Learning
Model Pembelajaran
Model Pembelajaran Discovery
Learning
A. Pengertian dan Konsep Discovery Learning
Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan
kontruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin
ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
Discovery Learning merupakan pembelajaran berdasarkan penemuan (inquiry-based), konstruktivis dan teori
bagaimana belajar. Model pembelajaran yang diberikan kepada siswa memiliki skenario pembelajaran untuk
memecahkan masalah yang nyata dan mendorong mereka untuk memecahkan masalah mereka sendiri. Dalam
memecahkan masalah mereka; karena ini bersifat konstruktivis, para siswa menggunakan pengalaman mereka
terdahulu dalam memecahkan masalah. Kegiatan mereka lakukan dengan berinteraksi untuk menggali,
mempertanyakan selama bereksperimen dengan teknik trial and error.
Depdikbud (2014) menyebutkan bahwa Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry).
Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada kedua istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada
ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui.
Perbedaannya dengan inkuiri ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah
yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan
seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan- temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian.
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya
perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap
eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat
melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah
diketahui. Yang bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara
lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic.
Secara sederhana teori perkembangan dalam fase enactive, iconic dan symbolic adalah anak menjelaskan sesuatu melalui
perbuatan (dia bergeser ke depan atau kebelakang di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya
bermain) ini fase enactive. Kemudian pada fase iconic dia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau bagan dan
akhirnya dia menggunakan bahasa untuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini fase symbolic (Syaodih, 2001).
Karakteristik yang paling jelas mengenai Discovery sebagai metode mengajar ialah bahwa sesudah tingkat-tingkat inisial
(pemulaan) mengajar, bimbingan guru hendaklah lebih berkurang dari pada metode-metode mengajar lainnya. Hal ini tak
berarti bahwa guru menghentikan untuk memberikan suatu bimbingan setelah problema disajikan kepada pelajar. Tetapi
bimbingan yang diberikan tidak hanya dikurangi direktifnya melainkan pelajar diberi responsibilitas yang lebih besar
untuk belajar sendiri.
B. Tujuan Model Pembelajaran Discovery Learning
Bell (1978) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai
berikut:
1. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan
menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
2. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkrit mauun
abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan
3. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk
memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.
4. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling
membagi informasi, serta mendengar dan mneggunakan ide-ide orang lain.
5. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-
prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.
6. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer
untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.
C. Tujuan Model Pembelajaran Discovery Learning
1. Langkah Persiapan
Langkah persiapan model pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah sebagai berikut:
Menentukan tujuan pembelajaran.
Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
Memilih materi pelajaran.
Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk
dipelajari siswa.
Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari
tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
2. Prosedur Aplikasi Metode Discovery Learning
Menurut Syah (2004) dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus
dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:
Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan):
Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
Data collection (Pengumpulan Data)
Data Processing (Pengolahan Data)
Verification (Pembuktian)
Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
D. Fakta Empirik Keberhasilan Pendekatan dalam Proses dan Hasil Pembelajaran
Penilaian tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan.
Ada dua bentuk soal tes tertulis, yaitu berikut ini.
Soal dengan memilih jawaban.
o Pilihan ganda
o Dua pilihan (benar-salah, ya-tidak)
o Menjodohkan
Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal- hal berikut:
Materi, misalnya kesesuian soal dengan indikator pada kurikulum;
Konstruksi, misalnya rumusan soal atau pertanyaan harus jelas dan tegas.
Bahasa, misalnya rumusan soal tidak menggunakan kata/ kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda.
2. Penilaian Diri
Penilaian diri (self assessment) adalah suatu teknik penilaian, subyek yang ingin dinilai diminta untuk menilai dirinya
sendiri berkaitan dengan, status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran
tertentu.
Teknik penilaian diri dapat digunakan dalam berbagai aspek penilaian, yang berkaitan dengan kompetensi kognitif,
afektif dan psikomotor.