Anda di halaman 1dari 14

Penguatan Sumber Daya Manusia

untuk Meningkatkan Ketahanan


Pangan
Seberapa penting ketahanan
pangan?
 Pentingnya ketahanan pangan dalam tatanan ekonomi global dan
nasional telah dipahami oleh berbagai kalangan, baik itu para kepala
negara dan pemerintahan, pimpinan organisasi internasional,
pengelola sektor swasta, maupun lembaga kemasyarakatan, dengan
alasan dan kepentingan yang berbeda.
 Ketahanan pangan merupakan salah satu aspek penting untuk
mencapai Sustainable Deveolpement Goals (SDGs).
 Undang-undang pangan nomor: 7/1996 Bab VII Pasal 45
mengamanatkan pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok
yang pemenuhannya merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia
(HAM).
Isu pangan di Indonesia
Ketahanan pangan merupakan isu yang sangat penting untuk mendapat perhatian
hari ini, penyajian data berikut adalah kondisi pangan Indonesia:

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sejak Januari-Juni 2021 atau sepanjang Semester I-
2021, Indonesia telah melakukan impor pangan hingga US$ 6,13 miliar atau setara dengan Rp 88,21 triliun.

Komoditas pangan yang diimpor oleh Indonesia terdiri dari berbagai jenis daging, susu, kopi, teh,
hingga bahan pangan seperti cabai, bawang putih, lada, kedelai.

Secara rinci, realisasi impor beras sebesar US$ 91,6 juta dengan volume sebanyak 201.271,55 ton.
Kemudian daging ayam dengan nilai impor mencapai US$ 67 dengan volume impor sebanyak 16.567
kg. Kemudian telur unggas dengan nilai impor mencapai US$ 4,92 juta dengan volume sebanyak
975.153 kg. Ada juga jenis lembu yang khusus diimpor dari Australia dengan nilai mencapai US$
276,53 juta dan volume sebesar 75.363,2 kg.

Kondisi Pandemi Covid-19 yang melanda dunia tanpa terkecuali Indonesia Pula yang bukan hanya pada
sektor kesehatan yang terkena dampak melainkan pada kondisi ketahanan pangan pula.
Selain isu impor dan pandemi yang berdampak pada ketahanan
pangan, pada kondisi ekspor menunjukkan kenaikan di era pandemi
sebagai pencapaian upaya yang dilakukan, sebagai berikut:
Relevansi penguatan SDM dengan ketahanan pangan?
Sektor pertanian pangan, terdapat lima permasalahan pokok, meliputi:
1) luas lahan pertanian;
2) sistem insentif;
3) kemampuan SDM;
4) penguasaan lahan dan ketidakadilan; serta
5) permasalahan pendidikan tinggi. Di sisi lain, pengaruh revolusi
industri 4.0 menuntut semua kalangan, termasuk petani untuk
berubah dan adaptif terhadap kemutakhiran teknologi.

Regenerasi petani sangat dibutuhkan sehingga penting untuk


meningkatkan minat generasi muda di bidang pertanian.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013,
umur petani didominasi oleh usia di atas 45 tahun. Bahkan,
jumlah petani merosot secara berkelanjutan dari 36,4 juta
pada tahun 2012 menjadi 35,01 juta pada tahun 2016.
Di bidang pertanian, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Pertanian Berkelanjutan
(SBDPB) (khususnya Bab 15 tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia) secara jelas mengatur
pembatasan sumber daya manusia. Pasal 100 menjelaskan bahwa sumber daya manusia meliputi
pejabat, pengusaha, petani, dan masyarakat.

Secara umum, di Kementerian Pertanian, petani merupakan bagian dari “sumber daya manusia” yang
pengembangannya berada di bawah Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pertanian (BPPSDMP).

