Anda di halaman 1dari 20

POTENSI BERPIKIR MANUSIA

Abstract

This jurnal explains about how the Qur'an and Psychology as a science that focuses
on talking about human behavior and mentality discuss the basic concepts and potential that
exists in humans and how it is applied of education. The method used in this research is
qualitative with library research method with descriptive analysis approach. From the
searches that have been made at least it can be concluded that the Koran sees humans as
physical (biological or material) and spiritual (spiritual) beings, whereas Psychology
generally only sees humans as mere physical beings

Keywords: Psychology, Education, Al-Qur’an

Abstrak

Jurnal ini menjelaskan mengenai bagaimana Al-Qur’an dan Psikologi sebagai ilmu
yang fokus berbicara tentang perilaku dan mental manusia membahas konsep dasar dan
potensi yang ada dalam diri manusia serta bagaimana aplikasinya dalam dunia pendidikan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode pustaka (library
research) dengan pendekatan analisis deskriptif. Dari penelusuran yang telah dilakukan
setidak-tidaknya dapat disimpulkan bahwa Alquran melihat manusia sebagai makhluk
jasmani (biologis atau material) dan rohani (spiritual), sedangkan ilmu Psikologi pada
umumnya hanya melihat manusia sebagai makhluk jasmani semata.

Kata Kunci: Psikologi, Pendidikan, Al-Qur’an

A. PENDAHULUAN

Potensi dasar manusia sebagai ciptaan Allah SWT yang paling tinggi dan
sempurna diantara mahluk lainnya ialah keberadaan sang akal, menjadi bagian
terpenting dari sebuah sistem yang dirancang oleh sang kholik untuk memimpin di
dunia ini.1 Mereka disiapkan dengan harapan mampu memakmurkan dunia, terutama
di lingkungan sekitar mereka, dan menyatakan bahwa tujuan hidup tidak lain adalah
bertaqwa kepada Allah SWT dengan ikhlas mengemban amanah tadi. Oleh sebab itu
1
Ary Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, (Jakarta: Arga
Publishing, 2010), cet.53. h.19.
salah satu wujud ketaqwaan itu adalah berusaha semaksimal mungkin berbenah diri
dalam perangai sikap, muamalah, dan pengetahuan. Sebuah hadist nabi tentang iman
dan budi pekerti yang intinya seorang mukmin yang paling sempurna imannya ialah
mereka yang baik hati.

Berhubungan dengan rasa syukur sebagai ciptaan Allah yang paling sempurna,
sudah selayaknya menunjukkan prestasi tertinggi dalam kehidupan disegala bidang,
sebab potensi kemenangan sudah kita dimiliki semenjak masih dalam alam
kandungan. Maksudnya adalah menang melawan kebodohan, gigih mereda hawa
nafsu, berkepribadian mulia yang dikenal sebagai pribadi Insan Kamil.

Manusia menurut agama Islam adalah makhluk Allah yang berpotensi. Di


dalam al-Quran ada tiga kata yang digunakan untuk menunjuk kepada manusia, kata
yang digunakan adalah bashar, insan atau nas dan bani adam. Potensi itu meliputi:
potensi jasmani (fisik), ruhani (spiritual), dan akal (mind). 2 Ketiga potensi ini akan
memberikan kemampuan kepada manusia untuk menentukan dan memilih jalan
hidupnya sendiri. Manusia diberi kebebasan untuk menentukan takdirnya. Semua itu
tergantung dari bagaimana mereka memanfaatkan potensi yang melekat dalam
dirinya. Secara umum, macam-macam potensi manusia terdiri dari (1) Potensi fisik,
merupakan organ fisik manusia yang dapat digunakan dan diberdayakan untuk
berbagai kepentingan dalam pemenuhan kebutuhan hidup.3 (2) Potensi mental
intelektual (intelectual quotient), merupakan potensi kecerdasan yang ada pada otak
manusia (terutama otak belahan kiri). (3) Potensi sosial emosional (emotional
quotient), merupakan potensi kecerdasan yang ada pada otak manusia (terutama otak
belahan kanan). (4) Potensi mental spiritual (spiritual quotient), merupakan potensi
kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri kita yang berhubungan dengan
kearifan di luar ego atau jiwa sadar (bukan hanya mengetahui nilai, tetapi menemukan
nilai). (5) Potensi ketangguhan (adversity quotient), merupakan potensi kecerdasan
manusia yang bertumpu pada bagian dalam diri kita yang berhubungan dengan
keuletan, ketangguhan, dan daya juang yang tinggi.

