Anda di halaman 1dari 36

PSIKOLOGI

ALIRAN BEHAVIORISME

1.1. Konsep Behaviorisme


1.1.1. Pengertian Teori Behaviorisme
Psikologi Behaviorisme adalah ilmu psikologi yang mempelajari
tentang tingkah laku manusia. Sistem psikologi behaviorisme ini
merupakan transisi dari system sebelumnya. Psikologi Behaviorisme
memakna psikologi sebagai studi tentang prilaku dan system ini mendapat
dukungan kuat dalam perkembangannya di abad ke-20 di Amerika Serikat.
Dalam pandangannya, perilaku yang dapat diamati dan kuantifikasi
memiliki maknanya sendiri, bukan hanya berfungsi sebagai perwujudan
peristiwa-peristiwa mental yang mendasarinya.
Behaviorisme  adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat
diukur, diamati dan dihasilkan oleh respons organisme terhadap
rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan
umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan.
Hukuman kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau
mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan menjelaskan tindakan
yang diinginkan. Pendidikan behaviorisme merupakan kunci dalam
mengembangkan keterampilan dasar dan dasar-dasar pemahaman dalam
semua bidang subjek dan manajemen kelas. Ada ahli yang menyebutkan
bahwa teori belajar behavioristik adalah perubahan perilaku yang dapat
diamati, diukur dan dinilai secara konkret.
Dalam teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang
nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum
behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku
manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme
sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan
apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme
hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-
faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada
tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang
memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan
membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia
mesin” (Homo Mechanicus).

1.1.2. Latar Belakang Munculnya Behaviorisme


Awal mula adanya Psikologi Behaviorisme yaitu pada abad ke-20
di Amerika. Dan gerakan ini secara formal diawali oleh seorang psikolog
Amerika bernama  John Broadus Watson (1878-1958) dengan
makalahnya berjudul “Psychology as the Behaviorist Views It” dan
dipublikasikan pada tahun 1913. Watson mengusulkan peralihan dari
pemikiran radikal yang membahas perkembangan psikologi berdasarkan
kesadaran dan proses mental. Watson mendukung perilaku tampak yang
dapat diamati sebagai satu-satunya subjek pembahasan yang masuk akal
bagi ilmu pengetahuan psikologi. Sistem Watson yang memfokuskan pada
kemampuan adaptasi perilaku terhadap stimuli lingkungan, menawarkan
ilmu psikologi yang positif dan objektif dan pada tahun 1930 behaviorisme
menjadi sistem dominan dalam psikologi Amerika.
Psikologi behaviorisme sebagai disiplin empiris yang mempelajari
perilaku sebagai adaptasi terhadap stimuli lingkungan. Inti utama
behaviorisme adalah bahwa organisme mempelajari adaptasi perilaku dan
pembelajaran tersebut dikendalikan oleh prinsip-prinsip asosiasi.
Pendekatan empiris berdasarkan pengkajian asosiasi dalam psikologi
behavioristic yang secara umum mengikuti pendapat para filsuf Inggris
dan juga konsep locke tentang kepasifan mental yang bermakna bahwa isi
pikiran bergantung pada lingkungan.
Psikologi behaviorisme juga berfundamental pada refleksiologi.
Meskipun penelitian tentang perolehan refleks dilakukan sebelum
diterbitkannya tulisan-tulisan Watson, karena penelitian ini sebagian besar
dilakukan oleh peneliti berkebangsaan Rusia seperti Ivan Petrovich Pavlov
(1849-1936). Tetapi kelompok ilmuwan Rusia tersebut memberikan
dampak besar bagi behaviorisme setelah publikasi tulisan-tulisan Watson
dan berperan sebagai kekuatan untuk memperluas formulasi aslinya.

1.1.3. Ciri Dari Teori Belajar Behaviorisme             


Untuk mempermudah mengenal teori belajar behavioristik dapat
dipergunakan ciri-cirinya yaitu :
1. Mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis)
2. Mementingkan bagian-bagian daripada keseluruhan (elentaristis)
3. Mementingkan peranan reaksi atau respon (psikomotor)
4. Mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar
5. Mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu
6. Mementingkan pembentukan kebiasaan.
7. Ciri khusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal’
(trial and error).
Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa
tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan
penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam
tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi
behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini
berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap
lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi
stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang
masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan
kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil
yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-
bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang
komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para
pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling
besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran
berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak
pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor
penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang
menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah
faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon
dikurangi atau dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan
semakin kuat.
1.1.4. Prinsip dalam Teori Belajar Behaviorisme
1. Reinforcement and Punishment
Reinforcement dan Punishment merupakan perlakuan pendidik
kepada anak didiknya. reinforcement dan punishment juga merupakan
strategi untuk mengajar dan mendidik siswa. Reinforcement dalam
dunia pendidikan anak diartikan sebagai penghargaan yang
diharapkan bisa meningkatkan sikap dan perkembangan positif pada
anak didik. Biasanya reinforcement berupa hadiah dan pujian.
Berikut adalah contohnya:
Hadiah kejutan untuk kesuksesan ulangan harian.
Misalnya, anda adalah seorang ibu atau ayah yang sedang menjemput
pulang anak anda. Di dalam perjalanan pulang atau boleh juga pada
saat tiba di rumah, tanyakan pada anak anda apakah hari ini ada
ulangan atau tidak, jika ada ulangan bagaimana hasilnya. misalnya
anak anda mendapatkan nilai 8 atau 9, maka ajaklah anak anda untuk
merayakan keberhasilannya mencapai nilai tersebut. Langkah ini telah
terbukti mampu memacu semangat belajar siswa, maka di sinilah
terjadi reinforcement. perlu diketahui bahwa untuk melakukan
reinforcement tidak harus menunggu anak mendapatkan nilai 8 atau 9,
namun berapapun nilainya, orang tua harus mensupport anak didik.
Ada beberapa wujud reinforcement yang sering dilakukan oleh
pendidik. Pertama, reinforcement perayaan keberhasilan dengan
memberikan hadiah berupa makanan, kedua, berupa ucapan selamat,
dan ketiga berupa hadiah yang lain seperti menonton film
kesukaannya, pergi piknik dan sebagainya.
Punishment atau hukuman bukan hal yang baru lagi dalam dunia
pendidikan. hukuman sudah terlalu mengakar tunggang dalam benak
para pendidik dari jaman pendidikan yang penuh kekerasan hingga
sekarang yang meskipun sudah di sana sini digembar gemborkan
penghapusan kekerasan pada siswa tetap saja hukuman yang tidak
membangun baik berupa kekerasan dan lainnya diterapkan dalam
proses pembelajaran dan pendidikan.
Contoh dari bentuk punishment yang tidak membangun banyak
sekali ditemukan di sekolah, sebut saja siswa kena strap, harus berdiri
dibawah tiang bendera. hukuman seperti demikian itu sama sekali
tidak membangun. mestinya, ketika siswa melakukan sebuah
pelanggaran, hukumlah mereka dengan sesuatu yang justru
memberikan manfaat yang positif bagi mereka, misalnya dengan
menghafalkan kosa kata bahasa inggris dengan jumlah tertentu dan
masih banyak hukuman lainnya yang jauh lebih memberikan
kontribusi positif.
2. Primary and Secondary Reinforcement
Reinforcement primer hampir selalu nyata. Mereka biasanya
terdiri dari sesuatu yang anak bisa memegang atau merasa tapi mereka
selalu melibatkan keinginan langsung. Contohnya termasuk bola
favorit, terowongan, mainan, video, atau hal-hal lain yang
membangkitkan indra seperti gelembung, menggelitik, pelukan atau
meremas, tekstur, atau musik. Salah satu penguat utama yang paling
mendasar adalah makanan. Makanan bisa menjadi penguat bahkan
ketika anak Anda tidak lapar, jika camilan yang disukai. Strategi ini
adalah untuk hanya memberikan jumlah yang sangat kecil dari
makanan setelah menetapkan jumlah tanggapan sukses atau tugas.
Camilan favorit bisa pergi sepanjang jalan jika dikelola dengan tepat.
Hal ini juga penting untuk tidak membiarkan hal itu camilan atau
objek menjadi terlalu memanjakan.
Reinforcement sekunder, sebagaimana disebutkan di atas
dipelajari. Mereka intrinsik dan bermanfaat pada tingkat internal,
memberikan siswa perasaan atau anticiaption sesuatu yang mereka
akhirnya bergaul dengan suatu kegiatan. Sebagai contoh, pembacaan
cerita pengantar tidur dapat dikaitkan dengan perasaan mengantuk jika
selalu membaca pada sekitar waktu yang sama, di tempat tidur,
sebelum tidur. Beberapa contoh lain dari penguatan sekunder meliputi
pujian verbal, tersenyum, token, thumbs up, dan bertepuk tangan.
Untuk siswa yang khas, pujian lisan biasanya cukup. Anak-anak
menyadari bahwa mereka melakukan sesuatu yang baik ketika mereka
mendapatkan kegembiraan dan senyum dari orang dewasa atau teman
sebaya di sekitar mereka. Dengan anak-anak yang kekurangan empati
sosial dan kemampuan untuk berhubungan dengan perasaan orang
lain, pujian lisan ini perlu dipasangkan dengan sesuatu yang lain. Jika
anak suka dipeluk atau diperas, Anda mungkin ingin memasangkan
pujian lisan dengan pelukan besar untuk menciptakan yang baik,
perasaan hangat.
3. Schedules of Reinforcement
Jadwal penguatan adalah aturan yang tepat yang digunakan
untuk menyajikan (atau menghapus) reinforcement (atau punishment)
mengikuti perilaku operant tertentu. Aturan-aturan ini didefinisikan
dalam hal waktu dan / atau jumlah tanggapan yang diperlukan dalam
rangka untuk menyajikan (atau menghapus) sebuah penguat (atau
Punisher). Jadwal yang berbeda jadwal penguatan menghasilkan efek
berbeda pada perilaku instrumental.
4. Contingency Management
Manajemen kontingensi atau penggunaan sistematis
Penguatan adalah jenis perawatan yang digunakan di bidang kesehatan
atau penyalahgunaan zat mental. Perilaku pasien dihargai (atau, lebih
jarang, dihukum), umumnya, kepatuhan terhadap atau kegagalan
untuk mematuhi aturan program dan peraturan atau rencana
pengobatan mereka. Sebagai pendekatan untuk pengobatan,
manajemen kontingensi muncul dari terapi perilaku dan diterapkan
analisis perilakutradisi dalam kesehatan mental. Dengan sebagian
besar evaluasi, prosedur manajemen kontingensi memproduksi salah
satu efek ukuran terbesar dari semua kesehatan mental dan intervensi
pendidikan.
5.  Stimulus Control in Operant Learning
Kontrol stimulus dikatakan terjadi ketika organisme berperilaku
dalam satu cara dengan adanya stimulus yang diberikan dan cara lain
dalam ketiadaan. Misalnya, adanya tanda berhenti meningkatkan
kemungkinan bahwa "pengereman" perilaku akan terjadi. Biasanya
perilaku tersebut disebabkan oleh memperkuat perilaku di hadapan
satu stimulus dan menghilangkan penguatan dengan adanya stimulus
lain. Banyak teori percaya bahwa semua perilaku berada di bawah
beberapa bentuk kontrol stimulus.  perilaku verbal adalah berbagai
rumit perilaku dengan berbagai rangsangan pengendali.

