Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KORUPSI

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah PBAK

Disusun oleh:
Opi Jakiah Adila
KHGA15014

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
telah memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai
tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah tentang Korupsi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai
perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
dan semua pihak.

Garut, Mei 2018

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1. Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................2
1.3. Tujuan...............................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI..............................................................................3
2.1. Pengertian Korupsi Secara Teoritis...................................................3
2.2. Tindak Pidana Korupsi dalam Perspektif Normatif..........................4
BAB III PENUTUP..............................................................................................13
3.1.Kesimpulan......................................................................................13
3.2.Saran.................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan
keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu
proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan
masyarakat. Efektivitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh
dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibat sejak
dari perencanaan sampai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantara dua faktor
tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.
Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari
keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara
tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah
merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin.
Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber
daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau
intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya.
Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara
negara menyebabkan terjadinya korupsi.
Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi sosial
(penyakit sosial) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian
materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan
lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan negara yang
dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan dalih studi
banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran.
Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di
seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan
rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung.

1
Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain
kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil
memberantas korupsi,atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang
paling rendah maka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar
ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang
maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat
membawa negara ke jurang kehancuran.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian korupsi?
2. Apa penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi?
3. Apa macam-macam dari korupsi?
4. Apa dampak adanya korupsi?
5. Apa langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian korupsi.
2. Untuk mengetahui penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi.
3. Untuk mengetahui macam-macam dari korupsi.
4. Untuk mengetahui dampak adanya korupsi.
5. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dapat dilakukan
untuk memberantas korupsi.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Korupsi secara Teoritis


Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang
artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik atau menyogok. Menurut Dr.
Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan
umum. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang
menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku
menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka
dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara
dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jika dilihat
dari struktur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada
hakekatnya mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan
korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan
guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara.
Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi
keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan
menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya dengan alasan
hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan
yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan
mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim
(dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan
tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan
mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan
kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiah
dalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim
menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh

3
seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/
kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya,
juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa
ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang
melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan
masyarakat, pemisahan keuangan pribadi dengan masyarakat.

2.2 Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Normatif


Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001,maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi
yaitu korupsi Aktif dan Korupsi Pasif, Adapun yang dimaksud dengan Korupsi
Aktif adalah sebagai berikut:
 Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
Korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara
(Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
 Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi
yang menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan
keuangan Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor
31 Tahun 1999)
 Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi
hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut
(Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
 Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak
pidana Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
 Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5
ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
 Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena
atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya

4
dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
 Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili
(Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
 Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual
bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang
atau keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal (1) huruf a Undang-
undang Nomor 20 tahun 2001)
 Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan
bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud
dalam huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 tahun
2001)
 Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara
nasional Indonesia atau Kepolisian negara Republik Indonesia melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam
keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 20 tahun
2001)
 Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara
nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja
membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c (pasal 7
ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
 Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yang di tugaskan menjalankan
suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu,dengan
sengaja menggelapkan uang atau membiarkan uang atau surat berharga
tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam
melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
 Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu,dengan

5
sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar khusus pemeriksaan
administrasi (Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
 Pegawai negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas
menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara
waktu dengan sengaja menggelapkan menghancurkan,merusakkan,atau
membuat tidak dapat dipakai barang,akta,surat atau daftar yang digunakan
untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang yang
dikuasai karena jabatannya atau membiarkan orang lain menghilangkan,
menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta,
surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang:
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan
atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e undang-undang
Nomor 20 tahun 2001)
Pada waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong
pembayaran kepada pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain atau
kas umum tersebut mempunyai hutang kepadanya. Padahal diketahui bahwa
hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf f)
Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau
penyerahan barang seolah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf g)
Pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di
atasnya terdapat hak pakai,seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan,telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa
perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau
baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada saat dilakukan
perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya (huruf i)

6
 Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi
hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).
Sedangkan Korupsi Pasif adalah sebagai berikut :
- Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau
janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor
20 tahun 2001)
- Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau
untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan
perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2)
Undang-undang nomor 20 Tahun 2001)
- Orang yang menerima penyerahan bahan atau keperluan tentara nasional
Indonesia, atau kepolisian negara republik Indonesia yang membiarkan
perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c
Undang-undang nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang
nomor 20 tahun 2001.
- Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji
padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau
janji tersebut diberikan untuk mengerakkan agar melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya,atau sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya (pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang nomor 20 tahun
2001)
- Hakim yang menerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c Undang-
undang nomor 20 tahun 2001)

