Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

KONSEP, STRATEGI DAN UPAYA


PEMBERANTASAN KORUPSI

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah PBAK

Disusun oleh:
Robyyatul Mukaromah
KHGA15097

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
2018
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim...
Alhamdulillahirobbil `alamin, puji syukur kami haturkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan kemudahan dalam pengerjaan tugas Mata Kuliah
Pendidikan Budaya Anti Korupsi yang berjudul Konsep, Strategi dan Upaya
Pemberantasan Korupsi.
Tak lupa kami ucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen Mata Kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi, yang telah memberikan
bimbingan. Serta kepada teman-teman yang telah memberikan dukungan, baik
berupa pendapat, saran dan motivasi.
Dalam tugas ini kami akan membahas tentang pemberantasan korupsi yang
dimulai dari pembuatan konsep, penyusunan strategi dan pelaksanaan upaya
pemberantasan korupsi dari bumi Indonesia. Semoga pembahasan dalam makalah
ini berguna bagai pembaca.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan, guna perbaikan penulisan atau penyusunan makalah kami yang
selanjutnya.
Terimakasih.

Garut, Mei 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................................3
A. Definisi korupsi............................................................................................3
B. Pengertian konsep pemberantasan korupsi..................................................3
C. Pengertian strategi pemberantasan korupsi..................................................3
D. Pengertian upaya pemberantasan korupsi....................................................4
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................5
A. Konsep pemberantasan korupsi....................................................................5
B. Strategi pemberantasan korupsi...................................................................5
C. Upaya pemberantasan korupsi...................................................................16
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................23
A. Kesimpulan................................................................................................23
B. Saran...........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Merebaknya praktek korupsi yang terjadi dimana – mana merupakan
fakta yang sudah jelas terbukti. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah
meluas di masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke
tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan
negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin
sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan
masyarakat.
Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan
pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan
karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan
sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa.
Saat ini, korupsi sudah menjadi hal yang umum diperbincangkan dan
banyak dilakukan oleh kalangan pejabat, pegawai negeri, bahkan
masyarakat kalangan menengah kebawah sekalipun dinegara Indonesia ini.
Korupsi seakan sudah menjadi tradisi yang membudaya dalam bangsa
indonesia.
Saat ini tingginya hutang negara indonesia membuat perkembangan
negara indonesia jelas sangat lambat. Namun, yang lebih memprihatinkan
adalah dalam kondisi ini bangsa indonesia yang melakukan tindak pidana
korupsi justru makin tinggi.
Kapan negara kita akan berkembang lebih pesat menjadi negara maju
bila hal ini terus terjadi ?
Hal ini bukanlah merupakan tanggung jawab pemerintah atau aparatur
negara saja. Melainkan seluruh bangsa indonesia yang cinta kan bangsa dan
tanah airnya. Oleh karena itu, dalam hal ini kita memerlukan suatu konsep,
strategi dan upaya sebagai bentuk nyata dari usaha pemberantasan korupsi.
Hal inilah akan coba kami bahas dalam makalah ini.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah yang
dirumuskan dalam makalah adalah :
1. Bagaimana konsep pemberantasan korupsi ?
2. Bagaimana Strategi dalam pemberantasan korupsi ?
3. Apa upaya yang tepat dalam pencegahan korupsi ?

C. Tujuan
Mengacu pada rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan
makalah adalah untuk :
1. untuk mengetahui konsep pemberantasan korupsi
2. untuk mengetahui strategi pemberantasan korupsi
3. untuk mengetahui upaya pencegahan korupsi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa Latin coruptio dan corruptus yang berarti
kerusakan atau kebobrokan.. Dalam bahasa Yunani corruptio perbuatan
yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang
dari kesucian, melanggar norma-norma agama, materil, mental dan umum.
Korupsi juga mencakup nepotisme atau sifat suka memberi jabatan
kepada kerabat dan famili saja, serta penggelapan uang negara. Dalam
kedua hal ini terdapat “perangsang dengan pertimbangan tidak wajar.” Jadi
korupsi, sekalipun khusus terkait dengan penyuapan dan penyogokan,
adalah istilah umum yang mencakup penyalahgunaan wewenang sebagai
hasil pertimbangan demi mengejar keuntungan pribadi, keluarga dan
kelompok.