Kekurangan pendekatan behaviorisme


Kekurangan dari pendekatan behavioristik adalah ; kurang menyentuh
aspek pribadi, bersifat manipulatif dan mengabaikan hubungan antar pribadi, lebih
terkonsentrasi kepada teknik, seringkali pemilihan tujuan ditentukan oleh
konselor, konstruk belajar yang dikembangkan dan digunakan tidak cukup
komprehensif untuk menjelaskan belajar dan hanya dipandang sebagai suatu
hipotesis yang harus di tes, serta perubahan pada konseli hanya berupa gejala yang
dapat berpindah kepada bentuk perilaku lain.
Kritik terhadap Terapi Behavior
Corey (2005) memberikan kritik terahadap terapi behavior, yaitu :
1. Terapi behavior hanya mengubah perilaku bukan mengubah perasaan
2. Terapi behavior gagal menghubungkan faktor-faktor penting dalam
terapi/konseling
3. Terapi behavior tidak memberikan proses pemahaman
4. Terapi behavior berusaha menghilangkan simptom daripada mencari
penyebab
5. Terapi behavior dikontrol dan dimanipulasi oleh terapis.

1.2. Tokoh-tokoh Behaviorisme


1.2.1 Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Ivan Petrovich Pavlov lahir pada
tanggal 14 September 1849 dan wafat
pada Februari 1936. Ivan Petrovich
Pavlov adalah tokoh psikologi Rusia
yang mempelopori aliran behaviorisme,
terutama untuk karyanya
dalam pengkondisian klasik. Dari masa-
masa kecilnya Pavlov menunjukkan
tingkat intelektual yang cemerlang dan memiliki energi yang luar biasa
yang ia sebut sebagai "Naluri untuk Penelitian". Behaviorisme merupakan
aliran dalam psikologi yang timbul sebagai perkembangan dari psikologi
pada umumnya. Para ahli psikologi dalam rumpun behaviorisme ingin
meneliti psikologi secara obyektif. Mereka berpendapat bahwa kesadaran
merupakan hal yang dubious, sesuatu yang tidak dapat diobservasi secara
langsung, secara nyata.
Menurut Pavlov, aktivitas organisme dapat dibedakan atas:
1) Aktivitas yang bersifat reflektif, yaitu aktivitas organisme yang tidak
disadari oleh organisme yang bersangkutan. Organisme membuat
respon tanpa disadari sebagai reaksi terhadap stimulus yang
mengenainya.
2) Aktivitas yang disadari, yaitu aktivitas atas kesadaran organisme yang
bersangkutan. Aktivitas ini merupakan respon atas dasar kemauan
sebagai suatu reaksi terhadap rangsangan yang diberikan. Rangsangan
yang diterima oleh organisme akan diteruskan ke pusat kesadaran,
baru kemudian memberikan respon. Dengan demikian aktivitas yang
disadari memiliki jalur yang lebih panjang daripada aktivitas yang
bersifat reflektif.
Berkaitan dengan hal itu, Pavlov sangat memusatkan perhatiannya
pada masalah refleks, karena itu pula, psikologi Pavlov sering disebut
sebagai psikologi refleks atau psychoreflexology.
Pavlov kurang setuju dengan metode instropektif dalam psikologi,
karena menurut Pavlov, metode instropektif tidak dapat diukur secara
obyektif. Pavlov memiliki pemikiran objective psychology, sehingga ia
mendasarkan eksperimentalnya pada observed fact yaitu pada keadaan
yang benar-benar dapat diobservasi. Eksperimental Pavlov berkontribusi
pada pembelajaran, misalnya pada pembentukan kebiasaan (habit
formation).
Konsep Pavlov yang terkenal adalah " respon berkondisi/
conditioned response” (yang oleh dirinya sendiri disebut sebagai refleks
bersyarat) pada tahun 1901. Dia melakukan eksperimental pada kontrol
salivasi pada anjing. Menurut Pavlov, apabila anjing lapar dan melihat
makanan, kemudian mengeluarkan air liur, hal ini merupakan respon
alami, yang bersifat reflektif dan disebut sebagai respon yang tidak
berkondisi (unconditioned response). Demikian halnya dengan anjing
apabila mendengar suara bel maka akan menggerakkan telinganya. Pavlov
memiliki pemikiran apakah anjing dapat mengeluarkan liur jika
mendengarkan bel. Kemudian hal ini dijadikan penelitian eksperimental
yang memberikan kesimpulan bahwa perilaku tersebut dapat dibentuk
dengan cara memberikan stimulus yang berkondisi (conditioned stimulus)
berbarengan atau sebelum diberikan stimulus alami (unconditioned
stimulus) secara berulang, sehingga pada akhirnya akan terbentuk respons
berkondisi (conditioned response). Respon ini pun dapat dikembalikan
dengan memberikan stimulus berkondisi secara berulang-ulang tanpa
disertai stimulus alami sebagai reinforcement, sehingga pada akhirnya
anjing tidak mengeluarkan air liur apabila mendengar bunyi bel. Keadaan
ini disebut sebagai experimental extinction. Tetapi apabila dalam kondisi
tersebut sekali waktu diberikan stimulus alami sebagai reinforcement,
maka respons berkondisi dapat terbentuk secara cepat, hal ini yang disebut
sebagai spontaneous recovery.
Karya Pavlov dikenal di Barat, terutama melalui tulisan-
tulisan John B. Watson , gagasan "conditioning" sebagai bentuk otomatis
belajar menjadi konsep kunci dalam spesialisasi pengembangan psikologi
komparatif , dan pendekatan umum untuk psikologi yang mendasari
itu, behaviorisme. Pavlov sering diklasifikasikan ke dalam behavioris yang
asosiatif.
Karya Pavlov dengan pengkondisian klasik adalah pengaruh yang
sangat besar untuk bagaimana manusia memandang diri mereka sendiri,
perilaku dan pembelajaran mereka. Penelitian Pavlov pada refleks
bersyarat sangat dipengaruhi tidak hanya ilmu pengetahuan, tetapi juga
budaya populer. The Pavlov Institut Fisiologi Akademi Ilmu Pengetahuan
Rusia didirikan oleh Pavlov pada tahun 1925 dan dinamai menurut
namanya setelah kematiannya.
1.2.2 Edward Lee Thorndike (1874-1949)
Thorndike dilahirkan di Williamsburg
pada tahun 1874. Thorndike merupakan
tokoh yang mengadakan penelitian mengenai
animal psychology. Kemudian penelitiannya
ini dijadikan disertasi doktornya dengan judul
“Animal Intelligence: An Experimental Study
of Associative Processes in Animal”, yang
diterbitkan tahun 1911 dengan judu “Animal
Intelligence”. Dalam bukunya inilah tercermin ide-ide fundamental
Thorndike, termasuk pula teori tentang belajar.
Menurut Thorndike, asosiasi antara sense of impression dan impuls
of action, disebut sebagai koneksi (connection), yaitu usaha untuk
menggabungkan antara kejadian sensoris dan perilaku. Thorndike
