Anda di halaman 1dari 10

RANGKUMAN TUGAS PSIKOLOGI PENDIDIKAN MENGENAI TEORI BEHARIO

STIK (KONDISIONING KLASIK, OPERANT, EKSTINSI, REWARD-PUNISHMEN


T), MENJELASKAN TENTANG DASAR TEORI KOGNITIF SOSIAL: (MODELLIN
G), MENJELASKAN TENTANG SELF EFFICACY, SELF REGULATED LEARNING,
SELF REGULATED PROBLEM SOLVING

KELOMPOK 3

Ardina Aura Diva Natasyia 202210230311404


Intan Wahyu Yuniyarta 202210230311423
Aghniya Shafa Fadia 202210230311427
Nabila Zahra Maurendira 202210230311445

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2022
TEORI BEHAVIORISTIK

Teori Behavioristik
a. Pengertian teori behavioristik
Teori behavioristik merupakann sebuah teori yang mempelajari tentang tingkah laku manu
sia. Menurut Desmita (2009:44) teori belajar behavioristik adalah teori belajar memahami tin
ngkah laku manusia dengan menggunakkan pendekatan objektif, mekanistik, sehingga peruba
han tingkah laku manusia dapat dilakukan melalui upaya pengkondisian.
1. Kondisioning klasik
Pengkondisian klasik ini dicetuskan oleh Ivan Pavlov (1849-1936) pengkondisian klas
ik ini adalah sebuah prosedur multi langkah yang pada awalnya membutuhkan stimul
us yang tak terkondisikan atau unconditioned stimulus yang akan menghasilkan sebua
h respon yang tak terkondisikan atau unconditioned response. Ivan Pavlov mengguna
kan ekspresimen terhadap anjing yaitu dengan mengoperasi kelenjar ludah seekor anji
ng, dan anjing tersebut diberi alat penampung cairan dan diberi alat penampung cairan
yang dihubungkan dengan pipa kecil untuk mengukur jumlah air liur yang dikeluarka
n sebagai respon dan reaksi apabila ada makana yang disodorkan.

Sebelum dilakukan eksperimen secara otomatis anjing mengeluarkan air liur pada saat
dihadapkan oelh serbuk daging sebagai stimulus yang tak terkondisikan dan air liur ya
ng keluar secara spontan sebagai respon yang tak terkondisikan

Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu perilaku yang dilakukan secara berulang
kali dapat menjadikan sebuah kebiasaan.

2. Operant conditioning
Teori operant menurut skinner ini merupakan teori bahwa tingkah laku bukanlah seke
dar respon terhadap stimulus, namun merupakan sebuah tindakan yang disengaja atau
operant.
Skinner mengembangkan teori stimulus respon dalam teori operant condidtionung, de
ngan menuangkan pemikirannya yaitu adana penguatan atau reinforcement yaitu peng
uatan positif dan negatif , penguatan positif ini untuk rangsangan atau dorongan untuk
suatu tindak balas, dan penguatan positif penguatan yang mendorong individu untuk
menghindari suatu tidak balas yang tidak memuaskan, nah dengan hal tersebut dapat d
ipahami dengan adanya konsekuensi.

3. Ekstinsi
Ekstinsi merupakan proses dimana operant yang sudha terbentuk tidak mendapat reinf
orcement lagi. Ekstinsi ini dilakukan dengan membuat/meniadakan peristiwa tingkah l
aku. Beberapa guru kesulotan untuk menerapkan ekstinsi ini karena meraka harus bela
jar untuk mengabaikan “misbehaviors” tertentu, tetpai terdapat bebrapa jenis tingkah l
aku yang tidak dapat diabaikan oleh guru, seperti tingkah laku yang menyinggung mu
ridnya.
Ekstinsi akan berlangsung terutama jika reinforcement adalah perhatian.
4. Reward dan Punishment
Dalam teori behavioristik ini terdapat reward dan punishment, dimana reward berarti
hadiah dan punsihment berarti hukuman, dalam pembelajaran reward digunakan untu
k memberi dorongan atau rangsangan terhadap murid untuk memunculkan motivasi d
alam meningkatkan kemampuannya dalam mengembangkan potensi kepribadian. Re
ward merupakan reinforcement yang bersifat positif. Dalam dunia pembelajaran rewar
d merupakan sebuah hadiah yang diberikan kepada siswa yang memiliki sebuah prest
asi ataupun pencapaian, dengan harapan jika murid tersebut mendpatkan hadiah dapat
terdorong untuk meningkatkan prestasinya, nah reward sendiri juga dapat bermanfaat
sebagai dorongan untuk siswa lain agar termotivasi untuk mengembangkan bakat atau
pun potensi yang ada pada dirinya dan mendapatkan sebuah reward.
Punishment berarti hukuman, punishment ini merupakan bentuk reinforcement yang n
egatif, hal ini juga bertujuan untuk menumbuhkan motivasi,, namun tujuan dari punis
hment ini untuk menimbulkan rasa tidak suka pada sesuatu, hal tersebut dapat mendor
ong seseorang untuk tidak melakukan hal yang bertentangan dengan norma atau tata t
ertib yang dipercaya sebagai kebenaran. Seperti memberikan hukuman kepada siswa
yang melanggar aturan sekolah, siswa yang diberkan punishment cenderung tidak mel
akukan halyang sama.