2
Filsafat Pendidikan Islam, (Surabaya: Kependidikan Islam IAIN Sunan Ampel, 2010) hal.15.
3
Ary Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, (Jakarta:Arga
Publishing, 2010), cet. 53.hal 21.
Potensi-potensi tersebut, pada dasarnya masih merupakan kemampuan yang
belum terwujud secara optimal. Oleh karena itu, dibutuhkan hal lain agar potensi
tersebut dapat didayagunakan, tentu saja manusia mesti memiliki ambisi. Ambisi
inilah yang mendorong orang untuk berusaha meraih keinginannya. Tanpa ambisi,
orang hanya akan merasa puas dengan kondisi yang dimilikinya sekarang, tidak ada
keinginan untuk mengubahnya menjadi lebih baik.

Upaya pemahaman tersebut secara langsung melalui fungsi dasar otak


manusia untuk berfikir, mengolah, mengamati, mempelajari, dan menyimpulkan.
Proses pembelajaran dan penanaman nilai-nilai dan moral yang dialami manusia
sudah dimulai ketika mereka masih kecil, akan dibina dan diarahkan kemana setelah
dewasa nanti terserah kedua orang tuannya. Paling tidak harapan dari sebagian besar
mereka adalah memiliki keturunan yang soleh dan solekhah baik perangainya, jujur
bahkan menjunjung nama baik keluarga.

Pribadi yang sehat adalah mereka yang mampu menyelaraskan antara empat
aspek yaitu biologis, sosiologis, psikologis dan spiritual ujar bapak Masyudi Ahmad
dalam sebuah perkuliahan dengan pengertian bahwa individu menjadi normal jika
seimbang antara empat aspek tadi. Kemudian dalam teori belajar, dijelaskan bahwa
manusia akan mengalami aktivitas kognisi jika mendapat sebuah ransangan dari luar
atau lingkungan sekitarnya.4

Kemudian ada hal menarik dari potensi berfikir manusia ini sebagaimana yang
kita miliki akan dibahas dalam jurnal ini dengan materi yang berjudul “POTENSI
BERFIKIR MANUSIA”

B. PEMBAHASAN

1. Potensi Diri

Pengertian potensi menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah

kemampuan; kekuatan; kesanggupan; daya yang mempunyai kemungkinan untuk

dikembangkan lebih jauh.

4
Ary Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi Dan Spiritual, (Jakarta:Arga
Publishing, 2010), cet. 53. hal12.
Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk paling sempurna di

antara makhluk makhluk ciptaan-nya. Manusia dianugerahi cipta, rasa, dan karsa.

Ketiga hal tersebut yang disebut potensi dasar. Dengan daya cipta, manusia

mampu menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan diri sendiri atau

dimanfaatkan oleh orang lain. Melalui perasaan, manusia mampu merasakan atau

membedakan mana yang baik atau mana yang buruk. sedangkan dengan karsa,

manusia mempunyai kemauan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan

sesuatu.

Potensi diri secara umum dibagi menjadi tiga yaitu

a. Kemampuan dasar

b. Etos kerja,

c. Kepribadian

2. Macam-Macam Potensi Diri

Tidak ada manusia sempurna yang memiliki kelebihan dalam segala hal

dibandingkan orang lain. Disinilah kita memahami bagaimana kedudukan

manusia sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak mungkin memenuhi

segala kebutuhan hidupnya tanpa bantuan atau pertolongan orang lain.

Budiyanto (2006:3) menyebutkan bahwa potensi diri setiap manusia terdiri

atas:

a. Potensi Berfikir

Manusia memiliki potensi berfikir. Sering kali Allah menyuruh

manusia untuk berfikir, maka berfikir. Logikanya orang hanya disuruh berfikir

karena ia memiliki potensi berfikir. Maka dapat dikatakan bahwa setiap

manusia memiliki potensi untuk belajar informasi-informasi baru,

menghubungkan berbagai informasi, serta menghasilkan pemikiran baru.


b. Potensi Emosi

Potensi yang lain ialah potensi dalam bidang afeksi/emosi. Setiap

manusia memiliki potensi cita rasa, yang dengannya manusia dapat memahami

orang lain, memahami suara alam, ingin mencintai dan dicintai,

memperhatikan dan diperhatikan, menghargai dan dihargai, cenderung kepada

keindahan.

c. Potensi Fisik

Potensi Fisik (Psychomotoric) adalah potensi fisik manusia yang dapat

diberdayakan sesuai fungsinya untuk berbagai kepentingan dalam rangka

pemenuhan kebutuhan hidup. Misalnya mata untuk melihat, kaki untuk

berjalan, telinga untuk mendengar dan lain-lain.

d. Potensi Sosial

Potensi Sosial Emosional (Emotional Quotient) adalah potensi

kecerdasan yang ada pada otak manusia (terutama otak sebelah kanan).