B. Pengertian Konsep Pemberantasan Korupsi


Istilah konsep berasal dari bahasa latin conceptum, artinya sesuatu
yang dipahami. Aristoteles dalam "The classical theory of concepts"
menyatakan bahwa konsep merupakan penyusun utama dalam pembentukan
pengetahuan ilmiah dan filsafat pemikiran manusia. Konsep merupakan
abstraksi suatu ide atau gambaran mental, yang dinyatakan dalam suatu kata
atau simbol. Konsep dinyatakan juga sebagai bagian dari pengetahuan yang
dibangun dari berbagai macam kharakteristik.
Dapat disimpulkan bakwa konsep pemberantasan korupsi adalah
kerangka acuan yang digunakan dalam pemberantasan korupsi. Segala
bentuk pemberantaasan korupsi yang akan dilakukan berdasarkan pada
konsep yang telah disusun tersebut.

3
C. Pengertian Strategi Pemberantasan Korupsi
Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan
pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam
kurun waktu tertentu.
Strategi pemberantasan korupsi adalah sistematika pemberantasan
korupsi yang telah dirancang dengan berbagai cara agar dapat diaplikasikan
dan menghasilkan suatu output yang ingin dicapai.

D. Pengertian Upaya Pemberantasan Korupsi


Upaya adalah usaha, ikhtiar, untuk mencapai suatu maksud,
memecahkan persoalan, mencari jalan keluar. (KBBI)
Upaya pemberantasan korupsi adalah bentuk implementasi dari
konsep dan strategi yang telah disusun untuk mencapai outpun yang telah
direncanakan.

4
BAB III
PEMBAHASAN

A. Konsep Pemberantasan Korupsi


Korupsi dapat terjadi jika ada peluang, keinginan, dan bobroknya
system pengawasan dalam waktu yang bersamaan. Korupsi dapat dimulai
dari; mana saja, misalnya suap ditawarkan pada seorang pejabat, atau
sebaiknya seorang pejabat, meminta atau bahkan dengan cara memaksa
memberikan uang pelicin. Orang yang menawarkan suap karena ia
menginginkan sesuatu yang bukan haknya dan ia menyuap pejabat supaya
pejabat itu mengabaikan peraturan. Keinginan korupsi dapat timbul karena
kemiskinan.
Karena korupsi menyangkut semua aspek bidang kehidupan
masyarakat, sehingga sangat sulit diberantas. konsep pemberantasan korupsi
harus disesuaikan dengan konteks, masyarakat ataupun organisasi yang
dituju. Berikut merupakan contoh yang berkaitan dengan konsep
pemberantasan korupsi berdasarkan konteks :
1. Masyarakat dengan konteks atau kondisi taat pada agama akan memilih
konsep pemberantasan korupsi yang berorientasi pada hukun agama.
Sehingga dalam penyusunan konseppun akan mengacu pada hukum
agama yang dianut.
2. Suatu organisasi yang memiliki konsep demokratis akan menyusun
sebuah konsep yang menitik beratkan pada nilai-nilai demokratis.

B. Strategi Pemberantasan Korupsi


Strategi untuk mengontrol korupsi harus berfokus pada 2 unsur yakni
peluang dan keinginan. Peluang dapat dikurangi dengan cara mengadakan
berubahan secara sistematis, sedangkan keinginan dapat dikurangi dengan
cara membalikkan situasi kalkulasi resiko “untung rugi, resiko rendah”
dengan cara menegakkan hukum, memberikan hukuman dengan efek jera
secara efektif, dan menegakkan mekanisme akuntabilitas.

