap siswa sehingga siswa
makin serius dalam pembelajaran, termasuk siswa yang selalu cerita di belakang.
j)Guru sudah maksimal dalam memanagemen waktu sehingga proses pembelajaran dapat
berjalan

secara

maksimal

sesuai

dengan

rancangan

yang

telah

dibuat.

k)Guru belum sepenuhnya menguasai kelas karena masih ada siswa yang cerita dibelakang.
Untuk lebih jelasnya tentang hasil observasi terhadap guru dapat dilihat pada lampiran ..
halaman
Lembar

obsesrvasi

terhadap

siswa

sebagai

berikut:

a)Setelah guru meningkatkan keterampilan pengelolaan kelas, maka sebagian besar siswa
menyadari dan tertarik terhadap proses pembelajaran yang dibawakan oleh guru. Hal ini
terbukti pada siswa yang duduk dibelakang mulai tertarik terhadap pembelajaran dan aktif
mengikuti pembelajaran termasuk mengerjakan soal latihan yang diberikan oleh guru,
dimana sebelumnya pada tahap siklus II hanya aktif dengan kesibukkannya sendiri, cerita
dan

keliaran.

b)Sudah semakin banyak siswa yang aktif dalam pembelajaran, hal ini terbukti makin
banyak siswa yang bertanya dan menunjukkan jawabannya kepada guru ketika guru
memantau dan mengarahkan siswa pada jawaban yang benar pada saat diberikan soal-soal
latihan.
c)Semakin banyak siswa yang mau menuliskan jawabannya di papan tulis ketika guru
meminta

mereka

menuliskan

jawabannya

di

papan

tulis.

Untuk lebih jelasnya tentang hasil observasi terhadap siswa pada siklus III dapat dilihat
pada

lampiran..

hal

4)Evaluasi
Setelah siswa menerima pelajaran tentang arti bilangan yang berpangkat pecahan dan
operasinya selama dua kali pertemuan, selanjutnya diadakan tes akhir siklus III
berdasarkan materi pelajaran pada siklus III. Tes ini bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana perkembangan hasil belajar siswa setelah diajar sampai pada siklus III. Format tes
tindakan

siklus

III

dapat

di

lihat

pada

lampiran..halaman

Hasil tes pada siklus III menunjukkan bahwa kemampuan siswa memahami arti bilangan
berpangkat pecahan, bentuk akar dan operasinya jauh lebih meningkat dibandingkan
dengan hasil yang diperoleh dari siklus I dan siklus II. Hal ini terbukti pada siklus I siswa
yang memperoleh nilai diatas 65 atau yang dinyatakan tuntas secara individu hanya 14
orang dan secara klasikal sekitar 38.89% siswa dinyatakan tuntas dalam pembelajaran,
sedangkan pada siklus II siswa yang dinyatakan tuntas secara individu 18 orang dari 36
orang dan secara klasikal siswa dinyatakan mencapai ketuntasan belajar hanya 50%,
sedangkan pada siklus III siswa yang memperoleh nilai 65 keatas atau yang dinyatakan
tuntas secara individu sebanyak 32 orang dari 36 orang dan ketuntasan secara klasikal
88,89%. Ini menunjukkan peningkatan yang cukup besar dibandingkan dengan siklus I dan
II. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.5 Data Ketuntasan Belajar Siswa pada
halaman..

5)Analisis

dan

refleksi

Langkah selanjutnya yang dilakukan pada siklus III adalah melakukan analisis refleksi, yang
dilakukan oleh guru mata pelajaran bersama dengan peneliti. Dalam analisis tersebut
peneliti melaporkan hasil observasi pada tindakan siklus III, selanjutnya guru bersama
peneliti melakukan analisis dan refleksi. Pada tindakan siklus III ini pelaksanaan
pembelajaran dengan latihan berstruktur telah berjalan maksimal sesuai dengan rencana
pembelajaran yang telah dibuat, karena kekurangan-kekurangan baik pada siklus I maupun
pada

siklus

II

telah

diantisipasi

oleh

guru

mata

pelajaran.

Secara umum langkah-langkah pembelajaran yang telah disusun berdasarkan metode


latihan berstruktur sudah berjalan secara maksimal sesuai dengan tujuan yang diharapkan,
namun masih ada hal-hal yang masih perlu dimaksimalkan dalam kegiatan pembelajaran
selanjutnya yaitu manajemen ruangan kelas. Pada siklus III tetap masih ada juga siswa
yang belum serius dalam belajar, ada beberapa orang yang punya kesibukan tersendiri
dibelakang, yaitu cerita dengan temannya, namun ketika didekati oleh guru mereka segera
mengalihkan suasana pura-pura mengerjakan soal. Ini dapat diantisipasi dengan ketegasan
dari

guru

dalam

memantau

aktifitas

siswa.

Berdasarkan hasil tes siklus III yang diperoleh oleh siswa menunjukkan hasil yang sangat
maksimal yaitu ada 32 dari 36 orang siswa memperoleh nilai 65 keatas, dan secara klasikal
88,89% siswa dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar, jika dibandingkan dengan
hasil tes pada siklus II hanya 18 orang siswa (50%) memperoleh nilai 65 keatas, ini
menunjukkan

kenaikan

sebesar

38,89%.

Berdasarkan hasil analisis pada siklus III ini, menunjukkan bahwa penerapan metode
pembelajaran latihan berstruktur dalam pembelajaran matematika pada pokok bahasan
bilangan berpangkat memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar siswa, walaupun
berdasarkan hasil refleksi terhadap aktifitas guru maupun siswa masih perlu ditingkatkan
terutama dalam managemen ruang kelas dan ketertiban siswa, namun hasilnya bagi siswa
sudah nampak selama kegiatan kegiatan pembelajaran diberikan pada siswa. Dapat
dikatakan penerapan pembelajaran dengan menggunakan metode latihan berstruktur dalam
belajar matematika pada pokok bahasan bilangan berpangkat memberikan hasil yang cukup
baik pada hasil belajar siswa. Hal ini terbukti dengan meningkatnya kemampuan siswa
dalam memahami konsep bilangan berpangkat, yaitu 88,89% siswa telah menguasai 65%
materi

yang

diajarkan.

Jadi berdasarkan analisis dan refleksi maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berakhir
pada siklus III, dan sesuai dengan perencanaan awal bahwa penelitian direncanakan dalam
tiga siklus, dan hasilnya cukup memuaskan yaitu minimal 75% siswa telah menguasai 65%
materi yang telah dipelajari. Dengan demikian maka tujuan penelitian ini telah tercapai
yakni dengan menerapkan metode pembelajaran latihan berstruktur dalam belajar
matematika pada pokok bahasan bilangan berpangkat maka pemahaman siswa kelas VIII2
SMP

Negeri

Kulisusu

dapat

ditingkatkan.

D.Pembahasan
1.Aktifitas

Belajar

selama

Menerapkan

Metode

Latihan

Berstruktur

Aktifitas belajar siswa merupakan bentuk keterlibatan siswa secara langsung atau tidak

dalam proses belajar mengajar. Bentuk keterlibatan siswa ini tergantung pada perencanaan
yang telah dibuat oleh guru yang mengajar sesuai dengan metode pembelajaran yang
diterapkan dalam pembelajaran. Dalam penelitian ini, guru menerapkan metode latihan
berstruktur berdasarkan solusi yang ditawarkan peneliti untuk memperbaiki hasil belajar
siswa

dan

membangkitkan

aktifitas

siswa

dalam

belajar.

Berdasarkan hasil observasi terhadap aktifitas guru dalam mengelola pembelajaran dengan
metode latihan berstruktur dalam siklus I, masih ditemukan banyak kekurangan, misalnya
guru masih terkesan kaku dalam menjalankan langkah-langkah pembelajaran yang telah
disusun dalam rencana pembelajaran berdasarkan metode latihan bersturktur. Selain itu
juga guru masih belum maksimal mengelola kelas, masih banyak siswa yang belum serius
mengikuti tahapan pembelajaran yang diharapkan. Guru juga belum sepenuhnya mampu
memanagemen waktu sehingga ada fase pembelajaran yang terlewatkan yaitu fase latihan
lanjutan.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap aktifitas siswa selama
pembelajaran meningkat pada setiap siklusnya. Pada siklus I aktifitas siswa masih belum
menunjukkan keseriusan dalam belajar, hal ini karena mereka masih terbiasa dengan
metode pembelajaran langsung yang selalu diterapkan oleh guru matematika selama proses
pembelajaran terhadap siswa. Hal ini membuat siswa merasa bosan dalam belajar
matematika, karena metode yang digunakan monoton dan semua aktifitas belajar
didominasi oleh guru, siswa hanya pasif mendengarkan guru mempresentasekan materi
pelajaran, kemudian siswa mencatat apa yang ditulis oleh guru. Boleh dikata siswa tidak
pernah dilibatkan untuk aktif dalam pembelajaran. Ketika guru menerapkan metode latihan
berstruktur, dimana metode ini memberikan ksesempatan kepada siswa sepenuhnya untuk
berkreasi menjawab soal-soal latihan secara terstruktur dibawah bimbingan dan pengarahan
dari guru, mulai dari soal-soal yang sederhana sampai pada soal-soal yang lebih kompleks,
sebagian siswa mulai tertarik dan aktif dalam mengikuti tahapan pembelajaran yang
diarahkan oleh guru. Sedangkan siswa yang lain, terutama siswa yang berada pada deretan
belakang masih mengikuti kebiasaan lama, masih belum mengikuti instruksi dari guru untuk
mengerjakan