Fungsinya antara lain untuk mengendalikan amarah, bertanggungjawab,

motivasi dan kesadaran diri.

e. Potensi Mental  Intelektual (Intellectual Quotient)

Potensi Mental  Intelektual (Intellectual Quotient) adalah potensi

kecerdasan yang ada pada otak manusia (terutama otak sebelah kiri). Fungsi

potensi tersebut adalah untuk merencanakan sesuatu, menghitung dan

menganalisis.

f. Potensi Mental Spiritual (Spiritual Quotient)

Potensi Mental Spiritual (Spiritual Quotient) adalah potensi kecerdasan

yang bertumpu pada bagian dalam diri manusia yang berhubungan dengan
jiwa sadar atau kearifan di luar ego. Secara umum Spiritual Quotient

merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan keimanan dan akhlak mulia.

g. Potensi Daya Juang (Adversity Quotient)

Potensi Daya Juang (Adversity Quotient) adalah potensi kecerdasan

manusia yang bertumpu pada bagian dalam diri manusia yang berhubungan

dengan keuletan, ketangguhan dan daya juang tinggi. Melalui potensi ini,

seseorang mampu mengubah rintangan dan tantangan menjadi peluang.

3. Jenis Potensi Diri

Berikut ini terdapat beberapa contoh jenis potensi diri, terdiri atas:

a. Potensi Positif

Contoh:

- Dinamis dan kreatif

- Keberanian mengambil resiko

- Optimis dan kegairahan semangat

- Kemandirian dan disiplin murni

- Fisik yang kuat dan sehat

- Sikap ksatria

- Terampil dan tekun

- Kompetitif

- Daya pikir yang kuat

- Memiliki bakat

b. Potensi Negatif

Contoh:

- Mudah dipengaruhi

- Kurang berhati-hati
- Emosional

- Kurang percaya diri

- Kurang memiliki motivasi

Pada dasarnya setiap manusia memiliki potensi diri masing-masing.

Namun yang menjadi permasalahan ialah kita tidak mengetahui potensi diri kita

sendiri. Potensi diri berperan besar dalam menentukan kesuksesan hidup apabila

kita mengetahui dan mengasahnya.

4. Mengenali Potensi Diri

Berikut adalah beberapa langkah atau cara untuk mengenali potensi diri :

a. Buat daftar bidang apa yang kita senangi.

Sesuatu yang penuh gairah dan semangat kita lakukan. Tanpa harus

diminta atau disuruh. Anda akan melakukannya secara sukarela tanpa dibayar,

bahkan anda mau mengeluarkan uang untuk apa yang anda lakukan. Inilah

yang disebut dengan hobi. Seseorang yang punya hobi tertentu akan

melakukannya dengan sepenuh hati. Misalnya orang yang hobi memelihara

tanaman, dia rajin menyiram dan merawat tanaman setiap hari. Dia rela

mengeluarkan uang berapapun untuk membeli tanaman, pupuk, alat-alat dan

semacamnya. Hobi bisa membawa kebahagiaan dan juga penghasilan. “If we

do what we love, then money will follow”.

b. Bertanya ke orang terdekat.

Orang yang paling tahu diri anda adalah orang terdekat. Bisa orang tua,

kakak-adik, saudara, keluarga, atau teman. Merekalah yang tahu tentang diri

anda dari kecil sampai dewasa. Jadi mereka tahu apa potensi diri anda.

Terkadang kita tidak menyadari potensi yang kita miliki, perlu orang lain

untuk membantu menyadarkan.


c. Cobalah hal-hal baru.

Begitu banyak yang bisa kita lakukan di dunia ini. Wawasan,

pergaulan dan keberanian yang terbataslah yang menghambat kita untuk

melakukannya. Kita bisa mencoba hal-hal baru yang belum pernah kita

lakukan. Tentu saja yang kita lakukan tidak boleh melanggar hukum yah.

Dengan mencoba banyak hal, mungkin kita akan menemukan potensi diri

yang selama ini tersembunyi.

d. Perbanyak melihat, membaca, dan merasakan

Dengan begitu akan banyak informasi dan pengetahuan yang

bertambah. Bacaan dan tontonan yang kita sukai itu bisa jadi adalah sebuah

potensi. Jika anda suka membaca perkembangan dunia komputer, internet dan

semacamnya. Anda bisa menjadi ahlinya, asalkan terus konsisten untuk

menambah pengetahuan.

e. Tanya diri sendiri

Coba buat daftar pertanyaan, seperti: apa yang membuat anda bahagia;

apa yang anda inginkan dalam hidup ini; apa kelebihan dan kekuatan anda;

dan apa saja kelemahan anda. Kemudian jawablah pertanyaan ini secara jujur

dan objektif. Mintalah bantuan keluarga atau sahabat untuk menilai kelemahan

dan kekuatan anda.

5. Makna Menjadi Manusia

Kemampuan manusia untuk menggunakan akal dalam memahami

lingkungannya merupakan potensi dasar yang memungkinkan manusia Berfikir,

dengan Berfikir manusia menjadi mampu melakukan perubahan dalam dirinya,

dan memang sebagian besar perubahan dalam diri manusia merupakan akibat dari

aktivitas Berfikir, oleh karena itu sangat wajar apabila Berfikir merupakan konsep
kunci dalam setiap diskursus mengenai kedudukan manusia di muka bumi, ini

berarti bahwa tanpa Berfikir, kemanusiaan manusia  pun tidak punya makna

bahkan mungkin tak akan pernah ada.

Berfikir juga memberi kemungkinan manusia untuk memperoleh

pengetahuan, dalam tahapan selanjutnya pengetahuan itu dapat menjadi fondasi

penting bagi kegiatan berfikir yang lebih mendalam. Ketika Adam diciptakan dan

kemudian ALLAH mengajarkan nama-nama, pada dasarnya mengindikasikan

bahwa Adam (Manusia) merupakan Makhluk yang bisa Berfikir dan

berpengetahuan, dan dengan pengetahuan itu Adam dapat melanjutkan

kehidupannya di Dunia. Dalam konteks yang lebih luas, perintah Iqra (bacalah)

yang tertuang dalam Al Qur’an dapat dipahami dalam kaitan dengan dorongan

Tuhan pada Manusia untuk berpengetahuan disamping

kata Yatafakkarun (berfikirlah) yang banyak tersebar dalam Al Qur’an. Semua ini

dimaksudkan agar manusia dapat berubah  dari tidak tahu menjadi tahu, dengan

tahu dia berbuat, dengan berbuat dia beramal bagi kehidupan. semua ini

pendasarannya adalah penggunaan akal melalui kegiatan berfikir. Dengan berfikir

manusia mampu mengolah pengetahuan, dengan pengolahan tersebut, pemikiran

manusia menjadi makin mendalam dan makin bermakna, dengan pengetahuan

manusia mengajarkan, dengan berpikir manusia mengembangkan, dan dengan

mengamalkan serta mengaplikasikannya manusia mampu melakukan perubahan

dan peningkatan ke arah kehidupan yang lebih baik, semua itu telah membawa

kemajuan yang besar dalam berbagai bidang kehidupan manusia (sudut pandang

positif/normatif).

Kemampuan untuk berubah dan perubahan yang terjadi pada manusia

merupakan makna pokok yang terkandung dalam kegiatan Berfikir dan


berpengetahuan. Disebabkan kemampuan Berfikirlah, maka manusia dapat

berkembang lebih jauh dibanding makhluk lainnya, sehingga dapat terbebas dari

kemandegan fungsi kekhalifahan di muka bumi, bahkan dengan Berfikir manusia

mampu mengeksplorasi, memilih dan menetapkan keputusan-keputusan penting

untuk kehidupannya. Semua itu, pada dasarnya menggambarkan keagungan

manusia berkaitan dengan karakteristik eksistensial manusia sebagai upaya

memaknai kehidupannya dan sebagai bagian dari Alam ini.

Dalam konteks perbandingan dengan bagian-bagian alam lainnya, para

akhli telah banyak mengkaji perbedaan antara manusia dengan makhluk-makhluk

lainnya terutama dengan makhluk yang agak dekat dengan manusia yaitu hewan.

Secara umum komparasi manusia dengan hewan dapat dilihat dari sudut pandang

Naturalis/biologis dan sudut pandang sosiopsikologis. Secara biologis pada

dasarnya manusia tidak banyak berbeda dengan hewan, bahkan Ernst

Haeckel (1834 – 1919) mengemukakan bahwa manusia dalam segala hal sungguh-

sungguh adalah binatang beruas tulang belakang, yakni binatang menyusui,

demimikian juga Lamettrie (1709 – 1751) menyatakan bahwa tidaklah terdapat

perbedaan antara binatang dan manusia dan karenanya manusia itu adalah suatu

mesin.