menitikberatkan pada aspek fungsional dari perilau, yaitu bahwa proses
mental dan perilaku berkaitan dengan penyesuaian diri organisme tersebut
terhadap lingkungannya. Karena itu Thorndike diklasifikasikan ke dalam
behavioris yang fungsional.
Menurut Thorndike, dasar dari belajar adalah trial and error (atau
disebutnya sebagai learning by selecting and connnecting). Dari
eksperimennya, Thorndike mengajukan adanya tiga macam hukum yang
sering dikenal dengan hukum primer dalam hal belajar, yaitu:
1) Hukum kesiapan (the law of readiness)
Menurut Thorndike, belajar yang baik harus ada kesiapan dari
organisme yang bersangkutan. Hasil belajar ditentukan juga dari
kesiapan, jika dijabarkan secara terperinci, maka:
a. Apabila organisme memilki kesiapan belajar, dan organisme
tersebut dapat melaksanakan aktivitas tersebut, maka akan muncul
sebuah kepuasan.
b. Apabila organisme memilki kesiapan belajar, namun organisme
tersebut tidak dapat melaksanakan aktivitas tersebut, maka akan
muncul kekecewaan atau frustasi
c. Apabila organisme tidak memilki kesiapan belajar tetapi dipaksa
untuk melakukan aktivitas tersebut, maka akan menimbulkan
keadaan yang tidak memuaskan.
2) Hukum latihan (the law of exercise)
Thorndike mengemukakan adanya dua aspek dalam hukum latihan,
yaitu
a. The law of use
Dalam hukum ini dijelaskan bahwa dengan latihan, hubungan
antara stimulus dengan respon akan menjadi kuat
b. The law of disuse
Dinyatakan bahwa hubungan antara stimulus dengan respon akan
menjadi lemah jika tidak ada latihan.
3) Hukum efek (the law of effect)
Hukum ini menjelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan
respon juga dipengaruhi oleh efek yang ditimbulkan. Hubungan
keduanya akan menjadi kuat, jika stimulus memberikan hasil yang
menyenangkan/ membawa reward. Demikian sebaliknya apabila
stimulus memberikan hasil yang tidak menyenangkan, maka
hubungan antara stimulus dan respon akan melemah.
Pada tahun 1929 di International Congress of Psychology di New
Heaven, Thorndike mengadakan revisi terhadap hukum yang ia
kemukakan sebelumnya. Aspek yang direvisi adalah berkaitan dengan
hukum latihan dan hukum efek. Menurut pandangan Thorndike yang baru,
bahwa untuk memperkuat hubungan stimulus dan respon, tidak semata-
mata dengan adanya pengulanagan/ latihan saja. Namun ia tetap
mempertahankan bahwa latihan mengakibatkan adanya kemajuan, tetapi
tidak berarti bahwa tidak ada latihan akan menyebabkan kelupaan,
hubungan tidak simetris. Sedangkan pada hukum efek, Thorndike
berpendapat bahwa reward akan meningkatkan kekuatan hubungan antara
stimulus dan respon, namun punishment belum tentu mengakibatkan
menurunnya hubungan stimulus respon. Karena itu reward dan
punishment tidak menunjukkan efek yang simetris.
Hukum yang dikemukakan Thorndike merupakan hukum belajar
yang masih digunakan hingga saat ini. Adanya revisi yang pernah
dilakukan Thorndike, menyebabkan teori ini dikenal dengan teori sebelum
tahun 1930 dan teori setelah tahun 1930.
1.2.3 John Broadus Watson (1878-1958)
J.B. Watson lahir di Greenville
pada tanggal 9 Januari 1878 dan
meninggal pada tanggal 25 September
1958 di New York. Universitas Furman
merupakan tempat pertama kali Watson
masuk dalam dunia akdemis.
Perkenalan pertama Watson dengan
psikologi melalui mata kuliah
Introspeksi, menyusul filsafat dan behaviorisme. Kemudian Watson
melanjutkan pendidikannya di University of Chicago. Watson mulai
memustakan perhatian pada psikologi eksperimental Karya pertama dari
Watson dituangkan dalam makalah terkenal yang diterbitkan di jurnal
psikologi ternama, Psychological Review, pada 1913. Selanjutnya Watson
aktif dalam penyampaian kuliah umum dan menerbitkan buku Watson’s
Behavior pada 1914. Menurut Watson, penekanan ilmu psikologi adalah
pada perilaku yang tampak (observable) dan menolak penggunaan
instrospeksi (mengobservasi kondisi mental seseorang) sebagai metode
penelitian. Introspeksi merupakan pendekatan yang tidak ada gunanya
karena psikologi merupakan suatu ilmu, datanya harus dapat diamati dan
diukur. Watson berpendapat bahwa hanya dengan mempelajari apa yang
dilakukan manusia (perilaku) menjadikan psikologi menjadi ilmu yang
obyektif.
Watson terkenal dengan teorinya yang disebut Watson
Behaviorism (Behaviorisme Watson). Watson mendefinisikan psikologi
sebagai ilmu pengetahuan tentang tingkah laku. Sasaran behaviorisme
adalah kemampuan meramalkan reaksi melalui pengenalan kondisi
lingkungan dan sebaliknya juga mengenali reaksi agar dapat meramalkan
kondisi lingkungan yang mendahuluinya. Watson mencatat empat metode
khusu yang dapat digunakan oleh para behavioris dalam penyelidikan
mereka, yakni :
1) Observasi dengan atau tanpa kontrol instrument
2) Metode refleks bersyarat yang dikembangkan oleh Pavlov
3) Metode laporan lisan/verbal
4) Metode testing
(Naisaban, 2004)

Watson menolak konsep sebelumnya dimana pikiran menjadi


subyek dalam psikologi. Menurut pedapatnya, perilaku pelaku yang
menjadi sunjek psikologi. Perilaku yang observable atau yang berpotensi
untuk dapat diamati dengan bebrabagi cara baik pada aktivitas manusia
maupun hewan.
Menurut pendapat Watson, tiga prinsip dalam aliran behaviorisme
yakni :
1) Menekankan respon terkondisi sebagai elemen pembangun pelaku.
Kondisi merupakan lingkungan eksternal yang ada dalam kehidupan.
Perilaku muncul sebagai respon dari kondisi yang ada disekitar
manusia dan hewan.
2) Perilaku merupakan elemen yang dapat diobservasi dan dapat
dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan, dengan
demikian perilaku terbentuk karena dipelajari. Lingkungan dapat
berasal dari pengalaman baik masa lalu ataupun yang baru terjadi,
fisik, maupun social. Lingkungan nantinya akan memberikan contoh
yang akan dipelajari oleh individu tersebut.
3) Pusat perhatian aliran behaviorisme ada pada perilaku hewan. Pada
dasarnya perilaku manusia dan hewan dianggap sama, sehingga
observasi terhadap perilaku hewan dapat digunakan untuk
menjelaskan perilaku manusia.
(Atkinson & Rita, 1999)

