Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KORUPSI

PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3

Puja Mulia Ritofani 1915301021

Rahmi Gusmiati 1915301023

Rahmi Safitri 1915301024

Redmy Lasmana 1915301025

Resma Anjelisa 1915301026

Sartika Rahayu 1915301027

Shintia Maharani Putri 1915301028

Silvio Lorenza 1915301029

Siska Oktaviani 1915301030

D4 KEBIDANAN REGULER 2 SEMESTER 3

UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan penulis
kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah kepada baginda tercinta yaitu Nabi Muhammad
SAW yang syafa’atnya di nantikan di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehatNya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah yang diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi dan
Peundang-undangan dengan judul “KORUPSI”

Penulis selalu mengharapkan kritik dan saran semua pihak yang bersifat membangun
makalah ini. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf
yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Demikian, semoga makalah ini dapat
bermanfaat. Terima kasih.

Bukittinggi, 07 februari 2021

Penulis
Daftar Isi

Halaman judul..........................................................................................................................................

Kata Pengantar.........................................................................................................................................

Daftar Isi...................................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang....................................................................................................................................

1.2 Tujuan Penulisan................................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 ............................................................................................................................................................

2.2 ............................................................................................................................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................................

3.2 Saran...................................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan
pembangunan. Pembangunan sebagaisuatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek
kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor,
yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibatsejak dari perencanaan samapai pada
pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantaradua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor
manusianya.Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman
kekayaan sumber daya alamnya.

Tetapi ironisnya, negaratercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah
merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin.Mengapa demikian? Salah
satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari
segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya.
Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan
terjadinya korupsi.

Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat
berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi
telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih
memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasankeuangan negara yang dilakukan
secara kolektif oleh kalangan anggotalegislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan
lainsebagainya di luar batas kewajaran.

Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah
tanah air. Hal itumerupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah
sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban
lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas
korupsi,atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang paling rendahmaka jangan harap
Negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah
negara yang maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa
negara ke jurang kehancuran.

1.2. Tujuan|

1. Untuk mengetahui pengertian korupsi.


2. Untuk mengetahui penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi.
3. Untuk mengetahui macam-macam dari korupsi.
4. Untuk mengetahui dampak adanya korupsi.
5. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Korupsi secara Teoritis

Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak,


menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku
individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan,  dan merugikan
kepentingan umum. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang
menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan
dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan
curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.

Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur bahasa dan cara
penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang sama. Kartono (1983)
memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna
mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala
salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber
kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan
alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.

Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat
atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara
dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan
tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia
mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang
menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim
menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk
diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai
hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas
bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas
pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi
dengan masyarakat.

2.2 Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Normatif

Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001,maka


tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan Korupsi Pasif, Adapun yang
dimaksud dengan Korupsi Aktif adalah sebagai berikut :

1. Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-undang Nomor 31
Tahun 1999)
2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang menyalahgunakan
kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan keuangan Negara,atau perekonomian Negara
(Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
3. Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang
melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat
pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
4. Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak pidana Korupsi (Pasal
15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
5. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara Negara dengan
maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
6. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena atau berhubung
dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam
jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 Tagun 2001)
7. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2001)
8. Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan bangunan
yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang
(Pasal (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
9. Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan,sengaja
membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
10. Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara nasional Indonesia atau
Kepolisian negara Reublik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan
keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 20
tahun 2001)
11. Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara nasional indpnesia
atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja mebiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam huruf c (pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun
2001)
12. Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yyang di tugaskan menjalankan suatu jabatan umum
secara terus-menerus atau untuk sementara waktu,dengan sengaja menggelapkan uang atau
mebiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau
membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
13. Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum
secara terus menerus atau sementara waktu,dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar
khusus pemeriksaan administrasi (Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
14. Pegawai negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan
umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja menggelapkan
menghancurkan,merusakkan,atau mebuat tidak dapat dipakai barang,akta,surat atau daftar yang
digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang yang dikuasai
karena jabatannya atau membiarkan orang lain menghilangkan,menghancurkan,merusakkan,attau
membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001)
15. Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang :Dengan maksud menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan
sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
Pada waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai
Negeri atau Penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai hutang
kepadanya.padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan mrupakan hutang (huruf f)
Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang
seplah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
merupakan hutang (huruf g).
Pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak
pakai,seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,telah merugikan orang yang
berhak,apadahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan atau baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan,untuk seluruhnya
atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (huruf i)
16. Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang
melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat
pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).

