I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
PENDAHULUAN
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam
melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang
direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan
keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumberdaya manusia,
yakni (orang-orang yang terlibat sejak dari perencanaan sampai pada pelaksanaan) dan
pembiayaan. Di antara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.
Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman
kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan
negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan
termasuk negara yang miskin. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya
kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau
intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral
dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya
korupsi.
Korupsi di Indonesia sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat
berbahaya mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Korupsi telah mengakibatkan kerugian material keuangan negara yang sangat besar. Namun
yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan
negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan dalih studi
banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk
perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah
tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang
menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi
diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas.
Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi, atau paling tidak mengurangi sampai pada titik
nadir yang paling rendah maka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar
ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karena
korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang
kehancuran.
PEMBAHASAN
1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap atau sogok, memakai kekuasaan untuk
kepentingan sendiri dan sebagainya;
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebagainya; dan
Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hukum, yang dimaksud corruptie
adalah korupsi, perbuatan curang, perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan
negara (Subekti dan Tjitrosoedibio : 1973).
Korupsi menurut Pasal 2 Undang-Udang No. 31 Tahun 1999 “Setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara…”
Korupsi menurut corruption is the abuse of trust in the interest of private gain
penyalahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi.
Korupsi menurut Pasal 3 Undang-Udang No. 31 Tahun 1999 Setiap orang yang
dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan
atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Sarwono, tidak ada jawaban yang persis, tetapi ada dua hal yang jelas, yaitu:
1. Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya)
2. Rangsangan dari luar (dorongan dari teman, adanya kesempatan, kurang kontrol dan
sebagainya).
Hamzah dalam disertainya menginventarisasi beberapa penyebab korupsi yaitu:
1. Gaji pegawai negeri yang tidak sebanding dengan kebutuhan yang semakin tinggi.
2. Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab
meluasnya korupsi.
3. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien, yang
memberikan peluang untuk korupsi.
Analisis yang lebih detil lagi tentang penyebab korupsi diutarakan oleh Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul “Strategi
Pemberantasan Korupsi,” antara lain :
Korupsi, bukan kejahatan kecil-kecilan karena mereka membutuhkan makan. Korupsi adalah
kejahatan orang profesional yang rakus. Sudah berkecukupan, tapi serakah. Mempunyai hasrat
besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari
dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus. Maka tindakan keras tanpa kompromi, wajib
hukumnya.
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan
itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahannya, atau pihak yang lain yang memberi
kesempatan untuk itu.
Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat
alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun
dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan korupsi.
7. Tidak Menerapkan Ajaran Agama
Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindak korupsi
dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi masih
berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi paradok ini menandakan bahwa ajaran
agama kurang diterapkan dalam kehidupan.
Sementara menurut Adi Sulistiyono selaku Guru Besar UNS (2009), mengutarakan
bahwa beberapa penyebab korupsi menjadi langgeng di Indonesia negeri tercinta ini adalah
sebagai berikut: 1) Masyarakat mempunyai mental suka “menerabas” (mendobrak aturan
yang berlaku); 2) Masyarakat tidak menganggap korupsi sebagai “aib”; 3) Rendahnya
budaya malu; 4)Nilai ewuh pakewuh melekat pada masyarakat Indonesia; 5) Kontrol sosial
masyarakat terhadap perilaku korupsi masih longgar; 6) Nilai kejujuran kurang mendapat
penghargaan tinggi dimasyarakat; 7) Kurangnya keteladanan dari pimpinan; 8) Masyarakat
mengukur status sosial dari “kekayaan” (uang dan kekuasaan); 9) Belum ada kesadaran
bersama bahwa korupsi membuat hancurnya sebuah negara, penyebab kemiskinan,
menimbulkan banyak pengangguran, dan meningkatnya utang; 10) Aparat penegak hukum
(polisi, jaksa, dan hakim) tidak memberi skala prioritas utama pada pemberantasan korupsi;
11) Diskriminasi hukum yang dilakukan kejaksaan; 12) Lemahnya komitmen Mahkamah
Agung; 13) Komitmen Presiden dan Wakil Presiden dalam memberantas korupsi tidak kuat
dan kurang konsisten.