Reward dan punishment muncul karena adanya istilah yang dimunculkan oleh Thornd
ike yaitu reinforcement atau penguat. Pembahasan reinforcement yang diperkenalkan
oleh Thorndike dalam observasinya tentang trial-and eror sebagai landasan utama rein
forcement (dorongan, dukungan). Dengan adanya penguatan dalam pembelajaran mak
a diperlukan yang namnya reward dan punishment untuk memberikan penguatan pada
pembelajaran.
Pada hukum efek (the law of effect) Thorndike, intensitas hubungan antara stimulus dan resp
on sangat dipengaruhi dengan konsekuensi dari hubungan yang terjadi. Jika hubungan stimul
us dan respon menyenangkan maka perilaku akan diperkuat jika sebaliknya perilaku akan mel
emah, tetapi hukum tersebut telah di revisi setelah tahun 1930. Menurut Thorndike efek dari r
eward (akibat menyenangkan) jauh lebih besar dalam memperkuat sebuah perilaku dibanding
kan punishment ( efek tidak menyenangkan) dalam memperlemah perilaku, dapat disimpulka
n dengan reward akan tetap meningkatkan perilaku namun penushment belum tentu dapat me
ngurangi atau mengubah perilaku.

DASAR TEORI KOGNITIF SOSIAL: (MODELLING)


