Anda di halaman 1dari 11

TUGAS EKONOMI PERTANIAN

Dosen pengampu: Drs. Suprianto,Mp

DISUSUN OLEH
Nama: Silvia melinda
Nim: A1A020234

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
MATARAM
BAB 1
GAMBARAN UMUM SEKTOR PERTANIAN

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia
untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta
untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati
yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau
bercocok tanam (crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun
cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam
pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi
semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan. Sektor pertanian merupakan
sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian
nasional.(Wikipedia, 2010).

Permasalaha: Item 1 sd 6
1. Pertanian dipandang sebelah mata
Stigmatisasi masyarakat masih banyak menganggap bahwa pertanian hanya
berujung kepada mencangkul saja. Sehingga terkesan sektor pertanian adalah
jorok dan miskin. Citra sektor pertanian yang tampak kotor dan miskin
didasari oleh tidak adanya bukti kuat yang mengatakan bahwa bertani itu
menjanjikan. Bukan berarti seluruh petani itu miskin. Namun, kebanyakan
ekonomi petani masih termasuk kelas menengah ke bawah.
2. Krisis regenerasi petani muda
Rendahnya minat regenerasi muda untuk terjun ke dunia pertanian terlihat dari
statistik sebesar 61% petani berusia >45 tahun. Padahal, generasi muda adalah
generasi penerus sekaligus kunci keberhasilan sektor pertanian. Jika tidak
segera ditangani, ketahanan pangan nasional akan sulit dicapai bangsa ini.
Salah satu program yang mulai banyak digerakkan adalah modernisasi pada
pertanian itu sendiri sehingga tampak lebih baik. Pertanian digital adalah hal
yang menarik untuk mengubah citra pertanian menjadi bisnis yang menarik.
3. Teknik budi daya kurang presisi
Presisi yang dimaksud di sini adalah bertani dengan teknik yang benar dan
tepat guna. Di lapangan, pertanian dilakukan berdasarkan naluri dan
pengalaman. Jarang sekali petani di Indonesia yang berasal dari kalangan
terdidik yang sudah memiliki bekal pengetahuan yang cukup tentang
pertanian. Misalnya, pemberian pupuk dengan dosis yang tepat, penanganan
hama yang benar, ataupun proses pasca panen yang seharusnya dilakukan
sehingga nilai jual produk lebih tinggi. Selain itu, benih yang digunakan
sebagai bahan tanam bukanlah benih bersertifikat. Idealnya, pemerintah
melalui kelembagaan pertanian melengkapi pengetahuan masyarakat tani
dengan menurunkan penyuluh pertanian. Benar, program ini sudah berjalan.
Namun, tak jarang pula, penyuluh kurang menguasai masalah pertanian itu
sendiri. Alhasil, petani pun bersikeras dengan pengetahuan yang dimilikinya
4. Modal bagi petani
Kesulitan yang juga sering menimpa petani adalah mencari modal. Usaha tani
yang tidak bisa memberikan kepastian, yakni bergantung pada alam,
menyebabkan pemberi kredit enggan mengeluarkan uang kepada
wirausahawan di bidang pertanian.
5. Alih fungsi lahan
Banyak terjadi di pulau Jawa, padatnya penduduk dengan tingkat kebutuhan
yang tingi menyebabkan lahan-lahan pertanian diubah menjadi perumahan dan
gedung-gedung bertingkat. Produktivitas yang tidak seberapa ditambah
dengan lahan yang semakin sempit menyebabkan perekonomian petani
semakin terhimpit. Selain masalah di atas, pastinya masih banyak masalah
lainnya yang perlu segera untuk diselesaikan. Penyelesaian masalah tersebut
tentunya harus didukung oleh seluruh elemen masyarakat yang terlibat mulai
dari petani hingga pemerintah.

Menganalisis proses produksi pertanian di era ekonomi digital


TUJUAN
- Meningkatkan Kapasitas dan Kapabilitas Sumber daya Manusia;
- Meningkatnya Kapasitas dan Tata Kelola Usaha Pertanian dan Peternakan;
- Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan lahan dan air;
- Meningkatnya Pengelolaan usaha pertanian

BAB ll
PEMBAHASAN

A. Kebijakan Pertanian di Pemerintahan Soeharto


Naiknya soeharto melalui kudeta politik atas Presiden Soekarno. Merubah
arah kebijakan pertanian yang sangat bertolak belakang apa yang dilakukan di
pemerintahan soekarno, perubahan arah kebijakan secara besar-besaran pada
berbagai sektor khususnya sektor pertanian serta agraria menuju pada
populisme kapitalisme. Sebagai tandingan (counter) terhadap strategi yang
dianut oleh pemerintahan soekarno, pemerintah soeharto menerapkan ideologi
“baru”, Yakni pembangunanisme (developmentalisme). 21 program BIMAS
mengalami pergeseran arti, dimulai tahun 1968/69 dimana
penyelenggaraannya merupakan kerja sama antara pemerintah dengan
perusahaan swasta asing penghasil obat-obatan pertanian. Maka muncullah
berbagai nama seperti BIMAS CIBA, BIMAS COOPA, BIMAS HOECHST,
BIMAS MITSUBISHI dan lain-lain. Ditahun 1970/71 diadakan BIMAS
Nasional yang melibatkan aparat Bank BRI yang langsung diberikan kepada
petani perorangan, penyediaan kios-kios sarana produksi pertanian pada
pengolahan hasil serta pemasarannya, yang kemudian disebut sebagai Catur
Sarana, yang kemudian dikampung dalam suatu badan usaha yang disebut
BUUD (Badan Usaha Unit Desa).

B. Masa Pemerintahan Habibie


Jatuhnya kekuasaan Soeharto yang terjadi atas tekanan masyarakat dan
Mahasiswa ditambahi krisis moneter yang terjadi pada pada tanggal 21 Mei
1998 yang melanda bangsa Indonesia sejak tahun 1997, bukan berarti
terhapusnya struktur kebijakan Orde Baru oleh pemerintahan-pemerintahan
selanjutnya. Selain persoalan struktural seperti birokrasi yang korup dan
sentralistik, krisis moneter juga membawa dampak yang besar bagi
perekonomian nasional. Transformasi kekuasaan kepada wakil presiden BJ
Habibie menjadi Presiden RI setelah mundurnya Soeharto, ternyata tidak
menghasilkan suatu perubahan yang progress khususnya berkaitan dengan
persoalan pangan serta pertanian. Pada masa pemerintahannya praktis hampir
tidak ada kebijakan populis yang lahir guna menanggulangi krisis, persoalan
pangan yang semakin memperihatinkan. Bahkan yang terjadi justru
sebaliknya. Masih tunduknya indonesia dengan lembaga-lembaga
Internasional seperti IMF, World Bank serta WTO, membuat pemerintahan
habibie sama saja dengan pemerintahan sebelumnya. Turunnya nilai tukar
rupiah terhadap dollar AS yang hingga mencapai angka Rp 17.000 per dollar
AS pada bulan Juni 1998, angka inflas yang mencapai 11,5 % pada tahun
1997 dan 34,22 % pada tahun 1997/199827 , melambungnya harga sembako,
tingginya angka pengangguran dan kriminalitas akibat PHK masal, stabilitas
keamanan yang kacau akibat huru-hara sosial diberbagai daerah, hutang luar
negeri yang terus membengkak dan lain sebagainya, menyebabkan bangsa
Indonesia kedalam kondisi yang sangat rentan terhadap semua hal.

C. Pemerintahan Abdurrahman Wahid


Harapan baru akan adanya perubahan sempat muncul ketika Abdurrahman
Wahid (atau lebih akrab disapa Gus Dur) yang berpasangan dengan Megawati
Soekarnoputri maju sebagai presiden RI dan wakil presiden RI pada pemilu
1999. Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid pembangunan sektor
pertanian khususnya dalam kebijakan pangan coba diarahkan melalui GBHN
1999-2004 yakni dengan mengembangkan sistem ketahanan pangan yang
berbasis pada keragaman sumberdaya bahan pangan, kelembagaan dan budaya
lokal dalam rangka menjamin tersedianya pangan dan nutrisi dalam jumlah
dan mutu yang dibutuhkan pada tingkat harga yang terjangkau dengan
memperhatikan peningkatan pendapatan petani dan nelayan, serta peningkatan
produksi yang diatur dengan undang- undang.31 namun pada kenyataannya
proyeksi sistem ketahanan pangan yang coba didorong oleh pemerintahan Gus
Dur kemudian berbenturan dengan kebijakan yang sudah disepakati oleh
pemerintahan sebelumnya terkait dengan kebijakan liberalisasi yang telah
disepakati dengan IMF. Meskipun kemudian ada kesepakatan dengan IMF
untuk menerapkan bea masuk beras sebesar Rp. 430,-per kg mulai 1 Januari
2000 (dinaikkan menjadi BM 30%), akan tetapi sudah terlambat, karena stok
yang berasal dari impor telah memenuhi gudang-gudang importir, sehingga
harga domestik anjlok.

D. Masa Pemerintahan Megawati Soekarno Putri


Lengsernya Gus Dur dari kepemimpinanya tanggal 23 Juli 2001, Megawati
Dilantik menjadi Presiden Baru. Setelah krisis ekonomi 1997 peran IMF
dalam menentukan kebijakan ekonomi Indonesia selalu mendapat sorotan.
Akibat krisis tersebut, rezim Soeharto, Habibie, dan Abdurrahman Wahid
hampir mnyerahkan seutuhnya kedaulatan kebijakan ekonomi pemerintah
kepada IMF. Tidak terkecuali pada masa pemerintahan Megawati jelas-jelas
menunjukkan niat untuk bekerja sama dengan lembaga-lembaga internasional
seperti IMF. Pemerintahan Megawati Soekarnoputri melanjutkan tradisi yang
sama pada kebijakan pertanian seperti pemerintahan yang selalu ingin
menyenangka hati petani sehabis anjloknya harga gabah pada panen raya
yaitu, dengan mengeluarkan Inpres Nomor 9 tahun 2003 tentang harga dasar
atau tepatnya kebijakan referensi harga pembelian pemerintah (HPP) kepada
petani. Sama halnya dengan Inpres sebelumnya, persyaratan teknis tidak
mengalami perubahan seperti kadar air maksimum 14 %, butir hijau 5 %, dan
seterusnya. Harga pembelian Perum Bulog dinaikkan Rp. 1519 per kg menjadi
Rp. 1575 per kg untuk gabah dan dari Rp. 2.470 perkilogram menjadi Rp.
2750 per kg. Berbeda dengan pemberitaan media massa bahwa harga gabah di
berbagai tempat jatuh, sampai dibawah Rp. 1000 per kg. Seolah-olah
kebijakan harga dilihat sebagai satu satunya instrumen untuk menolong petani,
sementara dalam Inpres 9/2003 tidak memuat soal sistem penunjang maupun
pendukung untuk tercapainya harga pembelian pemerintah (HPP).

E. Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhyono


Pada tanggal 20 Oktober 2004, Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf
Kalla diangkat menjadi Presiden dan wakil Presiden periode 2004-2009,
setelah memenangkan pemilihan presiden dan wakil presiden putaran kedua
secara langsung pada bulan September 2004. Tidak jauh dengan pemerintahan
Sebelumnya pasangan presiden dan wakil presiden SBY-JK, tetap tidak
melakukan perubahan secara mendasar persoalan pangan di Indonesia. Bahkan
Pemerintah SBY-JK masih cenderung menggunakan pola-pola lama seperti
yang telah dilakukan pada masa Orde Baru, yakni mengandalkan bantuan
asing, hutang dan investasi luar negeri, serta melakukan pendekatan jalan
pintas dalam
dan investasi luar negeri, serta melakukan pendekatan jalan pintas dalam
menangani persoalan pangan yakni melalui revolusi hijau bukannya melalui
reformasi agraria.Program Revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan
(RPPK) yang coba dicanangkan oleh rezim pemerintahan SBY guna
menjawab penanggulangan persoalan kemiskinan di Indonesia menjadi tidak
memiliki arah yang jelas. Hal ini mengingat sekitar 60 % petani di Indonesia
adalah petani gurem yang hanya menguasai lahan kurang dari 0,5 ha. Lebih
parahnya, sekitar 70 % petani hanya menguasai sekitar 13 % lahan, sementara
sisanya dikuasai oleh 30 pemilik lahan skala besar.menangani persoalan
pangan yakni melalui revolusi hijau bukannya melalui reformasi
agraria.Program Revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan (RPPK) yang
coba dicanangkan oleh rezim pemerintahan SBY guna menjawab
penanggulangan persoalan kemiskinan di Indonesia menjadi tidak memiliki
arah yang jelas. Hal ini mengingat sekitar 60 % petani di Indonesia adalah
petani gurem yang hanya menguasai lahan kurang dari 0,5 ha. Lebih parahnya,
sekitar 70 % petani hanya menguasai sekitar 13 % lahan, sementara sisanya
dikuasai oleh 30 pemilik lahan skala besar.
Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa untuk tetap dapat memenuhi
pangan bagi 273 juta penduduk Indonesia, maka pengelolaan yang berkaitan
dengan pangan serta pembangunan pertanian harus kita seriusi secara detil dan
menggunakan sekala luas.
“Dalam mengatasi masalah yang terjadi saat ini kita harus membangun
program pertanian yang berbasis economic of scale (sekala luas), untuk itu
kenapa saya dorong food estate harus segera diselesaikan, “ ungkap Presiden
Joko Widodo.
Lebih lanjut Presiden Joko Widodo juga mengungkapkan harapanya, agar
tahun ini program Food Estate yang telah digarap di Provinsi Kalimantan
Tengah dapat segera diselesaikan, karena menurutnya apabila program
tersebut telah dilakukan, maka tahapan evaluasi penting dilakukan untuk
melihat apa saja kendala yang terjadi di lapangan, sehingga nantinya apabila
program tersebut berhasil dengan baik Provinsi lain bisa mencontohnya.
“ Inilah cara pembangunan pertanian yang harus kita tuju yaitu melalui skala
luas dan menggunakan teknologi pertanian, sehingga nantinya harga pokok
produksi bisa bersaing dengan harga komoditas yang sama dengan negara
lain,“ tegas Presiden Joko Widod
Dalam kesempatan tersebut Presiden Joko Widodo turut menyampaikan
apresiasinya terkait adanya pertumbuhan positif pada sektor pertanian
terutama pada peningkatan ekspor komoditas pertanian.
Sementara itu Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo
menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Presiden RI
berkenan hadir memberikan arahan dan membuka acara Rakernas, menurut
Mentan hal ini menunjukan perhatian yang tinggi Presiden Joko Widodo
kepada Kementerian Pertanian khususnya kepada para petani.
Dihadapan Presiden Joko Widodo dan beberapa Menteri serta tamu undagan
baik offline maupun online yang hadir dalam Rakernas yang bertema
“Memperkuat peran sektor pertanian dalam menopang pertumbuhan ekonomi
di tengah Pandemi Covid -19 “, Mentan menyampaikan beberapa hal terkait
laporan Pembangunan Pertanian Tahun 2021.
Mentan mengungkapkan bahwa Kementan telah menetapkan arah kebijakan
yaitu pertanian Maju Mandiri Modern, sehingga arah kebijakan tersebut
menjadi pedoman dalam bertindak cerdas cepat dan tepat bagi seluruh jajaran
Kementan. Membangun pertanian yang maju, mandiri dan modern kian
tertantang kala wabah corona masuk ke Indonesia, dan menghantam
perekonomian dunia termasuk Indonesia.
Untuk itu dalam rangka mencapai ketahanan pangan, nilai tambah dan ekspor
yang pertama harus dilakukan adalah meningkatkan produkivitas kemudian
melakukan program pendukung yang telah diformat dengan 5 cara bertindak
(CB) sesuai arahan Presiden Joko Widodo.
“ Cara Bertindak yang kami lakukan meliputi peningkatkan kapasitas dan
produksi, diversifikasi pangan, penguatan cadangan atau lumbung pangan,
penerapan pertanian Modern atau modernisasi pertanian serta peningkatan
ekspor pertanian melalui Gerakan Tiga Kali Ekspor (Gratieks), “ papar
Mentan
Lebih lanjut Mentan mengungkapkan bahwa dalam menindaklanjuti arahan
Bapak Presiden, Kementerian Pertanian telah melakukan upaya terobosan
melalui pengembangan kawasan pertanian skala luas (food estate) dan
program koorporasi Pertanian di 6 Provinsi serta melakukan perluasan areal
tanam.
Mengakhiri laporanya Mentan mengungkapkan bahwa dirinya beserta seluruh
jajaran Kementerian Pertanian siap menjalankan tugas dan bekerja keras
dilapangan. Dan menyampaikan terimakasihnya kepada semua pihak yang
telah mendukung dalam pembanguanan pertanian.
“ Kami terus meminta arahan dan perintah dari Presiden RI, untuk
menjalankan tugas kami. Dukungan dan kerjasama dari pemerintah daerah
baik itu agubernur maupun bupati serta para Menteri yang lainya sangat luar
biasa bagi kami, “ ujar mentan.
Berdasarkan hasil Survei KSA, pada tahun 2021, luas panen padi mencapai
sekitar 10,41 juta hektar atau mengalami penurunan sebanyak 245,47 ribu
hektar (2,30 persen) dibandingkan tahun 2020. Sementara itu, produksi padi
tahun 2021 yaitu sebesar 54,42 juta ton GKG. Jika dikonversikan menjadi
beras, produksi beras tahun 2021 mencapai sekitar 31,36 juta ton, atau turun
sebesar 140,73 ribu ton (0,45 persen) dibandingkan dengan produksi beras
tahun 2020. Selain menghasilkan estimasi luas panen, Survei KSA juga
memberikan gambaran terkait fase amat padi lainnya, seperti luas fase
vegetatif awal, vegetatif akhir, generatif, potensi gagal panen, serta luas sawah
dan ladang yang sedang tidak ditanami padi.
Masa pandemi menjadi tantangan bagi perekonomian global termasuk
perekonomian nasional. Pemerintah terus mengupayakan pemulihan ekonomi
yang salah satunya dengan menggerakkan ekonomi perdesaan dengan
memanfaatkan potensi yang ada, khususnya sektor pertanian dan UMKM.
Digitalisasi pun menjadi salah satu upaya yang dilakukan dalam menghadapi
tantangan ini. Sebab, melalui digitalisasi dapat terciptanya inovasi yang akan
memperluas pasar produk-produk desa.
“Terobosan-terobosan ini meningkatkan peluang bagi UMKM di desa untuk
memperluas pasarnya, ini programnya Pak Gubernur, baik di tingkat lokal
maupun nasional, serta mempermudah distribusi hasil pertanian masyarakat
desa,” tutur Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin pada acara
Peresmian Peluncuran Aplikasi Lapak Abah – Ojek Desa dan Santri
Digitalpreneur di Kantor Bupati Purwakarta, Jalan Ganda Negara Nomor 11A,
Nagri Kidul, Purwakarta, Jawa Barat, Senin (28/03/2022).

BAB lll
KESIMPULAN

Kebijakan pertanian di indonesia ternyata dipengaruhi oleh berbagai aspek


Yang saling mempengaruhi. Persoalan pangan yang hari ini dihadapi oleh
bangsa Indonesia merupakan buah dari proses panjang sejarah bangsa ini,
yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain, baik itu pada dataran
globalitas,nasionalitas maupun lokalitas. Di Negara yang sedang pada tahap
berkembang,Salah satu penyebab utama terjadinya kelangkaan pangan adalah
susahnya akses masyarakat terhadap tanah dan ketersediaan lahan untuk
memproduksi pangan.
DAFTAR PUSTAK

https://www.bps.go.id/publication/2022/07/12/c52d5cebe530c363d0ea4198/luas-
panen-dan-produksi-padi-di-indonesia-2021.html
https://www.setneg.go.id/baca/index/
perluas_pasar_umkm_dan_hasil_pertanian_dengan_digitalisasi_di_pedesaan_1
https://tanjungmeru.kec-kutowinangun.kebumenkab.go.id/index.php/web/artikel/
4/547
https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=4650

Anda mungkin juga menyukai