2.1.3 Dampak Korupsi Terhadap Perekonomian di Indonesia
Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat (an enermous destruction
effects) terhadap berbagai sisi kehidupan bangsa dan negara, khususnya dalam sisi ekonomi
sebagai pendorong utama kesejahteraan masyarakat. Mauro menerangkan hubungan antara
korupsi dan ekonomi. Menurutnya korupsi memiliki korelasi negatif dengan tingkat investasi,
pertumbuhan ekonomi, dan dengan pengeluaran pemerintah untuk program sosial dan
kesejahteraan. Hal ini merupakan bagian dari inti ekonomi makro. Kenyataan bahwa korupsi
memiliki hubungan langsung dengan hal ini mendorong pemerintah berupaya menanggulangi
korupsi, baik secara preventif, represif maupun kuratif.
Di sisi lain meningkatnya korupsi berakibat pada meningkatnya biaya barang dan
jasa, yang kemudian bisa melonjakkan utang negara. Pada keadaan ini, inefisiensi terjadi,
yaitu ketika pemerintah mengeluarkan lebih banyak kebijakan namun disertai dengan
maraknya praktek korupsi, bukannya memberikan nilai positif misalnya perbaikan kondisi
yang semakin tertata, namun justru memberikan negatif value added bagi perekonomian
secara umum. Misalnya, anggaran perusahaan yang sebaiknya diputar dalam perputaran
ekonomi, justru dialokasikan untuk birokrasi yang ujung-ujungnya terbuang masuk ke
kantong pribadi pejabat.
Berbagai macam permasalahan ekonomi lain akan muncul secara alamiah apabila
korupsi sudah merajalela dan berikut ini adalah hasil dari dampak ekonomi yang akan terjadi,
yaitu:
1. Lesunya Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi
2. Penurunan Produktifitas
Dengan semakin lemahnya pertumbuhan ekonomi dan investasi, maka tidak dapat
disanggah lagi, bahwa produktifitas akan semakin menurun. Hal ini terjadi seiring dengan
terhambatnya sektor industri dan produksi untuk bisa berkembang lebih baik atau melakukan
pengembangan kapasitas. Program peningkatan produksi dengan berbagai upaya seperti
pendirian pabrik-pabrik dan usaha produktif baru atau usaha untuk memperbesar kapasitas
produksi untuk usaha yang sudah ada menjadi terkendala dengan tidak adanya investasi.
Penurunan produktifitas ini juga akan menyebabkan permasalahan yang lain, seperti
tingginya angka PHK dan meningkatnya angka pengangguran. Ujung dari penurunan
produktifitas ini adalah kemiskinan masyarakat.
Ini adalah sepenggal kisah sedih yang dialami masyarakat kita yang tidak perlu terjadi
apabila kualitas jalan raya baik sehingga tidak membahayakan pengendara yang
melintasinya. Hal ini mungkin juga tidak terjadi apabila tersedia sarana angkutan umum yang
baik, manusiawi dan terjangkau. Ironinya pemerintah dan departemen yang bersangkutan
tidak merasa bersalah dengan kondisi yang ada, selalu berkelit bahwa mereka telah bekerja
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
Sebagian besar negara di dunia ini mempunyai sistem pajak yang menjadi perangkat
penting untuk membiayai pengeluaran pemerintahnya dalam menyediakan barang dan jasa
publik, sehingga boleh dikatakan bahwa pajak adalah sesuatu yang penting bagi negara.
Di Indonesia, dikenal beberapa jenis pajak seperti Pajak penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPn), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM), dan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB). Di tingkat pemerintah daerah,
dikenal juga beberapa macam pajak seperti Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Pajak
Restoran, dan lain-lain. Pada saat ini APBN sekitar 70% dibiayai oleh pajak di mana Pajak
Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) merupakan jenis pajak yang paling
banyak menyumbang.
Kondisi penurunan pendapatan dari sektor pajak diperparah dengan kenyataan bahwa
banyak sekali pegawai dan pejabat pajak yang bermain untuk mendapatkan keuntungan
pribadi dan memperkaya diri sendiri.
Kondisi perekonomian dunia yang mengalami resesi dan hampir melanda semua
negara termasuk Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, memaksa negara-negara tersebut
untuk melakukan hutang untuk mendorong perekonomiannya yang sedang melambat karena
resesi dan menutup biaya anggaran yang defisit, atau untuk membangun infrastruktur
penting. Bagaimana dengan hutang Indonesia?
Korupsi yang terjadi di Indonesia akan meningkatkan hutang luar negeri yang
semakin besar. Dari data yang diambil dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutang,
Kementerian Keuangan RI, disebutkan bahwa total hutang pemerintah per 31 Mei 2011
mencapai US$201,07 miliar atau setara dengan Rp. 1.716,56 trilliun, sebuah angka yang
fantastis.
Hutang tersebut terbagi atas dua sumber, yaitu pinjaman sebesar US$69,03 miliar
(pinjaman luar negeri US$68,97 miliar) dan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar
US$132,05 miliar. Berdasarkan jenis mata uang, utang sebesar US$201,1 miliar tersebut
terbagi atas Rp956 triliun, US$42,4 miliar, 2.679,5 miliar Yen dan 5,3 miliar Euro.
Posisi utang pemerintah terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2009, jumlah
utang yang dibukukan pemerintah sebesar US$169,22 miliar (Rp1.590,66 triliun). Tahun
2010, jumlahnya kembali naik hingga mencapai US$186,50 miliar (Rp1.676,85 triliun).
Posisi utang pemerintah saat ini juga naik dari posisi per April 2011 yang sebesar US$197,97
miliar. Jika menggunakan PDB Indonesia yang sebesar Rp6.422,9 triliun, maka rasio utang
Indonesia tercatat sebesar 26%.
Sementara untuk utang swasta, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan jumlah nilai
utang pihak swasta naik pesat dari US$73,606 miliar pada 2009 ke posisi US$84,722 miliar
pada kuartal I 2011 atau setara 15,1%. Secara year on year (yoy) saja, pinjaman luar negeri
swasta telah meningkat 12,6% atau naik dari US$75,207 pada kuartal I 2010.
Dari total utang pada tiga bulan pertama tahun ini, utang luar negeri swasta mayoritas
disumbang oleh pihak non-bank sebesar US$71,667 miliar dan pihak bank sebesar
US$13,055 miliar (www.metronews.com /read/news/ 2011,14 Juni 2011).
Bila melihat kondisi secara umum, hutang adalah hal yang biasa, asal digunakan untuk
kegiatan yang produktif hutang dapat dikembalikan. Apabila hutang digunakan untuk
menutup defisit yang terjadi, hal ini akan semakin memperburuk keadaan. Kita tidak bisa
membayangkan ke depan apa yang terjadi apabila hutang negara yang kian membengkak ini
digunakan untuk sesuatu yang sama sekali tidak produktif dan dikorupsi secara besar-
besaran.
Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin mencapai
tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan terbiasa dan menjadi
subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan pintas yang
mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the means). Untuk itu, korupsi perlu
ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab.
Ada beberapa upaya penggulangan korupsi yang ditawarkan para ahli yang masing
masing memandang dari berbagai segi dan pandangan. Caiden (dalam Soerjono, 1980)
memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi sebagai berikut :
a. Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah
pembayaran tertentu.
b. Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.
c. Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah pengawasan dan
pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih
organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan penunjukan instansi pengawas
adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.
d. Bagaimana dorongan untuk korupsi dapat dikurangi ? dengan jalan meningkatkan
ancaman.
e. Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi dibatasi,
tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban korupsi organisasional
maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural,
barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan
adanya perubahan organisasi.
Cara yang diperkenalkan oleh Caiden di atas membenarkan (legalized) tindakan yang
semula dikategorikan kedalam korupsi menjadi tindakan yang legal dengan adanya pungutan
resmi. Di lain pihak, celah-celah yang membuka untuk kesempatan korupsi harus segera
ditutup, begitu halnya dengan struktur organisasi haruslah membantu kearah pencegahan
korupsi, misalnya tanggung jawab pimpinan dalam pelaksanaan pengawasan melekat, dengan
tidak lupa meningkatkan ancaman hukuman kepada pelaku-pelakunya.
Selanjutnya, Myrdal (dalam Lubis, 1987) memberi saran penaggulangan korupsi yaitu
agar pengaturan dan prosedur untuk keputusan-keputusan administratif yang menyangkut
orang perorangan dan perusahaan lebih disederhanakan dan dipertegas, pengadakan
pengawasan yang lebih keras, kebijaksanaan pribadi dalam menjalankan kekuasaan
hendaknya dikurangi sejauh mungkin, gaji pegawai yang rendah harus dinaikkan dan
kedudukan sosial ekonominya diperbaiki, lebih terjamin, satuan-satuan pengamanan
termasuk polisi harus diperkuat, hukum pidana dan hukum atas pejabat-pejabat yang korupsi
dapat lebih cepat diambil. Orang-orang yang menyogok pejabat-pejabat harus ditindak pula.
Persoalan korupsi beraneka ragam cara melihatnya, oleh karena itu cara
pengkajiannya pun bermacam-macam pula. Korupsi tidak cukup ditinjau dari segi deduktif
saja, melainkan perlu ditinjau dari segi induktifnya yaitu mulai melihat masalah praktisnya
(practical problems), juga harus dilihat apa yang menyebabkan timbulnya korupsi.
Kartono (1983) menyarankan penanggulangan korupsi sebagai berikut :
1. Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasi
politik dan kontrol sosial, dengan bersifat acuh tak acuh.
2. Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional.
3. para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi.
4. Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum tindak
korupsi.
5. Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan jumlah
departemen, beserta jawatan dibawahnya.
6. Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan bukan
berdasarkan sistem “ascription”.
7. Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran administrasi
pemerintah.
8. Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur.
9. Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi,
dibarengi sistem kontrol yang efisien.
10. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok dengan
pengenaan pajak yang tinggi.
Marmosudjono (Kompas, 1989) mengatakan bahwa dalam menanggulangi korupsi,
perlu sanksi malu bagi koruptor yaitu dengan menayangkan wajah para koruptor di televisi
karena menurutnya masuk penjara tidak dianggap sebagai hal yang memalukan lagi.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa upaya
penanggulangan korupsi adalah sebagai berikut :
2.2.1 Upaya Pencegahan ( Preventif )
1. Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi pemerintah
maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik
perusahaan atau milik negara.
2. mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai dengan
kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan
wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang
diberikan oleh wewenangnya.
3. Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan
pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah, akan
tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara.
4. Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan
pandangan, penilaian dan kebijakan.
5. menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi
dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung disalahgunakan.
6. hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense of
belongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa peruasahaan
tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu berusaha berbuat yang
terbaik.
Lima langkah preventif untuk memecahkan masalah korupsi di negeri ini. Menurut
Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yaitu : pilihkan pemimpin yang amanah,
optimalkan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara), gerakan nasional
transparansi, mengumumkan anggaran secara terbuka, pelibatan komponen masyarakat dalam
perencanaan.
Pertama, pilihkan pemimpin yang amanah. Langkah seperti ini memang bersifat
moralis dan filosofis. Tidak mengapa. Implementasinya dengan lelang jabatan. Walaupun
namanya saya tidak setuju, tetapi hakikatnya boleh juga jika proses itu harus melalui seleksi
secara transparan, tanpa gratifikasi. Tanpa sogok sana dan sogok sini, dan yang lebih penting
lagi dilaksanakan secara transparan, terutama tentang syarat dan kriteria, serta hasil seleksi
tersebut. Persyaratan dan kriterianya harus transparan, dan hasil penilaiannya diumumkan
secara terbuka.
Kalau lelang jabatan itu akhirnya juga dengan tujuan untuk memperbesar sogok-
menyogok, nah itu yang namanya juga korupsi. Lelang jabatan harus dilakukan secara
transparan dan akuntabel. Lagi-lagi masyarakat harus ikut mengawasi agar akubtabilitasnya
dapat dilaksanakan secara terbuka. Jangan ada main tunjuk tanpa melihat kompetensi.
Akhirnya melahirkan balas budi, yang ujung-ujungnya gratifikasi dan korupsi lagi. Kuncinya
demokratis, transparan, dan akuntabel.
Selain LHKPN terus dilaksanakan untuk pejabat negara, bagi masyarakat umum pun
juga harus dilaksanakan dengan sistem pembuktian terbalik. Di negeri jiran Malaysia, sebagai
contoh, membeli mobil harus secara kredit. Jika seseorang membeli mobil secara kontan,
maka dia akan ditanya tentang asal uang tersebut, jangan-jangan dari uang korupsi atau dari
rasuah. Tidak seperti di negeri sendiri, membeli empat puluh mobil sama sekali tidak
ditanyakan apa-apa. Perilaku korupsi itu baru diketahui telah pelaku tertangkap dan
diketemukan dengan banyak bukti, seperti diketahui ternyata memiliki lima puluh mobil
mewah.
