(B) Kelompok 2 Psikologi Belajar
(B) Kelompok 2 Psikologi Belajar
1. Koneksionisme
2. Pemilihan dan
Cabang-cabang asosiasionisme
sebelumnya telah berusaha Pengaitan
menunjukkan bagaimana ide-ide 3. Belajar adalah
menjadi saling terkait; jadi Menurut Thorndike bentuk paling dasar Inkremental
pendekatan Thorndike cukup dari proses belajar adalah trial-and-error
berbeda dan dapat dianggap sebagai learning (belajar dengan uji coba). Dia Thorndike menyimpulkan bahwa belajar
teori belajar modern pertama. Teori mendapatkan ide dasar ini melalui bersifat incremental (inkremental/bertahap),
Thorndike bisa dipahami sebagai eksperimen awalnya, dengan memasukkan bukan insightful (langsung ke pengertian).
kombinasi dari asosiasionisme, hewan ke dalam perangkat yang telah Dengan kata lain, belajar dilakukan dalam
Darwinisme, dan metode ilmiah. ditata sedemikian rupa sehingga ketika langkah-langkah kecil yang sistematis, bukan
hewan itu melakukan jenis respons tertentu langsung melompat ke pengertian
ia bisa keluar dari perangkat itu. mendalam.
Konsep Teoritis Utama
4. Belajar Tidak Dimediasi oleh 5. Semua Mamalia Belajar
Ide dengan Cara yang Sama
Thorndike (1898) juga menyimpulkan bahwa belajar Banyak orang yang terganggu oleh pandangan
bersifat langsung dan tidak dimediasi oleh pemikiran Thorndike bahwa proses belajar semua mamalia,
atau penalaran: Kucing tidak melihat-lihat situasi, termasuk manusia, mengikuti kaidah yang sama.
apalagi memikirkan situasi, lalu memutuskan apa Menurut Thorndike, tidak ada proses khusus yang
yang mesti dilakukan. Kucing langsung melakukan perlu dipostulatkan dalam rangka menjelaskan
aktivitas berdasarkan pengalaman dan reaksi proses belajar manusia.
naluriah terhadap situasi. Dengan mengikuti prinsip
parsimoni, Thorndike menolak campur tangan nalar
dalam belajar dan ia lebih mendukung tindakan
seleksi langsung dan pengaitan dalam belajar.
Thorndike Sebelum 1930
Pemikiran Thorndike tentang proses belajar dapat dibagi menjadi dua bagian: pertama adalah pemikiran sebelum tahun 1930
dan kedua adalah pasca 1930, ketika beberapa pandangan awalnya berubah banyak.
Law of readiness (hukum kesiapan) yang Sebelum 1930, teori Thorndike Law of effect (hukum efek), yang
dikemukakan dalam buku yang berjudul The mencakup hukum law of exercise (hukum digagasnya sebelum tahun 1930, adalah
Original Nature of Man (Thorndike, 1913). latihan), yang terdiri dari dua bagian : penguatan atau pelemahan dari suatu
Dengan menggunakan terminologi a. Koneksi antara stimulus dan respons koneksi antara stimulus dan respons
kontemporer, kita bisa menyatakan ulang akan menguat saat keduanya dipakai. sebagai akibat dari konsekuensi dari
hukum kesiapan Thorndike sebagai berikut: melatih koneksi antara situasi yang respons. Jika suatu respons diikuti
1. Ketika seseorang siap untuk melakukan menstimulasi dengan suatu respons akan dengan satisfying state of affairs
suatu tindakan, maka melakukannya akan memperkuat koneksi di antara keduanya. (keadaan yang memuaskan), kekuatan
memuaskan. Bagian dari hukum latihan ini dinamakan koneksi itu akan bertambah. Jika respons
2. Ketika seseorang siap untuk melakukan law of use (hukum penggunaan). diikuti dengan annoying state of affairs
suatu tindakan, maka tidak melakukannya b. Koneksi antara situasi dan respons (keadaan yang menjengkelkan), kekuatan
akan menjengkelkan. akan melemah apabila praktik hubungan koneksi itu menurun.
3. Ketika seseorang belum siap untuk dihentikan. Bagian dari hukum latihan ini
melakukan suatu tindakan tetapi terpaksa dinamakan law of disuse (hukum
melakukannya, maka melakukan hal ketidakgunaan).
tersebut akan mengganggu.
Konsep Sekunder Sebelum 1930
Sebelum 1930, teori Thorndike mencakup sejumlah ide yang kurang penting ketimbang hukum kesiapan, efek, dan
latihan. Konsep sekunder ini antara lain respons berganda, set atau sikap, prapotensi elemen, respons dengan analogi,
dan pergeseran asosiatif.
5. Pergeseran Asosiatif
Pada September 1929, Thorndike berpidato di International Congress of Psycholoy di New Haven, Connecticut,
dan mengawali kata-katanya dengan “Saya salah.” Pengakuan ini menunjukkan aspek penting dari praktik
keilmuan yang baik: Ilmuwan diwajibkan mengubah kesimpulannya jika data mengharuskannya.
Thorndike secara esensial menarik kembali Setelah 1930, hukum efek ternyata hanya separuh
hukum penggunaan atau latihan. Hukum benar. Separuh dari yang benar itu adalah bahwa
penggunaan, yang menyatakan bahwa repetisi sebuah respons yang diikuti oleh keadaan yang
saja sudah cukup untuk memperkuat koneksi, memuaskan akan diperkuat. Sedangkan untuk
ternyata tidak akurat. Meskipun Thorndike tetap separuh lainnya, Thorndike menemukan bahwa
berpendapat bahwa latihan praktis akan menghukum suatu respons ternyata tidak ada
menghasilkan kemajuan kecil dan kurangnya efeknya terhadap kekuatan koneksi. Revisi hukum
latihan akan menyebabkan naiknya tingkat lupa, efek menyatakan bahwa penguatan akan
karena alasan praktis dia meninggalkan hukum meningkatkan strength of connection (kekuatan
latihan setelah tahun 1930. koneksi), sedangkan hukuman tidak memberi
pengaruh apa-apa terhadap kekuatan koneksi.
Thorndike Pasca 1930
Thorndike percaya bahwa praktik pendidikan harus dipelajari secara ilmiah. Thorndike (1906) berkata, Tentu saja
pengetahuan psikologi yang ada saat ini belumlah sempurna, dan karenanya aplikasinya untuk pengajaran sering
tidak lengkap, tidak pasti dan belum aman. Thorndike (1912) menganggap rendah teknik pengajaran berbentuk
ceramah perkuliahan yang saat itu populer (bahkan sampai sekarang): Menguliahi dan metode menunjukkan
adalah pendekatan yang sangat terbatas karena guru tidak merangsang murid untuk mencari tahu lebih
mendalam dari hal-hal yang diberitahukan atau ditunjukkan. Mereka hanya mewajibkan murid untuk
memerhatikan, dan berusaha memahami sebaikbaiknya.
Dalam term yang lebih kontemporer, Thorndike mungkin akan menyarankan penataan kelas dengan tujuan yang
didefinisikan secara jelas. Tujuan pendidikan ini harus berada dalam jangkauan kapabilitas pembelajar (siswa),
dan tujuan itu harus dibagi-bagi menjadi unit-unit yang bisa dikelola sehingga guru dapat mengaplikasikan
“keadaan yang memuaskan” saat pembelajar memberi respons yang tepat. Mengajari siswa memecahkan
problem sulit tidak selalu memperkaya kapasitas penalaran mereka.
Evaluasi Teori Thorndike
KONTRIBUSI
Dia bukan hanya menjelaskan dan mensintesiskan data yang tersedia; dia juga menemukan dan mengembangkan fenomena
belajar trial-and-error dan transfer training Dengan hukum efeknya, Thorndike adalah orang pertama yang mengamati, dalam
kondisi yang terkontrol, bahwa konsekuensi dari perilaku akan menghasilkan efek terhadap kekuatan perilaku. Thorndike adalah
salah satu orang paling awal yang meneliti mengapa orang bisa lupa melalui hukum latihannya dan meneliti pengekangan
perilaku lewat kajiannya terhadap hukuman.
KRITIK
Pertama berkaitan dengan definisi unsur pemuas (satisfier) dalam hukum efek. Yang kedua, juga berkaitan dengan hukum efek.
Kritik kedua terhadap hukum efek Thorndike terkait dengan cara hubungan S-R diperkuat atau diperlemah. Thorndike percaya
bahwa belajar adalah fungsi otomatis dari keadaan yang memuaskan dan bukan dari mekanisme kesadaran seperti pemikiran
atau penalaran. Thorndike jelas percaya bahwa organisme tidak perlu menyadari hubungan antara respons dan unsur pemuas
agar unsur pemuas itu memberikan efeknya. Demikian pula, niat dan strategi pembelajar dianggap tidak penting bagi proses
belajar. Thorndike tidak menyangkal adanya pemikiran, perencanaan, strategi, dan niat. Tetapi, Thorndike percaya bahwa
belajar dapat dijelaskan dengan memadai tanpa merujuk pada hal-hal semacam itu.
Kesimpulan
Teori koneksionisme Edward Lee Thorndike, dengan fokus pada hubungan
stimulus-respons, didasarkan pada hukum efek yang menggambarkan
kecenderungan perilaku terulang berdasarkan konsekuensi. Pemahaman
mendalam terhadap koneksionisme Thorndike memberikan landasan bagi
pengajar untuk merancang strategi pembelajaran yang tidak hanya efektif,
tetapi juga meningkatkan pemahaman dan retensi materi, menciptakan
lingkungan belajar yang optimal bagi siswa. Thorndike juga meyakini bahwa
belajar berlangsung tanpa perlu keterlibatan kesadaran atau pemikiran reflektif
yang mendalam.
Saran
sebaiknya memahami teori ini karna membantu merancang
pengalaman pembelajaran yang lebih efektif. memahami teori
belajar ini secara mendalam dapat memperkaya praktik
pendidikan, pelatihan, dan perancangan pendidikan dalam
kehidupan sehari-hari.