7
- Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut
diduga,bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau
pendapat uang diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang nomor 20 tahun
2001)
- Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi
yang diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan
kewajiban atau tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20 tahun 2001).
Peraturan-peraturan tentang pemberantasan korupsi silih berganti, selalu
orang yang belakangan yang memperbaiki dan menambahkan, namun korupsi
dalam segala bentuknya dirasakan masih tetap mengganas. Istilah korupsi sebagai
istilah hukum dan memberi batasan pengertian korupsi adalah perbuatan-
perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian Negara atau daerah atau
badan hukum lain yang mempergunakan modal dan/atau kelonggaran yang lain
dari masyarakat, sebagai bentuk khusus daripada perbuatan korupsi. Oleh karena
itu, Negara memandang bahwa perbuatan atau tindak pidana korupsi telah masuk
dan menjadi suatu perbuatan pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas,
tidak hanya merugikan keuangan Negara dan daerah, tetapi juga telah merupakan
pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas,
sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang
pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.
Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3
(tiga) pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu:
- Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi,
- Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi,
- Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.
Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk
mencegah dan memberantas korupsi yang tepat yaitu:
1. Strategi Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal
yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi

8
harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab
korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan
peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak
dalam pelaksanaannya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya
korupsi.
2. Strategi Deduktif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar
apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut
akan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-
akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar
pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem
tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan
sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan
adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu
politik dan sosial.
3. Strategi Represif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk
memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada
pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses
penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan
penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan
di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan
secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus dilakukan secara
terintregasi. Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai
dengan strategi yang hendak dilaksanakan.
Adapula strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara
represif antara lain:
1. Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di
Indonesia saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan
mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan
Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya

9
memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai
politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya
dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada
realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini
diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan
dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
2. Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum
(Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan
bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani
melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk
menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan
membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan
prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur
organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-
orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.
3. Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa
korupsi adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat
dan martabat manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi
lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan
menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan
menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan
melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan
masyarakat terutama generasi muda sebagai langkah yang efektif
membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
4. Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah
pegawai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan
jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan
keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi,
dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti
bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah

10
kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan
korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan
Negara mengeluarkan 3 produk hukum tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi yaitu: UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No 28 Tahun 1999
tentang enyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme.
Kesimpulan dari ketiga UU yang menyangkut pemberantasan tindak
pidana korupsi ini merupakan lex specialis generalis. Materi substansi yang
terkandung didalamnya antara lain:
1. Memperkaya diri/orang lain secara melawan hukum (Pasal 2 ayat (1) UU
No.31 Tahun 1999). Jadi, pelaku tindak pidana korupsi tersebut adalah
setiap orang baik yang berstatus PNS atau No-PNS serta korporasi yang
dapat berbentuk badan hukum atau perkumpulan.
2. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
korporasi.
3. Dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
4. Adanya penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana (Pasal 3
UU N0.31 Tahun 1999).
5. Menyuap PNS atau Penyelenggara Negara (Pasal 5 UU No.20 Tahun
2001).
6. Perbuatan curang (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2001).
7. Penggelapan dalam jabatan (Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2001).

Oleh karena itu, keberadaan produk regulasi yang diberikan Negara untuk
menyelamatkan keuangan Negara dari perilaku korupsi, sangatlah dituntut kepada
para aparat penegak hukum lainnya untuk semaksimal mungkin dapat memahami
rumusan delik yang terkait dan menyebar di setiap pasal yang ada agar tepat
dalam menerapkan kepada para pelaku. Selain itu juga diperlukan
strategi pemberantasan korupsi yang sangat jitu dan tepat.

11
Penerapan sangsi normatif mengenai korupsi kepada para pelakunya
tidakan bermanfaat dan bernilai penyesalan bilamana tidak diikutkan juga
beberapa strategi. Ada 3 hal yang harus dilakukan guna mengurangi sifat dan
perilaku masyarakat untuk korupsi, antara lain;
(1) Menaikkan gaji pegawai rendah dan menengah,
(2) Menaikkan moral pegawai tinggi, serta
(3) Legislasi pungutan liar menjadi pendapat resmi atau legal.

12
BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara
langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam
perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan
menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang Negara untuk
kepentingannya. Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan
pemimpin, kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya
pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan
lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia,
serta struktur ekonomi. Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu
bentuk, sifat,dan tujuan. Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang
diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.

3.2. Saran
Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini. Dan
pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil

13
DAFTAR PUSTAKA

Muzadi, H. 2004. Menuju Indonesia Baru, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi. Malang: Bayumedia Publishing.
Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia .Bandung
: Penerbit Sinar Baru.
Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia. Jakarta:
GhaliaIndonesia
SUMBER: http://kumpulanmakalah-cncnets.blogspot.com/2012/02/makalah-
korupsi.html

Anda mungkin juga menyukai