Sedangkan Korupsi Pasif adalah sebagai berikut :

1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji karena berbuat
atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 5
ayat (2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
2. Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi putusan perkara
yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk mepengaruhi nasihat atau pendapat yang
diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6
ayat (2) Undang-undang nomor 20 Tahun 2001)
3. Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan tentara nasional indonesia, atau
kepolisisan negara republik indonesia yang mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a atau c Undang-undang nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-
undang nomor 20 tahun 2001.
4. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui
atau patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan utnuk
mengerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya,atau sebaga akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 12 huruf a
dan huruf b Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
5. Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau
janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk
diadili (pasal 12 huruf c Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
6. Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga,bahwa hadiah atau
janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat uang diberikan berhubungan
dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (pasal 12 huruf d Undang-
undang nomor 20 tahun 2001)
7. Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yang diberikan
berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya (pasal 12
Undang-undang nomor 20  tahun 2001).
BAB III

ANALISIS

Peraturan-peraturan tentang pemberantasan korupsi silih berganti, selalu orang yang belakangan
yang memperbaiki dan menambahkan, namun korupsi dalam segala bentknya dirasakan masih tetap
mengganas. Istilah korupsi sebagai istilah hokum dan member batsan pengertian korupsi adalah
perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian Negara atau daerah atau badan hokum
lain yang mempergunakan modal dan/atau kelonggaran yang lain dari masyarakat, sebagai bentuk khusus
daripada perbuatan korupsi. Oleh karena itu, Negara memandang bahwa perbuatan atau tindak pidana
korupsi telah masuk dan menjadi suatu perbuatan pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas,
tidak hanya merugikan keuangan Negara dan daerah, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap
hak-hak social dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan
sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.

            Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3 (tiga) pendekatan
berdasarkan alur proses korupsi yaitu :

1. Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi,


2. Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi,
3. Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.

Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan memberantas korupsi
yang tepat yaitu:

a) Strategi Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi
penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya,
sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat
meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam
pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi.
b) Strategi Deduktif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu
perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat.
Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut
akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu
perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu
hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
c) Strategi Represif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan
sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di
segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat.
Namun implementasinyaharus dilakukan secara terintregasi. Bagi pemerintah banyak pilihan
yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan.

Adapula strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif antara lain :

Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini perlu
adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM,
ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya
memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi.
Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan
saja tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk
menekan pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas
korupsi.

Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian, Kejaksaan,


Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang tinggi dan
berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan
keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan
prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi yang sudah ada terlebih
dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi
tersebut.

Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah kejahatan
besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui gerakan moral diharapkan
tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan menghukum
perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini
antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan
masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif membangun peradaban bangsa yang
bersih dari moral korup.

Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam


pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang yang sesuai dengan
kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan
tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati
karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti
melanggar harkat dan martabat kehidupan

Negara mengeluarkan 3 produk hukum tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu: UU No 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan
Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No 28 Tahun 1999
tentang enyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Kesimpulan dari ketiga UU yang menyangkut pemberantasan tindak pidana korupsi ini merupakan lex
specialis generalis. Materi substansi yang terkandung didalamnya antara lain :

1. Memperkaya diri/orang lain secara melawan hokum (Pasal 2 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999).
Jadi, pelaku tindak pidana korupsi tersebut adalah setiap orang baik yang berstatus PNS atau No-
PNS serta korporasi yang dapat berbentuk badan hokum atau perkumpulan.
2. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.
3. Dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
4. Adanya oenyakahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana (Pasal 3 UU N0.31 Tahun 1999).
5. Menyuap PNS atau Penyelenggara Negara (Pasal 5 UU No.20 Tahun 2001).
6. Perbuatan curang (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2001).
7. Penggelapan dalam jabatan (Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2001).

Oleh karena itu, keberadaan produk regulasi yang diberikan Negara untuk menyelamatkan keuangan
Negara dari perilaku korupsi, sangatlah dituntu kepada para aparat penegak hokum lainnya untuk
semkasimal mungkin dapat memahami rumusan delik yang terkait dan menyebar di setiap pasal yang ada
agar tepat dalam menerapkan kepadapara pelaku.selain itu juga diperlukan strategi  pemberantasan
korupsi yang sangat jitu dan tepat.

Penerapan sangsi normatif mengenai korupsi kepada para pelakunya tidakakan bermanfaat dan
bernilai penyesalan bilamana tidak diikutkan juga beberapa strategi. Ada 3 hal yang harus dilakukan guna
mengurangi sifat dan perilaku masyarakat untuk korupsi, anatara lain;

1. menaikkan gaji pegawai rendah dan menengah,


2. menaikkan moral pegawai tinggi, serta
3. legislasi pungutan liar menjadi pendapat resmi atau legal.
BAB III

PENUTUP

2. Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan
negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek
yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang Negara
untuk kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan
pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan,
kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku
korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan
menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat,dan tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang
diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.
.2 Saran
Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini.Dan pencegahan korupsi
dapat dimulai dari hal yang kecil
DAFTAR PUSAKA

1. http://eprints.ums.ac.id/31461/2/Bab_1.pdf
2. http://makalainet.blogspot.com/2013/10/korupsi.html
3. http://e-journal.uajy.ac.id/4529/2/1HK09937.pdf
4. https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/4015/05.1%20bab%201.pdf?
sequence=5&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai