Anda di halaman 1dari 17

PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

(Cara Mengatasi Korupsi di Lembaga Pendidikan Terutama di Kampus)

Disusun Oleh:
Susilo Hendri Prayogi 361541333014
Mita Damayanti 361541333016
Bagus Dwi Pratama 361541333015
Nadya Zahrotul Fitri 361541333005
Lusi Riska Maulida 361541333026

D4 TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL TERNAK


POLITEKNIK NEGERI BANYUWANGI
2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
Alhamdulillah tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan
sanggup menyelesaikan dengan baik.
Dengan membuat tugas ini kami diharapkan mampu untuk lebih mengenal
tentang Cara Mengatasi Korupsi di Lembaga Pendidikan Terutama di Kampus yang
kami sajikan berdasarkan referensi dari berbagai sumber.
Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran,
penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah
yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah
SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.

Banyuwangi, 17 Mei 2017

Penyusun

DAFTAR ISI

2
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................... 3
1.2. Tujuan...................................................................................................... 3
1.3. Manfaat.................................................................................................... 3

BAB II. PEMBAHASAN


2.1. Sebab-sebab Korupsi............................................................................... 4
2.2. Macam-macam Kasus Korupsi di Bidang Pendidikan............................ 4
2.3. Dampak dari Tindakan Korupsi di Bidang Pendidikan........................... 10
2.4. Cara Mengatasi Tindakan Korupsi di Lingkungan Kampus................... 12

BAB III. PENUTUP


3.1. Kesimpulan.............................................................................................. 14
3.2. Saran........................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA ................................................15

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut WJS Poerwadarminta dalam kamus umum Bahasa Indonesia (1976),
arti harfiah dari korupsi adalah perbuatan yang buruk, seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok, dan sebagainya. Korupsi menurut IPK (Indeks Persepsi
Korupsi) Indonesia adalah penyalahgunaan wewenang publik untuk kepentingan
pribadi. Jenis korupsi yang dilihat dalam IPK Indonesia adalah suap, gratifikasi,
pemerasan, dan konflik kepentingan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
Korupsi adalah penyalahgunaan wewenang yang ada pada pejabat atau pegawai
demi keuntungan pribadi, keluarga dan teman atau kelompoknya. Korupsi
menghambat pembangunan karena merugikan negara dan merusak sendi-sendi
kebersamaan dan mengkhianati cita-cita perjuangan bangsa.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 pengertian korupsi adalah
perbuatan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri atau orang lain
yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. Korupsi sebagai suatu
fenomena sosial bersifat kompleks, sehingga sulit untuk mendefisinikannya secara
tepat tentang ruang lingkup konsep korupsi.
Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik, yang berarti tindakan
korupsi yang sepertinya sudah melekat kedalam sistem menjadi bagian dari
operasional sehari-hari dan sudah dianggap lazim serta tidak melanggar apa pun.
Misalnya sebuah instansi yang menerima uang dari rekanan dan kemudian
dikelolanya sebagai dana taktis, entah itu sebagai semacam balas jasa atau apa pun.
Kalau mark up atau proyek fiktif sudah jelas-jelas korupsi, tetapi bagaimana
seandainya itu adalah pemberian biasa sebagai ungkapan terimakasih. Kalau itu
dikategorikan korupsi, maka mungkin semua instansi akan terkena. Dana taktis
sudah merupakan hal yang biasa dan itu salah satu solusi untuk memecahkan
kebuntuan formal. Ada keterbatasan anggaran lalu dicarilah cara untuk
menyelesaikan banyak masalah.Bagi banyak orang korupsi bukan lagi merupakan
suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Dalam seluruh
penelitian perbandingan korupsi antar negara, Indonesia selalu menempati posisi
paling rendah. Hingga kini pemberantasan korupsi di Indonesia belum
menunjukkan titik terang melihat peringkat Indonesia dalam perbandingan korupsi
antar negara yang tetap rendah. Hal ini juga ditunjukkan dari banyaknya kasus-
kasus korupsi di Indonesia di era reformasi ini. Mari kita tempatkan seorang
pelajar yang ingin mencari bangku di sebuah sekolah yang berlabel negeri
dengan menggunakan jalur mandiri. Dia menyiapkan sejumlah uang untuk
menyuap orang dalam agar mendapatkan bangku di sekolah tersebut. Itulah
contoh kecil tindakan korupsi yang terjadi di kalangan pelajar. Oleh karena itu,
pendidikan anti korupsi harus cukup jelas dalam hal bagaimana dan seberapa
banyak jenis korupsi serta tindakan yang tidak halal itu merugikan semua orang.
Korupsi saat ini seperti penyakit tumor yang ganas yang telah menggerogoti
tubuh manusia, sehingga, korupsi menjadi ancaman eksistensi dari negara

1
Indonesia. Dunia pendidikan merupakan salah satu bidang yang memiliki possisi
penganggaran yang cukup besar dari APBN dan APBD yaitu 20% sebagai amanat
dari UUD RI tahun 1945. Sehingga bidang pendidikan menjadi sebuah kue yang
manis yang harus diperebutkan tikus dan semut-semut kecil untuk menikmatai kue
yang besar ini. Oleh karena itu, dalam bidang pendidikan telah terjadi korupsi yang
sistematik dan sistemik. Walaupun korupsi dari tiap-tiap oknum kecil tetapi jika di
akumulasi maka akan menjadi nilai yang sangat besar yang merugikan negara.
Kerugian korupsi dalam bidang pendidikan bukan hanya tentang nominal angagran
yang dikorup tetapi berdampak langsung terhadap peserta didik karena
menyebabkan menurunnya kualitas pendidikan bahkan pelanggaran HAM karena
pendidikan merupakan Hak asasi Manusia (warga negara). Bidang-bidang aktivitas
pemerintah yang rawan korupsi adalah:
1. Pengadaan publik.
2. Perubahan lahan.
3. Pengumpulan sumber-sumber pendapatan pemerintah..
4. Pengangkatan pejabat pemerintah.
5. Pemerintah daerah (Kesuma et. al 2009:24)
Begitu merebaknya korupsi, maka Pemerintah sudah mengeluarkan beberapa
ketentuan untuk mencegah dan memberantas korupsi. Dasar hukum pencegahan
dan pemberantasan korupsi adalah: 1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana; 2. UU
No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN;
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001;
4. Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Pembentukan Komisi
Pemberantasan Korupsi; 5. Peraturan Presiden Nomor 55 tahun 2012 tentang
Strategi Nasional (stranas) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang
2012-2025 dan Jangka Menengah 2012-2014. Dalam pasal 5 UU No. 28 tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN diatur antara
lain bahwa setiap penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak melakukan
perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dengan demikian, setiap aparatur Negara
tidak boleh melakukan korupsi.
Selanjutnya dalam pasal 2 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, ditegaskan bahwa: 1. Setiap orang yang secara sadar
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian negara,
dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah). 2. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Khusus materi UU No. 30 tahun 2002, berikut ini akan dikutip beberapa pasal yang
secara spesifik berkaitan dengan penanganan korupsi yaitu pasal 6, pasal 11 dan
pasal 13.

2
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan korupsi dan UU pasal berapa yang mengaturnya?
2. Apa sebab-sebab korupsi?
3. Apa saja macam-macam kasus korupsi di bidang pendidikan?
4. Apa dampak dari tindakan korupsi di bidang pendidikan?
5. Bagaimana cara mengatasi tindakan korupsi di dunia pendidikan terutama di
lingkungan kampus?

1.3. Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui definisi korupsi dan UU yang mengaturnya.
2. Agar mahasiswa mengetahui sebab-sebab korupsi.
3. Agar mahasiswa mengetahui macam-macam kasus korupsi di bidang pendidikan.
4. Agar mahasiswa mengetahui dampak dari tindakan korupsi di bidang pendidikan.
5. Agar mahasiswa mengatahui cara mengatasi tindakan korupsi didunia pendidikan
terutama di lingkungan kampus.

1.4. Manfaat
1. Mahasiswa memahami definisi korupsi dan UUD 1945 yang mengaturnya.
2. Mahasiswa mengetahui sebab-sebab korupsi.
3. Mahasiswa mengetahui macam-macam kasus korupsi di bidang pendidikan.
4. Mahasiswa mengetahui dampak dari tindakan korupsi di bidang pendidikan.
5. Cara mengatasi tindakan korupsi di dunia pendidikan terutama di lingkungan
kampus.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sebab-sebab Korupsi
Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka
ragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian
korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi /kelompok

3
/keluarga/ golongannya. Faktor-faktor secara umum yang menyebabkan seseorang
melakukan tindakan korupsi yaitu:
Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang
mampu memberi ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan
korupsi. Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan
kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.
Kurangnya pendidikan.
Adanya banyak kemiskinan.
Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
Struktur pemerintahan.
Perubahan radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal.
Korupsi muncul sebagai penyakit transisional.
Keadaan masyarakat yang semakin majemuk.
Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE
Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi:
Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang
secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
Opportunities (kesempatan): berkaitan dengankeadaan organisasi atau
instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka
kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh
individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi
yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan
melakukan kecurangan.