1.2.4 Burrhus Frederic Skinner (1904-1990)


Burrhus Frederic Skinner lahir
pada tanggal 20 Maret 1904 dan wafat
pada 18 Agustus 1990. Ia adalah
seorang psikologi Amerika, tokoh
behaviorisme , penulis, penemu,
dan filsuf sosial . Ia aktif menulis dan
telah menerbitkan 21 judul buku dan
180 artikel. Bukunya yang berjudul
“The Behaviour of Organism” yang diterbitkan dalam tahun 1938
memberikan dasar dari sistemnya. Sedangkan bukunya pada tahun 1953
yang berjudul “Science and Human Behavior Psychology” merupakan
buku teksnya untuk Behavior Psychology.
Skinner membedakan perilaku menjadi 2 hal, yaitu:
1) Perilaku yang alami (innate behavior/ respondent behavior), yaitu
perilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang jelas, perilaku yang
bersifat reflektif
2) Perilaku operan (operant behavior), yaitu perilaku yang ditimbulkan
oleh stimulus yang tidak diketahui, tetapi semata-mata ditimbulkan
oleh organisme yang bersangkutan. Perilaku operan belum tentu
didahului adanya stimulus dari luar.

Berkaitan dengan adanya perilaku responden dan operan, maka


dikenal adanya kondisioning responden dan kondisioning operan. Burrhus
Frederic Skinner adalah tokoh kondisioning operan sama halnya dengan
Thorndike, sedangkan Pavlov adalah tokoh kondisioning klasik. Menurut
Skinner, ada dua prinsip umum yang berkaitan dengan kondisioning
operan, yaitu:
1) Setiap respon yang diikuti oleh reward (sebagai reinforcement stimuli)
akan cenderung diulangi
2) Reward atau reinforcement stimuli akan meningkatkan kecepatan (rate)
terjadinya respons.

Pada kondisioning operan, titik berat berada pada respon atau


perilaku dan konsekuensinya. Dalam kondisioning operan, organisme
harus membuat respon sedemikian rupa untuk memperoleh reinforcement
yang merupakan reinforcement stimuli. Disinilah perbedaan kondisioning
operan dengan kondisioning klasik. Pada kondisioning klasik, organisme
tidak perlu membuat respon atau aktivitas untuk memperoleh reward atau
reinforcement.
Menurut Skinner reinforcement dibedakan menjadi reinforcement
positif dan reinforcement negatif. Reinforcement positif, yaitu
reinforcement yang apabila diberikan akan meningkatkan probabilitas
respon, sedangkan reinforcement negatif, yaitu sesuatu apabila ditiadakan
akan menyebabkan probabilitas respon lebih kecil, atau dengan kata lain
merupakan punishment atau hukuman. Namun demikian, menurut Skinner,
yang dimaksud dengan hukuman yaitu dengan menyingkirkan
reinforcement positif atau mengenakan reinforcement negatif.
Menurut Skinner baik reinforcement positif maupun reinforcement
negatif ada yang primer dan ada yang sekunder. Reinforcement primer
berkaitan dengan keadaan yang alami, misalnya makanan merupakan
reinforcement positif primer, dan aliran listrik merupakan reinforcement
negatif primer (dalam eksperimental Skinner). Reinforcement positif
sekunder misalnya bunyi bel, karena bunyi bel merupakan fore signal
datangnya makanan, sedangkan sinar lampu adalah reinforcement negatif
sekunder, karena sinar lampu sebagai fore signal datangnya aliran listrik
(dalam eksperimental Skinner).
Menurut Skinner, perilaku itu merupakan rangkaian perilaku-
perilaku yang lebih kecil atau lebih sederhana. Misalnya untuk datang ke
sekolah tidak terlambat, maka ini merupakan rangkaian perilaku bangun
lebih pagi, mandi lebih pagi, makan lebih pagi, dan seterusnya. Karena itu,
untuk membentuk sebuah perilaku, perlu dianalisis bentuk perilaku-
perilaku kecil yang mengarah pada perilaku yang ingin dibentuk,
kemudian dipikirkan reward yang akan diberikan jika perilaku yang
dimaksud terbentuk. Pemberian reward dapat dimulai sejak satu perilaku
kecil terbentuk, kemudian bergeser pada perilaku berikutnya, demikian
seterusnya hingga pada akhirnya reward hanya diberikan jika perilaku
yang dimaksud terbentuk. Misalnya untuk membentuk perilaku datang ke
sekolah tidak terlambat, maka saat anak dapat bangun lebih pagi perlu
diberikan reward. Apabila perilaku bangun pagi telah terbentuk, maka
reward diberikan setelah anak mau mandi lebih pagi. Apabila perilaku
makan pagi telah terbentuk, maka reward diberikan setelah perilaku yang
akan dibentuk selanjutnya, demikian seterusnya hingga reward hanya
diberikan jika anak tidak terlambat datang ke sekolah. Hal ini disebut
sebagai metode shaping dari Skinner.

1.2.5 Albert Bandura


Albert Bandura lahir di Alberta,
kanada pada tahun 1925. Bandura
menjalankan pendidikannya di
University of British Columbia dan
lowa, tempat Bandura memperoleh
gelarPh.D pada tahun 1952.
Salah satu pandangan Bandura memiliki penekanan peran sentral
pembelajaran observasional. Bandura menemukan bahwa anak-anak dapat
belajar dari mengamati seorang dewasa yang bertindak agresif. Anak-anak
yang melihat orang dewasa dihukum karena melakukan agresi,
kemungkinan kecil sekali untuk mencontoh bila ada kesempatan, tapi bila
dijanjikan ganjaran untuk meniru model tersebut, maka mereka tidak
berbeda dengan anak-anak lain. Indikasi ini menunjukkan bahwa anak-
anak dapat belajar melakukan sesuatu, dengan mengamati seseorang yang
tidak diberi ganjaran. Dalam hal ini, Bandura membedakan antara
imitation (peniruan) dan identification (identifikasi). Imitation mencakup
peniruan benar-benar dari tingkah laku orang lain, sedangkan
identification mencakup usaha untuk sepenuhnya mirip atau sebisa
mungkin mirip dengan orang lain. Berbeda dengan pendapat Skinner,
Bandura memandang individu sebagai orang yang memiliki kemampuan
otonomi untuk mengatur lingkungan sesuai dengan kebaikannya atau
penderitaannya.
Bandura juga mengembangkan teknik-teknik modeling dalam
modifikasi kekacauan-kekacauan fobi yang menghasilkan suatu teknik
terapi untuk mengembalikan tingkah laku fobi, melalui cara :
1) Mengatur kondisi-kondisi sehingga klien menampilkan gairah tingkah
laku yang mahir atau cakap tanpa rasa takut
2) Melihat pengalaman-pengalaman pokok dalam kesuksesan
3) Membantu para klien untuk menampilkan kegiatan-kegiatan yang
semakin lama semakin maju dari yang sederhana dan mudah hingga
yang sulit, hasilnya bukan hanya perubahan perilaku tetapi juga
keyakinan untuk mencapai hasil-hasil yang diinginkan.
Sebagai contoh teknik modeling terapi fobi, supaya seorang
penderita fobi dapat mengatasi ketakutan pada ular, orang itu dimasukkan
dalam kamar bersama dengan seseorang yang tidak takut ular. Didalam
kamar itu juga ditempatkan ular, orang yang fobi ular berada dalam kamar
bersama dengan orang yang tidak takut ular. Kedua orang tersebut
mendekati ular secara perlahan-lahan, sedikit demi sedikit mendekat
hingga menyentuh ular dengan tangannya. Pada mulanya, menyentuh ular
dalam waktu yang singkat, tapi kemudian makin lama, hingga ia terbiasa
menyentuh ular. Dan akhirnya orang yang fobi ular akan terbiasa
menyentuh ular sendiri.
(Naisaban, 2004)
1.2.6 John Dollard dan Neal E. Miller
Dollard dan Miller bekerjasama di Institute of Human Relations
Universitas Yale. Teori yang mereka ciptakan banyak dipengaruhi oleh
teori Hull-Spence, yang terutama menangani peran motivasi dalam tingkah
laku dan bagaimana motivasi belajar dapat diperoleh. Menurut Dollard dan
Miller, bentuk sederhana dari teori belajar adalah “mempelajari keadaan di
mana terjadi hubungan antara respon dengan cue-stimulusnya”.
Habit atau kebiasaan adalah satu-satunya elemen dalam teori
Dollard dan Miller yang memiliki sifat struktural. Habit merupakan ikatan
antara stimulus dengan respon yang relatif stabil dan bertahan lama dalam
kepribadian. Namun, susunan kebiasaan itu bersifat sementara karena
dapat berubah dengan adanya pengalaman baru.
Dari eksperimen eksperimennya, Dollard dan Miller
menyimpulkan sebagian besar dorongan sekunder yang dipelajari manusia,
dipelajari melalui belajar rasa takut dan anxiety. Mereka juga
menyimpulkan bahwa untuk bisa belajar, seseorang harus menginginkan
sesuatu, mengenali sesuatu, mengerjakan sesuatu, dan mendapatkan
sesuatu (want something, notice something, do something, get something).
Ini selanjutnya menjadi 4 komponen utama belajar menurut Dollard dan
Miller, yakni :
1) Drive adalah stimulus dalam diri organisme yang mendorong terjadinya
kegiatan tetapi tidak menentukan bentuk kegiatan. Kekuatan drives
tergantung pada kekuatan stimulus yang memunculkannya. Semakin
kuat drivenya, semakin keras usahan tingkah laku yang dihasilkannya.
Drive sekunder atau drive yang dipelajari diperoleh berdasarkan drive
primer; rasa takut (sekunder) diperoleh atau dibangun di atas rasa sakit
(primer). Setelah drive sekunder dimiliki, akan memotivasi untuk
mempelajari respon baru seperti fungsi dari drive primer. Kekuatan
drive sekunder tergantung pada kekuatan drive primer dan jumlah
reinforcement yang diperoleh.
2) Cue adalah stimulus yang memberi petunjuk perlunya dilakukan respon
yang sesungguhnya. Jenis dan kekuatan cue bervariasi dan variasi itu
memnetukan bagaimana reaksi terhadapnya.
3) Response adalah aktifitas yang dilakukan seseorang. Menurut Dollard
dan Miller, sebelum suatu respon dikaitkan dengan sutu stimulus,
respon itu harus terjadi lebih dahulu.
4) Reinforsemen atau hadiah adalah drive pereda dorongan (drive
reduction).

1.3 PERILAKU ABNORMAL


1.3.1 DEFINISI
Perilaku manusia disikapi sebagai respon yang akan muncul kalau ada
stimulus tertentu yang berupa lingkungan. Akibatnya, perilaku manusia
dipandang selalu dalam bentuk hubungan karena suatu stimulus tertentu
akan memunculkan perilaku yang tertentu pula pada manusia
(Endraswara,2008 :57).
Seseorang yang tingkah lakunya berbeda dari norma yang berlaku
dalam masyarakat disebut “abnormal”. Norma–norma tersebut berbeda
antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Suatu perilaku yang
dianggap normal pada suatu masyarakat belum tentu dianggap normal oleh
masyarakat lain. Namun demikian, tidak ada satu masyarakat pun yang tidak
memiliki norma sosial bagi tingkah laku, norma moral, etis maupun hukum.
Oleh karena itu satu kriteria untuk mendefinisikan perilaku abnormal adalah
pelanggaran terhadap norma.
Skinner berpendapat bahwa tingkah laku abnormal berkembang dengan
prinsip yang sama dengan perilaku normal. Oleh karena itu, menurutnya
tingkah laku abnormal dapat diganti dengan tingkah laku normal dengan
cara sederhana, yakni dengan memanipulasi lingkungan. Konsep impuls id
yang tertekan, inferiority complexes, anxiety, ego defence, krisis identitas,
konflik ego-super ego adalah penjelasan yang mengkhayal. Kelainan tingkah
laku tersebut adalah kegagalan belajar membuat seperangkat respon yang
tepat. Kelainan tersebut antara lain :
1. Kekurangan tingkah laku (behavior deficit)
Tidak memiliki repertoire respon yang dikehendaki karena miskin
reinforcement
2. Kesalahan penguatan (schedule reinforcement error)
Pilihan responnya tepat tetapi reinforcement diterima secara tidak benar
sehingga organisme cenderung memakai respon yang tidak dikehendaki.
3. Kesalahan memahami stimulus (failure in discriminating stimulus)
Sering terjadi pada penderita skizoprenik dan psikotik lainnya, yakni
orang yang gagal memilah tanda-tanda yang ada pada stimulus sehingga
stimulus yang benar dihubungkan dengan hukuman dan yang salah
dihubungkan dengan reinforcement. Akibatnya akan terjadi pembentukan
tingkah laku yang tidak dikehendaki
4. Merespon secara salah (inapropiate set of response)
Terkait dengan ketidakmampuan mengenali penanda spesifik suatu
stimulus, orang akhirnya mengembangkan respon yang salah. Karena
justru respon itu yang mendapat reinforcement.

Dapat disimpulkan bahwa tingkah laku abnormal harus dipahami


melalui sejarah reinforcement yang diterima seseorang. Tingkah laku
abnormal itu dapat diganti dengan cara sederhana, yakni dengan
memanipulasi reinforcement lingkungan,, mengikuti kondisioning operan
dan kondisioning responden.

1.3.2 KRITERIA PERILAKU ABNORMAL


Kriteria terkenal untuk mendefinisikan perilaku abnormal adalah
pelanggaran norma sosial, disamping penyimpangan dari norma-norma
statistik, ketidaksenangan pribadi, perilaku maladaptif, gejala “salah suai”,
tekanan batin dan ketidakmatangan.
1. Pelanggaran norma sosial
Pada dasarnya, setiap masyarakat mempunyai seperangkat norma
yang lengkap atau aturan untuk perilaku, yang meliputi hampir semua
aspek kehidupan. Sebagai contoh, dalam masyarakat kita, norma
menetapkan bahwa kita harus mengenakan pakaian didepan umum.
Masyarakat lain mempunyai aturan yang berbeda, karena norma relatif
terhadap waktu dan tempat. Tetapi pada umumnya kita mengganggap
norma itu tidak relatif tetapi mutlak, Oleh karena itu pelanggaran
terhadap norma dipandang sangat serius, dan orang-orang yang berjalan
dengan telanjang dianggap sebagai orang yang abnormal.
2. Penyimpangan dari Norma Statistik
Menurut kriteria ini, kata abnormal berarti menyimpang dari normal,
yaitu setiap hal yang luar biasa, tidak lazim, atau secara harfiah
menyimpang dari hal-hal yang biasa. Dalam kaitan ini, banyak
karakteristik, seperti tinggi badan, berat badan, kecerdasan atau
intelegensi, mencakup suatu rentang nilai jika diukur pada suatu populasi.
Sebagian besar orang berada didalam rentang pertengahan tinggi badan,
sementara sedikit individu adalah jangkung secara abnormal atau pendek
secara abnormal. Salah satu definisi abnormalitas didasarkan pada
frekuensi statistik : perilaku abnormal adalah perilaku yang secara
statistik jarang atau menyimpang dari normal. Akan tetapi menurut
definisi ini, orang yang sangat cerdas atau sangat gembira
diiklasifikasikan sebagai abnormal. Begitupula sebaliknya, orang yang
sangat bodoh atau selalu tampak sedih akan diklasifikasikan sebagai
abnormal. Contoh yang lain atas dasar patokan tersebut, orang dapat
didiagnosis bermental terbelakang (idiot, moron atau embicile) apabila
nilai IQ jauh dibawah rata-rata. Nilai IQ normal sekitar 100, nilai
batasnya 69 apabila jauh dibawah rata-rata dianggap abnormal.
3. Ketidaksenangan Pribadi (Personal Discomfort)
Apabila seorang mengatakan sangat tidak bahagia, perilaku ini
dinamakan abnormal dan memerlukan bantuan. Ini adalah ukuran yang
lebih bebas ketimbang pelanggaran norma social atau penyimpangan dari
norma statistik, karena memperbolehkan orang menilai kenormalannya
sendiri. Aturan ketidaksenangan pribadi sekarang secara luas digunakan
untuk gangguan neurolik seperti fobia, yaitu anggapan bahwa orang yang
menderita dan keluarganya adalah satu-satunya yang merasa tidak
bahagia. Akan tetapi, kriteria ketidaksenangan pribadi sosial
mengganggu.
4. Perilaku Maladaptif
Menurut kriteria ini perilaku dianggap abnormal jika bersifat
maladaptif, memiliki pengaruh buruk pada individu atau masyarakat.
Beberapa jenis perilaku menyimpang yang mengganggu kesejahteraan
individu seorang pria yang sangat takut ditempat keramaian sehingga ia
tidak dapat menumpang bus ketempat kerjanya, selain itu pecandu
alkohol yang minum sampai mabuk berat sehingga ia tidak dapat
mempertahankan pekerjaanya, atau seorang wanita yang mencoba bunuh
diri. Bentuk lain dari penyimpangan perilaku adalah perilaku yang
berbahaya bagi masyarakat seperti remaja yang memiliki kemarahan
agresif dan menyerang, individu paranoid yang merencanakan
pembunuhan terhadap pemimpin nasional. Jika kita menggunakan kriteria
maladaptivitas, semua perilaku harus dianggap abnormal.
5. Gejala “Salah Suai” (Maladjustment)
Abnormalitas disini dipandang sebagai ketidakefektifan individu
dalam menghadapi, menangani atau melaksanakan tuntutan-tuntutan dari
lingkugan fisik dan sosialnya maupun yang bersumber dari berbagai
kebutuhannya sendiri. Kriteria semacam ini jelas bersifat negatif, dalam
arti tidak memperhitungkan fakta bahwa seorang individu dapat
berpenyesuaian baik (well-adjusted) tanpa memanfaatkan dan
mengembangkan kemampuan-kemampuannya. Tidak sedikit orang yang
secara umum disebut “berhasil” dalam menjalani hidup, dalam arti hidup
secara “lumrah-baik”, maupun sebagai pribadi, ia tidak pernah
berkembang secara maksimal-optimal.
6. Ketidakmatangan
Seseorang dikatakan abnormal apabila perilakunya tidak sesuai
dengan tingkat usianya, tidak selaras dengan situasinya. Masalahnya
sering sulit menemukan patokan tentang kepantasan dan kematangan.
7. Tekanan Batin
Abnormalitas di sini dipandang berwujud perasaan cemas, depresi
atau sedih, atau rasa bersalah yang mendalam. Namun ini bukan patokan
yang baik untuk membedakan perilaku normal dari yang abnormal atau
sebaliknya. Tekanan batin yang kronik seperti tak berkesudahan,
mungkin memang merupakan indikasi bahwa ada sesuatu yang tidak
beres. Sebaliknya, sangat normal bila orang merasa sedih atau tertekan
manakala mengalami musibah, kekecewaan atau ketidakadilan.
Ketabahan memang suatu indikator dalam menghadapi bencana, namun
dalam kondisi biasa, misalnya akan terkesan aneh bila orang merasa
gembira menghadapi ketika menghadapi kematian seseorang yang
dikasihi.