latihan

yang

diberikan,

mereka

masih

sibuk

cerita

dengan

teman

sebangkunya, keliaran dan ada juga yang menghayal. Hal ini terjadi karena mereka belum
mengetahui metode baru yang diterapkan oleh guru, apalagi guru belum maksimal
menerapkannuya, bahkan guru juga masih kaku dalam membimbing siswa dalam
menyelesaikan soal-soal latihan, guru hanya bisa memantau dan membimbing siswa yang
berada

pada

deretan

depan.

Berdasarkan data-data yang diperoleh pada siklus I, baik kegagalan maupun kelemahankelemahan yang ditemukan selama pelaksanaan pembelajaran, menjadi bahan acuan pada
siklus II. Berdasarkan hasil observasi terhadap aktifitas siswa dan hasil belajar yang belum
mencapai kriteria yang ditetapkan maka dilanjutkan pada siklus II dengan menetapkan
langkah-langkah membantu siswa melalui memperbanyak latihan soal dengan berbagai
macam

variasi,

guru

memaksimalkan

memantau

dan

membimbing

siswa

secara

keseluruhan, meningkatkan pengelolaan kelas, meningkatkan managemen waktu dan


penyempurnaan

fase

pelatihan

lanjutan.

Pada siklus II cara guru membawakan pembelajaran mengalami peningkatan dari siklus I,
pada siklus II guru sudah tidak terkesan kaku lagi, guru juga sudah mampu memanagemen
waktu, shingga pelatihan lanjutan dapat terlaksana namun masih belum maksimal karena
ada soal-soal yang tidak sempat dibahas. Guru sudah mampu juga mengelola kelas karena
siswa

yang

ribut

sudah

mulai

berkurang,

namun

masih

perlu

ditingkatkan

lagi.

Aktifitas belajar siswa pada siklus II juga mengalami peningkatan dari tahapan siklus I.
Pada siklus II siswa sudah mulai banyak yang tertarik dengan metode latihan berstruktur.
Pada siklus II semakin banyak siswa yang aktif dalam pembelajaran. Ada yang bertanya
kepada guru dan ada juga yang memperlihatkan hasil kerjanya kepada guru ketika guru
membimbing siswa dalam menyelesaikan soal-soal latihan bersturktur. Ketika dipersilahkan
untuk menuliskan jawabannya di papan tulis, banyak siswa yang mengangkat tangannya.
Pada siklus III guru telah menunjukkan kemampuan mengajar yang cukup maksimal,
namun siswa yang ribut tetap ada, tetapi tidak mempengaruhi konsentrasi siswa lain. Pada
tahap ini semua fase-fase pembelajaran terlaksana secara maksimal. Sedangkan aktifitas
siswa jauh lebih meningkat lagi karena kekurangan-kekurangan baik kekurangan pada
siklus I maupun pada siklus II berusaha diperbaiki dan diantisipasi pada siklus III sehingga
hasinya lebih maksimal. Pada tahap ini hampir semua siswa tertarik dan aktif mengikuti
fase-fase pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah
dibuat.
2.Ketuntasan

Belajar

Siswa

Selama

Metode

Latihan

Berstruktur

Pada siklus I, nilai rata-rata yang dicapai oleh seluruh siswa adalah 58,80. Pada siklus ini
juga dijumpai 14 siswa yang dinyatakan tuntas belajar secara individual, namun secara
klasikal baru mencapai 38,89%. Ini berarti bahwa secara klasikal siklus I belum mencapai
standar ketuntasan yang telah ditetapkan. Kenyataan ini cukup beralasan karena siswa baru
pertama kalinya guru mengajar dengan menerapkan metode latihan berstruktur dalam
pembelajaran.
Meningkatnya aktifitas siswa diikuti dengan meningkatnya hasil belajar siswa yang dicapai
dalam mencapai standar ketuntasan baik secara individual maupun secara klasikal. Pada
siklus II nilai rata hasil belajar siswa adalah 64,81 dan jumlah siswa yang dinyatakan tuntas
belajar secara individu 18 orang dari 36 siswa. Seperti pada siklus I, siklus II ketuntasan
secara klasikal belum tercapai karena baru mencapai 50%. Proses pembelajaran dilanjutkan
pada

siklus

berikutnya

(siklus

III).

Dengan terus mengajak siswa untuk berperan dalam pembelajaran dan membantu siswa
untuk menerapkan metode latihan berstruktur, maka pada siklus III dicapai hasil belajar
yang paling tinggi bila dibandingkan dengan siklus I dan II baik aktifitas siswa, pencapaian
nilai rata-rata hasil belajar maupun pencapaian ketuntasan belajar secara individu dan
klasikal. Pada siklus III, nilai rata-rata hasil belajar yang dicapai siswa 72,22. Selain itu dari
36 orang siswa dijumpai 32 orang siswa yang dinyatakan tuntas secara individu dan 88,89%
tuntas secara klasikal. Dengan demikian proses pembelajaran berakhir pada siklus III.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan si atas, maka salah satu upaya untuk meningkatkan
aktifitas belajar siswa sekaligus meningkatkan kualitas hasil belajar siswa adalah dengan
menerapkan metode latihan berstruktur. Hal ini cukup beralasan karena dari ketiga siklus

yang dilakukan, aktifitas siswa terus meningkat secara nyata diikuti dengan meningkatnya
hasil belajar siswa. Oleh karena itu guru matematika perlu menerapkan metode latihan
berstruktur dalam pembelajaran matematika terutama pada pokok bahasan bilangan
berpangkat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran maupun kualitas hasil belajar siswa.
3.Peningkatan

Hasil

Belajar

Siswa

Pengetahuan awal siswa merupakan modal dasar siswa yang dibawa oleh siswa sebelum
menerima materi pelajaran yang akan disajikan oleh guru. Pengetahuan awal ini sangat
penting diukur oleh guru sebelum melakukan pembelajaran terutama dalam menerapkan
metode pembelajaran yang akan digunakan sesuai dengan karakteristik materi pelajaran.
Oleh karena itu, peneliti melakukan tes awal pengetahuan siswa. Dari hasil pengukuran ini
diperoleh informasi bahwa pengetahuan awal siswa kelas VIII2 SMP Negeri 6 Kulisusu
tentang materi yang akan diajarkan berkisar 16,67 sampai 46,67 dengan rata-rata 30,46
serta

standar

deviasi

6,67,

kategori

ini

sangat

rendah.

Dengan menerapkan metode latihan berstruktur dalam pembelajaran, yang dilakukan


selama tiga siklus, dimana hasil evaluasi akhir diperoleh informasi bahwa hasil belajar siswa
berkisar 56,67 sampai 90,00 dengan rata-rata 75,00 dan standar deviasi 9,64 dengan
kecendarugan

dikategorikan

tinggi.

Dari kedua hasil pengukuran di atas, nampak bahwa baik dilihat dari perolehan nilai
terendah, nilai tertinggi maupun nilai rata-rata terjadi peningkatan, yaitu untuk nilai
terendah dari 16,67 menjadi 56,67 (meningkat 40 point), untuk nilai tertinggi dari 46,67
menjadi 90,00 (meningkat 43,33 point) dan nilai rata-rata meningkat dari 30,46 menjadi
75,00

(meningkat

44,54).

Selain peningkatan hasil belajar siswa dalam tinjauan tes awal dan tes akhir, peningkatan
juga terjadi pada hasil belajar siswa pada tes tiap akhir siklusnya. Dari hasil tes formatif
diperoleh bahwa nilai rata-rata peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I rata-ratanya
58,80 dan siklus siklus II rata-ratanya 64,81 peningkatannya mencapai 6,01 point, dari
siklus II rata-ratanya 64,81 dan siklus III rata-ratanya 7,22 peningkatannya mencapai 7,41
point.
Dari gambaran hasil belajar siswa yang diuraikan di atas, yang meningkat pada tiap
siklusnya, memberikan keyakinan kuat bahwa metode latihan berstruktur cocok untuk
digunakan dalam pembelajaran matematika terutama pada pokok bahasan bilangan
berpangkat. Dengan demikian metode latihan berstruktur dapat meningkatkan prestasi
belajar matematika siswa kelas VIII2 SMP Negeri 6 Kulisusu pada pokok bahasan bilangan
berpangkat.
BAB
KESIMPULAN