Kalau manusia itu sama dengan hewan, tapi kenapa manusia bisa

bermasyarakat dan berperadaban yang tidak bisa dilakukan oleh hewan ?,

pertanyaan ini telah melahirkan berbagai pemaknaan tentang manusia, seperti

manusia adalah makhluk yang bermasyarakat (Sosiologis), manusia adalah

makhluk yang berbudaya (Antropologis), manusia adalah hewan yang ketawa,

sadar diri, dan merasa malu (Psikologis), semua itu kalau dicermati tidak lain
karena manusia adalah hewan yang berfikir/bernalar (the animal that

reason) atau Homo Sapien.

Dengan memahami uraian di atas, nampak bahwa ada sudut pandang yang

cenderung merendahkan manusia, dan ada yang mengagungkannya, semua sudut

pandang tersebut memang diperlukan untuk menjaga keseimbangan memaknai

manusia. Blaise Pascal (1623 – 1662) menyatakan bahwa adalah berbahaya bila

kita menunjukan manusia sebagai makhluk yang mempunyai sifat-sifat binatang

dengan tidak menunjukan kebesaran manusia sebagai manusia. Sebaliknya adalah

bahaya untuk menunjukan manusia sebagai makhluk yang besar dengan tidak

menunjukan kerendahan, dan lebih berbahaya lagi bila kita tidak menunjukan

sudut kebesaran dan kelemahannya sama sekali (Rasjidi. 1970 : 8). Guna

memahami lebih jauh siapa itu manusia.

Apabila dibagankan dengan mengacu pada pendapat di atas akan nampak

sebagai berikut

Tabel 1.1. Dimensi-dimensi manusia

MANUSIA

HEWANI/BASARI INSANI/MANUSIAWI

JASAD/FISIK/BIOLOGIS JIWA/AKAL/RUHANI

MAKAN BERFIKIR

MINUM BERPENGETAHUAN

TUMBUH BERMASYARAKAT

BERKEMBANGBIAK BERBUDAYA/BERETIKA/BERTUHAN

 
Dengan demikian nampaknya terdapat perbedaan sekaligus persamaan

antara  manusia dengan makhluk lain khususnya hewan, secara fisikal/biologis

perbedaan manusia dengan hewan lebih bersifat gradual dan tidak prinsipil,

sedangkan dalam aspek kemampuan berfikir, bermasyarakat dan berbudaya, serta

bertuhan perbedaannya sangat asasi/prinsipil, ini berarti jika manusia dalam

kehidupannya hanya bekutat dalam urusan-urusan fisik biologis seperti makan,

minum, beristirahat, maka kedudukannya tidaklah jauh berbeda dengan hewan,

satu-satunya yang bisa mengangkat manusia lebih tinggi adalah penggunaan akal

untuk berfikir dan berpengetahuan serta mengaplikasikan pengetahuannya bagi

kepentingan kehidupan sehingga berkembanglah masyarakat beradab dan

berbudaya, disamping itu kemampuan tersebut telah mendorong manusia untuk

berfikir tentang sesuatu yang melebihi pengalamannya seperti keyakinan pada

Tuhan yang merupakan inti dari seluruh ajaran Agama.

Oleh karena itu carilah ilmu dan berfikirlah terus agar posisi kita sebagai

manusia menjadi semakin jauh dari posisi hewan dalam konstelasi kehidupan di

alam ini. Meskipun demikian penggambaran di atas harus dipandang sebagai

suatu pendekatan saja dalam memberi makna manusia, sebab manusia itu sendiri

merupakan makhluk yang sangat multi dimensi, sehingga gambaran yang

seutuhnya akan terus menjadi perhatian dan kajian yang menarik, untuk itu tidak

berlebihan apabila Louis Leahy berpendapat bahwa manusia itu sebagai makhluk

paradoksal dan  sebuah misteri, hal ini menunjukan betapa kompleks nya

memaknai manusia dengan seluruh dimensinya.


6. Makna Berpikir

Semua karakteristik manusia yang menggambargakan ketinggian dan

keagungan pada dasarnya merupakan akibat dari  anugrah akal yang dimilikinya,

serta pemanfaatannya untuk kegiatan berfikir, bahkan Tuhan pun memberikan

tugas kekhalifahan (yang terbingkai dalam perintah dan larangan) di muka bumi

pada manusia tidak terlepas dari kapasitas akal untuk berfikir, berpengetahuan,

serta membuat keputusan untuk melakukan dan atau tidak melakukan yang

tanggungjawabnya inheren pada manusia, sehingga perlu dimintai

pertanggungjawaban.