Berdasarkan rencana trategi Kementrian Pertanian, strategi yang dilakukan untuk meningkatkan
kualitas SDM pertanian adalah (1) standardisasi dan sertifikasi profesi pertanian, (2) regenerasi dan
penumbuhan minat generasi muda pertanian, (3) penyuluhan pertanian berbasis teknologi informasi
dan komunikasi, (4) peningkatan taraf pelatihan hingga level internasional, (5) pendidikan dan
pelatihan vokasi berbasis kompetensi, serta (6) penguatan kelembagaan petani.
Salah satu upaya yang
ditempuh dalam
pemantapan ketahanan
pangan adalah peningktan
kualitas petani dan SDM
pertanian dapat
menghasilkan sistem
ketahanan pertanian
nasional yang mampu
mengeluarkan produktivitas
pertanian yang mumpuni.
Ketahanan pangan nasional saat ini akan terwujud bila
kesejahteraan petani dan kestabilan harga pangan
terkendali.
Pandemi Covid-19 memberikan
dampak terhadap
keberlangsungan pangan
 Sumber daya manusia (SDM) pertanian
(aparat dan nonaparat) merupakan
faktor penting dalam pembangunan
pertanian. Pandemi Covid-19 telah
memberi dampak berganda (triple
livelihood crisis) pada petani meliputi
aspek iklim (climate), harga (prices),
dan juga kesehatan (health); utamanya
pada petani kecil (FAO 2020a).
 Pandemi Covid-19 berdampak luas,
termasuk terhadap SDM pertanian.
Seluruh bentuk aktivitas menjadi tidak
optimal, mulai dari on farm sampai off
farm. Demikian pula dengan
menurunnya pelayanan penyediaan
input sarana produksi, serta anjloknya
permintaan beberapa komoditas.
Petani terus bertani dengan
memprioritaskan hal-hal seperti
memakai masker, menjauhkan diri dari
keramaian, dan menjaga pola hidup
sehat.
Kebijakan yang ditempuh
Kementrian Pertanian terkait
SDM di era Covid-19
• membangun fasilitas data global,
berkolaborasi dengan Program Pangan Dunia
(WFP) dan mitra lainnya
• melakukan stabilisasi penghasilan dan akses • Adanya program prioritas
terhadap pangan dan mempertahankan mata
pencarian dan bantuan produksi pangan yang yang dilakukan terintegrasi
sedang berjalan pada pembentukan
• memastikan keberlangsungan rantai pasokan
pangan kritis bagi populasi yang paling Komando Strategis
rentan (Konstra Tani) yang
• mencegah penularan Covid-19 di antara para
pekerja rantai pasokan pangan dengan berbasis di Balai
meningkatkan kesadaran akan peraturan-
peraturan. Kebijakan FAO terhadap Penyuluhan Pertanian
dampak Covid-19 pada Kecamatan.
sistem pangan
Petani sebagai sumber daya utama pelaku sektor pertanian, juga
harus diberikan pencerdasan. Dalam rangka membangun terciptanya
petani cerdas berbasis pengetahuan, menurut Arman (Ketua PKKPBI
ITS), setidaknya terdapat tiga fokus program yang bisa dilakukan:
Rekomendasi peningkatan SDM :
 Menurut data di Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop
UKM), data millennial farmer besarnya hanya 8 persen dari 33,4
juta petani yang ada di Indonesia. Sehingga, jika proporsinya dapat
diperkuat hingga 15 persen saja, akan sangat mendongkrak
ketahanan pangan kita.
 Pengadaan insentif biaya pendidikan untuk menarik minat milenial
ini perlu ditingkatkan, dengan tujuan agar tercipta kondisi
Sustainable Agriculture. Dalam hal ini Kementan bekerja sama
dengan BUMN-BUMDES dan Kemenristek juga dapat
menggalakkan pengadaan beasiswa berupa pelatihan berbasis
teknologi 4.0.
 Peluang big data hasil implementasi platform smart farming. Big
data yang baik tersebut akan menjadi asset yang dapat digunakan
untuk membuat model prediksi simulasi dinamik. Dengan model
data analisis yang tidak lagi hanya linear, diharapkan dapat
membantu meminimalisir risiko permasalahan sektor pertanian
yang kompleks.
Rekomendasi ke Pemerintah Daerah (Dinas
Ketahanan Pangan) :
Pemerintah harus mengambil langkah dalam mencegah terjadinya krisis pangan. Dimulai dari menyejahterakan petani melalui bantuan dan
fasilitas seperti misalnya bantuan relaksasi kredit kepada para petani miskin. Para petani juga sebaiknya dikenalkan dengan teknologi untuk
membantu mereka dalam mendistribusikan serta menjaga kestabilan harga produk pangan dimasa pandemi seperti ini. Para petani semisal
diberi fasilitas berupa teknologi, modal, dan pemasaran melalui program BUMITANI (Badan Usaha Milik Petani)

Pertanian lokal dan lumbung pangan di tiap wilayah harus dihidupkan kembali
untuk membangun nasionalisme.

Pemerintah juga dianggap perlu untuk memetakan potensi-potensi pertanian


yang ada, melakukan stabilisasi harga pangan, melakukan konsolidasi terkait
lahan pertanian, dan juga membuat regulasi-regulasi yang berkaitan dengan
permasalahan pangan yang ada.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai