Anda di halaman 1dari 32

Nama : Bena Korneliya

NIM : 4101419029
Prodi : Pendidikan Matematika
Mata Kuliah : Dasar dan Proses Pembelajaran Matematika

TEORI PEMBELAJARAN
MATEMATIKA
TEORI BEHAVIORISTIK

A. TEORI THORNDIKE
1. Sejarah Thorndike
Erdward L. Thorndike (1873-1949) adalah seorang psikologi terkemuka di
Amerika Serikat yang teori pembelajarannya-koneksionisme-dominan di negeri
tersebut. Ia menerapkan sebuah pendekatan eksperimental ketika mengukur hasil-
hasil yang dicapai oleh siswa. Pengaruhnya terhadap pendidikan ditandai dengan
adanya Thorndike Award (Penghargaan Thorndike), penghargaan tertinggi yang
diberikan oleh Devisi Psikologi Pendidikan Asosiasi Psikologi Amerika kepada
kontribusi- kontribusi besar terhadap psikologi pendidikan. (Schunk, D.H, 2012:
101).
2. Definisi Belajar Menurut Thorndike
Teori belajar koneksionisme dikembangkan oleh Thorndike tahun 1913.
Terjadi hubungan (koneksionisme) antara stimulus-respon pada panca indera
dengan kecenderungan untuk bertindak. Teori ini juga dinamai teori
stimulusrespon. Belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus dan
respon sebanyak–banyaknya. (Susanto, B, 2010: 76).
3. Eksperimen Thorndike
Eksperimen menggunakan seekor kucing dan kucing tersebut mencapai tujuannya
(keluar kandang) dengan lebih cepat dan membuat lebih sedikit kesalahan
sebelum akhirnya merespon dengan benar. Dari eksperimen tersebut dapat
disimpulkan bahwa
1) belajar dapat terjadi dengan dibentuknya hubungan, atau ikatan, atau asosiasi,
ataupun koneksi neural yang kuat antara stimulus dan respons. 2) untuk
dicapainya hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan
untuk memilih respon yang tepat, serta melalui usaha – usaha atau percobaan
(trials) dan kegagalan (error) terlebih dahulu. Dengan ini Thorndike mengutarakan
bila bentuk paling dasar dari belajar adalah trial dan error learning atau selecting
dan connecting learning (dengan ini teori belajar Thorndike disebut teori
koneksionisme). (Schunk, D.H, 2012: 101)
4. Hukum-Hukum Teori Thorndike
- Hukum latihan (law of exercise), yaitu apabila asosiasi antara stimulus dan
respon sering terjadi, maka asosiasi itu akan terbentuk semakin kuat.
- Hukum akibat (law of effect), yaitu apabila asosiasi yang terbentuk antara
stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin
meningkat.
- hukum kesiapan, maksud dari hukum kesiapan disini terdapat empat rumus
yang digunakan sebagai berikut :
a. Bila seseorang sudah siap melakukan suatu tingkah laku, maka
pelaksanaan tingkah laku tersebut memberi kepuasan baginya sehingga
tidak akan melakukan tingkah laku lain.
b. Bila seseorang sudah siap melakukan sesuatu tingkah laku, tetapi tidak
dilaksanakan tingkah laku tersebut, maka akan menimbulkan kekecewaan
baginya, sehingga menyebabkan dilakukanya tingkah laku lain untuk
mengurangi kekecewaanya.
c. Bila seseorang belum siap melakukan suatu tingkah laku tetapi dia
harus melakukanya, maka akan menimbulkan ketidakpuasan, sehingga
dilakukan tingkah laku lain untuk menghalangi terlaksananya tingkah laku
tersebut.
d. Bila seseorang belum siap melakukan suatu tingkah laku dan tidak
dilakukanya tingkah laku tersebut, maka akan menimbulkan kepuasan.
5. Revisi Teori Thorndike
- Hukum latihan ditinggalkan, karena ditemukan bila pengulangan saja tidak
cukup untuk memperkuat hubungan stimulus dengan respons.
- Hukum akibat direvisi, karena dalam penelitianya lebih lanjut ditemukan
bahwa hanya sebagian saja dari hukum ini yang benar.

B. TEORI SKINNER
1. Biografi Ringkas B.F. Skinner
Burhuss Frederick Skinner lahir 20 Maret 1904, di kota kecil Pennsylvania
Susquehanna. Anak pertama pasangan William Skinner dan Grace Mange Burrhus
Skinner. Ayahnya adalah seorang pengacara, dan ibunya yang kuat dan cerdas
sebagai ibu rumah tangga.
B.F Skinner (Bruss Frederic Skinner, 1904- 1990)adalah seorang Psikolog
Amerika pada abad 20-an dan termasuk psikolog yang berpengaruh di dunia. Pada
tahun 1938, Skinner menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior of
Organism. Dalam perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan teori
operant conditioning. Buku itu menjadi inspirasi diadakannya konferensi tahunan
yang dimulai tahun 1946 dalam masalah “The Experimental an Analysis of
Behavior”. Hasil konferensi dimuat dalam jurnal berjudul Journal of the
Experimental Behaviors yang disponsori oleh Asosiasi Psikologi di Amerika
(Sahakian,1970).
2. Pembelajaran menurut Aliran Behavioristik
Pembelajaran menurut aliran behavioristik adalah upaya membentuk tingkah
laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan, agar terjadi hubungan
lengkungan dengan tingkah laku siswa (Rifa’i, 2011: 205). Berikut merupakan
contoh penguatan positif dalam pembelajaran :
- Penguatan sosial; berupa senyuman, pujian.
- Penguatan aktivitas; pemberian mainan.
- Penguatan simbolik; uang, nilai.

Penguatan negatif adalah sesuatu yang apabila ditiadakan akan meningkatkan


probabilitas respon (Zhou et al, 2014: 7). Berarti, penguatan negatif meruapakan
hukuman (punishment). Hukuman (punishment) dapat digunakan sebagai alat
pembelajaran, namun perlu berhati-hati (Rifa’i et al, 2011: 205). Sehingga,
hukuman dapat dipikirkan sebagai alat pendidikan terakhir setelah anak
melakukan kenakalan, kemalasan. Berikut merupakan perbedaan menganai
penguatan (reinforcement) dan hukuman (punishment).

3. Pokok Pemikir B. F. Skinner


- B.F. Skinner meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant
conditioning.
- Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner
bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan.
- Tiga asumsi yang dimiliki Skinner dalam membangun teorinya: a. Behavior is
lawful (perilaku memiliki hukum tertentu) b. Behavior can be predicted
(perilaku dapat diramalkan) c. Behavior can be controlled (perilaku dapat
dikontrol)
- Functional analysis of behavior: analisis perilaku dalam hal hubungan sebab
akibat, dimana penyebabnya itu sendiri (seperti stimuli, deprivation, dsb)
merupakan sesuatu yang dapat dikontrol.
- Dua klasifikasi dasar dari perilaku menurut B.F Skinner: operants dan
respondents
4. Perintis dari Behaviorisme Ilmiah B. F. Skinner
Thorndike mengobservasi bahwa pembelajaran pada umumnya terjadi karena
adanya suatu efek yang mengikuti suatu respons, dan ia menyebut hasil
observasinya sebagai hukum akibat (law of effect). Sebagaimana pertama kali
dirumuskan oleh Thorndike, hukum dari efek ini mempunyai dua bagian. Bagian
pertama menyatakan bahwa respons terhadap suatu stimulus yang diikuti langsung
oleh pemuas cenderung akan “disimpan”;bagian kedua menyatakan bahwa
respons terhadap suatu stimulus yang diikuti langsung oleh penganggu akan
“dibuang”. Kemudian, Thorndike merevisi hukum ini dengan meminimalisasai
signifikansi pengganggu. Ketika penghargan (reward) atau pemuas menguatkan
hubungan antara suatu stimulus dengan suatu respon, hukuman (punishment) atau
pengganggu biasanya tidak melemahkan hubungan tersebut. Artinya, menghukum
suatu perilaku hanya menghambat perilaku tersebut; tetapi tidak “membuangnya”.
Skinner (1954) menerima bahwa hukum akibat sangat krusial untuk mengontrol
perilaku dan melihat pekerjaannnya adalah untuki memastikan bahwa suatu efek
benar-benar terjadi dan efek tersebut terjadi dibawah suatu kondisi optimal untuk
belajar.
5. Pengkondisian
a. Pengkondisian Klasik
Dalam pengondisian klasik, suatu stimulus netral (conditioned) dipasangkan
beberapa kali dengan suatu stimulus yang tidak dikondisikan (unconditioned)
sampai mampu membawa sebuah respons yang sebelumnya tidak
dikondisikan menjadi respons yang terkondisi.