Sutan Takdir Alisjahbana. Menyatakan bahwa pikiran memberi manusia

pengetahuan yang dapat dipakainya sebagai pedoman dalam perbuatannya,

sedangkan kemauanlah yang menjadi pendorong perbuatan mereka. Oleh karena

itu berfikir merupakan atribut penting yang menjadikan manusia sebagai manusia,

berfikir adalah fondasi dan kemauan adalah pendorongnya.

Kalau berfikir (penggunaan kekuatan akal) merupakan salah satu ciri

penting yang membedakan manusia dengan hewan, sekarang apa yang dimaksud

berfikir, apakah setiap penggunaan akal dapat dikategorikan berfikir, ataukah

penggunaan akal dengan cara tertentu saja yang disebut berfikir. Para akhli telah

mencoba mendefinisikan makna berfikir dengan rumusannya sendiri-sendiri,

namun yang jelas tanpa akal nampaknya kegiatan berfikir tidak mungkin dapat

dilakukan, demikian juga pemilikan akal secara fisikal tidak serta merta

mengindikasikan kegiata berfikir.

Menurut J.M. Bochenski berfikir adalah perkembangan ide dan konsep,

definisi ini nampak sangat sederhana namun substansinya cukup mendalam,

berfikir bukanlah kegiatan fisik namun merupakan kegiatan mental, bila seseorang
secara mental  sedang mengikatkan diri dengan sesuatu dan sesuatu itu terus

berjalan dalam ingatannya, maka orang tersebut bisa dikatakan sedang berfikir.

Jika demikian berarti bahwa berfikir merupakan upaya untuk mencapai

pengetahuan. Upaya mengikatkan diri dengan sesuatu merupakan upaya untuk

menjadikan sesuatu itu ada dalam diri (gambaran mental) seseorang, dan jika itu

terjadi tahulah dia, ini berarti bahwa dengan berfikir manusia akan mampu

memperoleh pengetahuan, dan dengan pengetahuan itu manusia menjadi lebih

mampu untuk melanjutkan tugas kekhalifahannya di muka bumi serta mampu

memposisikan diri lebih tinggi dibanding makhluk lainnya.

Sementara itu Partap Sing Mehra memberikan definisi berfikir

(pemikiran) yaitu mencari sesuatu yang belum diketahui berdasarkan sesuatu yang

sudah diketahui. Definisi ini mengindikasikan bahwa suatu kegiatan berfikir baru

mungkin terjadi jika akal/pikiran seseorang telah mengetahui sesuatu, kemudian

sesuatu itu dipergunakan untuk mengetahui sesuatu yang lain, sesuatu yang

diketahui itu bisa merupakan data, konsep atau sebuah idea, dan hal ini kemudian

berkembang atau dikembangkan sehingga diperoleh suatu yang kemudian

diketahui atau bisa juga disebut kesimpulan. Dengan demikian kedua definisi

yang dikemukakan akhli tersebut pada dasarnya bersifat saling melengkapi.

Berfikir merupakan upaya untuk memperoleh pengetahuan dan dengan

pengetahuan tersebut proses berfikir dapat terus berlanjut guna memperoleh

pengetahuan yang baru, dan proses itu tidak berhenti selama upaya pencarian

pengetahuan terus dilakukan.

Menurut Jujus S Suriasumantri Berfikir merupakan suatu proses yang

membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran

dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah
kesimpulan yang berupa pengetahuan. Dengan demikian berfikir mempunyai

gradasi yang berbeda dari berfikir sederhana sampai berfikir yang sulit, dari

berfikir hanya untuk mengikatkan subjek dan objek sampai dengan berfikir yang

menuntut kesimpulan berdasarkan ikatan tersebut. Sementara itu Partap Sing

Mehra menyatakan bahwa proses berfikir mencakup hal-hal sebagai berikut yaitu 

a. Conception (pembentukan gagasan)

b. Judgement (menentukan sesuatu)

c. Reasoning (Pertimbangan pemikiran/penalaran)

Bila seseorang mengatakan bahwa dia sedang berfikir tentang sesuatu, ini

mungkin berarti bahwa dia sedang membentuk gagasan umum tentang sesuatu,

atau sedang menentukan sesuatu, atau sedang mempertimbangkan (mencari

argumentasi) berkaitan dengan sesuatu tersebut.

Cakupan proses berfikir sebagaimana disebutkan di atas menggambarkan

bentuk substansi pencapaian kesimpulan, dalam setiap cakupan terbentang suatu

proses (urutan) berfikir tertentu sesuai dengan substansinya. Menurut John

Dewey proses berfikir mempuyai urutan-urutan (proses) sebagai berikut :

a. Timbul rasa sulit, baik dalam bentuk adaptasi terhadap alat, sulit mengenai

sifat, ataupun dalam menerangkan hal-hal yang muncul secara tiba-tiba.

b. Kemudian rasa sulit tersebut diberi definisi dalam bentuk permasalahan.

c. Timbul suatu kemungkinan pemecahan yang berupa reka-reka, hipotesa,

inferensi atau teori.

d. Ide-ide pemecahan diuraikan secara rasional melalui pembentukan implikasi

dengan jalan mengumpulkan bukti-bukti (data).


e. Menguatkan pembuktian tentang ide-ide di atas dan menyimpulkannya baik

melalui keterangan-keterangan ataupun percobaan-percobaan.

Sementara itu Kelly mengemukakan bahwa proses berfikir mengikuti

langkah-langkah sebagai berikut :

a. Timbul rasa sulit

b. Rasa sulit tersebut didefinisikan

c. Mencari suatu pemecahan sementara

d. Menambah keterangan terhadap pemecahan tadi yang menuju kepada

kepercayaan bahwa pemecahan tersebut adalah benar.

e. Melakukan pemecahan lebih lanjut dengan verifikasi eksperimental

f. Mengadakan penelitian terhadap penemuan-penemuan eksperimental menuju

pemecahan secara mental untuk diterima atau ditolak sehingga kembali

menimbulkan rasa sulit.

g. Memberikan suatu pandangan ke depan atau gambaran mental  tentang situasi

yang akan datang untuk dapat menggunakan pemecahan tersebut secara tepat.

Urutan langkah (proses) berfikir seperti tersebut di atas lebih

menggambarkan suatu cara berfikir ilmiah, yang pada dasarnya merupakan

gradasi tertentu disamping berfikir biasa yang sederhana serta berfikir radikal

filosofis, namun urutan tersebut dapat membantu bagaimana seseorang berfikir

dengan cara yang benar, baik untuk hal-hal yang sederhana dan konkrit maupun

hal-hal yang rumit dan abstrak, dan semua ini dipengaruhi oleh pengetahuan yang

dimiliki oleh orang yang berfikir tersebut.


C. METODE PENELITIAN

Berdasarkan data yang dikumpulkan, jenis penelitian ini termasuk ke dalam


jenis penelitian pustaka (library research) atau disebut juga dengan penelitian
kualitatif non interaktif.2 Disebut non-interaktif karena dalam hal ini peneliti tidak
berinteraksi secara langsung dengan penulis dari buku atau jurnal yang bersangkutan.
Penelitian non interaktif juga dikenal dengan penelitian analitis, yakni penelitian yang
mengkaji berdasarkan analisis dokumen. Peneliti menghimpun, mengidentifikasi,
menganalisis, mengadakan sintesis data, kemudian memberikan interpretasi.3 Telaah
pustaka yang dimaksud dalam hal ini adalah berupa buku-buku, artikel, yang
memiliki signifikansi dengan tema yang diteliti. Data yang sudah terkumpul akan
dianalisa dengan cara analisis dokumen atau analisis isi. Penulis meneliti isi atau
dokumen yang ada secara obyektif dan sistematis.

D. PENUTUP
1. Kesimpulan

Kemampuan dasar potensi diri secara umum bisa dikembangkan dengan


tiga kemampuan dasar yang terdiri dari kemampuan intelegensi, fisik, abstrak,
daya tangkap dan logika. Etos kerja meliputi Ketelitian seperti, ketekunan, daya
juang dan efisiensi kerja. Dan kepribadian meliputi Sifat, sikap, tingkah laku,
kebiasaan.

Factor penghambat potensi berfikir manusia dipengaruhi oleh potensi


negative yang Mudah dipengaruhi, Kurang berhati-hati, Emosional, Kurang
percaya diri, Kurang memiliki motivasi. Pada dasarnya setiap manusia memiliki
potensi diri masing-masing. Namun yang menjadi permasalahan ialah kita tidak
mengetahui potensi diri kita sendiri. Potensi diri berperan besar dalam
menentukan kesuksesan hidup apabila kita mengetahui dan mengasahnya.
Sedangkan factor pendukungnya potensi berfikir manusia ditentukan dari potensi
positif Dinamis dan kreatif, Keberanian mengambil resiko, Optimis dan
kegairahan, semangat Kemandirian dan disiplin murni, Fisik yang kuat dan sehat
Sikap ksatria, Terampil dan tekun, Kompetitif Daya pikir yang kuat Memiliki
bakat.
2. Saran

Agar potensi berfikir manusia lebih tajam dan terarah makan penulis
menyarankan untuk terus di asah seperti kata Descartes “Cogito Ergo Sum” yakni
aku berfikir maka aku ada. Agar manusia bisa terus berfikir membangkitkan alam
bawah sadarnya supaya menjadi manusia berpotensi dalam berfiikir.

E. DAFTAR PUSTAKA
1. Buku-buku
Abidin Zainal, Filsafat Manusia, Memahami Manusia Melalui Filsafat, Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya, 2000.
Achmadi Asmoro, Pengantar Filsafat Umum, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2005.
Ahmad Zaenal Abidin, Riwayat Hidup Ibn Rusyd, Jakara: Bulan Bintang, 1975.
Armstrong Karen, Masa Depan Tuhan, terj. Yuliani Liputo, Bandung: Mizan,
2011.
Ary Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
Jakarta: Arga Publishing, 2010.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Ensiklopedia Nasional Indonesia,
Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1994.
Descartes Rene, Diskursus dan Metode, terj. Ahmad Faridl Ma’ruf, Yogyakarta:
IRCiSoD, 2012
Drajat Amroeni, Suhrawardi:kritik falsafah paripatetik, Yogyakarta: PT Lkis
Pelangi Aksara, 2005.
Departemen Agama RI “ Al-Qur’an dan terjemahannya”, Bandung: CV J-ART,
2007.
Fakhry Majid, Sejarah Filsafat Islam, tej, Mulyadhy Kartanegara, Jakarta:
Pustaka Jaya, 1987.
Fatimah Irma, (ed), Filsafat Islam Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam
(LSFI), 1992.
Hanafi Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
......................., Teologi Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Hart Micheal H., terj Mahbub Djumadi, Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh
dalam Sejarah, Jakarta: Pustaka Jaya, 1987
Hilal Ibrahim, Tasawuf Antara Agama dan Filsafat, Bandung: Pustaka Hidayah,
2002 .
Huijbers Theo, Mencari Tuhan, Pengntar Ke dalam Filsafat
Ketuhanan, Yogyakarta: Knisius, 1992.
Iqbal Muhammad, Ibnu Rusyd dan Averroisme, Jakarta: Gaya Media Pratama,
2004
Ishak Muslim, Tokoh-tokoh Filsafat Islam Dari Barat (Spanyol), Surabaya: PT
Bina Ilmu, 1980.
Isma’il Fu’ad Farid, Mutawalli Abdul Hamid, Cara Mudah Belajar Filsafat,
Barat dan Islam, Yogyakarta: IRCiSod, 2012.
Leaman Oliver, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1988.
Madjid Nurcholis, Islam Doktrin dan Pradaban, Jakarta: Paramadina, 1992.
Madkur Ibrahim, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Madkur Ibrahim, Filsafat Islam, terj. Yudian Wahyudi, Jakarta: Rajawali
press, 1992.
Martiningsih Wahyu, Para Filsuf dari Plato sampai Ibn Bajjah, Jogjakarta:
IRCiSod, 2012.
Muhamad Khallaf Abdul Mun’in, Agama Dalam Perspektif Rasional, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1992.
Rizal, at.al, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Mustansyir Rizal, Filsafat Analitik, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persaada, cet
II, 1995
Filsafat Pendidikan Islam, (Surabaya: Kependidikan Islam IAIN Sunan Ampel,
2010.
Nasr Seyyed Hossein, Intelektual Islam, Teologi, Filsafat dan Gnosis,
Yogyakarta: Center fof International Islam Studies Press, 1996.
....................................., Tree Muslim Sages, Delmar NY: Caravan Book, 1975.
....................................., Tiga Pemikir Islam, Bandung: Risalah, 1986 .
Nasutin Harun, IslamDitinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UIP, cet V, 1986
......................., Akal dan Wahyu dalam Islam, Jakarta: UI Press, cet II , 1986.
......................., Filsafat Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1991.
......................., Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
1973.
Praja Juhaya S, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Bandung: Yayasan Piara, 1997.
Qoshidi Robith, Paradigma Muslim Rasional dalam Ibnu Rusyd: Gerbang
Pencerahan Timur dan Barat, Zuhairi Misrawi Jakarta: P3M, 2007.
Rahman Fazlur, Filsafat Sadra, terj. Munir Muin, Bandung: Pustaka, 2000.
Zar Sirajudin, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007.

Anda mungkin juga menyukai