1.3.3 BENTUK-BENTUK PERILAKU ABNORMAL


Penggolongan bentuk-bentuk perilaku abnormal selalu mengalami
perubahan dari masa ke masa. Bentuk-bentuk perilaku abnormal yang sering
kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari antara lain :
1. Neurosis
Gangguan yang dapat menyebabkan kesulitan emosi yang sangat
berat tetapi gangguan tersebut tidak menghalangi penderita mengadakan
hubungan dengan orang lain secara nyata. Penderita neurotik mungkin
tidak dapat meninggalkan rumah atau tetap bekerja, tetapi dia masih
mengetahui apa yang ada disekelilingnya. Kaum behavioris berpendapat
bahwa sumber neurosis adalah cara belajar yang keliru (faulty learning)
dalam menghindari kecemasan. Menurut kacamata behavioristik, inti
neurosis adalah gaya hidup maladaptive yang berupa tingkah laku bersifat
defensif dengan tujuan menghindari atau mengurangi rasa cemas.
Pola-pola gangguan neurosis antara lain ;
a. Gangguan Kecemasan
Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang ternyata menemui
kesulitan dalam memberikan suatu dikotomi yang jelas dan tepat
antara kecemasan dan ketakutan. Rasa cemas selalu dicampur adukkan
dengan rasa takut. Aliran behaviorisme beralasan bahwa kecemasan
yang tidak realistis dan yang realistis merupakan akibat yang lazim.
Jika seseorang dilanda suatu kecemasan panjang dan tanpa akhir,
secara psikologis sebenarnya sudah berada dalam bahaya kehancuran
diri.
b. Gangguan Fobia
Fobia diartikan sebagai ketakutan pada suatu objek atau keadaan
yang tidak dapat dikendalikan, yang biasanya disertai dengan rasa sakit
yang perlu diobati. Pendapat lain menyebut fobia sebagai rasa takut
terhadap hal-hal yang dianggap mengancam, misalnya rasa takut pada
tempat-tempat yang tinggi. Supratiknya menjelaskan bahwa fobia
sebagai perasaan takut yang bersifat menetap terhadap objek atau
situasi tertentu yang sesungguhnya tidak menimbulkan ancaman nyata
bagi yang bersangkutan atau yang bahayanya terlalu dibesar-besarkan.
Beberapa contoh fobia yang penting antara lain :
1) Akrofobia yaitu takut berada di ketinggian
2) Agorafobia yaitu takut berada ditempat terbuka
3) Klaustrofobia yaitu takut berada ditempat tertutup
4) Hematofobia yaitu takut melihat darah
5) Monofobia yaitu takut berada sendirian disuatu tempat
6) Niktofobia yaitu takut pada kegelapan
7) Pirofobia yaitu takut melihat api
8) Zoofobia yaitu takut pada binatang pada umumnya atau hanya
jenis binatang tertentu.
Fobia pada umumnya memiliki beberapa sifat khusus, antara lain :
1) Perasaan takutnya intens dan mengganggu kegiatan sehari-hari,
misalnya seorang pemuda harus kehilangan pekerjaanya sebagai
perawat karena takut melihat darah.
2) Biasanya disertai simtom-simtom lain seperti pusing, sakit
punggung maupun sakit perut.
3) Kadang-kadang disertai kesulitan membuat keputusan. Gejala ini
disebut desidofobio atau takut membuat keputusan.
c. Gangguan Kompulsif Obsesif
Gangguan kompulsif obsesif yaitu penderita berulang-ulang
memikirkan pemikiran yang mengganggu atau merasa terpaksa
berulang-ulang melakukan tindakan yang tidak penting, dorongan
kompulsif atau keduanya. Seperti para penderita fobia yang umumnya
menyadari tidak ada alasan dari ketakutan mereka, penderita gangguan
kompulsif obsesif menyadari bahwa tidak ada kepentingan objektif
untuk tetap mengunci atau mengecek apapun. Meskipun demikian,
mereka terpaksa melakukan, dan mungkin mengalami kecemasan luar
biasa apabila mereka tidak memenuhi dorongan kompulsif itu. Pada
umumnya gangguan kompulsif obsesif biasanya diderita oleh orang-
orang yang minder dan merasa tidak aman, mudah merasa bersalah dan
mudah merasa terancam.
2. Gangguan Psikosis
Merupakan suatu gejala terjadinya “denial of major aspects of
reality” dengan gejala dan pola-pola berikut :
a. Reaksi Schizophrenic yang menyangkut proses emosional dan
intelektual. Gejalanya sama sekali tidak mengacuhkan apa yang
terjadi disekitarnya.
b. Reaksi Paranoid dimana seseorang selalu dibayangi oleh hal-hal yang
seolah-olah mengancam dirinya. Oleh karena itu dia akan menyerang
terlebih dahulu.
c. Reaksi afektif dan involutional, dimana seseorang merasakan adanya
depresi yang sangat kuat.
3. Bunuh Diri
Para ilmuwan sosial mencatat bahwa kebanyakan percobaan bunuh
diri, baik dikalangan perempuan maupun laki-laki biasanya dilalukan
ditengah suasana percekcokan antara pribadi atau tekanan hidup berat
lainnya. Kelompok yang beresiko tinggi untuk melakukan percobaan
bunuh diri adalah mahasiswa, penderita depresi, para lansia, pecandu
alcohol, orang-orang yang berpisah atau bercerai dengan pasangan
hidupnya, orang-orang yang hidup sebatang kara, kaum pendatang, para
penghuni daerah kumuh dan miskin, kelompok profesional tertentu
seperti dokter, pengacara dan psikolog.
Pada umumnya bunuh diri dilakukan karena stress yang ditimbulkan
oleh berbagai sebab, antara lain :
a. Depresi
Ada indikasi bahwa sebagian besar orang yang berhasil
melakukan bunuh diri sedang dilanda depresi pada saat tindakan
tersebut dilakukan

b. Krisis dalam hubungan interpersonal


Konflik dan pemutusan hubungan seperti perceraian, konflik
dalam perkawinan, perpisahan, kehilangan orang terkasih akibat
kematian dapat menimbulkan stress berat yang mendorong
dilakukannya tindakan bunuh diri.
c. Kegagalan dan devaluasi diri
Perasaan bahwa dirinya telah gagal dalam suatu urusan penting,
biasanya menyangkut pekerjaan, dapat menimbulkan devaluasi diri
atau rasa kehilangan harga diri yang mendorong tindakan bunuh diri.
d. Konflik batin
Stress bersumber dari konflik batin atau pertentangan didalam
pikiran. Misalnya seorang wanita lajang merasa cemas, bingung,
ragu-ragu antara memilih hidup atau mati, dan akhirnya memutuskan
untuk tidak lagi melanjutkan teka teki itu dengan melakukan bunuh
diri.
e. Kehilangan makna dan harapan hidup
Kehilangan makna dan harapan hidup seseorang merasa
hidupnya sia-sia, akibatnya memilih mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri. Perasaan semacam ini sering dialami oleh orang-orang
yang menderita penyakit kronik atau terminal.

DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Jakarta : UMM Press
Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra.
Yogyakarta: Medpress
Sobur, A. 2013. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah.
Bandung : CV Pustaka Setia

a. Psikoterapi Behavioristik
1.4.1 Modifikasi Tingkah Laku Skinner
Behaviorisme masih tetap berkembang luas dalam bentuk
modifikasi tingkah laku (behavior modification). B-mod (sebutan
behavior modification) adalah senjata atau strategi untuk mengubah
tingkah laku bermasalah. Beberapa teknik berikut dikemukakan oleh
skinner tetapi mungkin juga dikembangkan dari pakar lain atau
disempurnakan oleh pakar lain.
1. Pembanjiran (Flooding)
Membuat situasi klien menjadi cemas yang berlebih atau
bertingkah laku yang tidak dikehendaki, bertahan disana sampai
klien menyadari bahwa malapetaka yang dicemaskan tidak terjadi.
Flooding harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena emosi yang
berlebih bisa menimbulkan akibat tertentu, bahkan pada penderita
gangguan jantung flooding bisa berakibat fatal. Tapi dampak
flooding bisa sangat luar biasa bahkan penderita fobia bisa sembuh.
Penjenuhan (satiation) adalah varian flooding yang dipakai
organisme untuk mengontrol tingkah lakunya (self control).
1) Terapi Aversi
Pada kontrol diri, aversi dilakukan oleh individu sendiri, sedang
pada terapi aversi pengaturan kondisi aversi diciptakan oleh terapis.
Misalnya remaja yang senang berkelahi, kepadanya ditunjukkan foto
teman yang kesakitan. Pada saat yang sama remaja tersebut dikenai
kejut listrik yang menimbulkan rasa sakit. Diharapkan terjadi proses
pembalikan reinforsemen positif (perasaan senang/bangga) karena
menyakiti teman lain, berubah menjadi reinforsemen negatif
(perasaan iba, berdosa, takut) karena melihat luka dan merasakan
sakit karena kejut listrik. Keberhasilan suatu treatmen menuntut
kerja keras dari pihak klien dan bantuan yang optimal dari terapis.

a. Pemberian hadiah/hukuman secara selektif (Selective


Reward/Punishment)
Strategi terapi ini untuk memperbaiki tingkah laku anak dengan
melibatkan figur disekeliling anak sehari-hari., khususnya orang tua
dan guru. Terapis meneliti klien dalam setting aktual, bekerjasama
dengan orang tua dan guru untuk memberi hadiah ketika anak
melakukan tingkah laku yang dikehendaki, dan menghukum kalau
muncul tingkah laku yang tidak dikehendaki. Tingkah laku dan
bentuk hadiah/hukuman direncanakan secara teliti, dipilih yang
paling memberi dampak efektif.
b. Latihan ketrampilan sosial (Social skill training)
Banyak yang dipakai untuk membantu penderita depresi. Teori
depresi yang populer memandang depresi sebagai akibat dari
perasaan tidak mendapat hadiah (perhatian) yang memadai dari
lingkungan, mungkin karena tidak memiliki ketrampilan untuk
memperolehnya. Kepada penderita diajarkan teknik-teknik khusus
dalam berinteraksi sosial.
c. Kartu berharga (Token Economy)
Teknik yang didasarkan pada prinsip kondisioning operan,
didesain untuk mengubah tingkah laku klien. Intervensi ini bisa
dipakai untuk mendidik anak dirumah dan disekolah khususnya pada
anak yang mengalami keterlambatan, autistik dan delinkuen. Hadiah
dalam bentuk berharga diberikan kepada klien setiap kali klien
memunculkan tingkah laku yang dikehendaki, misalnya memakai
pakaian sendiri, makan sendiri, mengatur tempat tidur, menyapu
lantai dan sebagainya. Pemberian reinforsemen diatur dalam interval
atau rasio, bisa divariasikan dengan memberi hukuman, yakni
mengambil kartu yang sudah dimiliki klien kalau dia melakukan
kesalahan. Sesudah kartu ditangan klien mencapai jumlah tertentu,
dapat ditukar dengan reinforsemen primer yang disukainya. Strategi
kartu berharga pada dasarnya memakai prinsip Premack
“Kumpulkan kartu dulu, nanti (sesudah jumlahnya cukup) kamu
boleh/mendapat...”.
d. Efek obat-obatan terhadap tingkah laku
Skinner box merupakan alat isolasi yang efisien, sehingga alat
ini pas untuk meneliti pengaruh farmakologi terhadap tingkah laku.
Misalnya, penelitian pengaruh chlorpromazine untuk mengobati
anxiety pada penderita psikosis. Ternyata terbukti pada tikus
chlorpromazine dapat menurunkan rasa takut pada tikus, namun juga
dapat terbukti berperan dalam depresan umum, mengurangi semua
jenis respon, bukan hanya respon takut. Gambaran efek obat itu
menjadi sangat kompleks karena efeknya berbeda pada tingkat dosis
yang berlainan. Pada dosis yang sangat ringan efeknya justru
meningkatkan respon. Memakai skinner box dapat diteliti
kompleksitas itu secara akurat.
4.1 PSIKOTERAPI JOHN DOLLARD
Jika tingkah laku neurotik itu hasil belajar, seharusnya itu dapat
dihilangkan dengan beberapa kombinasi prinsip-prinsip yang dipakai
ketika mempelajarinya. Psikoterapi memantapkan seperangkat kondisi
dengan mana kebiasaan neurotik mungkin dapat dihilangkan dan
kebiasaan yang tidak neurotik dipelajari. Terapis bertindak layaknya
seorang guru dan pasien sebagai siswa.
Meskipun istilah-istilahnya berbeda, Dollard dan Miller memakai
kondisi dan prosedur kondisi terapeutik konvensional; terapis yang
simpatetik dan permisif mendorong pasien untuk berasosiasi bebas dan
mengungkapkan perasaanya. Terapis kemudian berusaha membantu
pasien untuk memahami perasaanya sendiri dan bagaimana perasaan itu
berkembang. Pembarharuan Dollard dan Miller terhadap psikoterapi
tradisional adalah pemakaian analisis teori belajar mengenai apa yang
telah terjadi.
a. Displacement
Adalah merubah arah impuls yang dicegah agar tidak diekspresikan
(baik oleh event eksternal maupun oleh kecaman dari diri sendiri).
Displacement dapat berperan sebagai defense, orang yang takut
mengekspresikan rasa marah, menekan rasa marah itu dan
mengekspresikannya nanti dalam situasi yang lain. Tampak ada 2
respon bertentangan yakni marah dan respon kedua biasannya takut.
b. Sublimasi
Adalah bentuk displasemen yang lebih adaptif karena energi yang
ada tidak ditumpahkan pada bentuk asli yang dicegah, tetapi
disalurkan ke dorongan lain yang bisa diterima.
c. Belajar (menguasai) sistem saraf otonom
Eksperimen Dollard dan Miller menunjukkan bahwa binatang dan
manusia pada tahap tertentu dapat belajar mengontrol respon sistem
saraf otonom; mereka dapat belajar mempercepat dan memperlambat
denyut jantungnya atau kontraksi ususnya. Ini memberi peluang
teknik kondisioning instrumental untuk dipakai mengobati gangguan
fisik seperti denyut jantung dan tekanan darah. Fenomena ini
mengembangkan ransh biofeedback dalam hal penanganan masalah
gangguan fisik (Alwisol, 2014).