Dasar teori kognitif (social cognitive theory )atau proses belajar sosial (socisl learning
theory ) adalah sebuah kerangka teoritis yang dikembangkan oleh Albert Bandura.teori ini
menekankan peran penting pengaruh lingkungan sosial dalam pembentukan perilaku
mausia,serta pentingnya faktor kognitif seperti keyakinan,motivasi,dan persepsi dalam proses
belajar. Albert Bandura percaya bahwa lingkungan benar-benar membentuk dan perilaku me
mbentuk lingkungan. Asumsi penting lainnya yang dibahas dalam teori pembelajaran sosial
Albert Bandura adalah determinisme timbal balik. Inti dari determinisme timbal balik adalah
bahwa orang memproses informasi dari model dan, melalui pembelajaran, mengembangkan s
erangkaian deskripsi simbolis tentang perilaku yang dibuat dengan coba-coba dan kemudian
disesuaikan dengan orang tersebut. Sistem ini menyatakan bahwa tindakan manusia merupak
an hasil interaksi tiga variabel, yaitu lingkungan, perilaku dan kepribadian. 
Beberapa konsep kunci dalam teori kognitif sosial adalah sebagai berikutb:
1. Observasional learning (pembelajaran dengan mengamati )
menurut teori ini individu dapat belajar melalui pengamatan terhadap orang
lain.mereka dapat mengamati perilaku orang lain,menginternalisasikan pengetahuan
dan keterampilan yang diamati.dan kemudian memperagakan perilaku tersebut.
2. Peran kognisi dalam belajar
Teori kognitif sosial menekankan pentignya faktor kognitif dalam belajar dan
pengembangan perilaku,individu menggunakan proses kognitif seperti
perhatian,persepsi,pengkodean,informasi,dan memori dalam memahami dan
menginternelisasi imformasi sosial.
3. Keyakinan diri (self-efficacy )
Konsep kunci dalam teori ini adalah keyakinan diri,yaitu keyakinan individu terhadap
kamampuan mereka untuk berhasil melakukan tugas tertentu atau mengatasi
tantangan.keyakinan diri yang tinggi dapat meningkatkan motivasi dan kinerja
individu,sedangkan keyakinan diri yang rendah dapat menghambat prestasi.
4. Efek reciprocal (hubungan timbal balik )
Teori kognitif sosial menekankan adanyan hubungan timbal balik antara individu dan
lingkunganya.perilaku individu dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.namun
individu juga memiliki kamampuan untuk mempengaruhi dan mengubah lingunganya
melalui perilaku mereka sendiri.
5. Faktor lingkungan
Teori ini juga menyoroti peran penting lingungan dalam pengembangan
individu.lingkungan sosial,seperti keluarga,teman dan media dapat memberikan
model perilaku yang akan ditiru oleh individu.lingkungan juga dapat memberi
penguatan atau hukuman terhadap perilaku tertentu.yang dapat memengaruhi apakah
perilaku tersebut akan dipertahanka atau diubah
Teori kognitif sosial memiliki aplikasi yang luas dalam berbagai bidang, termasuk
pendidikan, psikologi klinis, dan organisasi. Teori ini memberikan pemahaman yang
mendalam tentang bagaimana individu belajar melalui interaksi sosial dan bagaimana faktor
kognitif, keyakinan diri, dan lingkungan berperan dalam pengembangan perilaku manusia.
SELF EFFICACY, SELF REGULATED LEARNING, SELF REGULATED PROBLE
M SOLVING
SELF EFFICACY
1. Pengertian self efficacy
Self-efficacy (SE) didefinisikan sebagai pertimbangan seseorang tentang kemampuan dirinya
untuk mencapai tingkatan kinerja yang diinginkan atau ditentukan, yang akan mempengaruhi
tindakan selanjutnya (Bandura, 1997). Menurut Zimmerman (2000), SE merupakan penilaian
pribadi tentang kemampuan seseorang untuk mengatur dan melaksanakan program kerja dala
m mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan ia berusaha menilai tingkat, keumuman, dan ke
kuatan dari seluruh kegiatan dan konteks. Dengan demikian, SE adalah pendapat seseorang m
engenai kemampuannya dalam melakukan suatu aktivitas tertentu. SE merefleksikan seberap
a yakinnya siswa tentang kemampuannya melakukan suatu tugas tertentu,
ehingga tingginya SE seseorang pada bagian tertentu belum menjamin tingginya SE seseoran
g pada bagian lainnya. SE mengindikasikan seberapa kuatnya keyakinan seseorang bahwa me
reka memiliki keterampilan untuk melakukan sesuatu, mereka bisa yakin bahwa dengan fakto
r-faktor lain akan membuat mereka meraih sukses.
J. Strecher, V. Et al. (1986) mengatakan bahwa SE juga mempengaruhi pilihan seseorang dala
m pengaturan perilaku, banyaknya usaha mereka untuk menyelesaikan tugas, dan lamanya w
aktu mereka bertahan dalam menghadapi hambatan. Akhirnya, SE mempengaruhi reaksi emo
sional seseorang, seperti kecemasan dan kesusahan, dan pola pikir. Dengan demikian, individ
u dengan SE rendah terhadap tugas tertentu lebih berpikir tentang kekurangan pribadi mereka
daripada berpikir tentang menyelesaikan tugas, pada gilirannya akan menghambat kinerja keb
erhasilan menyelesaikan tugas.
2. Cara meningkatkan self efficacy
Ormod (Raditiana,2015) menjelaskan beberapa upaya dalam rangka meningkatkan efikasi dir
i, yaitu:
1) Mengajarkan pengetahuan dan kemampuan dasar sampai dikuasai;
2) Memperlihatkan catatan kemajuan siswa tentang keterampilan- keterampilan rumit;
3) Memberikan tugas yang menunjukkan bahwa siswa dapat berhasil hanya dengan kerja kera
