PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hal yang sama disampaikan Rektor IPB University, Prof Dr Arif Satria. Ia
menyampaikan bahwa kebijakan logistik agro-maritim dan rantai pasok pangan bisa
menjadi solusi jangka pendek dalam masa pandemi dan pasca pandemi. Dalam jangka
pendek ini, perlu memperluas akses petani, peternak dan nelayan pada jaring
pemasaran daring, stimulus ekonomi khusus untuk pertanian dan pedesaan serta
skema perlindungan dan jaring pengaman sosial. Hal tersebut sangat penting untuk
menjamin efektivitas mendongkrak produktivitas di lapangan.
Hal yang tak kalah penting, lanjut Rektor, adalah mempercepat regenerasi
petani melalui petani milenial dan penerapan inovasi pertanian 5.0. Selain itu, food
loss dan food waste perlu diatasi, karena sepertiga pangan di dunia adalah terbuang
dan menjadi sampah. Kalau saja food loss dan food waste teratasi, maka ketersediaan
pangan tentu akan meningkat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Strategi Sektor Pertanian Dalam Menyongsong Era Society 5.0
Selama Pandemi Covid 19?
2. Apa Saja Strategi Ekonomi Sektor Pertanian Di Tengah Pandemi Covid 19?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Strategi Sektor Pertanian Dalam Menyongsong Era Society 5.0 Selama Pandemi
Covid 19
Era masyarakat 5.0 (Society 5.0) sudah diperkenalkan oleh Pemerintah Jepang
sejak tahun 2019 lalu. Era Society 5.0 berlaku di mana masyarakat dunia banyak yang
telah menggunakan teknologi digital pada semua aktivitasnya. Masyarakat di era 5.0
memusatkan segala kegiatannya dengan aplikasi teknologi digital.
Society 5.0 baru diresmikan pada 21 Januari 2019 dan dibuat sebagai solusi
atas Revolusi Industri 4.0 yang ditakutkan akan mendegradasi umat manusia. Artikel
Mayumi Fukumaya, pada laman Japan Economic Foundation menyebutkan, tujuan
penerapan masyarakat 5.0 ini untuk mewujudkan masyarakat yang bisa menikmati
hidupnya.
Dalam era Society 5.0, nilai baru yang diciptakan melalui perkembangan
teknologi dapat meminimalisir adanya kesenjangan pada manusia dan masalah
ekonomi di kemudian hari. Terdengar sulit untuk dilakukan di Indonesia karena
ekonomi, yang masih menjadi masalah. Namun bukan tidak mungkin untuk
dilakukan, terbukti sebagian besar saat ini teknologi benar-benar sudah digunakan dan
diterapkan.
Keadaan ini akan mengubah kebiasaan dan kehidupan dalam berbagai aspek.
Karena Covid-19, beberapa perusahaan meniadakan kegiatan di kantor. Begitu pula
sekolah-sekolah, melaksanakan kegiatan belajar di rumah dengan didampingi orang
tua masing-masing.
Selain imbas restriksi sosial yang dampaknya relatif kecil karena pusat
produksi pertanian bukan di wilayah padat penduduk, sektor pertanian, terutama
tanaman pangan, secara alamiah tidak akan separah sektor lain ketika terjadi krisis. Ini
terjadi karena sifat barang-barang pertanian tanaman pangan yang elastisitas
permintaannya rendah. Ketika ekonomi mengalami periode booming, permintaannya
tidak akan meningkat pesat, demikian pula ketika terjadi resesi, permintaannya tidak
akan menurun drastis. Sejarah krisis di Indonesia, misalnya krisis moneter 1997-1998
juga menyisakan catatan relatif bertahannya sektor pertanian dan bahkan menampung
kembali tenaga-tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan di perkotaan. Nampaknya
peran sektor pertanian sebagai setor penyangga (buffer sector) di masa krisis akan
terulang di tahun ini.
Pertama, resiko terpapar virus Korona di sektor pertanian dan pedesaan tidak
bisa diabaikan. Betul bahwa dalam aktivitas produksinya, karena tidak seperti sektor
lain, dilakukan di luar ruangan, dalam lahan yang relatif luas, dan di area
berkepadatan rendah. Akan tetapi ada beberapa aspek yang menjadi sumber
kerentanan. Petani, misalnya, umurnya berada rata-rata di kisaran pra-lansia dan
lansia, 45-60an tahun. Sehingga mereka merupakan kelompok yang rentan dan
beresiko jika terpapar virus Covid-19. Kemudian, meskipun berkepadatan rendah
dalam aktivitas produksi, tidak berarti kepadatan rendah pula dalam aktivitas non-
produksi di pedesaan seperti di pemukiman maupun di pasar-pasar tradisional. Selain
itu, tingkat pendidikan di pedesaan yang relatif rendah, membuat pemahaman
masyarakat akan protokol perlindungan terhadap virus seperti mencuci tangan, bersin
yang aman, bisa jadi lebih rendah daripada di perkotaan. Risiko juga diperparah
dengan kondisi geografis pedesaan yang sering cukup terpencil dan jauh dari fasilitas
kesehatan yang cukup untuk menangani pasien yang terpapar Covid-19. Terakhir,
migrasi musiman, seperti mudik lebaran, juga pengangguran di perkotaan sebagai
dampak dari krisis, akan membuat masyarakat pedesaan cukup rentan terkena Covid-
19 dari para pendatang. Semua ini menunjukkan bahwa fleksibilitas aktivitas
pertanian di pedesaan di masa restriksi sosial (PSBB) tetap harus mempertahankan
protokol penanganan kesehatan yang ketat seperti physical distancing, penggunaan
masker, intensitas cuci tangan dan disertai kegiatan pengawasan aktif untuk
mendeteksi secara dini adanya potensi penularan Covid-19 di kelompok pekerja
sektor pertanian dan penduduk pedesaan pada umumnya. Kepastian pelaksanaan
protokol-protokol ini tidak bisa ditawartawar dan memang tantangannya cukup berat
dilakukan di daerah-daerah terpencil. Pemerintah dan perangkat desa serta kelompok
masyarakat harus bahu-membahu menggalakkan budaya ini melalui program-program
pemasyarakatan dengan berbagai saluran.