Aplikasi Teori Behaviorisme/Behavioristik dalam Konseling


Menurut Ivey (1987), dalam pendekatan behavorisme yang paling utama
dalam mengawali konseling adalah menciptakan kehangatan, empati dan
hubungan supportif. Corey (2005) menjelaskan bahwa proses konseling yang
terbangun dalam pendekatan behavioristik terdiri dari empat hal yaitu :
1. Tujuan terapis diarahkan pada memformulasikan tujuan secara spesifik,
jelas, konkrit, dimengerti dan diterima oleh konseli dan konselor
2. Peran dan fungsi konselor adalah mengembangkan keterampilan
menyimpulkan, reflection, clarification, dan open-ended questioning
3. Kesadaran konseli dalam melakukan terapi dan partisipasi konselor ketika
proses terapi berlangsung akan memberikan pengalaman positif pada
konseli dalam terapi
4. Memberi kesempatan pada konseli karena kerjasama dan harapan positif
dari konseli akan membuat hubungan terapis lebih efektif.

Sedangkan menurut Ivey (1987), kesuksesan dalam melakukan konseling


dengan pendekatan behavioristik didasarkan pada :
1. Hubungan antara konselor dengan konseli
2. Operasionalisasi perilaku (making the behavior concrete and observable)
3. Analisis fungsional (the A-B-Cs of behavior)
4. Menetapkan tujuan perubahan perilaku (making the goals concrete).
Woolfe dan Dryden (1998) menegaskan bahwa dalam kerangka hubungan
antara konselor-konseli secara bersama-sama harus konsisten dalam beberapa hal
diantaranya :
1. Konseli diharapkan untuk memiliki perhatian positif (minat), kompetensi
(pengalaman) dan aktivitas (bimbingan)
2. Konselor tetap konsisten dalam perhatian positif, self-disclosure
(engagement) dan kooperatif (berorientasi pada tujuan konseli).

Bagian dari proses konseling yang tidak dapat ditinggalkan adalah


assessment. Dalam behavioral proses ini dapat dilakukan dengan memakai
instrumen assessment, self-report, behavior rating scales, format self monitoring,
teknik observasi sederhana. Perangkat instrumen tersebut merupakan bagian dari
upaya konseling behavioral, sedangkan teknik-teknik behavioral yang dapat
digunakan dalam konseling adalah :
1. Teknik operant conditioning, prinsip-prinsip kunci dalam behavioral
adalah penguatan positif, penguatan negatif, extinction, hukuman positif
dan hukuman negatif (Corey, 2005).
2. Model asesmen fungsional, merupakan blueprint bagi konselor dalam
memberikan intervensi yang diperlukan oleh konseli. Langkah-langkah
yang disiapkan konselor dilakukan tahap demi tahap dalam memberikan
perlakuan (Corey, 2005).
3. Relaxation training and related methods, adalah teknik yang dipakai
untuk melatih konseli agar melakukan relaksasi. Dalam pelaksanaannya
konselor dapat memodifikasi teknik ini dengan systematic desentisization,
asertion training, self management programs. Teknik ini tepat digunakan
untuk terapi-terapi klinis (Corey, 2005).
4. Systematic desentisization merupakan teknik yang tepat untuk terapi bagi
konseli yang mengalami phobia, anorexia nervosa, depresi, obsesif,
kompulsif, gangguan body image (Corey, 2005).
5. Exposure therapies. Teknik terapi ini dengan memaksimalkan
kecemasan/ketakutan konseli (Corey, 2005).
6. Eye movement desentisization and reprocessing, didesain dalam
membantu konseli yang mengalami post traumatic stress disorder (Corey,
2005).
7. Assertion training, metode ini didasarkan pada prinsip-prinsip terapi
kognitif perilaku. Ditujukan bagi konseli yang tidak dapat mengungkapkan
ketegasan dalam dirinya (Corey, 2005).
8. Self-management programs and self-directed behavior, terapi bagi konseli
untuk membantu terlibat dalam mengatur dan mengontrol dirinya (Corey,
2005).
9. Multimodal therapy merupakan jenis terapi yang dikembangkan dengan
berdasar pada pendekatan secara holistik dari teori belajar sosial dan terapi
kognitif kemudian sering disebut dengan technical eclecticism (Corey,
2005).

Dalam proses konseling, pendekatan behaviorisme merupakan suatu


proses di mana konselor membantu konseli untuk belajar memecahkan masalah
interpersonal, emosional dan keputusan tertentu yang bertujuan ada perubahan
perilaku pada konseli. Pemecahan masalah dan kesulitannya dengan keterlibatan
penuh dari konselor. Pendekatan behavioristik dalam konseling dipengaruhi oleh :
1. Kelebihan dan perilaku konseli
2. Jenis problematika
3. Jenis penguatan yang dilakukan
4. Orang lain yang memiliki arti tertentu bagi kehidupan konseli dalam
perubahan perilakuknya.
Dalam pelaksanaannya, pendekatan behavioristik memiliki kontribusi
yang cukup berarti dalam konseling dan psikoterapi. Surya (2003) mengemukakan
bahwa beberapa sumbangan terapi behavior adalah secara epistemologis
menjadikan sebagai salah satu komponen dalam mengembangkan konseling,
mengembangkan perilaku spesifik sebagai hasil konseling yang dapat diukur
sebagai manifestasi dari penetapan tujuan yang konkrit, memberikan ilustrasi
bagaimana mengatasi keterbatasan lingkungan, serta penekanan bahwa konseling
hendaknya memusatkan pada perilaku sekarang dan bukan kepada perilaku yang
terjadi pada masa lalu. Peran konselor dalam pendekatan behavioristik adalah
aktif dan direktif, aktif untuk melakukan intervensi dan membawa konseli dalam
perubahan perilaku yang diharapkan, sedangkan direktif dimaknai sebagai upaya
konselor untuk memberikan arahan secara langsung kepada konseli. Peran sentral
dari pola ini berimplikasi pada intervensi krisis yang dilakukan oleh konselor
kepada konseli sehingga konselor diharapkan memahami tentang coping skills,
problem solving, cognitive restructuring dan structural cognitif therapy.
Pendekatan krisis yang dilakukan oleh konselor merupakan realisasi dari clinical
therapeutic menjadi ciri utama dalam pendekatan behavioristik.

DAFTAR PUSTAKA

Alwilsol. 2014. Psikologi Kepribadian edisi revisi. Malang: UMM Press

Atkinson, Rita L. 1999. Pengantar Psikologi Jilid I. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV.


Rajawali

Corey, G. 2005. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Seventh


Edition. Belmont : Brooks Cole-Thomson Learning.

Degeng, I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta:


Depdikbud

Gage, N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology. Second Edition,


Chicago:  Rand Mc. Nally

Light, G. and Cox, R. 2001. Learning and TeacTeori Belajar Behavioristik

Ivey, AE., Ivey, MB and Simek-Downing, L., 1987. Counseling and


Psychotherapy : Integrating Skills. Theory and Practice. Second Edition.
New Jersey : Prentice Hall.

Naisaban, Ladislaus. 2004. Para Psikolog Terkemuka Dunia : Riwayat Hidup,


Pokok Pikiran, dan Karya. Jakarta: PT. Grasindo Gramedia Widuasarana
Indonesia.
Paul Chapman Publising Slavin, R.E. 1991. Educational Psychology. Third
Edition. Boston: Allyn and Bacon

Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition.


Boston: Allyn and Bacon

Surya. (2003). Teori-teori Konseling. Bandung : CV Pustaka Bani Quraisy.

Woolfe, R., and Dryden, W. 1998. Handbook of Counseling Psychology. London :


SAGE Publications, Ltd.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta:
Medpress
Sobur, A. 2013. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung : CV Pustaka
Setia

Anda mungkin juga menyukai