2.2. Macam-macam Kasus Korupsi di Bidang Pendidikan


Tindak korupsi yang terjadi dalam bidang pendidikan dapat di anatomi
menjadi beberapa aktivitas yang rawan terjadi korupsi yaitu:
1. Pengangkatan jabatan kepala sekolah.
2. Pengadaan sarana dan prasarana termasuk (seragam, buku, gedung,
peralatan, laboratorium dsb).
3. Penggunaan dana BOS.
4. Penerimaan siswa baru.
5. Undangan untuk memasuki PTN melalui Undangan.
6. Pengangkatan guru honorer menjadi CPNS.
Enam kasus dari tindak pidana korupsi bidang pendidikan merupakan
aktivitas yang terjadi dalam dunia pendidikan saat ini. Tindak pidana ini melibatkan
beberapa oknum mulai dari oknum guru, oknum kepala sekolah, dinas pendidikan,
kepala daerah bahkan sampai tingkat pusat. Oleh karena itu kita harus memahami
kasus ini sehingga mampu mengidentifikasi tindak pidana korupsi dalam bidang

4
pendidikan, karena hal ini terkait langsung dengan pendidikan sebagai sebuah
kebutuhan.
Dalam tulisan ini akan coba dijelaskan mengenai ke-enam kasus tindak
pidana korupsi di bidang pendidikan sebagai berikut:
1. Pengangkatan Jabatan Kepala Sekolah
Pengangakatan kepala sekolah terutama terjadi di sekolah-sekolah negeri
(publik), tetapi tidak menurup kemungkinan di sekolah Swasta/ Yayasan.
pengisian jabatan kepala sekolah, sudah menjadi rahasia umum dan kebiasaan
bahwa untuk menjadi seorang kepala sekolah harus memberikan uang kepada
dinas bahkan kepada kepala daerah di daerah tersebut. bahkan jumlah uang
disetorkan dari seorang kepala sekolah bahkan tiap tingkatan berbeda, SD sekitar
puluhan juta rupiah, SMP dan SMA bahkan mencapai angka ratusan juta rupiah.
Bahkan di salah satu kabupaten, kepala sekolah menyetor kepada kepala daerah
tiap tahunnya agar tidak di non-jobkan.
Tindak korupsi di dunia pendidikan dengan pengisian jabatan ini pastinya
akan berdamak sistemik karena sang calon kepala sekolah yang sudah menyetor
kepada dinas dan kepala sekolah akan mencari uang pengganti modal yang ia
setor dengan mengambil dari anggaran sekolah. Karena nilai tunjangan
fungsional yang ia terima tidak akan mampu menutupi modal yang ia keluarkan.
Selanjutnya, hal ini akan berdampak pada kualitas sekolah karena karena tidak
maksimalnya program-program yang dilaksanakan, bahkan menjadi program
fiktif. Pengadaan sarana dan prasarana termasuk (seragam, buku, gedung,
peralatan, laboratorium dsb).
Kepala sebagai pusat pengambil kebijakan disekolah harusnya bersifat
otonom, tetapi karena dampak dari setoran-setoran, suap-menyuap menjadikan
kepala sekolah tidak otonom dengan program-program yang akan dilakukan.
Selain itu kepala sekolah yang harusnya menjadi teladan bagi peserta didik yang
ada disekolah, berubah menjad monster penghisap darah yang mengorbankan
kepentingan generasi penerus untuk kepentingan pribadinya.
Tindak korupsi dalam pengisian jabatan kepala sekolah akan menghasilkan
kepala sekolah yang memiliki kebusukan jiwa, berjiwa korup dan berkualitas
rendah. Sehingga secara langsung akan berdampak pada kualitas dari proses
pendidikan yang dilaksanakan. Penulis teringat dengan sebuah hadis yang
menggambarkan keruskan bila suatu jabatan dipegang oleh orang yang tidak ahli
atau tidak cakap.
Sekolah akan menjadi tempat yang kering akan nilai-nilai religiusitas
ketika jabatan kepala sekolah diisi oleh orang-orang yang berjiwa korup.
Pendidikan Anti Korupsi akan kering dengan keteladanan ketika di sekolah
sudah terjadi korupsi. Hasilnya Pendidikan Anti Korupsi akan menjadi seperti
benih yang tumbuh ditanah kering, gersang dan tandus. Pendidikan Anti Korupsi
akan kehilangan keteladanan sebagai air dari Pendidikan Anti Korupsi.
Pendidikan Anti Korupsi bukan hanya mengisi anak-anak dengan kognitif tetapi

5
juga tmbuhnya sikap kesadaran dari semua warga sekolah tentang kesadaran
sikap anti korupsi.
Tindak pidana korupsi dalam pengsian jabatan sudah digolongkan dengan
penyuapan. Semua pihak yang terlibat akan dapat dipidanakan tetapi memang
tidak akan ditangani KPK karena biasanya tindak pidana dengan nominal yang
kecil karena KPK hanya menindak tindak Pidana Korupsi diatas 1 Milyar (pasal
11 UU No. 20 Tahun 2002 tentang Komisi Pemeberanntasan Tindak Pidana
Korupsi).Tetapi bila diakumulasi dari seluruh orang-orang yang terlibat maka
akan menghasilkan nilai yang sangat besar. Padahal angka kepercayaan terhadap
lembaga penegak hukum lainnya untuk menangani kasus korupsi sangat rendah,
sehingga korupsi dalam pengisian jabatan kepala sekolah ini jarang terungkap
dan menyeret pihak-pihak terkait, dari kepala sekolah, dinas sampai kepala
daerah.
2. Penggunaan dana BOS, Anggaran sekolah dan sejenisnya
Penyalahgunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Anggaran
Sekolah dan Sejenisnya merupakan salah satu dampak dari praktik korupi
dalam pengisian jabatan kepala sekolah, sebagaimana poin pertama. Dana BOS,
Anggaran Sekolah, bantium dam sejenisnya, menjadi lahan basah untuk
suburnya tindak pidana korupsi. Sehingga dengan berbagai cara dan upaya agar
anggaran bisa masuk kedalam kantong pribadi sang pemegang jabatan.
Penyalahgunaan ini dapat berupa pembuatan program-program fiktif atau
pembuatan program haya sekedar formalistik untuk menghabiskan anggaran
tanpa dilandasi atas kebutuhan nyata untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
sekolah tersebut. walaupun, nominalnya tidak besar tetapi seharunys ada upaya
penindakan yang tegas dan pengungkapan dari penyalahgunaan anggaran dalam
bidanng pendidikan. Dalam melakukan hal ini pasti melibatkan sistem yang ada
disekolah, mulai dari tata usaha, komite, dan kepala sekolah sendiri bahkan ada
sepertiuang tutup mulut bagi LSM dan Wartawan, belum lagi jatah dari atasan
kepala sekolah dari tingkat KCD sampai kepala dinas serta kepala daerah.
Kasus yang baru saja terjadi adalah korupsi proyek pengadaan alat bantu
laboratorium di sejumlah Pergutuan Tinggi Negeri (PTN) dimana melakukan
penggelembungan (mark up) proyek yang didanai APBN. Pengusutan kasus
korupsi di lingkungan Kementerian Pendidikan oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dengan tersangka Angelina Sondakh (Angie) membuat 16 rektor
pada puluhan perguruan tinggi negeri di Indonesia tersangkut kasus ini.
Pasalnya, satu per satu pendidik yang bergelar profesor doktor itu kini dipanggil
KPK menjadi saksi. Diduga kuat anggaran pengadaan sarana dan prasarana yang
berasal dari APBN Tahun 2010 lalu pada 16 kampus senilai Rp 600 miliar
menjadi bancakan politisi di DPR serta para pimpinan Universitas.
KPK menemukan 16 aliran dana mencurigakan ke Angelina Sondakh yang
nilainya miliaran rupiah. Nilai total proyek pengadaan sarana dan prasarana
pendidikan di sejumlah universitas negeri yang diduga dikorupsi Angie
mencapai Rp 600 miliar. Total nilai tersebut diperoleh KPK dari proyek

6
pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di 16 universitas negeri yang
tersebar di seluruh Indonesia tahun anggaran 2010.
Data yang diperoleh Jaya Pos menyebutkan, ke-16 universitas negeri yang
ternoda korupsi dalam pembahasan anggaran pengadaan sarana dan prasarana
pendidikan tahun 2010:
No. Perguruan Tinggi Jumlah Anggaran Sarana dan Prasarana
Yang Diduga Terkena Kasus Korupsi
1. Universitas Sumatra Utara Rp. 30 milyar
2. Universitas Brawijaya Rp. 30 milyar
3. Universitas Udayana Rp. 30 milyar
4. Universitas Jambi Rp. 30 milyar
5. Universitas Negeri Jakarta Rp. 45 milyar
Institut Teknologi Sepuluh
6. Rp. 45 milyar
November
Universitas Jendral
7. Rp. 30 milyar
Soedirman
8. Universitas Sriwijaya Rp. 75 milyar
9. Universitas Tadulako Rp. 30 milyar
10. Universitas Nusa Cendana Rp. 20 milyar
11. Universitas Pattimura Rp. 35 milyar
12. Universitas Negri Papua Rp. 30 milyar

Salah satu kesulitan mengungkapkan Tipikor di bidang pendidikan ialah


kecilnya nominal dan kondisi penegak hukum yang kra bekerja efektif dalam
mengungkap tipikor di sekolah. Mengani hal ini sebenarya sudah diatur dalam
UU Tipikor bagi penyalahgunaan anggaran dalam Pasal 8 (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi)
yang berbunyi:
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang
selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum
secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja
menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya,
atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan
oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.
Sekali lagi permasalahan, karakter dari pemberian amanah penganggaran,
pengawasan dari penggunaan anggaran. Wala korupsi dalam sekolah tidak
sebesar di pusat, tetap saja perbatan melanggar hukum dan harus ditindak sesuai
dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
3. Penerimaan Siswa Baru

7
Penerimaan siswa baru mjuga merupakan lahan basah dari tindak korupsi
dalam bidang pendidikan. Walau nominalnya kecil, tetapi tetap tindak pidana
korupsi karena akan sangat merugikan masyarakat umum. Memasuki Sekolah
Negeri merupakan hak seluruh warga negara muda, selain mendapatkan subsidu
yang besar dari pemerintah, kualitas sekolah cukup terjaga. Minat yang tinggi ini
menjadi lahan basah terjadinya tindak pidana korupsi di sekolah (bidang
pendidikan).
Jabatan publik yang dimiliki kepala sekolah, Wakil kepala sekolah dan
guru dan disalahgunakan dalam penerimaan siswa baru ini. Oleh karena itu
harus dibangun sistem dan pengawasan untuk dapat mengecilkan tindak pidana
korupsi dalam penerimaan siswa. Bisa saja terjadi orang tua calon siswa baru
memberikan gratifikasi untuk mempengaruhi keputusan dalam penerimaan
siswa baru. Pasal 58 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi:
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00
(dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau
penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu
dalam jabatannya, yang bertentangan dengankewajibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
4. Undangan untuk memasuki PTN
Sama seperti penerimaan siswa baru, undangan untuk memasuki PTN
dapat menjadi kesempatan penyalahgunaan jabatan publik dari Kepala Sekolah,
wakil kepala sekolah dan guru. Dengan menyembunyikan atau memberikan
informasi secara tidak luas kepada seluruh siswa untuk mendapatkan hak yang
sama bersaing dalam jalur undangan dari PTN.
Orang tua guru dapat saja memberikan gratifikasi untuk mempengaruhi
keputusan sekolah tentang siswa yang akan menjadi peserta dalam jalur
undangan ini. Sekali dengan nominal yang kecil seakan perbuatan ini menjadi
perbuatan biasa saja. Padahal sebagai pejabat publik tidakboleh menerima
gratifikasi dari masyarakat terutama terkait degan jabatannya menetukan sesuatu
hal.
Perbuatan seperti ini sebenarya menimbulkan lingkungan yang tidak sehat
bagi berkembangnya sikap atni korupsi dari peserta didik. Karena dari proses ini
ada indikasi teladan yang buruk dari proses ini. Walau hal yang kecil tapi sangat
berdampak terhadap budaya sekolah. Apalagi ketika saat ini sekolah ingin
menjadi sekolah yang anti korupsi.

8
5. Pengangkatan guru menjadi CPNS
Pengangkatan guru menjadi CPNS merupakan rahasia umum, hal ini
terjadi dari seleksi umum CPNS dan Seleksi dari honorer menjadi CPNS.
Kedua-duanya memiliki peluang yang sama untuk menjadi lahan yang subur
terjadinya tindak pindana korupsi dengan menyelahgunakan jabatan publik yang
mereka pegang.
Dalam pengangkatan CPNS dari jalur umum, sudah menjadi rahasia umum
bahwa ada oknum-oknum pegawai negeri di pemerintahan daerah, BKD yang
memanfaatkan jabatan mereka untuk melakukan tindak pidana korupsi dengan
berjanji bisa memberikan kelulusan bagi seorang peserta seleksi asalkan
menyiapkan uang dengan nominal bahkan sampai ratusan juta. Hal ini
bagaimanapun merupakan bentuk penyalahgunaan jabatan publik yang ada pada
dirinya. Selain itu, dapat menjadi tindak pdaiana penyuapan dan kedua belah
pihak akan kena hukuman baik yang meyuap dan yang disuap.
Selain itu ada pula, penyalahgunaan jabatan publik dengan menipu peserta
seleksi CPNS, seperti broker, jadi sang pejabat bermain untung-untungan walau
sebenarnya dia tidak memiliki akses untuk meluluskan peserta tersebut. Jadi
pejabat korup tersebut menerima dari peserta tes CPNS sejumlah uang dengan
janji dapat meluluskan peserta tersebut.
Permasalahannya lagi adalah terkadang tersangka penyuap dan yang
disuap slit diungkap karena terjadi rahasia diantara mereka berdua, dan ketika
keduanya berbicara maka kedua belahpihak dapat dipidana. Penulis dapat
menyimpulkan sebab sulitnya mengungkap praktik suap dalam pengangkatan
CPNS ini, karena para pelaku tidak ingin dirnya bermasalah dengan hukum.
6. Pungutan Liar
Di sekolah yang korup akan menjadikan pungutan liar ini menjadi salah
satu sumber mendapatkan anggaran untuk dapat diselewengkan. Banyak dalih
dalam pungutan liar ini, mulai dari pengambilan ijazah, raport, pembuatan surat,
sumbangan ke sekolah dan sebagainya perbuatan-perbuatan yang terus
berkembang untuk mendapatkan uang.
Pungutan liar ini bisa saja salah satu efek dari pengengkatan kepala
sekolah dengan tarif sebagaimana poin pertama, sehingga kepala sekolah beserta
jajaranya mengada-ada soal kebuthan dana, padahal sudah ada anggaran dari
pemerintah untuk operasional.

2.3. Dampak dari Tindakan Korupsi di Bidang Pendidikan


Korupsi sepertinya sudah membudaya dalam kehidupan bangsa Indonesia,
perbuatan-perbuatan yang kita anggap biasa seperti memberikan sesuatu kepada
orang yang kita hormati dapat digolongkan tindak korupsi. Ketika telah menjadi
budaya maka pemberantasan korupsi juga harus terstruktur dalam pendidikan,
karena pendidikan merupakan saluran dari proses pembudayaan warga negara.
tetapi ketika bidang pendidikan terjadi tindakan-tindakan korup maka proses

9
pembudayaan masyarakat anti korupsi seperti menanam benih di padang pasir yang
tandus.
Perbuatan korupsi di bidang pendidikan akan berdampak langsung pada
peserta didik sebagai orang yang pertama mendapatkan dampak dari perbuatan
korup ini. Karena tindak korupsi di bidang pendidikan dapat saja melanggar Hak
Asasi Manusia para peserta didik untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
1. Kualitas Pendidikan
Kualitas pendidikan menjadi hal pertama yang diserang oleh tindak
korupsi dalam bidang pendidikan. Merosotnya kualitas pendidikan ditandai
dengan tidak adanya atau rendahnya perlengkapan yang berkualitas, adanya
ukuran-ukuran mutu yang rendah dan adanya kandidat yang berkualifikasi
dan/atau bermotivasi rendah yang terpilih (atau membeli posisi) untuk guru dan
jabatan laiinya (Kesuma. Et. al 2009:33). Hal ini jelas berdampak, pengisian
jabatan baik guru dan kepala sekolah yang dilakukan dengan proses korup akan
menempatkan para koruptor baru dalam jabatan guru dan kepala sekolah.
Ketika jabatan guru dan kepala sekolah sudah disisi dengan orang-orang
berjiwa korup maka kualitas pendidikan akan jauh panggang dari api, karena
orientasi mereka bukan lagi meningkatkan kualitas pendidikan tapi bagaiman
dengan berbagai cara mengumpulkan materi utuk pribadi mereka. Sehingga
mereka akan mengadakan program-program fiktif dan/ atau program-program
tidak mendasar atau mengada-ada yang tidak berdampak sama sekali untuk
meningkatkan kualitas pendidikan. Akan muncul para pembuat proyek fiktif,
pungutan liar dan sebagainya yang penting dapat mengembalikan modal dan
mendapatkan keuntungan yang terlah mereka tanam ketika mereka membeli
jabatan tersebut. Kualitas pendidikan akan semakin rapuh ketika dalam bidang
pendidikan tumbuh subur tindak pidana korupsi.

2. Kerugian Finansial
Kerugian finansial jelas menjadi salah satu dampak dari prilaku korup para
pemegang jabatan publik dalam dunia pendidikan. Walau jika dilihat secara
oknum nominalnya tidak besar sehingga tidak dapat di tindak dengan KPK
tetapi jika diakumulasikan maka akan muncul jumlah yang sangat besar. Hal ini
harusnya mendapat perhatian khusu dari aparat penegak hukum dalam tipikor
selain KPK yaitu Polisi dan Jaksa untuk mampu menyeret para koruptor dalam
bdaing pendidikan.
Dengan Anggaran 20% dari APBN dan APBD dan dana yang besar itu
dipecah menjadi bagian-bagian kecil lalu bagian-bagian kecil itu ternayata
dikorupsi maka kerugian finansia akan langsung terasa kepada negara. Selain itu
kerugian finansial akan juga berdampak kepada masyarakat umum dengan
pungutan-pungutan liar yang terjadi disekolah. Walau dari tiap orang tua
nominalnya kecil tetapi bila dijumlahkan maka akan menjadi nominal yang
cukup besar. Sebagai contoh 1 orang siswa dipungli Rp.10.000 dikali jumlah

10
seluruh siswa yang ada disekolah tersebut contoh 1000 siswa maka 10.0000 x
1000 maka terkumpul dana Rp 10.000.000 dan dikalikan semua sekolah yang
ada di Indonesia maka akan terakumulasi jumlah dana yang sangat besar.
3. Ketidakadilan Sosial
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan sila ke-lima dari
Pancasila. Melalui perilaku pengisian jabatan guru dan kepala seklah selanjutnya
perilaku korupsi dalam penerimaan siswa baru dan undangan dari PTN akan
menciderai rasa keadilan dari seluruh warga negara Indonesia. Semua warga
negara Indonsia berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Ketika terjadi tindak pidana korupsi dalam bidang pendidikan akan
mematikan potensi dari warga negara muda karen mereka akan kehilangan
pendidikan yang berkualitas, dan kesempatan untuk mengabdi kepada negara.
4. Pengurangan Tingkat Partisipasi
Partisipasi warga negara dalam pendidikan merupakan usaha agar
mewujudkan warga negara yng terdidik. Semakin banyak partisipasi maka
semakin banyak pula warga negara yang terdidik dan hal ini merupakan modal
utama negara dalam pembangunan. Tetapi ketika sarana dan prasanara tidak
tersedia yang diakibatkan dari tindak korupsi, maka akan menurunkan jumlah
partispasi warga negara dalam pendidikan dan ini jelas menguarangi potensi
warga neagra terdidik.
5. Hilangnya Akhlak Mulia
Pendidikan Indonesia bukan merupakan pendidikan yang sekuler, yang
memisahkan agama dalam mebentuk warga negara yang baik. Tindak Pidana
korupsi dalam bidang pendidikan menjadikan peserta didik kehilangan teladan
bahkan kepercayaan terhdap sekolah dalam mebentuk mereka. Sehingga muncul
generasi yang memiliki akhlak yag sejalan dengan pejabat dibidang pendidikan.
Benar juga pepatah yang mengatakan guru kencing berdiri, murid
kencing berlariketika jiwa korup sudah meuncul dari pejabat-pejabat dalam
bidang pendidikan bahkan termasuk kepala sekolah dan guru. Maka siswa juga
akan muncul jiwa korup karena mendapatkan teladan langusng dari kepala
sekolah dan guru.
Pendidikan Anti Kourpsi harus didasari keimanan terhadap Tuhan YME,
warga negara yang cerdas, beriman dan bertakwa merupakan modal utama dari
jiwa anti korupsi. Oleh karena itu, sekolah harus menjadi lingkungan yang anti
korupsi sehingga tidak terjadi pendekatan formaslistik dalam pendidikan Anti
korupsi tetapi pendekatan pembudayaan anti korupsi.

2.4. Cara Mengatasi Tindakan Korupsi di Dunia Pendidikan Terutama di


Lingkungan Kampus
1. Meningkatkan kualitas SDM pengelola pendidikan.
Kualitas SDM diyakini berpengaruh langsung terhadap kualitas
kinerjanya. Oleh karena itu, sistem perekrutan pekerja pendidikan harus
dibenahi. Selama ini, ada sinyalemen bahwa sistem rekrutmen pekerja dunia

11
pendidikan tidak berlansung dengan jujur, objektif, adil, dan transparan.
Berbagai kecurangan mewarnai setiap perekrutan, seperti penggunaan uang
pelicin, permainan kerabat pejabat, dan bahkan manipulasi hasil tes. Akibatnya,
calon pegawai yang cerdas tersingkir, karena tidak mampu membayar lebih
atau melobi para pejabat. Celakanya, calon pegawai dengan kualitas rendah
baik dari intelektualitas maupun mentalitas melenggang dengan mulus. Kondisi
ini merupakan awal yang buruk untuk meningkatkan kinerja pekerja
pendidikan. Bahkan, sangat mudah terpengaruh tindakan melawan aturan,
seperti korupsi. Oleh karena itu, pembenahan sistem rekrutmen pekerja
pendidikan adalah keniscayaan.
2. Meningkatkan kesejehateraan para pekerja pendidikan.
Karena mereka adalah implementator di lapangan. Sebaik apapun
perencanaan, jika pelaksananya bobrok, hasilnya dipastikan hancur. Apalagi
mereka berhadapan dengan dana besar dan cakupan wilayah yang sangat luas,
sehingga rawan penyelewengan. Dengan meningkatkan kesejahteraan, diyakini
dapat meningkatkan kinerja dan tanggung jawab mereka sebagai pelayan
sektor pendidikan. Mereka bekerja murni untuk kepentingan dunia pendidikan
tanpa ada pemikiran memperoleh pendapatan tambahan lain, apalagi yang tidak
halal. Akibatnya, korupsi sektor pendidikan dapat direduksi.
Dalam hal ini, dimulai dari sistem penerimaan mahasiswa calon
pendidik, kurikulum lembaga pencetak tenaga pendidik yang link dan match
dengan kebutuhan, sistem penerimaan calon guru, pembinaan dan pengawasan
kinerja pendidik, sistem reward dan punishmet untuk pendidik. Semua harus
dilakukan dengan aturan dan mekanisme jelas serta dipayungi hukum yang
pasti.
3. Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Semua.
Pendidikan ini tak hanya untuk peserta didik di semua jenjang
pendidikan, tetapi juga pejabat dan politisi yang memiliki otoritas atas
kebijakan dan anggaran pendidikan serta rekanan pemerintah pusat dan daerah.
4. Membangun Sistem Antikorupsi
Membangun sistem antikorupsi terutama dalam sistem perencanaan,
penganggaran, dan implementasi belanja dana pendidikan. Sistem terutama
pada pembagian kewenangan yang memadai pada berbagai institusi pendidikan
serta pengawasan atas penggunaan kewenangan tersebut.
5. Tata Kelola Dalam Sistem Anti-Korupsi
Tata kelola dalam sistem antikorupsi membuka informasi seluas-luasnya
kepada publik terkait pengelolaan anggaran pendidikan dan akses terhadap
bukti-bukti pertanggungjawaban. Publik dapat melakukan audit sosial guna
melihat kepatuhan pengelolaan publik atas peraturan perundang-undangan dan
melaporkan kepada pengawas internal dan eksternal pemerintah jika
menemukan ketidakpatuhan dalam pengelolaan dana tersebut. Publik juga
dapat menggunakan dokumen pertanggungjawaban sebagai bukti tindak pidana
korupsi dalam laporan kepada penegak hukum.

12
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Korupsi adalah perbuatan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri
sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian
negara. Korupsi sebagai suatu fenomena sosial bersifat kompleks, sehingga sulit
untuk mendefisinikannya secara tepat tentang ruang lingkup konsep korupsi.
2. Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam.
Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian
korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi
/kelompok /keluarga/ golongannya.
3. Tindak korupsi yang terjadi dalam bidang pendidikan dapat di anatomi menjadi
beberapa aktivitas yang rawan terjadi korupsi yaitu:
1. Pengangkatan jabatan kepala sekolah.
2. Pengadaan sarana dan prasarana termasuk (seragam, buku, gedung, peralatan,
laboratorium dsb).
3. Penggunaan dana BOS.
4. Penerimaan siswa baru.
5. Undangan untuk memasuki PTN melalui Undangan.
6. Pengangkatan guru honorer menjadi CPNS.
4. Perbuatan korupsi di bidang pendidikan akan berdampak langsung pada peserta
didik sebagai orang yang pertama mendapatkan dampak dari perbuatan korup

13
ini. Karena tindak korupsi di bidang pendidikan dapat saja melanggar Hak Asasi
Manusia para peserta didik untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
5. Cara mengatasi tindakan korupsi di dunia pendidikan terutama di lingkungan
kampus adalah dengan memenuhi unsur-unsur berikut:
1. Meningkatkan kualitas SDM pengelola pendidikan.
2. Meningkatkan kesejehteraan para pekerja pendidikan.
3. Pendidikan anti-korupsi untuk semua.
4. Membangun sistem anti-korupsi
5. Tata kelola dalam sistem anti-korupsi

3.2. Saran
Agar korupsi di lingkungan pendidikan terutama di lingkungan kampus dapat
teratasi adalah dengan memenuhi unsur-unsur: meningkatkan kualitas SDM
pengelola pendidikan, meningkatkan kesejahteraan para pekerja pendidikan,
pendidikan anti-korupsi untuk semua, membangun sistem anti-korupsi, tata kelola
dalam sistem anti korupsi. Dengan hal tersebut, pada nantinya akan tercipta
lingkungan kampus yang bersih dari desas-desus kegiatan korupsi.

DAFTAR PUSTAKA
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Semenjak Tahun 1995 Tentang Indeks Survei Negara
Dengan Banyaknya Jumlah Korupsi.
Jack Bologne. 2006. GONE Theory (Greed, Opportunities, Needs, Exposures).
Kesuma, Y. et al., 2009. Burden of Stroke in Indonesia. International Journal of Stroke:
Offical Journal of The International Stroke Society.
Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2012 Tentang Strategi Nasional (Stranas) Pecegahan
dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang 2012-2025 dan Jangka Menengah
2012-2014.
Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pengertian Korupsi.
Undang-undang No. 28 Tahun 1999 dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
Undang-undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan
Korupsi.
Undang-undang No. 20 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
W.J.S. Poerwardarminta. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

14

Anda mungkin juga menyukai