b. Pengondisian Opera
Penelitian operant conditioning dilakukan Skinner dengan objek tikus. Seekor
tikus dimasukan ke dalam kotak Skinner (Skinner box); kotak kecil yang
kedap, memisahkan tikus dari lingkungan normal dan memungkinkan peneliti
mengontrol seluruh variasi lingkungan, mengontrol dan mencatat kejadian
stimulus dan respon terjadi.
- Pembentukan
Pembentukan (shaping) adalah suatu prosedur ketika peneliti atau
lingkungan memberikan suatu penghargaan atas perkiraan kasar dari
perilaku tersebut, lalu perkiraan yang lebih dekat, dan terakhir, perilaku
yang diinginkan tersebut. Melalui proses penguatan perkiraan berkala,
peneliti atau lingkungan secara bertahap membentuk suatu kumpulan yang
kompleks dan final dari perilaku (Skinner, 1953).
- Penguatan
Menurut Skinner (1978a),penguatan (reinforcement) memiliki dua efek:
memperkuat perilaku dan memberikan penghargaan pada orang tersebut.
Oleh karena itu, penguatan dan penghargaan tidak sama. Setiap perilaku
diberi penguatan tidak selalu bersifat memberikan penghargaan ata
menyenangkan bagi orang tersebut.
 Penguatan Positif
Setiap stimulus yang saat dimasukkan dalam suatu situasi,
meningkatkan kemungkinan bahwa suatu perilaku akan terjadi disebut
penguat positif (positive reinforcement) (Skinner, 1953). Contoh umum
dari penguat positif, yaitu makan, air, seks, uang, persetujuan social,
dan kenyamanan fisik.
 Penguatan Negatif
Menghilangkan suatu stimulus yang tidak disukai dari suatu situasi dari
situasi dapat meningkatkan kemungkinan bahwa perilaku sebelumnya
akan terjadi. Menghilangkan hal tersebut dapat berakibat pada
penguatan negatif (negative reinforcement) (Skinner, 1953).
 Hukuman
hukuman (punishment) adalah pemberian stimulus yang tidak
menyenangkan, seperti setrumen, atau menghilangkan stimulus yang
menyenangkan, seperti memutuskan telepon seorang remaja. Penguaran
negative menguatkan suatu respons, sementara hukuman tidak.
 Perbandingan Penguatan dan Hukuman
terdapat dua macam hukuman. Hukuman pertama 23 membutuhkan
pemberian stimulus yang tidak di sukai, sedangkan hukuman yang
kedua melibatkan penghilangan suatu penguatan positif. Contoh dari
hukuman yang pertama adalah rasa sakit yang dirasakan karena jatuh
ditrotoar bersalju akibat berjalan terlalu cepat. Contoh hukuman yang
kedua adalah denda yang sangat tinggi yang dikenakan pada seorang
pengendara motor akibat mengendarai motor terlalu cepat.

6. Organisme Manusia
Menurut Sinner (1987) perilaku manusia dan kepribadian manusia dibentuk oleh
tiga kekuatan : (1) seleksi alam, (2) praktik budaya, (3) sejarah seseorang atas
penguatan yang diterimanya. Akan tetapi, pada akhirnya seleksi alam, sejak
pengondisian operan adalah suatu proses yang berevolusi dan praktik budaya
menjadi aplikasi spesialnya.

C. TEORI BELAJAR ROBERT GAGNE


I. Prinsip Belajar Robert Gagne
1. Asumsi Dasar
Asumsi dasar dari teori Gagne mendeskripsikan sifat unik dari kegiatan belajar
manusia dan definisinya tentang belajar.
a. Keunikan Hakekat Belajar Manusia
Elemen penting dalam analisis Gagne adalah kaitan belajar dengan
perkembangan, kompleksitas belajar pada manusia, dan masalah khusus
dengan pandangan-pandangan sebelumnya.
 Kaitan Hakekat Belajar Manusia
Dalam model kesiapan pertumbuhan (model Gesellian),
pertumbuhan tubuh terkait erat dengan pertumbuhan mental.
Dimana faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan adalah
genetik, sedangkan faktor utama yang mempengaruhi belajar adalah
kegiatan- kegiatan di lingkungan individu itu sendiri.
 Kompleksitas Belajar Manusia
Keterampilan yang kompleks didasarkan pada belajar
sebelumnya. Sebagai contoh, siswa yang belajar menulis paragraf
deskriptif akan menggunakan pengetahuannya tentang penulisan
kalimat dan memilih kata.
 Masalah dalam Pandangan Sebelumnya
Pada 1960-an, kecerendungan riset lain memperkenalkan
perspektif baru dalam diskusi belajar. Mereka adalah (a) riset
komunikasi, yang memandang pemelajaran sebagai sistem
pemrosesan informasi yang kompleks, (b) munculnya komputer
berkecapatan tinggi, yang diikuti dengan sederet petunjuk
pemrosesan, dan (c) deskripsi yang mengikuti aturan mengenai
bagaimana individu memproses bahasa. Perubahan utama dalam
pemikiran belajar yang diawali oleh perkembangan ini adalah bahwa
individu tidak sekedar beraksi terhadap stimuli, sebaliknya mereka
memproses stimulasi yang diterima dari lingkungan. Model ini tidak
membahas hasil spesifik dari belajar, namun konsep bertindak pada
stimuli di lingkungan dalam berbagai cara memberikan implikasi
bagi pembelajaran.