V
DAN

SARAN

A.Kesimpulan
Dari hasil penelitian dengan menerapkan metode latihan berstruktur dalam pembelajaran
matematika pada siswa kelas VIII2 SMP Negeri 6 Kulisusu pada pokok bahasan bilangan
berpangkat seperti yang telah diuraikan pada Bab IV tentang hasil dan pembahasan, dapat
disimpulkan:
Dengan menerapkan metode latihan berstruktur pada pembelajaran matematika pada

pokok bahasan bilangan berpangkat dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa
kelas VIII2 SMP Negeri 6 Kulisusu. Hal ini ditunjukkan dengan hasil penelitian bahwa setiap
siklus nilai siswa selalu meningkat, pada siklus I siswa yang memperoleh nilai 65 keatas
ada14 orang dari 36 atau sebanyak 38,89% siswa dinyatakan tuntas secara klasikal namun
belum memenuhi indikator kinerja dan pada siklus II meningkat menjadi 18 orang dari 36
siswa memperoleh nilai 65 keatas atau sekitar 50% siswa dinyatakan mencapai ketuntasan
belajar secara klasikal, namun juga belum mencapai indikator kinerja sedangkan pada
siklus III jauh lebih mengalami peningkatan yaitu dari 18 orang menjadi 32 orang yang
memperoleh nilai 65 keatas atau sebanyak 88,89% siswa dinyatakan tuntas secara klasikal
dalam pembelajaran, dan hasil ini telah mencapai indikator kinerja yang ditetapkan..
B.Saran
Berdasarkan

hasil

penelitian

yang

telah

dilakukan,

maka

disarankan

kepada:

1.Guru mata pelajaran matematika agar mengkaji materi mata pelajaran matematika yang
cocok

untuk

diterapkan

metode

latihan

berstruktur

dan

pengajaran

langsung.

2.Guru mata pelajaran matematika untuk lebih kreatif dan inovatif dalam memilih strategi
pembelajaran yang relevan dengan materi untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih
menyenangkan

bagi

siswa.

3.Pihak sekolah agar memfasilitasi kebutuhan guru dan siswa dalam pembelajaran melalui
penerapan

strategi

pembelajaran

yang

digunakan.

4.Sekolah memperhatikan ketersediaan sarana pembelajaran yang memadai, misalnya


buku-buku pelajaran di perpustakaan yang bisa di pinjam ketika pembelajaran berlangsung.
DAFTAR
Dimyati

PUSTAKA
dan

Mujiono.

1999.

Belajar

dan

Pembelajara.

Rineka

Cipta:

Jakarta.

Harta, Idris. 2005. Matematika Bermakna untuk SMP/MTs Kelas IX. Mediatama. Surakarta.
Hudoyo,
Nasution,

Herman.
S.

1996.

2001.

PT.

Mengajar

Berbagai

Belajar

Pendekatan

Matematika.
dalam

Jakarta:

Jakarta:

Proses

Belajar

Bumi

P2LPTK.
Mengajar.
Aksara.

Noermandiri, BK dan Sucipto, Endar. 2000. Matematika untuk SMU Kelas I. Jakarta:
Erlangga.
Nur, Muhammad. 2000. Pengajaran Langsung. Pusat Sains dan Matematika Sekolah
Program
Purwanto,

Pascasarjana,
Ngalim.

1995.

Universitas
Ilmu

Remaja
Roestijah,

Negeri

Pendidikan:

Teori

Surabaya:
dan

Praktik.

Rosda
N.K.

2001.

Strategi

Belajar

Surabaya.
Bandung:
Karya.

Mengajar.

Rineka

Cipta:

Jakarta.

Rusel.

1974.

Rusmansyah.

Sistem

2005.

Pengajaran

Penerapan

Metode

Modul.
Latihan

Jakarta:

Berstruktur

Rosda
dalam

Karya.

Meningkatkan

Pemahaman siswa Terhadap Konsep Persamaan Kimia. Laporan Hasil Penelitian, PMIPA
Unlam:
Slameto.

Banjarmasin.
1998.

Belajar

dan

Faktor-Faktor

yang

Mempengaruhinya.

Bina
Sudjana.

Jakarta:
Aksara.

1986.

Metoda

Statistika.

Bandung:

Tarsito.

Usman, Moh. Uzer. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosda
Winkel, W. S. 1996. Psikologi Pengajaran. Grasindo: Jakarta

Karya.

Anda mungkin juga menyukai