Ketiga, gerakan nasional transparansi. Ini sebenarnya sama dengan konsep yang
diajukan oleh Anis Baswedan. Rektor Universitas Paramadina, sekaligus sebagai calon
konvensi Partai Demokrat, mengatakan bahwa masyarakat sekarang ini hampir semuanya
memiliki HP. Dengan transparansi nasional, maka semua warga masyarakat dengan bebas
untuk dapat melakukan pengawasan dengan menggunakan HP-nya, dan dengan HP-nya
masyarakat dapat melaporkan kepada petugas pengawasan, petugas hukum, termasuk KPK.
Kita berharap agar gerakan nasional transparansi ini lebih merupakan gerakan budaya yang
dilaksanakan dalam jangka panjang. Bukan sehari-dua hari, sebulan-dua bulan selesai.
Bahkan dapat melalui proses penyelenggaraan pendidikan, seperti dengan memberikan mata
pelajaran atau mata kuliah “pendidikan anti korupsi’ atau “pendidikan moral dan karakter”,
“kantin kejujuran”, “tidak menyontek”, dan sebagainya. Sebagai suatu sistem, gerakan
nasional ini, tidak akan berjalan secara sendirian, melainkan akan saling pengaruh
mempengaruhi, mulai dari keluarga, masyarakat, dan sudah tentu pemerintah, untuk bersama-
rama secara sinergis memecahkan masyalah korupsi di negeri ini.
Jika pengumuman secara terbuka ini dapat dilaksanakan, maka proses pengang-garan
pun akan mudah ditelusuri tentang liku-liku dari sumbernya mulai dari pemerintah, seperti
Badan Perencanaan Pembangunan, Kementerian Keuangan, dan pihak wakil-wakil rakyat di
DPR. Proses awal perencanaan anggaran ini merupakan proses penting yang harus
dilaksanakan, kembali secara demokratis, transparan, dan akuntabel juga.
Dalam hal ini, sebagai contoh, dalam Pasal 56 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003
dijelaskan bahwa: “Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan
yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan
pendidikan dan komite sekolah/madrasah”.
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan dibe-
rikan peringatan, 1. Perlu penayangan wajah koruptor di televisi. 2. Herregistrasi (pencatatan
ulang) terhadap kekayaan pejabat.
dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan
yang dilakukan oleh KPK :
1. Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik
Pemda NAD (2004).
2. Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan
pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
3. Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta
(2004).
6. Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
1. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait
dengan kepentingan publik.
2. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
3. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga
ke tingkat pusat atau nasional.
5. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam
setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Korupsi adalah suatu tindak pidana yang memperkaya diri yang secara langsung
merugikan negara atau perekonomian negara. Beberap unsur yang terdapat dalam
perbuatan korupsi meliputi menerima hadiah atau janji (penyuapan), pemerasan dalam
jabatan, ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara),
menerima gratifikasi, serta menyalahgunakan kewenangan.
Korupsi berdampak pada berbagai lintas sendi kehidupan negara seperti efek
domino yang berantai. Semakin tingginya praktik korupsi di suatu negara akan secara
instan maupun bertahap melemahkan kondisi keuangan negara, penyelenggaraan negara,
dan kondisi sosial masyarakat.
Dampak korupsi terhadap kondisi keuangan negara disumbangkan dari dampak
langsungnya pada bidang perpajakan dan ekonomi. Adapun dampak korupsi terhadap
penyelenggaraan negara adalah akumulasi dari dampak langsung korupsi dalam bidang
politik, demokrasi, dan hukum. Sedangkan dampak korupsi terhadap kondisi sosial
masyarakat adalah wujud dari dampak langsung korupsi dalam bidang akhlak dan moral,
sosial, budaya, kode etik, dan sumber daya manusia
3.1 SARAN
Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia agar mendapat informasi yang lebih akurat. Diharapkan para pembaca setelah
membaca makalah ini mampu mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA