Siti Khasinah
Dosen Fakultas Tar6iyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh
Abstract
This article descri6es the nature of human 6eings, their characteristics, their potentials,
and the development of the potentials. Some philosophers claim that a human 6eing
is considered animal for having some tendencies that are 6elieved similar to an
animal. However, this argument is contradictive to what is 6elieved 6y Muslim.
Humans have certain characteristics that naturally different from animals. They also
posses potentials (innate potentials or innate tendencies) that can 6e develop
naturally through life- experience or artificially through formal instruction such as
schools and other educational institutions.
Abstrak
Tulisan ini menco6a menggam6arkan hakikat manusia, ciri-cirinya, potensi dan
pengem6angan potensi yang dimilikinya. Be6erapa ahli filsafat mengklaim 6ahwa
manusia itu dianggap mempunyai kecenderungan yang diyakini sama dengan seekor
6inatang. Namun, pendapat terse6ut 6ertolak 6elakang dengan apa yang dipercayai oleh
seorang muslim. Manusia memiliki sifat-sifat tertentu yang secara alamiahnya
6er6eda dengan 6inatang.Mereka memiliki potensi (potensi dari dalam atau
kecenderungan dari dalam) yang dapat dikem6angkan melalui pengalaman hidup atau
melalui pengajaran secara formal seperti sekolah dan lem6aga pendidikan lainnya.
Kata Kunci: hakikat manusia, karakteristik manusia, pengem6angan potensi manusia
PENDAHULUAN
manusia yang lebih baik, lebih berbudaya, dan lebih manusiawi. Kegiatan
pendidikan yang dilaksanakan harus terarah, sehingga hasilnya berupa
pengembangan potensi manusia, yang nantinya dapat berdaya guna dan berhasil
guna dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan itu
diperlukan pemahaman yang tepat, utuh, dan komprehensif tentang hakikat
manusia. Berbicara tentang hakikat manusia, akan mengarahkan kita kepada
pertanyaan penting dan mendasar tentang manusia, yaitu apakah manusia itu?
Untuk menjawab pertanyaan itu mari kita melihat beberapa definisi tentang
manusia. Beberapa ahli filsafat, Socrates misalnya, menyebut manusia sebagai
Zoon politi›on atau hewan yang bermasyarakat, dan Max Scheller menyebutnya
sebagai Das Kranke ¥ier atau hewan yang sakit yang selalu bermasalah dan gelisah. 1
Ilmu-ilmu humaniora termasuk ilmu filsafat telah mencoba menjawab
pertanyaan mendasar tentang manusia itu, sehingga terdapat banyak rumusan
atau pengertian tentang manusia. Selain yang telah disebutkan di atas,
beberapa rumusan atau definisi lain tentang manusia adalah sebagai berikut:2
2. Homo faber atau ¥ool making animal yaitu binatang yang pandai membuat
bentuk peralatan dari bahan alam untuk kebuTuhan hidupnya.
1
Drijarkara, Per›ikan Filsafat, Semarang: Kanisius, 1978, hal. 138.
2
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara, 2009, hal. 82, lihat juga
Syahminan Zaini, Mengenal Manusia Lewat Al-Quran, Surabaya: 1980, hal. 5-6.
3
Muhammmad Munir Mursyi, Al-¥arbiyat al-Islamiyyat: Ushuluha wa ¥athawwuruha fil
bilad al-‘Arab, Kahirat: ‘Alam al-Kitab, 1986, hal. 16.
4
Umar Tirtarahardja dan La Sulo, Pengantar Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2005, hal. 3.
HAKIKAT MANUSIA MENURUT PANDANGAN ISLAM DAN BARAT
PEMBAHA4AN
Hakikat Manusia
Manusia adalah keyword yang harus dipahami terlebih dahulu bila kita ingin
memahami pendidikan. Untuk itu perlu kiranya melihat secara lebih rinci
tentang beberapa pandangan mengenai hakikat manusia:5
1. Pandangan Psikoanalitik
2. Pandangan Humanistik
5
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali Press, 2007, hal. 105-
109.
2. Pandangan Behavioristik
b. Dalam diri manusia ada fungsi yang bersifat rasional yang bertanggung
jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial individu.
h. Lingkungan adalah penentu tingkah laku manusia dan tingkah laku itu
merupakan kemampuan yang dipelajari.6
1. Pandangan Mekanistik
Dalam pandangan mekanistik semua benda yang ada di dunia ini termasuk
makhluk hidup dipandang sebagai sebagai mesin, dan semua proses termasuk
proses psikologi pada akhirnya dapat diredusir menjadi proses fisik dan
kimiawi. Lock dan Hume, berdasarkan asumsi ini memandang manusia sebagai
robot yang pasif yang digerakkan oleh daya dari luar dirinya. Menurut penulis
pendapat ini seperti menafikan keberadaan potensi diri manusia sehingga manusia
hanya bisa diaktivasi oleh kekuatan yang ada dari luar dirinya.
2. Pandangan Organismik
6
Sardiman, Interaksi dan Motivasi..., hal. 110.
7
Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: Rosda Karya, 2007, hal. 29.
Sebagai hamba Allah, manusia wajib mengabdi dan taat kepada Allah
selaku Pencipta karena adalah hak Allah untuk disembah dan tidak disekutukan. 9
Bentuk pengabdian manusia sebagai hamba Allah tidak terbatas hanya pada
ucapan dan perbuatan saja, melainkan juga harus dengan keikhlasan hati,
seperti yang diperintahkan dalam surah Bayyinah: “Padahal mereka tidak disuruh
ke›uali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
menjalankan agama yang lurus …,” (QS:98:5). Dalam surah adz- Dzariyat Allah
menjelaskan: “¥idaklah Aku ›iptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka
menyembah Aku.” (QS51:56).
Manusia, di dalam al- Qur'an juga disebut dengan al- nas. Konsep al- nas ini
cenderung mengacu pada status manusia dalam kaitannya dengan lingkungan
masyarakat di sekitarnya. Berdasarkan fitrahnya manusia memang makhluk sosial.
Dalam hidupnya manusia membutuhkan pasangan, dan memang diciptakan
berpasang-pasangan seperti dijelaskan dalam surah an- Nisa', “Hai sekalian
manusia, bertaqwalaha kepada ¥uhan-mu yang telah men›iptakan kamu dari
seorang
8
Desmita, Psikologi Perkembangan..., hal. 18-31.
9
Yusuf Qardhawi, Pendidikan dan Madrasah Hasan al-Banna, Jakarta: Bulan Bintang, 1994,
hal. 135.
HAKIKAT MANUSIA MENURUT PANDANGAN ISLAM DAN BARAT
diri, dan dari padanya Allah men›iptakan istirinya, dan dari pada keduanya Alah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah
kepada Allah dengan (mempergunakan) namanya kamu saling meminta satu sama lain
dan peliharalah hubungan silaturahim. 1esungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS:4:1).
Dari dalil di atas bisa dijelaskan bahwa manusia adalah makhluk sosial,
yang dalam hidupnya membutuhkan manusia dan hal lain di luar dirinya untuk
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya agar dapat menjadi bagian dari
lingkungan soisal dan masyarakatnya.
Dari kedua ayat di atas dapat dijelaskan bahwa sebutan khalifah itu
merupakan anugerah dari Allah kepada manusia, dan selanjutnya manusia
diberikan beban untuk menjalankan fungsi khalifah tersebut sebagai amanah yang
harus dipertanggungjawabkan.10 Sebagai khalifah di bumi manusia mempunyai
10
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, Bandung: Mizan, 1994, hal. 162.
Manusia disebut al- insan dalam al- Qur'an mengacu pada potensi yang
diberikan Tuhan kepadanya. Potensi antara lain adalah kemampuan berbicara
(QS:55:4), kemampuan menguasai ilmu pengetahuan melalui proses tertentu
(QS:6:4-5), dan lain-lain. Namun selain memiliki potensi positif ini, manusia
sebagai al- insan juga mempunyai kecenderungan berprilaku negatif (lupa).
Misalnya dijelaskan dalam surah Hud: “Dan jika Kami rasakan kepada manusia
suatu rahmat, kemudian rahmat itu kami ›abut dari padanya, pastilah ia menjadi
putus asa lagi tidak berterima kasih.” (QS: 11:9).
HAKIKAT MANUSIA MENURUT PANDANGAN ISLAM DAN BARAT
2. Kemampuan Bereksistensi
Yang dimaksud dengan kata hati di sini adalah hati nurani. Kata hati
akan melahirkan kemampuan untuk membedakan kebaikan dan keburukan.
Orang yang memiliki hati nurani yang tajam akan memiliki kecerdasan akal
budi sehingga mampu membuat keputusan yang benar atau yang salah.
Kecerdasan hati nurani inipun bisa dilatih melalui pendidikan sehingga hati yang
tumpul menjadi tajam. Hal ini penting karena kata hati merupakan petunjuk bagi
moral dan perbuatan.
Kebebasan yang dimaksud di sini adalah rasa bebas yang harus sesuai
dengan kodrat manusia. Artinya ada aturan-aturan yang tetap mengikat, sehingga
kebebasan ini tidak mengusik rasa kebebasan manusia lainnya. Manusia bebas
berbuat selama perbuatan itu tetap sesuai denga kata hati yang baik maupun moral
atau etika. Kebebasan yang melanggar aturan akan berhadapan dengan tanggung
jawab dan sanksi-sanksi yang mengikutinya yang pada akhirnya justru tidak
memberikan kebebasan bagi manusia.
Idealnya ada hak ada kewajiban. Hak baru dapat diperoleh setelah
pemenuhan kewajiban, bukan sebaliknya. Pada kenyataanya hak dianggap
sebagai sebuah kesenangan, sementara kewajiban dianggap sebagi beban. Padahal
manusia baru bisa mempunyai rasa kebebasan apabila ia telah melaksanakan
kewajibannya dengan baik dan mendapatkan haknya secara adil. Kesediaan
melaksanakan kewajiban dan menyadari hak ini haru dilate melalui proses
pendidikan disiplin. Sebagaimana dikutip oleh Umar dan La Sulo, Selo Soemarjan
menyatakan bahwa perlu ditanamkan empat macam pendidikan disiplin untuk
membentuk karakter yang memahami kewajiban dan memahami hak-haknya. 1)
disiplin rasional yang bila dilanggar akan melahirkan rasa bersalah. 2) disiplin
sosial, yang bila dilanggar akam menyebabkan rasa malu. 3) disiplin afektif,
yang bila dilanggar akan melahirkan rasa gelisah dan 4) disiplin agama, yang
bila dilanggar akan menimbulkan rasa bersalah dan berdosa.12
12
Umar Tirta Raharja dan La Sulo, Pengantar..., hal. 11.
Perkembangan (Development)
13
F.J. Monk, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1984, hal. 2.
14
Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Indonesia, Jakarta: Gunung Agung: 1982, hal. 276.
HAKIKAT MANUSIA MENURUT PANDANGAN ISLAM DAN BARAT
Pertumbuhan (Growth)
pertumbuhan adalah
perubahan-perubahan
yang terjadi pada tubuh
atau raga seperti
penambahan berat dan
tinggi badan,
pertumbuhan fungsi
jantung, paru-paru dan
lainnya. Pertumbuhan
badan mengalami
peningkatan, menetap dan
selanjutnya sesuai
dengan bertambahnya
umur seseorang menurun
kembali. Misalnya dari
merangkak, seorang bayi
kemudian bisa berjalan,
dan pada masa tuanya
kembali hanya mampu
merangkak.
15
Desmita, Psikologi
Perkembangan, Bandung:
Rosda Karya, 2007, hal. 4.
16
Desmita, Psikologi...,
hal.4.
17
Mustaqim, Psikologi
Pendidikan, Surabaya:
Pustaka Pelajar, 2004,
hal.16.
18
Desmita, Psikologi..., hal.
5.
19
Desmita, Psikologi..., hal.
5
Berbeda dengan makhluk lainnya, manusia adalah ciptaan Allah yang paling
potensial. Artinya potensi yang dibekali oleh Allah untuk manusia sangatlah
lengkap dan sempurna. Hal ini menyebabkan manusia mampu mengembangkan
dirinya melalui potensi-potensi (innate potentials atau innate tenden›ies) tersebut.
Secara fisik manusia terus tumbuh, secara mental manusia terus berkembang,
mengalami kematangan dan perubahan. Kesemua itu adalah bagian dari potensi
yang diberikan Allah kepada manusia sebagai ciptaan pilihan. Potensi yang
diberikan kepada manusia itu sejalan dengan sifat-sifat Tuhan, dan dalam batas
kadar dan kemampuannya sebagai manusia. Karena jika tidak demikian, menurut
Hasan Langgulung, maka manusia akan mengaku dirinya Tuhan. 20
Potensi naluriah ini memiliki beberapa dorongan yang berasal dari dalam
diri manusia. Dorongan-dorongan ini merupakan potensi atau fitrah yang
diperoleh manusia tanpa melalui proses belajar. Makanya potensi ini disebut juga
potensi instingtif, dan potensi ini siap pakai sesuai dengan kebutuhan manusia dan
kematangan perkembangannya. Dorongan yang pertama adalah insting untuk
kelangsungan hidup seperti kebutuhan akan makan, minum penyesuaian diri
dengan lingkungan. Dorongan yang kedua adalah dorongan untuk
mempertahankan diri. Dorongan ini bisa berwujud emosi atau nafsu marah, dan
mempertahankan diri dari berbagai macam ancaman dari luar dirinya, yang
melahirkan kebutuhan akan perlindungan seprti senjata, rumah dan sebagainya.
Yang ketiga adalah dorongan untuk berkembang biak atau meneruskan keturunan,
yaitu naluri seksual. Dengan dorongan ini manusia bisa tetap mengembangkan
jenisnya dari generasi ke generasi.
20
Hasan Langgulung, Azas-Azas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka, Al-Husna, 2008, hal.
102.
21
Jalaluddin, ¥eologi Pendidikan, Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2003, hal. 34-36.
Siti Khasinah
Potensi fisik ini bisa dijabarkan atas anggota tubuh atau indra-indra yang
dimiliki manusia seperti indra penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba dan
perasa. Potensi ini difungsikan melalui indra-indra yang sudah siap pakai
hidung, telinga, mata, lidah, kulit, otak dan sisten saraf manusia. Pada dasarnya
potensi fisik ini digunakan manusia untuh mengetahui hal-hal yang ada di luar
diri mereka, seperti warna, rasa, suara, bau, bentuk ataupun ukuran sesuatu. Jadi
bisa dikatkan poetensi merupakan alat bantu atau media bagi manusia untuk
mengenal hal-hal di luar dirinya. Potensi fisikal dan emosional ini terdapat juga
pada binatang.
Selain potensi akal, sejak awal manusia telah dibekali dengan fitrah
beragama atau kecenderungan pada agama. Fitrah ini akan mendorong manusia
untuk mengakui dan mengabdi kepada sesuatu yang dianggapnya memiliki
kelebihan dan kekuatan yang lebih besar dari manusia itu sendiri. Nantinya,
pengakuan dan pengabdian ini akan melahirkan berbagai macam bentuk ritual
atau upacara-upacara sakral yang merupakan wujud penyembahan manusia kepada
Tuhannya. Dalam pandangan Islam kecenderungan kepada agama ini merupakan
dorongan yang bersal dari dalam diri manusia sendiri yang merupakan anugerah
dari Allah. Dalam al-Qur'an dijelaskan: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus
kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah men›iptakan
manusia
22
Jalaluddin, ¥eologi..., hal. 35.
Dari ayat di atas bisa dikatakan bahwa yang dimaksud dengan fitrah Allah
adalah ciptaan Allah. Artinya Allah menciptakan manusia dengan memberinya
potensi beragama yaitu agama tauhid sehingga apabila ada manusia yang tidak
beragama tauhid maka itu tidak wajar. Dan bisa dipastikan bahwa keadaan seperti
itu adalah karena pengaruh dari luar diri manusia. Dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan dari Bukhari menyatakan bahwa setiap anak yang lahir itu sesuai
dengan fitrah atau potensi beragama tauhid dari Allah, namun orang tuanya
(lingkungannya) yang menyebabkan anak tersebut keluar dari fitrah Allah
tersebut.23 Untuk mempertahankan fitrah tersebut, manusia juga dibekali dengan
potensi emosi (seperti telah dijelaskan di atas), sehingga dengan emosi yang ada
dalam dirinya manusia dapat merasakan bahwa Allah itu ada.24
23
1ahih al-Bukhari, jil. I, Beirut: al-Maktabah al-Thaqafiyah, tt, hal. 208.
24
Yuni Setianingsih, Birrul Awlad Vs Birrul Walidain Upaya Pendidikan Emosional Anak
dalam Keluarga, Banda Aceh: Ar_Raniry Press, 2007, hal. 24.
25
Abuddin Nata, Metodologi 1tudi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 16-25.
HAKIKAT MANUSIA MENURUT PANDANGAN ISLAM DAN BARAT
setan ataupun dari luar diri manusia yaitu lingkungan atau manusia lain yang
ingin menjauhkannya dari agama tauhid.
Pendekatan Filosofis
Pendekatan Kronologis
itu Kami
26
Jalaluddin, ¥eologi…, hal. 37-45.
Pendekatan Fungsional
Pendekatan 1osial
27
Jalaluddin, ¥eologi…, hal. 41.
4IMPULAN
Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan dalam berbagai
ayat al- Qur'an dijelaskan tentang kesempurnaan penciptaan manusia tersebut.
Kesempurnaan penciptaan manusia itu kemudian semakin “disempurnakan” oleh
Allah dengan mengangkat manusia sebagai khalifah di muka bumi yang mengatur
dan memanfaatkan alam. Allah juga melengkapi manusia dengan berbagai potensi
yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebuTuhan hidup manusia itu
sendiri. Di antara potensi-potensi tersebut adalah potensi emosional, potensi fisikal.
potensi akal dan potensi spritual. Keseluruhan potensi manusia ini harus
dikembangkan sesuai dengan fungsi dan tujuan pemberiannya oleh Tuhan. Ada
berbagai pandangan dan pendapat seputar pengembangan potensi manusia,
seperti pandangan filosofis, kronologis, fungsional dan sosial. Di samping memiliki
berbagai potensi manusia juga memiliki berbagai karakteristik atau ciri khas
yang dapat membedakannya dengan hewan yang merupakan wujud dari sifat
hakikat manusia.
Ali, Muhammad Daud, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1998.
Anas, Fathul, ¥he Mira›le of Qurani› Motivation Intisari кк4 surat