s dan pantang menyerah;
4) Meyakinkan siswa bahwa dirinya bisa sukses, sambil menunjukkan contoh teman sebaya y
ang sebelumnya sukses melakukan hal yang sama;
5) Memperhatikan model rekan-rekan sebaya yang sukses kepada para siswa
6) Memberikan tugas dan kompleks dalam aktivitas-aktivitas kelompok kecil
3. Seseorang memiliki self-efficacy tinggi memiliki ciri-ciri yaitu:
(1) dapat menangani secara efektif situasi yang di hadapi,
(2) yakin terhadap kesuksesan dalam mengatasi rintangan,
(3) ancaman dipandang sebagai suatu tantangan yang tidak perlu dihindari,
(4) Gigih dalam berusaha,
(5) percaya pada kemampuan diri yang dimiliki,
(6) hanya sedikit menampakkan keragu-raguan, dan
(7) suka mencari situasi baru (Anita dkk, 2013).
4. Faktor-Faktor yang memengaruhi Self Efficacy
Menurut Bandura, berikut ini faktor yang memengaruhi self efficacy:
a. Sifat dan jenis tugas tertentu yang dihadapi, menuntut kinerja yang lebih kompleks dari ko
ndisi tugas lainnya.
b. Insentif internal, berbentuk reward diberikan untuk mengapresiasi keberhasilan orang lain
dalam menyelesaikan tugas.
c. Status atau peran seseorang di lingkungan sosial memengaruhi rasa percaya dirinya dan pe
nghargaan dari orang lain.
d. Informasi terkait kemampuan diri, self efficacy dapat bertambah atau berkurang jika mend
apatkan respon positif atau negatif dari lingkungan disekitarnya.
SELF REGULATED LEARNING
1. Pengertian self regulated learning
Menurut Winne (Santrock, 2007) self regulated learning adalah kemampuan untuk memuncul
kan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan. Tuju
an ini bisa jadi berupa tujuan akademik (meningkatkan pemahaman dalam membaca, menjadi
penulis yang baik, belajar perkalian, mengajukan pertanyaan yang relevan), atau tujuan sosio
emosional (mengontrol kemarahan, belajar akrab dengan teman sebaya). Pelajar regulasi diri
memiliki karakteristik bertujuan memperluas pengetahuan dan menjaga motivasi, menyadari
keadaan emosi mereka dan punya strategi untuk mengelola emosinya, secara periodik memon
itor kemajuan ke arah tujuannya, menyesuaikan atau memperbaiki strategi berdasarkan kemaj
uan yang mereka buat, dan mengevaluasi halangan yang mungkin muncul dan melakukan ada
ptasi yang diperlukan. Self regulated learning adalah proses aktif dan konstruktif siswa dalam
menetapkan tujuan untuk proses belajarnya dan berusaha untuk memonitor, meregulasi, dan
mengontrol kognisi, motivasi, dan perilaku, yang kemudian semuanya diarahkan dan didoron
g oleh tujuan dan mengutamakan konteks lingkungan. Siswa yang mempunyai self regulated
learning tinggi adalah siswa yang secara metakognitif, motivasional, dan behavioral merupak
an peserta aktif dalam proses belajar.
2. cara meningkatkan self regulated learning
(1) membina hubungan;
(2) identifikasi masalah yang dipecahkan;
(3) penetapan tujuan;
(4) perumusan dan implementasi solusi; dan
(5) termination, evaluation dan tindak lanjut
(Corey, 2015). Tahapan konseling ini yang memandu konselor dalam mengimplementasikan
konseling ringkas berfokus solusi untuk meningkatkan self-regulated learning.
3. Ciri ciri self regutaled learning
1) Mampu dengan baik merancang kegiatan belajar;
2) Mampu mengimplementasikan jadwal belajar yang teratur melalui pengontrolan;
3) Memahami strategi dalam membangun lingkungan belajar yang baik dan menyenangkan;
4) Menerapkan kedisiplinan;
5) Memahami cara mencapai tujuan dengan perancangan rencana yang baik;
6) Mampu memanfaatkan fasilitas untuk mendukung proses belajarnya;
7) Mampu mempertahankan konsistensi dalam mengerjakan penugasan dengan tidak melaku
kan penundaan (prokrastinasi);
8) Mampu secara mandiri memenuhi keperluan belajarnya, seperti mencari informasi mengen
ai materi pembelajaran.
4. Faktor self regulated learning
Self-regulated learning dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya faktor-faktor self- reg
ulated learning menurut pemaparan Thoresen dan Mahoney, yakni faktor pribadi, yang merup
akan pengetahuan, proses metakognitif, tujuan dan afeksi yang dipenagruhi oleh masing- mas
ing individu. Kemudian ada faktor perilaku yang merupakan observasi diri, penilaian diri dan
reaksi, ketiganya merupakan cara yang digunakan untuk melihat perilaku SRL. Yang terakhir
yakni faktor lingkungan, kedua faktor diatas dapat berlangsung baik apabila faktor lingkunga
n tercipta dengan baik untuk menunjang SRL (Arum & Konradus, 2022).
Selain faktor-faktor yang dapat menunjang Self-regulated learning terdapat hasil -aspek yang
terbentuk atas tiga aspek dasar, yakni aspek pembelajaran kognisi, motivasi dan perilaku. Zim
merman (1990) mengemukakan tiga unsur selfregulated learning, yaitu: a).Metacognitive mer
upakan proses pemahaman akan kesadaran dan kewaspadaan diri serta pengetahuan dalam m
enentukan pendekatan pembelajaran sebagai salah satu cara didalam proses berpikir. Kemam
puan metakognisi mendukung proses self-regulated learning dengan merencanakan, menetap
kan tujuan,memonitor, mengorganisasikan dan mengevaluasi bermacammacamkegiatan sela
ma proses peningkatan kemampuan (Zimmerman, 1990). b).Motivationally, merupakan indiv
idu yang memiliki fokus terhadap pentingnya usaha luar biasa dan ketekunan dalam belajar.
Motivasi dalam selfregulation learning adalah situasi karakteristik yang menunjukkan efficac
y yang tinggi, serta sifat diri dan ketertarikan terhadap tugas, adanya persepsi siswa mampu
menyelesaikan tugas dan potensi siswa akan mencapai kesuksesan dan berani menghadapi ke
gagalan (Zimmerman, 1990). c) Behaviorally active participants, merupakan Perilaku partisip
asi aktif merupakan respon yang dipengaruhi oleh beberapa proses seperti perilaku yang baik
yang ditampilkan pada sebuahlingkungan, perilaku partisipasi aktif adalah perilaku yang dapa
t diamati, dapat dilatih dan dikembangkan serta sifatnya adalah interaksi. Proses perilaku dala
m self- regulated learning diantaranya memilih, menyusun dan menciptakan lingkungan untu
k belajar. Siswa mencari nasihat, informasi dan tempat yang disukai untuk belajar. Siswa juga
melatih kemahiran dan menguatkan pembentukan performa (Zimmerman, 1990).
SELF REGULATED PROBLEM SOLVING
1. Pengertian self regulated problem solving
Jika didefinisikan secara utuh Self-regulated problem solving merupakan mengarahkan usaha
sendiri untuk memecahkan berbagai permasalahan yang kompleks, singkatnya adalah pemeca
han masalah yang diatur sendiri. Siswa akan memungkinkan menjadi penyelesai masalah yan
g independen ketika setelah diberi bimbingan di awal dan scaffolding yang memadai.
Pemecahan masalah yang bersifat self-regulated sangatlah penting tidak hanya digunakan dal
am pemecahan masalah akademik saja tetapi juga masalah-masalah sosial. Self-regulated pro
blem solving merupakan bagian dari self-regulated learning, yang mengembangkan kemampu
an memecahkan masalah yang dilakukan secara independen. Self-regulated learning menunju
k kepada belajar yang sebagian besar terjadi dari pikiran, perasaan, strategi, dan perilaku yan
g telah dihasilkan oleh pembelajar sendiri untuk mencapai tujuan.
2. Komponen komponen self regulated problem solving
Self-regulated problem solving ini memiliki komponen yang sama dengan self-regulated lear
ning. Sesuai dengan apa yang terdapat dalam pengertian self-regulated learning, yaitu siswa l
ebih mungkin menjadi seorang penyelesai masalah yang dilakukan secara independen. Komp
onen-komponen tersebut adalah sebagai berikut:
1)Penetapantujuan,seseorangyangmampumengaturdiriketika belajar biasanya memiliki penet
apan tujuan. Penetapan tujuan tersebut dilakukan sebagai dasar untuk melakukan sebuah aktif
itas dengan konsisten dan teraarah.
2) Perencanaan, seseorang yang mengatur dirinya belajar, sebelumnya sudah menentukan ren
cana agar proses belajar tersebut dapat terlaksana dengan baik.
3) Motivasi diri, pembelajar yang memiliki pengaturan diri yang baik biasanya memiliki kem
ampuan menyelesaikan suatu tugas dengan baik. Biasanya untuk bisa menyelesaikan tugas ter
sebut mereka memiliki motivasi diri agar tugas tersebut dapat
terselesaikan.
4)Kontrolatensi,pembelajaryangmemilikipengaturandiriyang
baik biasanya akan selalu fokus dengan apa yang sedang mereka kerjakan dan berusaha untuk
menghilangkan pikiran- pikiran lainnya.
5) Penggunaan strategi belajar yang fleksibel, pembelajar yang mengatur diri memiliki strateg
i belajar tergantung pembelajaran apa yang sedang mereka capai.
6) Monitor diri, pembelajar yang memiliki pengaturan diri yang baik biasanya mampu untuk
memonitor diri bagaimana kemajuan mereka dalam menyelesaikan suatu tugas.
7) Mencari bantuan yang tepat, walaupun mereka pembelajar yang mandiri tetapi mereka pah
am bahwa mereka tidak bisa terus-terusan belajar sendiri. Kadang kala mereka akan membut
uhkan bantuan dari orang-orang yang ahli untuk membantu mereka agar bisa lebih paham da
n mampu belajar lebih mandiri di kemudian hari.
8) Evaluasi diri, pembelajar yang memiliki kepampuan pengaturan diri yang baik umumnya a
kan melakukan evaluasi diri yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana mereka bisa mem
ahami sesuatu dan sejauh mana tujuan mereka dapat
tercapai.
9)Menganalisis dan menghubungkan penyebab,dalam prosesini pembelajar mampu mengana
lisis suatu penyebab dari masalah. Kemudian pembelajar dapat menghubungkan penyebab- p
enyebab yang ada dengan masalah untuk menemukan solusi yang tepat.
10)Menentukan solusi, dalam tahap ini pembelajar mampu menemukan beberapa solusi dan
menganalisis konsekuensi dari masing-masing solusi apabila diterapkan. Kemudian, pembelaj
ar mampu memilih satu solusi yang sesuai dengan konsekuensi yang paling rendah dari yang
lainnya.
3. Indikator self regulated problem solving
Terdapat tujuh indikator dalam proses self-regulated problem solving yaitu
1) Memperjelas permasalahannya.
2) Mengidentifikasi beberapa solusi yang mungkin sesuai dengan permasalahan yang dia
ngkat.
3) Memprediksi konsekuensi-konsekuensi yang mungkin terjadi pada setiap solusi.
4) Memilih solusi yang terbaik diantara solusi yang ada.
5) Mengidentifikasi langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menjalankan solusi.
6) Menjalankan langkah-langkah tersebut.
7) Mengevaluasi hasil-hasilnya

DAFTAR PUSTAKA
Muktar, M. (2019). Pendidikan behavioristik dan aktualisasinya. Tabyin: Jurnal Pendi
dikan Islam, 1(1), 14-30
Lu, Y., & Hamu, Y. A. (2022). Teori Operant Conditioning Menurut Burrhusm Frederi
c Skinner. Jurnal Arrabona, 5(1), 22-39.

Asfar, A. M. I. T., Asfar, A. M. I. A., & Halamury, M. F. (2019). Teori Behaviorisme.


Makasar: Program Doktoral Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Makassar.

Zamzami, M. R. (2018). Penerapan reward and punishment dalam teori belajar behavi
orisme. TaLimuna: Jurnal Pendidikan Islam, 4(1), 1-20.
Fasikhah, Suminarti, S. (2013). SELF-REGULATED LEARNING (SRL) DALAM
MENINGKATKAN PRESTASI AKADEMIK PADA MAHASISWA. Universitas
muhammadiyah malang 1(1)
Samsir, H. M. (2022). Teori Pemodelan Bandura. Jurnal Multidisiplin Madani, 2(7), 3067-
3080.
Noer, S. H. (2012, November). Self efficacy mahasiswa terhadap matematika. In Makalah pa
da Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika (Vol. 10, pp. 801-808).
Wulandari, P. Y. (2023). Pengaruh Metode Pembelajaran Bilingual terhadap Self-Efficacy Sis
wa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Tambusai, 7(1), 1592-1596
Adicondro, N., & Purnamasari, A. (2011). Efikasi diri, dukungan sosial keluarga dan self regu
lated learning pada siswa kelas VIII. Humanitas, 8(1), 17.
Fazaly, I. A. N., & Sudinadji, M. B. (2023). Pengalaman Self Regulated Learning Pada Santri
Penghafal Al-Qur'an Di Pondok Pesantren Muhammadiyah Zaenab Masykur Tegal (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Anda mungkin juga menyukai