Anda di halaman 1dari 4

Edward Lee Thorndike

Lahir: Williamsburg, Massachusetts, pada tahun 1874. Putra kedua dari seorang pendeta methodis.

Meninggal: 1949

Karya: Psikologi Belajar, psikologi Pendidikan, perilaku verbal, psikologi komparatif, uji kecerdasan,
problem nature-nurture, transfer training, dan aplikasi pengukuran kuantitatif untuk problem
sosiopsikologis.

1. Riset Hewan Sebelum Thorndike

Peneliti yang menimbulkan penelitian anatomis terhadap binatang adalah Darwin. Bukunya The
Expression of Emotions in Man and Animals (1872) dianggap sebagai teks pertama tentang psikologi
perbandingan. Karyanya ini menunjukkan bahwa manusia dan nonmanusia adalah sama dalam hampir
semua aspeknya: secara anatomis, emosional, dan kognitif. Lalu ada George John Romanes (1848-1894)
yang memublikasikan Animal Intelliegence (1882), Mental Evolution in Animals (1884) dan Mental
Evolution in Man (1885).

2. Konsep Teoritis Utama


 Koneksionisme : Thorndike menyebut asosiasi antara kesan indrawi dan impuls dengan tindakan
sebagai ikatan atau koneksi.
 Pemilihan dan Pengaitan : Bentuk paling dasar dari proses belajar adalah trial-and-error
learning (belajar dengan uji coba), atau yang disebutnya sebagai selecting and connecting
(pemilihan dan pengaitan).
 Belajar adalah Inkremental, Bukan Langsung ke Pengertian Mendalam (Insightful) :
Dengan menyebutkan penurunan gradual dalam waktu untuk mendapatkan solusi sebagai fungsi
percobaan suksesif, Thorndike menyimpulkan bahwa belajar bersifat incremental (bertahap),
buka insightful (langsung ke pengertian).
 Belajar Tidak Dimediasi oleh Ide : Berdasarkan risetnya, Thorndike (1898) menyimpulkan
bahwa belajar bersifat langsung dan tidak dimediasi oleh pemikiran atau penalaran. Pada contoh
kucing, kucing tidak melihat-lihat situasi apalagi memikirkan situasi, lalu memutuskan apa yang
mesti dilakukan.
 Semua Mamalia Belajar Dengan Cara yang Sama : Banyak orang yang terganggu oleh
pandangan Thorndike bahwa semua proses belajar adalah langsung dan tidak dimediasi oleh ide-
ide, dan teruma karena dia juga menegaskan bahwa proses belajar semua mamalia, termasuk
manusia, mengikuti kaidah yang sama.
3. Thorndike Sebelum 1930

Pemikiran Thorndike tentang belajar dibagi menjadi dua, yakni sebelum 1930 dan sesudah 1930.

a. Hukum Kesiapan
Law of Readines (hukum kesiapan), terdapat tiga bagian, yakni:

1. Ketika seseorang siap untuk melakukan suatu tindakan, maka melakukannya akan memuaskan.
2. Ketika seseorang siap untuk melakukan suatu tindakan, maka tidak melakukannya akan
menjengkelkan.
3. Ketika seseorang belum siap melakukan suatu tindakan namun dipaksa melakukannya, maka
melakukannya akan menjengkelkan.
b. Hukum Latihan

Law of Exercise (hukum Latihan), dibagi menjadi dua bagian, yakni:

1. Koneksi antara stimulus dan respon akan menguat saat keduanya dipakai. Hal ini dinamakan law
of use (hukum kegunaan).
2. Koneksi antara stimulus dan respon akan melemah apabila praktik hubungan dihentikan atau jika
ikatan neural tidak dipakai. Hal ini dinamakan law od disuse (hukum ketidakgunaa).

c. Hukum Efek

Law of Effect (hukum efek), adalah penguatan atau pelemahan dari suatu koneksi antara stimulus dan
respon sebagai akibat dari konsekuensi respon. Jika suatu respon diikuti dengan satisfying state of affairs
(keadaan yang memuaskan), kekuatan koneksi itu akan bertambah. Jika respons diikuti dengan annoying
state of affairs (keadaan yang menjengkelkan), kekuatan koneksi itu menurun.

KONSEP SEKUNDER SEBELUM 1930

 Respons Berganda
Multiple response mengacu pada fakta bila respons pertama tidak memecahkan problem, maka
perlu mencoba respons yang lain.
 Set atau Sikap
Disposisi, prapenyesuaian, atau sets (sikap) penting untuk di bawa ke dalam situasi belajar.
 Prapotensi Elemen
Prepotency of elements merupakan “aktivitas parsial dari suatu situasi” yang mengarah pada fakta
hanya bebrapa elemen dari situasi akan mengatur perilaku.
 Respons dengan Analogi
Response by analogy merupakan dalam meresponnya dengan cara seperti ketika merespons
situasi yang mirip seperti yang pernah kita jumpai.
 Pergeseran Asosiatif
Prosedur dalam menunjukkan pergerseran asosiatif dimulai pada koneksi antara satu situasi
tertentu dan respon tertentu.
THORNDIKE PASCA 1930

Thorndike melakukan pidato pada September 1929 di International Congress of Psycholoy dengan
mengatakan “saya salah”.
 Revisi Hukum Latihan/Penggunaan
Hukum penggunaan menyatakan bahwa repetisi sudah cukup untuk memperkuat koneksi namun
ternyata tidak akurat.
 Revisi Hukum Efek
Hukum efek ternyata separuhnya benar yaitu sebuah respons diikuti keadaan yang memuaskan
akan diperkuat.
 Belongingness
Elemen-elemen asosiasi jika dimiliki bersama, asosiasi akan dipelajari dan dipertahankan lebih
mudah ketimbang jika elemen bukan milik bersama.
 Penyebaran Efek
Thorndike menemukan bahwa keadaan yang memuaskan tidak hanya menambah probabilitas
terulangnya respons yang menghasilkan keadaan memuaskan tersebut tetapi juga dapat
meningkatkan probabilitas terulangnya respons yang mengitari respons yang memperkuat.

ILMU PENGETAHUAN DAN NILAI MANUSIA

Thorndike mendapatkan kritikan yaitu mereduksi perilaku manusia menjadi reaksi otomatis pada
lingkungan akan menghancurkan nilai kemanusiaan. Thorndike menjawab kritikan tersebut yaitu “…Ilmu
pengetahuan akan terus maju, kecuali jika peradaban ambruk, dan ilmu pengetahuan akan memperluas
kontrol manusia atas alam dan mengembangkan teknologi, pertanian, pengobatan, dan seni secara lebih
efektif…” lalu, pada kesempatan lain Thorndike mengatakan “…Kita adalah pemimpin jiwa kita sendiri
sepanjang jiwa-jiwa kita bertindak sesuai dengan kaidah yang sempurna sehingga kita bisa memahami
dan memperkirakan setiap respons yang kita berikan untuk setiap situasi…”

Menurut Thorndike ada hubungan erat antara pengetahuan proses belajar dengan praktik pengajaran. Ia
berharap akan ditemukan lebih banyak pengetahuan tentang hakikat belajar.
Pemikiran Thorndike bertentangan dengan gagasan tradisional tentang pendidikan. Thorndike (1912)
menganggap rendah teknik pengajaran bentuk ceramah perkuliahan. Guru memberi murid beberapa
kesimpulan, mewajibkan murid untuk memerhatikan, dan mengharuskan murid menjawab pertanyaan
yang bukan berasal dari dirinya sendiri.
Pengajaran yang baik melibatkan pengetahuan atas semua hal yang akan diajarkan, materi apa yang mesti
diberikan, respons apa yang mesti dicari, dan kapan mesti mengaplikasikan penguatan. Tujuh aturan
Thorndike (1922) tentang pengajaran:
1. Perhatikan situasi yang dihadapi murid.
2. Pertimbangkan respons
3. Jalin ikatan
4. Jika hal-hal lain tak berubah, jangan jalin ikatan yang nanti harus diputuskan lagi.
5. Jika hal-hal lain tidak berubah, jangan menjalin dua atau tiga ikatan apabila satu saja
sudah cukup.
6. Jika hal-hal lain tak berubah, bentuklah ikatan dengan cara yang membuat mereka mesti
bertindak.
7. Karenanya dukunglah situasi yang ditawarkan oleh kehidupan itu sendiri, dan dukunglah
respons yang dituntut oleh kehidupan itu.
Tujuan pendidikan harus berada dalam jangkauan kapabilitas siswa, dan tujuan itu harus dibagi menjadi
unit-unit yang bisa dikelola sehingga guru dapat mengaplikasikan “keadaan yang memuaskan” saat siswa
memberi respons yang tepat. Situasi belajar harus dibuat menyerupai dunia riil. Thorndike mungkin akan
menyetujui program pelatihan magang dan mungkin akan senang dengan ide pertukaran pelajar.
EVALUASI TEORI THORNDIKE
Kontribusi Karta rintisan Thorndike memberi alternatif tersendiri untuk mengkonseptualisasikan belajar
dan perilaku dan memberi pendekatan yang jauh berbeda dengan pendekatan sebelum dia. Sebelum studi
Thorndike, tidak ada pembahasan eksperimental yang sistematis terhadap proses belajar. Dia bukan hanya
menjelaskan dan mensintesiskan data yang tersedia; dia juga menemukan dan mengembangkan fenomena
—belajar trial-and-error dan transfer training, misalnya—yang akan mendefinisikan domain teori belajar
untuk masa-masa berikutnya.
Thorndike adalah orang pertama yang mengamati, dalam kondisi yang terkontrol, bahwa konsekuensi
dari perilaku akan menghasilkan efek terhadap kekuatan perilaku. Persoalan tentang apa penyebab efek
ini, apa batasnya, durasinya, dan problem yang terkait dengan definisi dan pengukurannya kelak
memandu riset dalam tradisi behavioral selama 50 tahun kemudian dan masih menjadi topik riset dan
perdebatan sampai sekarang.

Anda mungkin juga menyukai