b. Definisi Belajar
Belajar adalah mekanisme yang membuat individu menjadi berfungsi
sebagai anggota masyarakat secara kompeten. Belajar juga melahirkan
semua keterampilan, 36 pengetahuan, sikap, dan nilai-nilai yang didapat
oleh manusia. Dalam pengertian umum belajar merupakan perubahan
disposisi kapabilitas (kemampuan) manusia yang bertahan dalam jangka
waktu yang lama dan bukan hasil dari pertumbuhan. Ketika didefinisikan
secara formal, belajar menghasilkan berbagai disposisi yang dipertahankan
yang tercermin dalam berbagai macam perilaku atau hasil kinerja tertentu,
yaitu perbandingan antara hasil kinerja sebelumnya dengan sesudah
pembelajaran. Menurut Gagne, kapabilitas (kemampuan) ini terdiri dari
komponen mental (disposisi yang dipertahankan) dan komponen perilaku
(kinerja). Kedua komponen kapabilitas ini didapatkan oleh manusia melalui
stimulasi dari lingkungan, dan pemrosesan kognitif yang mengubah
stimulus dari lingkungan menjadi kapabilitas baru.
2. Komponen Belajar
Lima variasi belajar yang dikemukakan Gagne adalah informasi verbal,
keterampilan intelektual, keterampilan motorik, sikap, dan strategi kognitif.
Kelima variasi belajar ini merepresentasikan hasil belajar yang merupakan
kapabilitas.
a. Informasi Verbal
Informasi verbal dimulai sejak masa kanak-kanak awal ketika bayi
mulai belajar nama-nama objek, hewan, dan peristiwa. Berlanjut
disepanjang hayat saat mereka belajar tentang dunia sekitar. Karakteristik
esensial dari informasi verbal yaitu dapat ditulis atau dikatakan
(diverbalkan), dan beberapa kata dari informasi verbal memiliki makna
bagi individual. Informasi verbal mengacu pada memilih teks yang
terkoneksi secara bermakna, dan mengorganisasikan bagian-bagian
informasi. Hasil dari informasi verbal adalah menyatakan informasi.
b. Keterampilan Intelektual
Yang termasuk dalam keterampilan intelektual adalah membedakan,
mengombinasikan, menabulasikan, mengklasifikasikan, mengaalisis, dan
mengkuantifikasikan objek, kejadian, dan simbol-simbol lain. Contohnya,
menerjemahkan ton menjadi kilogram.
Keterampilan intelektual terdiri dari empat keterampilan lain yaitu:
 Belajar diskriminasi, merupakan merespon secara berbeda pada
karakteristik yang membedakan objek.Contohnya, membedakan
gambar segitiga tertutup dengan geometris lainnya.
 Belajar konsep konkret dan definisi, merupakan mengidentifikasi
objek atau kegiatan sebagai anggota dari satu kelompok konsep,
belajar melalui pertemuan langsung dengan contoh
konkret.Contohnya, mengidentifikasi berbagai bentuk segitiga dari
segitiga yang tinggi sampai yang lebar.
 Belajar kaidah atau aturan, merupakan merespon satu kelompok
situasi dengan kelompok kinerja yang berkaitan.Contohnya,
menjawab 5 x (2 + 3) dengan menjumlahkan (5 x 2) + (5 x 3)
 Belajar pemecahan masalah, merupakan memecahkan masalah
dengan mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh
sebelumnya.Contohnya, untuk mencari FPB dari 15 dan 30 harus
mengetahui dan mengaplikasikan pemfaktoran atau faktorisasi
prima dari 15 dan 30.
c. Strategi Kognitif
objek strategi kognitif adalah proses pemikiran individu yang belajar itu
sendiri. Strtaegi kognitif yang membantu siswa dalam mengelola belajar
dan pengingatan antara lain mencitrakan suatu kata yang hendak dipelajari,
menggarisbawahi kalimat penting, mengecek pemahaman dengan
mengerjakan soal Latihan. Strategi kognitif juga membantu individu untuk
mengelola pemikiran mereka dengan membantu mereka menentukan kapan
dan bagaimana menggunakan informasi verbal dan keterampilan
intelektual.
d. Keterampilan Motorik
Karakteristik dari keterampilan motorik adalah persyaratan untu
mengembangkan kelancaran tindakan, ketepatan, dan pengaturan waktu,
dan hanya dapat diperoleh melalui pengulangan gerakan yang tepat.
Sehingga menuntut latihan gerakan secara berkelanjutan. Dalam belajar
keterampilan motorik ada tiga fase yaitu belajar tahap-tahap gerakan dalam
keterampilan dan pelaksanaan rutin, menyesuaikan bagian-bagian dari
keterampilan secara keseluruhan melalui latihan, dan memperbaiki
pengaturan waktu dan kelancaran kinerja melalui latihan terus menerus.
Fase ini secara otomatis akan menimbulkan 39 keterampilan, sehingga ia
dapat menentukan tindakan yang mungkin dapat mengganggu.
e. Sikap
Sikap adalah keadaan yang memengaruhi atau mengatur perilaku namun
tidak secara langsung menentukan tindakan. Sikap hanya menyebabkan
kemungkinan dilakukannya suatu tindakan.
3. Hakikat Belajar yang Kompleks
Analisis belajar Gagne mencakup dua organisasi kapabilitas yang
merepresentasikan hasil belajar yang kompleks, yaitu prosedur dan hierarki
belajar.
a. Prosedur
Sebuah prosedur adalah seperangkat tindakan yang harus dilakukan sesuai
urutan atau secara langkah demi lanngkah, dan organisasi keterampilan
yang mencakup 40 keterampilan motorik/gerak dan keterampilan
intelektual.
b. Hierarki Belajar
Menurut kamus ilmiah populer (2006:179) hirarki berarti berurutan-urutan,
peringkat, tingkat. Hirarki belajar merupakan struktur belajar yang terdiri
dari tingkatantingkatan belajar.Robert M. Gagne merupakan salah seorang
penganut aliran psikologi tingkah laku.
4. Tipe Belajar menurut Robert Gagne
Gagne membedakan delapan tipe belajar yang terurut secara hirarki, mulai dari
tipe belajar yang sederhana sampai dengan tipe belajar yang lebih kompleks.
Kedelapan tipe belajar di atas dikemukakan berikut ini.
a. Belajar isyarat (signal learning)
Belajar isyarat adalah belajar sesuatu dengan tidak sengaja yaitu sebagai
akibat dari suatu rangsangan yang dapat menimbulkan reaksi tertentu. Dari
signal yang dilihat atau didengarnya, anak akan memberi respon tertentu.
Misalnya, siswa menjadi senang belajar matematika karena gurunya
bersikap ramah dan humoris.
b. Belajar stimulus-respons (stimulus-response learning)
Belajar stimulus-respons adalah belajar yang disengaja dan responsnya
seringkali secara fisik (motoris). Misalnya, seorang siswa dapat
menyelesaikan suatu soal setelah memperhatikan contoh penyelesaian soal
yang serupa oleh gurunya.
c. Rantai atau rangkaian (chaining)
Belajar rantai atau rangkaian (gerak, tingkah laku) adalah belajar yang
menunjukkan kemampuan anak untuk menggabungkan dua atau lebih hasil
belajar stimulus–respon secara berurutan. Misalnya, siswa belajar melukis
garis melalui dua titik melalui rangkaian gerak: mengambil pensil,
membuat dua titik sembarang, memegang penggaris, meletakkan penggaris
tepat di samping kedua titik, kemudian menarik ruas garis melalui kedua
titik itu.
d. Asosiasi verbal (verbal association)
Belajar asosiasi verbal adalah tipe belajar yang menggabungkan hasil
belajar yang melibatkan unit bahasa (lisan) seperti memberi nama sebuah
objek/benda. Sebagai contoh, bila diperlihatkan suatu bentuk geometris,
seorang siswa dapat mengatakan bentuknya adalah ’persegi’.
e. Belajar diskriminasi (discrimination learning)
Belajar diskriminasi atau memperbedakan adalah belajar untuk
membedakan hubungan stimulus-respons agar dapat memahami berbagai
objek fisik dan konsep. Ada dua macam belajar diskriminasi, yaitu belajar
disriminasi tunggal dan belajar diskriminasi jamak. Sebagai contoh belajar
diskriminasi tunggal, siswa dapat membedakan lambang ∩ dan 𝖴 dalam
operasi himpunan. Belajar diskriminasi jamak, misalnya siswa dapat
membedakan sudut dan sisi pada segitiga lancip, siku-siku, dan tumpul,
atau pada segitiga sama sisi, sama kaki, dan sembarang.
f. Belajar konsep (concept learning)
Belajar konsep adalah belajar memahami sifat-sifat bersama dari benda-
benda konkrit atau peristiwa-peristiwa untuk dikelompokkan menjadi satu
jenis. Untuk
42 mempelajari suatu konsep, anak harus mengalami berbagai situasi dan
stimulus tertentu.

g. Belajar aturan (rule learning)


Belajar aturan adalah tipe belajar yang memungkinkan peserta didik dapat
menghubungkan dua konsep atau lebih untuk membentuk suatu aturan.
Misalnya, dalam matematika siswa dapat memahami bahwa (a + b)(a – b) =
a2
– b 2 berdasarkan konsep-konsep sebelumnya, seperti perkalian dua
bilangan, perkalian berulang, perkalian dua bilangan berbeda tanda, dan
penjumlahan/pengurangan dua bilangan.
h. Memecahkan masalah (problem solving)
Dalam belajar pemecahan masalah, ada empat langkah penting dalam
proses pemecahan masalah menurut Polya (dalam Pirdaus,2007), yaitu (1)
memahami masalahnya, dalam arti menentukan apa yang diketahui dan apa
yang ditanyakan, (2) merencanakan cara penyelesaiannya, (3)
melaksanakan rencana; dan (4) menafsirkan atau mengecek hasilnya.
5. Fase Belajar
Menurut Gagne belajar melalui empat fase utama yaitu :
a. Fase Pengenalan (apprehending phase)
Pada fase ini siswa memperhatikan stimulus tertentu kemudian
menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut untuk kemudian
ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara.
b. Fase Perolehan (acquisition phase)
Pada fase ini siswa memperoleh pengetahuan baru dengan menghubungkan
informasi yang diterima dengan pengetahuan sebelumya. Dengan kata lain
pada fase ini siswa membentuk asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan
informasi lama.
c. Fase penyimpanan (storage phase)
Fase storage/retensi adalah fase penyimpanan informasi, ada informasi
yang disimpan dalam jangka pendek ada yang dalam jangka panjang,
melalui pengulangan informasi dalam memori jangka pendek dapat
dipindahkan ke memori jangka panjang.
d. Fase pemanggilan (retrieval phase)
Fase Retrieval/Recall, adalah fase mengingat kembali atau memanggil
kembali informasi yang ada dalam memori. Kadang-kadang dapat saja
informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan hubungan dengan
memori jangka panjang.

II. Prinsip Pembelajaran Robert Gagne


Robert Gagne memberi kerangka pada analisis kondisi belajar yang memengaruhi
belajar manusia dari perspektif pengidentifikasian faktor-faktor yang dapat
memberi perbedaan dalam pembelajaran. Menurut asumsi Gagne, pembelajaran di
kelas mencakup sifat dari pembelajaran dan proses yang disebut sebagai desain
pembelajaran. Lima asumsi yang mendukung rekomendasi Gagne untuk desain
pembelajaran yakni sebagai berikut :
Asumsi Alasan
1. Pembelajaran harus dirancang 1) Meskipun siswa sering
untuk mefasilitasi belajar siswa dikelompokkan untuk pembelajaran,
individual. belajar terjadi di dalam individual.
2. Baik itu tahapan jangka Panjang 2) Guru atau perancang pembelajaran,
maupun menengah harus merencanakan pelajaran harian,
dimasukkan dalam desain namun pelajaran itu harus berada di
pembelajaran. dalam segment unit dan pelajaran
yang lebih luas dan harus serasi.
3. Perencanaan pembelajaran tidak 3) Perencanaan yang sembarangan
boleh sembarangan atu sekedar dapat melahirkan orang dewasa yang
memberikan lingkungan yang tidak kompeten. Karena itu,
mengasuh. pembelajaran
4. Pembelajaran harus didesain 4) Pendekatan system adalah pemilihan
menggunakan pendekatan system. komponen yang terorganisasi dan
sekuensial yang : (a) menggunakan
data, informasi dan prinsip teoretis
sebagai masukan untuk setiap tahap
perencanaan; (b) tes dan cek silang
hasil dari tahap perkembangan ; dan
(c) membuat perubahan jika
diperlukan
5. Desain pembelajaran harus 5) Data dari temuan riset an uji cob a
didasarkan pada cara manusia pembelajaran dapat memberi
belajar. informasi hal-hal yang berhasil
dikerjakan.

Dalam buku Condition of Learning, Gagne (1997) mengemukakan sembilan


prinsip yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran, sebagai
berikut:
a. Menarik perhatian (gaining attention) : hal yang menimbulkan minat siswa
dengan mengemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi, atau
kompleks.
b. Menyampaikan tujuan pembelajaran (informing learner of the objectives) :
memberitahukan kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah selesai
mengikuti pelajaran.
c. Mengingatkan konsep/prinsip yang telah dipelajari (stimulating recall or
prior learning) : merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah
dipelajari yang menjadi prasyarat untuk mempelajari materi yang baru.
d. Menyampaikan materi pelajaran (presenting the stimulus) : menyampaikan
materimateri pembelajaran yang telah direncanakan.
e. Memberikan bimbingan belajar (providing learner guidance) : memberikan
pertanyaan-pertanyaan yang membimbing proses/alur berpikir siswa agar
memiliki pemahaman yang lebih baik.
f. Memperoleh kinerja/penampilan siswa (eliciting performance) ; siswa
diminta untuk menunjukkan apa yang telah dipelajari atau penguasaannya
terhadap materi. 45
g. Memberikan balikan (providing feedback) : memberitahu seberapa jauh
ketepatan performance siswa.
h. Menilai hasil belajar (assessing performance) :memberiytahukan tes/tugas
untuk mengetahui seberapa jauh siswa menguasai tujuan pembelajaran.
i. Memperkuat retensi dan transfer belajar (enhancing retention and transfer):
merangsang kamampuan mengingat-ingat dan mentransfer dengan
memberikan rangkuman, mengadakan review atau mempraktekkan apa
yang telah dipelajari.

III. Implikasi Teori Gagne dalam Pembelajaran


1. Mengontrol perhatian siswa.
2. Memberikan informasi kepada siswa mengenai hasil belajar yang diharapkan
guru.
3. Merangsang dan mengingatkan kembali kemampuan-kemampuan siswa.
4. Penyajian stimuli yang tak bisa dipisah-pisahkan dari tugas belajar.
5. Memberikan bimbingan belajar.
6. Memberikan umpan balik.
7. Memberikan kesempatan pada siswa untuk memeriksa hasil belajar yang
telah dicapainya.
8. Memberikan kesempatan untuk berlangsungnya transfer of learning.
9. Memberikan kesempatan untuk melakukahn praktek dan penggunaan
kemampuan yang baru diberikan.
D. TEORI PAVLOV
1. Biografi Ivan Petrovich Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa
tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di
sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjana
kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Karya tulisnya adalah Work of
Digestive Glands (1902) dan Conditioned Reflexes (1927). Ia meninggal di
Leningrad pada tanggal 27 Februari 1936. Sebenarnya ia bukan seorang sarjana
psikologi dan ia pun tidak mau disebut sebagai ahli psikologi, karena ia adalah
seorang sarjana ilmu faal yang fanatik.
Cara berpikirnya adalah sepenuhnya cara berpikir ahli ilmu faal, bahkan ia sangat
anti terhadap psikologi karena dianggapnya kurang ilmiah. Pandangannya yang
paling penting adalah bahwa aktivitas psikis sebenarnya tidak lain daripada
rangkaian- rangkaian refleks belaka. Karena itu, untuk mempelajari aktivitas
psikis (psikologi) kita cukup mempelajari refleks-refleks saja. Pandangan yang
sebenarnya bermula dari seorang tokoh Rusia lain bernama I.M. Sechenov. I.M.
yang banyak mempengaruhi Pavlov ini, kemudian dijadikan dasar 51 pandangan
pula oleh J.B. Watson di Amerika Serikat dalam aliran Behaviorismenya setelah
mendapat perubahan-perubahan seperlunya.
2. Teori Belajar dan Eksperimen Ivan Petrovich Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) adalah seorang behavioristik terkenal
dengan teori pengkondisian asosiatif stimulus-respons dan hal ini yang dikenang
darinya hingga kini. Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik)
adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing,
dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara
berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Ia menemukan
bahwa ia dapat menggunakan stimulus netral, seperti sebuah nada atau sinar untuk
membentuk perilaku (respons).
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya
sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan
seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa
yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun
bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan
mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu.Bertitik tolak dari asumsinya
bahwa dengan menggunakan rangsanganrangsangan tertentu, perilaku manusia
dapat berubah sesuai dengan apa yang di inginkan. Kemudian Pavlov mengadakan
eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap
binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala
kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Dalam ekperimen ini bagaimana cara untuk membentuk perilaku anjing agar
ketika bunyi bel di berikan ia akan merespon dengan mengeluarkan air liur
walapun tanpa diberikan makanan. Karena pada awalnya (gambar 2) anjing tidak
merespon apapun ketika mendengar bunyi bel. 53 Jika anjing secara terus menerus
diberikan stimulus berupa bunyi bel dan kemudian mengeluarkan air liur tanpa
diberikan sebuah hadiah berupa makanan. Maka kemampuan stimulus terkondisi
(bunyi bel) untuk menimbulkan respons (air liur) akan hilang. Hal ini disebut
dengan extinction atau penghapusan.
Pavlov mengemukakan empat istilah atau peristiwa dalam proses eksperiment
nya yaitu sebagai berikut :
a. Perangsang tak bersyarat = perangsang alami = perangsang wajar =
Unconditioned Stimulus (US); yaitu perangsang yang memang secara alami,
secara wajar, dapat menimbulkan respon pada organisme, misalnya: makanan
yang dapat menimbulkan keluarnya air liur pada anjing.
b. Perangsang bersyarat = perangsang tidak wajar = perangsang tak alami =
Conditioned Stimulus (CS) yaitu perangsang yang secara alami, tidak
menimbulkan respon; misalnya: bunyi bel, melihat piring, mendengar langkah
orang yang biasa memberi makanan.
c. Respon tak bersyarat = respon alami = respon wajar = Unconditioned
Response (UR); yaitu respons yang ditimbulkan oleh perangsang tak bersyarat
(Unconditioned Stimulus = UR).
d. Respon bersyarat = respon tak wajar = Conditioned Response (CR), yaitu
respons yang ditimbulkan oleh perangsang bersyarat (Conditioned Response =
CR).
Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah bahwa tingkah laku
sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks
yang terjadi setelah adanya proses kondisioning (conditioning process) di mana
refleks- refleks yang tadinya dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak
berkondisi lama- kelamaan dihubungkan dengan rangsang berkondisi.
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan
hukumhukum belajar, diantaranya:
 Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut.
Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya
berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat.
 Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut.
Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu
didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya
akan menurun.
3. Penerapan Teori dalam Kehidupan Sehari-Hari
Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak
lain adalah hasil daripada conditioning. Yaitu hasil daripada latihan-latihan atau
kebiasaan- kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat atau perangsang-perangsang
tertentu yang dialaminya dalam 55 kehidupannya. Proses belajar yang
digambarkan seperti itu menurut Pavlov terdiri atas pembentukan asosiasi antara
stimulus dan respons refleksif. Dasar penemuan Pavlov tersebut, menurut J.B.
Watson diberi istilah Behaviorisme.
Watson berpendapat bahwa perilaku manusia harus dipelajari secara objektif.
la menolak gagasan mentalistik yang bertalian dengan bawaan dan naluri. Watson
menggunakan teori Classical Conditioning untuk semuanya yang bertalian dengan
pembelajaran. Pada umumnya ahli psikologi mendukung proses mekanistik.
Maksudnya kejadian lingkungan secara otomatis akan menghasilkan tanggapan.
Proses pembelajaran itu bergerak dengan pandangan secara menyeluruh dari
situasi menuju segmen (satuan bahasa yang diabstraksikan dari kesatuan wicara
atau teks) bahasa tertentu.
4. Aplikasi Teori Belajar Pavlov dalam Pembelajaran
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori belajar menurut
Pavlov adalah ciriciri kuat yang mendasarinya yaitu:
a. Mementingkan pengaruh lingkungan,
b. Mementingkan bagian-bagian,
c. Mementingkan peranan reaksi,
d. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur
stimulus respon,
e. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya,
f. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan,
g. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.

E. TEORI BANDURA
1. Latar Belakang Tokoh
Albert Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925, di kota kecil Mundare
bagian selatan Alberta, Kanada. Ia sekolah di sekolah dasar dan sekolah menengah
yang sederhana, namun dengan hasil rata-rata yang sangat memuaskan. Setelah
selesai SMA, Ia bekerja pada perusahaan penggalian jalan raya Alaska Highway
di Yukon. Kemudian Bandura menerima gelar sarjana muda di bidang psikologi
dari University of British of Columbia tahun 1949. Kemudian ia masuk University
of Iowa, tempat di mana ia meraih gelar Ph.D tahun 1952.
Baru setelah itu Bandura menjadi sangat berpengaruh dalam tradisi behavioris
dan teori pembelajaran. Di Iowa, ia bertemu dengan Virginia Varns, seorang
instruktur sekolah perawat. Mereka kemudian menikah dan dikaruniai dua orang
puteri. Setelah lulus, ia meneruskan pendidikannya ke tingkat post-doktoral di
Wichita Guidance Center di Wichita, Kansas.
Dalam teorinya, Bandura menekankan dua hal penting yang sangat
mempengaruhi perilaku manusia yaitu pembelajaran observasional (modeling)
yang lebih dikenal dengan teori pembelajaran sosial dan regulasi diri. Beberapa
tahapan yang terjadi dalam proses modeling.
2. Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory)
Teori Pembelajaran Sosial atau disebut juga Teori Belajar dari Model relatif
masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya dan merupakan
perluasan dari teori belajar perilaku (behavioristik). Teori pembelajaran sosial ini
dicetuskan oleh Albert Bandura pada tahun 1969. Selanjutnya dikembangkan
menjadi Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) pada tahun 1986.
Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang
Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond),
melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan
dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini,
bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi
melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini
juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan
punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana
yang perlu dilakukan.
Berikut ini adalah pembahasan tentang konsep-konsep utama dari teori belajar
social:
a. Pemodelan (modelling)
Bandura memperhatikan bahwa penganut-penganut Skinner member
penekanan pada efek-efek dari konsekuensi-konsekuensi pada perilaku dan
tidak mengindahkan fenomena pemodelan yaitu meniru perilaku orang lain
dan pengalaman Vicarious. Yang disebut model sendiri adalah orang-orang
yang perilakunya dipelajari atau ditiru orang lain. Peranan utama model
tersebut adalah untuk memindahkan informasi ke dalam diri individu
(pengamat). Peranan ini dapat dirinci menjadi tiga macam yaitu:
 Sebagai contoh untuk ditiru
 Untuk memperkuat atau memperlemah perilaku yang telah ada
 Untuk memindahkan pola-pola perilaku yang baru
Selain itu, model-model yang ada di lingkungan senantiasa memberikan
rangsangankepadaindividu yang membuat individu memberikan tindak balas
apabila terjadi hubungan atau keterkaitan antara rangsangan dengan dirinya
sendiri. Menurut Surya (dalam Laila, 2015:30) dalam kaitan dengan
pembelajaran, ada tiga macam model yaitu:
- Live model (model hidup) Adalah model yang berasal dari kehidupan
nyata, misalnya perilaku orang tua di rumah, perilaku guru, teman
sebaya atau perilaku yang dilihat sehari-hari di lingkungan.
- Symbolic model (model simbolik) Adalah model-model yang berasal
dari sesuatu perumpamaan atau gambaran tingkah laku dalam pikiran.
Misalnya, dari cerita dalam buku, radio, TV, film atau dari
berbagaiperistiwa lainnya.
- Verbal description model (deskripsi verbal) Adalah model yang
dinyatakandalam suatu uraian verbal (kata-kata) atau model yang
bukan berupa tingkah laku tetapi berwujud instruksi-instruksi.
Misalnya, petunjuk atau arahan untuk melakukan sesuatu seperti resep
yang memberikan arahan bagaimana membuat suatu masakan.
b. Fase Belajar
Terdapat empat fase belajar dari model. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
bagan berikut :

 Fase Perhatian
Fase pertama dalam belajar observasional ialah memberikan perhatian
pada suatu model. Pada mumnya, para siswa memberikan perhatian pada
model- model yang menarik, berhasil, menimbulkan minat, dan popular.
Inilah sebabnya mengapa banyak siswa menir pakaian, tata rambut, dan
sikap-sikap bintang film misalnya.
 Fase Retensi
Belajar obsevasional terjadi berdasarkan kontiguitas. Dua kejadian
kontiguitas yang diperlukan ialah perhatian pada penampilan model dan
penyajian simbolik dari penampilan itu dalam memori jangka panjang.
Menurut Bandura (dalam Dahar, 1996:29):
Dari apa yang dikemukakan Bandura ini terlihat betapa pentingnya
peranan katakata, nama-nama, atau bayangan yang kuat yang dikaitkan
dengan kegiatan- kegiatan yang dimodelkan dalam mempelajari dan
mengingat perilaku.
 Fase Reproduksi

Fase reproduksi mengizinkan model atau instruktur untuk melihat apakah


komponen-komponen suatu urutan perilaku telah dikuasai oleh yang
belajar. Adakalanya hanya sebagian dari suatu urutan perilaku yang diberi
kode yang benar dan dimilki. Msalnya seorang guru mungkin
mnemukan setelah memodelkan prosedur-prsedur untuk memecahkan
persamaan kuadrat, bahwa beberapa siswa hanya dapat memecahkan
sebagian dari persamaan itu.
 Fase Motivasi
Dalam kelas, fase motivasi dari belajar observasional biasanya terdiri
atas pujian atau angka untuk penyesuaian dengan model guru. Para siswa
memperhatikan model itu, melakukan latihan, dan menampilkannya sebab
mereka mengetahui inilah yang disukai guru.
c. Belajar Vicarious
Sebagian besar dari belajar observasional termotivasi oleh harapan
bahwa meniru model dengan baik akan menuju pada reinforsemen. Tetapi, ada
orang yang belajar dengan 70 melihat orang diberi reinforsemen atau dihukum
waktu terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu. Inilah yang disebut belajar
Vicarious.
Untuk lebih jelasnya, Uno (dalam Laila, 2015: 31) berpendapat bahwa
belajar Vicarious dibagi menjadi:
 Vicarious Reinforcement (Reward)
Hasil riset menunjukkan bahwa dampak pemodelan
menunjukkan bahwa dampak pemodelan yang mendapat penguatan
berupa reward ternyata lebih efektif dari pada sekedar modeling saja
tanpa suatu penghargaan apa pun. Efek dariVicarious
Reinforcementini sangat memainkan peranan penting pada situasi-
situasi di mana cukup sulit untuk menilai kualitas dari suatu perilaku.
 Vicarious Punishment
Apabila para model melakukan tindakan yang berkonsekuensi
negatif maka kecenderungan pengamat akan berkurang perhatiannya.
Hal ini ditegaskan oleh Bandura bahwa: apabila pengamat melihat
perilaku yang menghasilkan hukuman maka kecil kemungkinannya
perilakutersebut ditiru dibandingkan jika mereka melihat perilaku yang
mendapat penghargaan.
 Vicarious Motivation
Dalam pengamatan terhadap model, pengamat tidak hanya
mendapat informasi dari perilaku yang diamati, tetapi juga dapat
memotivasi mereka jika konsekuensi perilaku tersebut mempunyai
nilai khusus yang berharga bagi diri pengamat. Jadi, suatu perilaku
model yang diamati dan menghasilkan nilai yang berharga maka
pengamat akan termotivasi untuk 71 meniru perilaku tersebut.
 Vicarious Emotion
Pengamat dapat terangsang dan kemudian mengomunikasikan
perasaan tersebut melalui suara, posisi tubuh atau kinesik, ekspresi raut
wajah sebagai perilaku tambahan dari apa yang mereka katakana. Hal
ini merupakan pengalaman langsung dari hasil pengamatan sehingga
menimbulkan emosi yang sama seperti yang ditunjukkan oleh model.

 Atribut Model
Karakteristik seorang model perlu dipertimbangkan, karena hal
ini akan menimbulkan pengaruh yang lebih besar jika perilaku tersebut
ditiru. Dalam hal ini, nilai fungsional berdasarkan penampilan fisik dan
kemampuan model.
d. Pengaturan Sendiri (Self-Regulation)
Konsep penting lainnya dalam belajar observasional adalah pengaturan
sendiri atau Self-Regulation. Bandura berhipotesis bahwa manusia mengamati
perilakunya sendiri, mmpertimbangkan perilaku itu terhadap criteria yang
disusunnya sendiri, dan kemudian member reinforsemen atau hukuman
terhadap dirinya sendiri.
3. Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory)
Teori Kognitif Sosial merupakan pengembangan lebih lanjut dari Teori
Belajar Sosial. Teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan
oleh Albert Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta faktor
pelaku memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif berupa
ekspektasi/ penerimaan 72 siswa untuk meraih keberhasilan, faktor sosial
mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orangtuanya.
Berikut ini adalah contoh bagaimana model Bandura dalam kasus perilaku
akademik murid di sekolah menengah.
a. Kognitif Mempengaruhi Perilaku
Siswa menyusun strategi kognitif untuk berpikir secara lebih mendalam dan
logis tentang cara menyelesaikan suatu masalah. Sehingga strategi kognitif
mempengaruhi akademiknya.
b. Perilaku Mempengaruhi Kognitif
Perilaku belajar siswa mengantarkan siswa tersebut untuk mendapat nilai baik
sehingga menghasilkan ekspektasi positif tentang kemampuannya dan
membuat dirinya lebih percaya diri (Kognitif).
c. Lingkungan Mempengaruhi Perilaku
Sekolah mengembangkan program percontohan keterampilan untuk
membantu siswa dalam mengerjakan ujian secara lebih efektif. Hal ini jelas
mempengaruhi siswa dalam bentuk perilaku.
d. Perilaku Mempengaruhi Lingkungan
Program keterampilan membuat perilaku akademik siswa meningkat,
sehingga memacu sekolah untuk mengembangkan program tersebut.
e. Kognitif Mempengaruhi Lingkungan
Ekspektasi dan perencanaan dari kepala sekolah dan para guru,
memungkinkan program sekolah terwujud
f. Lingkungan Mempengaruhi Kognitif
Sekolah mendirikan pusat sumber daya dan tutoring agar siswa dapat
meningkatkan keterampilan belajarnya. Hal ini akan meningkatkan
keterampilan berpikir siswa.

4. Bobo Doll Experiment


Eksperimen Bandura yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang
menunjukkan anak – anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa
disekitarnya.
Albert Bandura seorang tokoh teori belajar sosial ini menyatakan bahwa
proses pembelajaran dapat dilaksanakan dengan lebih berkesan dengan
menggunakan pendekatan “permodelan “. Beliau menjelaskan lagi bahwa aspek
perhatian pelajar terhadap apa yang disampaikan atau dilakukan oleh guru dan
aspek peniruan oleh pelajar akan dapat memberikan kesan yang optimum kepada
pemahaman pelajar.
Eksperimen Pemodelan Bandura :
Kelompok A : Sekelompok anak diminta memperhatikan sekumpulan orang
dewasa memukul, menumbuk, menendang, dan menjerit kearah
boneka Bobo.
Hasil : Meniru apa yang dilakukan orang dewasa secara agresif
Kelompok B : Sekelompok anak diminta memperhatikan sekumpulan orang
dewasa berkasih sayang dengan boneka Bobo .
Hasil : Tidak menunjukkan tingkah laku seagresif layaknya kelompok A
Rumusan : Tingkah laku anak – anak dipelajari melalui peniruan / permodelan
adalah hasil dari penguatan.
Hasil Keseluruhan Eksperimen :
Kelompok A menunjukkan tingkah laku yang lebih agresif dari daripada
kelompok B. dengan demikian, peniruan merupakan peranan penting dalam proses
belajar.

F. TEORI ALIRAN LATIHAN MENTAL


1. Aliran Latihan Mental
Aliran ini berkembang sampai dengan awal abad 20, yang mengemukakan
bahwa struktur otak manusia terdiri dari gumpalan-gumpalan otot. Agar ia kuat
maka harus dilatih dengan beban, makin banyak latihan dan beban yang makin
berat maka otot (otak) itu makin kuat pula. Oleh karena itu jika anak ingin pandai
maka ia harus dilatih otaknya dengan cara banyak berlatih memahami dan
mengerjakan soal-soal yang benar, makin sukar materi itu makin pandai pula anak
tersebut.
Memaksimalkan kinerja dan kemampuan otak dapat dilakukan dengan
berbagai cara, misalnya dengan belajar. Menurut aliran ini cara belajar yang dapat
memaksimalkan kerja otak yaitu dengan cara banyak berlatih memahami dan
mengerjakan soal-soal. Sehingga, semakin kita sering mengerjakan soal dan
semakin kita mampu mengerjakan soal yang sulit, maka kita akan semakin pandai.
Dan, semakin kita mampu mengerjakan soal-soal tersebut, maka mental kita pun
akan terlatih menjadi lebih baik. Tetapi, sebaiknya latihan dilakukan secara
bertahap dan tidak terus menerus tanpa istirahat. Latihan dimulai dari
mengerjakan soal yang mudah lalu dilanjutkan dengan mengerjakan soal-soal
yang susah.

2. Kelebihan dan Kekurangan Aliran Latihan Mental


Kelebihan dari teori aliran latihan mental adalah sebagai berikut.
a. Siswa menjadi rajin belajar Hal ini karena siswa diberikan latihan secara terus
menerus, sehingga siswa memiliki motivasi untuk mengerjakan latihan yang
diberikan karena kemampuan otaknya akan lebih terasah.
b. Siswa lebih mengingat materi cukup lama Siswa diberikan latihan setelah
kegiatan pembelajaran dilakukan. Materi dapat diingat lebih lama karena
konsep yang telah diberikan dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal
latihan yang diberikan dan menyelesaikan soal-soal pengembangan dari materi
yang telah disampaikan
Kekurangan aliran latihan mental
a. Jika siswa tidak kuat mengikuti pelajaran tersebut, maka ia akan berputus asa
dan malas untuk belajar. Disini peran guru dan orang tua sangat diperlukan,
guru harus sebisa mungkin memberikan motivasi kepada siswa tersebut.
b. Jika latihan dilakukan terus menerus tanpa istirahat, bisa membuat siswa
stress. Artinya latihan aliran mental ini harus dilakukan secara bertahap
maksudnya bukan tahapan tahapan yang khusus melainkan cara memberikan
soal dimulai dari yang mudah hingga sukar.
3. Penerapan Teori Aliran Latihan Mental dalam Pembelajaran Matematika
Aliran ini cocok digunakan dalam pembelajaran matematika, karena
matematika mempunyai materi yang dapat melatih otak dalam matematika. Materi
yang melatih otak dalam matematika adalah seperti materi geometri. Karena
dalam materi geometri siswa memiliki 81 kesempatan lebih banyak untuk
mengembangkan penyelesaian masalah-masalah materi matematika yang
berhubungan dengan geometri.
Selain dalam pembelajaran matematika, teori latihan mental sangat cocok
diterapkan pada pendidikan militer. Karena pada pendidikan militer, siswa
dituntut untuk melakukan kebiasaan yang tertib dan teratur berdasarkan latihan-
latihan yang diberikan setiap hari, sehingga terbentuk sikap yang matang dan
memiliki mental yang kuat.

G. TEORI KI HADJAR DEWANTARA


1. Prinsip N3 dalam Belajar
Menurut Ki Hajar Dewntara bagaimana siswa belajar tergambar dalam prinsip
niteni, niroake dan nambahi.
a. Niteni
Niteni berasala dari kata titen yang menunjuk pada kemampuan secara
cermat dan menangkap (makna, sifat,ciri) dari suatu objek amatan melalui
sarana indrawi. Kusmayanto memaknai neteni ini dengan selalu ingin tahu dan
mengenali alam. Dengan demikian menurut Ki Hajar Dewntara niteni adalah
proses kognitif yang bertugas mencari kebenaran sesuatu, dengan jalan
membanding- bandingkan keadaan yang satu dengan yang lain sehingga dapat
mengetahui kesamaan dan perbedaan.

b. Nirokake
Niroake adalah proses meniru. Anak memiliki keinginan untuk meniru
segala sesuatu yang menarik perhatiannya. Meniru ini sangat berguna, karena
memiliki sifat mendidik diri pribadi dengan jalan orientasi dan mengalami
walaupun dengan daya khayal.
c. Nambahi
Nambahi atau menambahkan atau mengembangkan adalah kreatif dan
inovatif untuk memberi warna baru pada model yang ditiru.
2. System Among
Menurut Ki Hajar Dewntara sistem among yaitu suatu sistem pendidikan yang
berjiwa kekeluargaan dan bersendikan dua dasr yaitu kodrat alam sebagai syarat
untuk mencapai kemajuan dan kemerdekaan sebagai syarat untuk mengerakan
hidup lahir batin anak sehingga dapat berfikir dan bertindak merdeka. Sistem ini
juga disebut sistem “Tut Wuri Handayi”. Dalam sistem tersebut maka setiap guru
harus melaksanakan tut wuri handayani, ing madya mangungkarsa dan ing ngarsa
sung tulada.
a. Sendi Sistem among
Berjiwa kekeluargaan yang dimaksudkan dalam sistem ini sebagai upaya
untuk membangun manusia yang berjiwa sosial. Sehingga hubungan guru
dengan murid selayaknya hubungan orang tua dan anak selayaknya kelurga.
 Hukum Alam
Dalam istilah hukum alam terkandung dua makna yaitu :
1) Kodrat alam dalam artian: Anak memiliki dasar beraneka warna
dalam hidupnya . bakat bisa dikatakan sebagai pembawaan sejak
lahir. Karena menurut Ki Hajar Dewntara anak lahir didunia tidak
seperti kertas kosong melainkan penuh dengan tulisan walaupun
tulisan tersebut smar-samar.
2) dalam artian: masa peka adalah masa dimana terbukanya
jiwa.anak anak mulai menunjukan kegemaranya terhadap macam-
macam perilaku.
 Kemerdekaan
Pendidikan kemerdekaan adalah suatu usaha sadar dalam
menanamkan d budi pekerti dengan jalan pengajaran, teladan dan
pembiasaan tanpa paksaan dan perintah. Perkataan merdeka diartikan
dengan hidup tidak untuk diperintah, berdiri tegak dengan kekuatan
sendiri dan cakap mengatur hidu dengan aturan yang ada.
b. Pelaksanaan system among
 Tut Wuri Handayani (mengikuti mendayai) yaitu proses pembelajaran
yang dipusatkan pada oto aktivitas anak dengan guru mendorong atau
memotivasi agar anak memukan sendiri pemcahan masalah dari
masalah yang dihadapi.
 Ing madya mangung karsa adalah guru menjadi bagian dari proses
pencarian anak seraya memberikan motivasi untuk meningkatkan rasa
percaya diri anak.
 Ing ngasa sung tulada adalah guru menjadi figur panutan dan menjadi
contoh, ketika siswa dalam proses mencari pemberian motivasi belum
membuahkan hasil guru perlu memberi contoh.
Adapun petunjuk pelaksanaan sistem among yaitu :
1) Sistem among lebih bersifat memberikan pelayanan agar
anak dapat tumbuh secara maksimal
2) Sistem among lebih mengutamakan pendekaatan pribadi
dengan memperhatikan kodrat anak 88
3) Didalam sistem among diperlukan kreativitas guru dalam
memberikan rangsangan agar anak memiliki inisiatif dan
dapat bertindak.
4) Pemberian hukuman harus dipertimbangan agar hukuman
dapat dijadikan sarana untuk mendidik
Adapun cara- cara mendidik dalam sistem among yaitu : Pengalaman
lahir dan batin, Disiplin, Pengajaran, Membiasakan, Memberi contoh,
Hukuman
c. Model pembe;ajaran among
Desain model pembelajaran among mencakup antara lain:
 Fase perencanaan
Pembelajaran yang menekankan pada otoaktivitas anak
diperlukan perencanaan yang sangan serius. Perencanaan tersebut
menyangkut isi, proses dan assesment.
 Fase penciptaan atmosfir merdeka
Penciptaan atmosfir merdeka memberi keleluasan bagi siswa
untuk melakukan oto aktivitas. Atmosfir merdeka adalah jembaatan
dalam proses pembelajaran yang berpusat pada oto aktivitas anak.
Selain itu guru menjadi bagian dalam menciptakan atmosfir merdeka
dengan membangun hubungan yang jauh dari paksaan dan hukuman
 Fase among
Pada fase ini pembelajaran direalisasikan dengan prinsip “Tut
Wuri Handayani”. Model dan pengaplikasiannya dalam situasi
riil(niroake dan nambahi). Dalam proses ini guru dapa menjadi bagian
(ing madya mangung karsa) yang memberi motivasi dan apabila
diperlukan memberikan contoh (ing ngarsa sung tulada).
 Fase pertanggungjawaban
Dalam fase ini fase among dipertanggungjawabkan. Hal ini
bisa dilakukan dengan sharing sesama siswa ataupun dengan guru
yang bertujuan untuk meperkaya pemahaman, menemukan kesalahan
dan memperbaiki hasil.

H. TEORI BELAJAR AUSUBEL


1. Belajar menurut Ausubel
D. P. Ausubel mengemukakan bahwa belajar dikatakan menjadi bermakna
(meaningful) jika informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai
dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik
dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
Menurut Ausubel ada dua jenis belajar, yaitu: belajar bermakna (meaningful
learning) dan belajar menghafal (rote learning).
a. Belajar bermakna (meaningful learning)
Belajar bermakna adalah suatu proses belajar dimana informasi baru
dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang
sedang belajar. Belajar bermakna terjadi bila peserta didik mencoba
menghubungkan fenomena baru dengan konsep yang telah ada sebelumnya.
Belajar bermakna dengan ceramah berarti belajar dengan memperoleh
pemberitahuan yang bermakna mempunyai pra syarat:
 Kondisi dan sikap peserta didik terhadap tugas, hendaknya bersesuaian
dengan intensi peserta didik. Apabila peserta didik melaksanakan tugas
dengan sikap bahwa ia ingin memahami bahan pelajaran dan
mengaplikasikan bahan baru serta menghubungkan bahan pelajaran
yang terdahulu, dikatakan belajar bermakna. Sebaliknya, bila peserta
didik itu tidak berkehendak mengaitkan bahan yang dipelajari dengan
iinformasi yang dimiliki, maka belajar tidak bermakna.
 Tugas-tugas diberikan kepada peserta didik harus sesuai dengan
struktur kognitifnya sehingga peserta didik itu dapat mengasimilasi
bahan baru secara bermakna.
 Tugas-tugas yang diberikan harus sesuai dengan tahap perkembangan
intelektual peserta didik. Peserta didik yang masih di dalam periode
operasi konkrit, bila diberi bahan materi matematika yang abstrak tanpa
contoh- contoh konkrit, akan mengakibatkan peserta didik itu tidak
mempunyai keinginan mempelajari materi secara bermakna.
Menurut Ausubel, ada tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu :
 Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat di ingat.
 Informasi yang tersubsumsi memudahkan proses belajar berikutnya
untuk materi pelajaran yang mirip.
 Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan
efek residual pada subsumer, sehingga mempermudah belajar hal-hal
yang mirip, walaupun telah terjadi “lupa”.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar penerimaan bermakna
adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam
suatu bidang tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif
menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru
masuk ke dalam struktur kognitif itu; demikian pula sifat proses interaksi yang
terjadi.
b. Belajar hafalan (rote learning)
Bagi Ausubel, belajar menghafal berlawanan dengan belajar bermakna.
Menghafal sebenarnya mendapatkan informasi yang terisolasi sedemikian
hingga peserta didik itu tidak dapat mengaitkan informasi yang diperoleh itu
ke dalam struktur kognitifnya. Selanjutnya peserta didik tidak dapat
mengendapkan pengetahuan yang diperoleh itu sehingga peserta didik itu
hanya dapat mengingat fakta-fakta yang sederhana.

2. Teori Ausubel dalam mengajar


Bedasarkan Pandangannya tentang belajar bermakna, maka David Ausuble
mengajukan 4 prinsip pembelajaran, yaitu:
a. Pengatur lanjut/Penyusunan awal (advance organizer).
Ausubel menggunakan istilah pengatur lanjut dalam penyajian
informasi yang dipelajari peserta didik agar belajar menjadi bermakna.
Pengatur lanjut ini terdiri dari bahan verbal di satu pihak, sebagian lagi sesuatu
yang sudah diketahui peserta didik di pihak lain. Pengorganisasian informasi
itu lebih umum dan inklusif daripada informasi khusus yang dipelajari. Secara
singkat dikatakan, “pengatur” (organizer) itu ada lebih dahulu sebelum
informasi baru harus diserap.
b. Diferensiasi progresif
Ausuble menekankan tentang pentingnya mempertahankan perhatian
peserta didik, dan juga pentingya pengorganisasian meteri pelajaran yang
dikaitakan dengan struktur yang terdapat didalam advance organizer. Dia
menyarankan suatu proses yang disebut dengan diferensiasi progresif, dimana
pembelajaran berlangsung setahap demi setahap, dimulai dari konsep umum
menuju kepada informasi spesifik, contoh-contoh ilustratif, dan
membandingkan antara konsep lama dengan konsep baru.
c. Belajar Superordinat
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami
petumbuhan ke arah diferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan
diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar
tersebut akan terus berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan hal-hal
baru. Belajar superordinat akan terjadi bila konsep-konsep lebih luas dan
inklusif.
d. Penyesuaian Integratif
Pada suatu saat peserta didik kemungkinan akan menghadapi
kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan
konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu
konsep. Untuk mengatasi pertentangan kognitif itu, Ausuble mengajukan
konsep pembelajaran penyesuaian integratif. Caranya, materi pelajaran
disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat menggunakan hirarki-hirarki
konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan.
3. Peta konsep
Peta konsep adalah untuk menyatakan hubungan bermakna antara konsep-
konsep dalam bentuk proporsi-proporsi. Proporsi-proporsi adalah dua atau lebih
konsep yang dihubungkan oleh kata dalam satu unit sematik.
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam menyusun peta konsep,
yaitu :
a. Pilihlah suatu bacaan dari buku pelajaran.
b. Tentukan konsep-konsep yang relevan.
c. Urutkan konsep-konsep itu dari yang paling inklusif ke yang paling
tidak inklusif atau contoh-contoh.
d. Hubungkanlah konsep itu dengan kata-kata penghubung.
Dalam pendidikan, peta konsep dapat diterapkan untuk berbagai
tujuan :
a. Menyelidiki apa yang telah di ketahui peserta didik.
Untuk memperlancar proses ini, baik guru maupun peserta
didik perlu mengetahui ”tempat awal konseptual”. Dengan perkataan
lain, guru harus mengetahui konsep-konsep apa yang telah dimiliki
peserta didik waktu pelajaran baru akan dimulai, sedangkan para
peserta didik diharapkan dapat menunjukkan dimana mereka berada,
atau konseo-konsep apa yang telah mereka miliki dalam menghadapi
pelajaran baru itu. Dengan menggunakan peta konsep guru dapat
melaksanakan apa yang telah dikemukakan di atas, dan dengan
demikian para peserta didik diharapkan akan mengalami belajar
bermakna.
b. Mempelajari cara belajar
Bila seseorang peserta didik dihadapkan pada suatu bab dari
buku pelajaran, ia tidak akan begitu saja memahami apa yang
dibacanya. Dengan diminta untuk menyusun peta konsep dari isi bab
itu, ia akan berusaha untuk mengeluarkan konsep-konsep dari apa yang
dibacanya, menempatkan konsep yang paling inklusif pada puncak
peta konsep yang dibuatnya, kemudian mengurutkan konsep-konsep
yang lain yang kurang inklusif pada konsep yang paling inklusif,
demikian seterusnya. Kemudian mencari kata atau kata-kata
penghubung untuk mengaitkan konsep-konsep itu menjadi proporsi-
proporsi yang bermakna.
c. Mengungkapkan konsepsi salah
Selain kegunaan-kegunaan yang telah disebutkan di atas, peta
konsep dapat pula mengungkapkan konsepsi salah (misconception)
yang terjadi pada peserta didik. Konsep salah biasanya timbul karena
terdapat kaitan antara konsep-konsep yang mengakibatkan proporsi
yang salah.
d. Alat evaluasi
Pengunaan peta konsep sebagi alat evaluasi didasarkan pada
tiga gagasan dalam teori kognitif Ausubel :
 Struktur kognitif itu diatur secara hierarkis, dengan konsep-
konsep dan proporsi-proporsi yang lebih inklusif, lebih umum
superordinat terhadap konsep-konsep dan proporsi-proporsi
yang kurang inklusif dan lebih khusus.
 Konsep-konsep dalam struktur kognitif mengalami
diferensiasi progresif. Prinsip Ausubel ini menyatakan bahwa
belajar bermakna merupakan proses yang kontinu, dimana
konsep konsep yang baru memperoleh lebih banyak arti
dengan dibentuknya lebih banyak kaitan kaitan proporsional.
Jadi konsep-konsep tidak pernah “tuntas dipelajari”, tetapi
selalu dipelajari, dimodifikasi, dan dibuat lebih inklusif.
 Penyesuaian integratif. Prinsip belajar ini menyatakan bahwa
belajar bermakna akan meningkat, bila peserta didik
menyadari hubungan- hubungan baru (kaitan-kaitan konsep)
antara kumpulan (sets) konsep-konsep atau proposisi-
proposisi yang berhubungan. Dalam peta konsep,
penyesuaian integratif ini diperlihatkan dengan adanya
kaitan-kaitan silang (cross links) antar kumpulan konsep-
konsep

Anda mungkin juga menyukai