Kedua, negara di saat krisis ini harus hadir lebih intensif dalam melakukan
intervensi distribusi. Secara teori peran negara sahsah saja dan bahkan bersifat
meningkatkan efisiensi alokatif jikalau terjadi kegagalan pasar karena kasus-kasus
luar biasa. Yang lebih spesifik adalah dalam menyalurkan produksi pertanian dari
sentrasentra produksi di pedesaan ke masyarakat terutama di perkotaan dan target-
target pasar lainnya. Operasi pasar, melalui pembelian langsung produk-produk
pertanian nampaknya bukan sesuatu yang diharamkan dalam kondisi seperti ini.
Tentunya dibatasi oleh ketersediaan anggaran. Akan tetapi adanya stimulus fiskal
dampak pandemi Covid sebesar 405 triliun rupiah yang sebagian didanai oleh defisit
anggaran 5.07% dari PDB adalah salah satu sumber pembiayaan. Dana sebesar 150
triliun dianggarkan untuk membantu industri. Alokasi sebagian dari dana itu ke petani
secara ekonomi dan moral adalah sesuatu yang dapat dijustifikasi. Kongkritnya, dan
supaya lebih ekplisit, disarankan ada dana khusus stimulus fiskal sektor pertanian.
Selain itu bantuan-bantuan sosial ekstra yang dilakukan pemerintah daerah bisa juga
disalurkan dengan menyelaraskan pembelian produk-produk kebutuhan pokok yang
diproduksi sentra-sentra pertanian di sekitarnya.
A. Kesimpulan
Pandemi mematikan sektor ekonomi, tapi tidak mematikan ide kita untuk
menghasilkan keuntungan ekonomi. Maka dari itu, pemerintah sebagai fasilitator
harus memberikan pelatihan-pelatihan edukatif kepada masyarakat seperti bagaimana
cara membuat tempat cuci tangan dari barang bekas, ataupun barang lainnya yang
sangat dibutuhkan di saat kondisi pandemi.
Peluang ekonomi secara teori timbul akibat kondisi mendesak, pada saat ini
kondisi pandemi membuat masyarakat terdesak karena matinya aktivitas ekonomi
yang disebabkan virus covid-19 ini.
Pada kondisi ini, maka akan timbul sebuah peluang yang akan dapat
membantu masyarakat agar terlepas dari kondisi ini. Akan muncul berbagai ide dan
kreativitas untuk bertahan hidup karena kondisi mendesak ini dapat mengancam
kehidupan masyarakat. Seperti semakin bertambahnya tingkat pengangguran serta
meluasnya angka kemiskinan.
Tatanan kehidupan ini memang sudah diprediksi oleh para pakar, jika
sebelumnya kita mengenal era yang merupakan tatanan kehidupan baru pada sektor
industri dimana pekerjaan dilakukan oleh tenaga mesin bukan lagi tenaga manusia,
maka saat ini kita sudah masuk ke era Revolusi Industri 5.0 atau society 5.0.
Maka, pada fase society 5.0 semua teknologi akan menjadi bagian dari
manusia itu sendiri. Internet tidak hanya sebagai akses mendapatkan informasi namun
juga digunakan untuk menjalani kehidupan. Sehingga perkembangan teknologi dapat
meminimalisir adanya kesenjangan pada manusia dan masa ekonomi pada kemudian
hari.
Era Revolusi Industri 4.0 : Perlu Persiapkan Literasi Data, Teknologi dan Sumber Daya
Manusia. (2018). Diambil 28 Maret 2018 dari
http://belmawa.ristekdikti.go.id/2018/01/17/era-revolusi-industri-4-0perlu
persiapkan-literasi-data-teknologi-dan-sumber-daya-manusia/
Fukuyama, F. 1996. Trust The Social Virtues and the Creation of Prosperity. London:
Penguin Books.
Hasibuan, Malayu, S.P. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarat: Bumi Aksara.
Karnawati, D. (2017). Revolusi industri, 75% jenis pekerjaan akan hilang. Diambil dari
https://ekbis.sindonews.com/read/1183599/34/revolusi-industri-75-jenis-pekerjaan-
akan-hilang1488169341