5
Memberantas korupsi bukanlah tujuan akhir, melainkan perjuangan
melawan perilaku jahat dalam pemerintah yang merupakan bagian dari
tujuan yang lebih luas, yakni menciptakan pemerintahan yang efektif, adil,
dan efisien melalui berbagai strategi sebagai berikut.
1. Reformasi Birokrasi
Wewenang pejabat publik untuk mengambil keputusan dan
kecenderungan menyalahgunakannya dapat diperkecil dengan cara
memodifikasi struktur organisasi dan pengelolaan program-program
publik. Perubahan ini akan memperkecil insentif untuk memberi suap
dan dapat memperkecil jumlah transaksi dan memperbesar peluang bagi
masyarakat unuk mendapat pelayanan publik yang baik.
Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah salah
satu cara untuk mencegah korupsi. Semakin banyak meja yang harus
dilewati untuk mengurus suatu hal, semakin banyak pula kemungkinan
untuk terjadinya korupsi. Salah satu cara untuk menghindari praktek suap
menyuap dalam rangka pelayanan publik adalah dengan mengumumkan
secara resmi biaya yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk
mengurus suatu hal seperti mengurus paspor, mengurus SIM, mengurus
ijin usaha atau Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dsb.
2. Budaya
Senjata yang paling ampuh dalam pertempuran melawan korupsi
adalah menumbuhkan kultur demokratis dan egaliter. Ciri kultur
demokrasi adalah keterbukaan dan pengabdian kepada keterbukaan.
Pengawal keterbukaan yang paling efektif adalah warga negara yang
terhimpun dalam organisasi-organisasi yang dibentuk untuk tujuan yang
diharapkan. Dalam konteks ini pers yang bebas sangat dibutuhkan. Tanpa
kebebasan untuk mengajukan pertanyaan atau untuk mengadakan
perubahan, rakyat tetap tidak berdaya karena terperangkat dalam system
demkrasi yang dangkal.

6
3. Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi
Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan
membentuk lembaga yang independen yang khusus menangani korupsi.
Sebagai contoh di beberapa negara didirikan lembaga yang dinamakan
Ombudsman. Lembaga ini pertama kali didirikan oleh Parlemen Swedia
dengan nama Justitieombudsmannen pada tahun 1809. Peran lembaga
ombudsman yang kemudian berkembang pula di negara lain--antara lain
menyediakan sarana bagi masyarakat yang hendak mengkomplain apa
yang dilakukan oleh Lembaga Pemerintah dan pegawainya.
Selain itu lembaga ini juga memberikan edukasi pada pemerintah
dan masyarakat serta mengembangkan standar perilaku serta code of
conduct bagi lembaga pemerintah maupun lembaga hukum yang
membutuhkan. Salah satu peran dari ombudsman adalah mengembangkan
kepedulian serta pengetahuan masyarakat mengenai hak mereka untuk
mendapat perlakuan yang baik, jujur dan efisien dari pegawai pemerintah
(UNODC : 2004). Di Hongkong dibentuk lembaga anti korupsi yang
bernama Independent Commission against Corruption (ICAC); di
Malaysia dibentuk the Anti-Corruption Agency (ACA). Kita sudah
memiliki Lembaga yang secara khusus dibentuk untuk memberantas
korupsi. Lembaga tersebut adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
4. Memperbaiki kinerja lembaga peradilan
Salah satu hal yang juga cukup krusial untuk mengurangi resiko
korupsi adalah dengan memperbaiki dan memantau kinerja Pemerintah
Daerah. Sebelum Otonomi Daerah diberlakukan, umumnya semua
kebijakan diambil oleh Pemerintah Pusat. Dengan demikian korupsi besar-
besaran umumnya terjadi di Ibukota negara atau di Jakarta. Dengan
otonomi yang diberikan kepada Pemerintah Daerah, kantong korupsi tidak
terpusat hanya di ibukota negara saja tetapi berkembang di berbagai
daerah. Untuk itu kinerja dari aparat pemerintahan di daerah juga perlu
diperbaiki dan dipantau atau diawasi.

7
Lembaga yang harus perhatikan adalah dari tingkat kepolisian,
kejaksaan, pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Pengadilan adalah
jantungnya penegakan hukum yang harus bersikap imparsial (tidak
memihak), jujur dan adil. Banyak kasus korupsi yang tidak terjerat oleh
hukum karena kinerja lembaga peradilan yang sangat buruk. Bila
kinerjanya buruk karena tidak mampu (unable), mungkin masih dapat
dimaklumi. Ini berarti pengetahuan serta ketrampilan aparat penegak
hukum harus ditingkatkan. Yang menjadi masalah adalah bila mereka
tidak mau (unwilling) atau tidak memiliki keinginan yang kuat (strong
political will) untuk memberantas korupsi, atau justru terlibat dalam
berbagai perkara korupsi.
Di tingkat departemen, kinerja lembaga-lembaga audit seperti
Inspektorat Jenderal harus ditingkatkan. Selama ini ada kesan bahwa
lembaga ini sama sekali ‘tidak punya gigi’ ketika berhadapan dengan
korupsi yang melibatkan pejabat tinggi.
Dalam berbagai pemberitaan di media massa, ternyata korupsi juga
banyak dilakukan oleh anggota parlemen baik di pusat (DPR) maupun di
daerah (DPRD). Alih-alih menjadi wakil rakyat dan berjuang untuk
kepentingan rakyat, anggota parlemen justru melakukan berbagai macam
korupsi yang ‘dibungkus’ dengan rapi. Daftar anggota DPR dan DPRD
yang terbukti melakukan korupsi menambah panjang daftar korupsi di
Indonesia. Untuk itu kita perlu berhati-hati ketika ‘mencoblos’ atau
‘mencontreng’ pada saat Pemilihan Umum. Jangan asal memilih, pilihlah
wakil rakyat yang punya integritas. Berhati-hati pula ketika DPR atau
DPRD akan mengeluarkan suatu kebijakan atau peraturan perundang-
undangan. Salah-salah kebijakan tersebut justru digunakan bagi
kepentingan beberapa pihak bukan bagi kepentingan rakyat. Untuk itulah
ketika Parlemen hendak mengeluarkan sebuah kebijakan yang akan
mempengaruhi hajat hidup orang banyak, masyarakat sipil (civil society)
termasuk mahasiswa dan media harus ikut mengawal pembuatan kebijakan
tersebut.

8
5. Kelembagaan
Secara kelembagaaan ada fungsi-fungsi kunci yang harus
dilakukan oleh tulang punggung pemberantasan korupsi, baik pada
tingkat prefentif, detektif, maupun represif. Harmonisasi kinerja antara
lembaga kejaksaan agung, POLRI, badan pemeriksaan keuangan (BPK),
dan KPK memegang peran penting dalam mensukseskan pemberantasan.
Hanya disayangkan, saat ini tumpang tindih wewenang dan persaingan
tidak sehat membayangi kinerja beberapa lembaga tersebut. Perseteruan
antara KPK dan POLRI, atau POLRI dan kejaksaan agung merupakan
salah satu contoh ketidak harmonisan tersebut.
6. Integrasi Sistem Pemberantasan Korupsi
Tujuan pokok pembangunan sistem integritas nasional adalah
membuat tindak pidana korupsi menjadi tindakan yang mempunyai
“risiko tinggi” dan memberi “hasil sedikit”. Sistem itu dirancang untuk
memastikan jangan sampai korupsi dapat terjadi, bukan mengandalkan
sanksi hukum setelah korupsi terjadi. Integrasi sistem pemberantasan
korupsi mencakup pilar-pilar; eksekutif, parlemen, peradilan, pelayanan
publik, lembaga pengawas (BPK, KPK), masyarakat sipil dan media
massa. Integrasi sistem pemberantasan korupsi membutuhkan identifikasi
sistematis mengenai kelemahan dan peluang untuk memperkuat dan
memperkokoh setiap pilar sehingga bersamasama menjadi kerangka yang
kokoh. Untuk mewujudkan pelaksanaan proses kerja penanganan tindak
pidana korupsi yang lancar, perlu dibuat: Pertama, sistem dan prosedur
kerja antar instansi yang terkait dengan Core Unit. Kedua, standar
pelaporan yang akan di pakai sebagai dokumen antar instansi. Ketiga,
penjadwalan pertemuan regular untuk pembahasan masalah-masalah
yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, agar dapat diwujudkan
persamaan persepsi atas suatu masalah.
7. Sumber Daya Manusia
Upaya untuk memberantas kemiskinan etika dan meningkatkan
kesadaran adalah mutlak diperlukan, karenanya sumber daya manusia

9
yang unggul harus terus di bangun terutama melalui pendidikan. Sumber
daya masyarakat yang seperti itu merupakan landasan yang sangat
penting bagi sistem integritas nasional dalam pemberantasan korupsi.
Masyarakat yang kurang terdidik dan apatis tidak tahu hak-haknya dan
bersikap menyerah pada penyalahgunaan wewenang oleh pejabat,
sementara pejabat pemerintahan yang tidak berprinsip hanya akan
mengikuti arus dominan yang ada di lingkungan kerjanya tanpa bisa
berpikir kritis dalam memahami dan melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya.
8. Infrastruktur
Infrastruktur yang di maksud disini adalah lembaga trias politika
yang meliputi eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Berjalannya fungsi
eksekutif, legislatif, dan yudikatif pada koridor hak dan kewajibannya
masing-masing akan memberikan kontribusi yang diharapkan dalam
pemberantasan korupsi. Sebaliknya jika tidak, maka berarti infrastruktur
politik nasional ini perlu dibenahi sehingga lembaga tersebut berfungsi
sebagaimana mestinya dan pada akhirnya mendukung upaya
pemberantasan korupsi nasional.
9. Pencegahan Korupsi di Sektor Publik
Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan
mewajibkan pejabat publik untuk melaporkan dan mengumumkan jumlah
kekayaan yang dimiliki baik sebelum maupun sesudah menjabat. Dengan
demikian masyarakat dapat memantau tingkat kewajaran peningkatan
jumlah kekayaan yang dimiliki khususnya apabila ada peningkatan jumlah
kekayaan setelah selesai menjabat. Kesulitan timbul ketika kekayaan yang
didapatkan dengan melakukan korupsi dialihkan kepemilikannya kepada
orang lain misalnya anggota keluarga.
a. Untuk kontrak pekerjaan atau pengadaan barang baik di pemerintahan
pusat, daerah maupun militer, salah satu cara untuk memperkecil
potensi korupsi adalah dengan melakukan lelang atau penawaran
secara terbuka. Masyarakat harus diberi otoritas atau akses untuk dapat

10
memantau dan memonitor hasil dari pelelangan atau penawaran
tersebut. Untuk itu harus dikembangkan sistem yang dapat memberi
kemudahan bagi masyarakat untuk ikut memantau ataupun memonitor
hal ini.
b. Korupsi juga banyak terjadi dalam perekrutan pegawai negeri dan
anggota militer baru. Korupsi, kolusi dan nepotisme sering terjadi
dalam kondisi ini. Sebuah sistem yang transparan dan akuntabel dalam
hal perekruitan pegawai negeri dan anggota militer juga perlu
dikembangkan. Selain sistem perekruitan, sistem penilaian kinerja
pegawai negeri yang menitikberatkan pada pada proses (proccess
oriented) dan hasil kerja akhir (result oriented) perlu dikembangkan.
Untuk meningkatkan budaya kerja dan motivasi kerja pegawai negeri,
bagi pegawai negeri yang berprestasi perlu diberi insentif yang
sifatnya positif. Pujian dari atasan, penghargaan, bonus atau jenis
insentif lainnya dapat memacu kinerja pegawai negeri. Tentu saja
pemberian ini harus disertai dengan berbagai pra-kondisi yang ketat
karena hal ini juga berpotensi korupsi, karena salah-salah hal ini justru
dipergunakan sebagai ajang bagi-bagi bonus diantara para pegawai
negeri.
10. Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat
Salah satu upaya memberantas korupsi adalah memberi hak pada
masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap informasi (access to
information). Sebuah sistem harus dibangun di mana kepada masyarakat
(termasuk media) diberikan hak meminta segala informasi yang berkaitan
dengan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi hajat hidup orang
banyak. Hak ini dapat meningkatkan keinginan pemerintah untuk
membuat kebijakan dan menjalankannya secara transparan. Pemerintah
memiliki kewajiban melakukan sosialisasi atau diseminasi berbagai
kebijakan yang dibuat dan akan dijalankan.
Isu mengenai public awareness atau kesadaran serta kepedulian
publik terhadap bahaya korupsi dan isu pemberdayaan masyarakat adalah

11
salah satu bagian yang sangat penting dari upaya memberantas korupsi.
Salah satu cara untuk meningkatkan public awareness adalah dengan
melakukan kampanye tentang bahaya korupsi. Sosialisasi serta diseminasi
di ruang publik mengenai apa itu korupsi, dampak korupsi dan bagaimana
memerangi korupsi harus diintensifkan. Kampanye tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan media massa (baik cetak maupun
tertulis), melakukan seminar dan diskusi. Spanduk dan poster yang berisi
ajakan untuk menolak segala bentuk korupsi ‘harus’ dipasang di kantor-
kantor pemerintahan sebagai media kampanye tentang bahaya korupsi. Di
beberapa negara termasuk Indonesia, isu korupsi dimasukkan sebagai
salah satu bagian dari mata pelajaran atau mata kuliah baik di tingkat
sekolah dasar maupun menengah dan perguruan tinggi. Sayangnya subjek
ini belum diberikan secara nasional. Transparency International juga
mengeluarkan toolkit mengenai pendidikan anti korupsi untuk anak di
tingkat pendidikan dasar. Mata kuliah yang mahasiswa pelajari saat ini
adalah salah satu cara supaya mahasiswa dapat mengetahui selukbeluk
korupsi dan meningkatkan kepedulian serta kesadaran akan bahaya
korupsi. Di beberapa sekolah didirikan ‘Kantin Kejujuran’ yang bertujuan
untuk melatih kejujuran siswa.
Salah satu cara untuk ikut memberdayakan masyarakat dalam
mencegah dan memberantas korupsi adalah dengan menyediakan sarana
bagi masyarakat untuk melaporkan kasus korupsi. Sebuah mekanisme
harus dikembangkan di mana masyarakat dapat dengan mudah dan
bertanggung-jawab melaporkan kasus korupsi yang diketahuinya.
Mekanisme tersebut harus dipermudah atau disederhanakan misalnya via
telepon, surat atau telex. Dengan berkembangnya teknologi informasi,
media internet adalah salah satu mekanisme yang murah dan mudah untuk
melaporkan kasus-kasus korupsi.
Di beberapa Negara, pasal mengenai ‘fitnah’ dan ‘pencemaran
nama baik’ tidak dapat diberlakukan untuk mereka yang melaporkan kasus
korupsi dengan pemikiran bahwa bahaya korupsi dianggap lebih besar dari

12
pada kepentingan individu. Walaupun sudah memiliki aturan mengenai
perlindungan saksi dan korban yakni UU No. 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban, masyarakat Indonesia masih dihantui
ketakutan akan tuntutan balik melakukan fitnah dan pencemaran nama
baik apabila melaporkan kasus korupsi.
Pers yang bebas adalah salah satu pilar dari demokrasi. Semakin
banyak informasi yang diterima oleh masyarakat, semakin paham mereka
akan bahaya korupsi. Menurut Pope media yang bebas sama pentingnya
dengan peradilan yang independen. Selain berfungsi sebagai alat
kampanye mengenai bahaya korupsi, media memiliki fungsi yang efektif
untuk melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik. Henry
Grunwald, pemimpin redaksi Time menyatakan bahwa ‘pemerintahan
yang terpilih secara demokratis dan patuh sekalipun dapat dengan mudah
menjadi pemerintah yang korup apabila kekuasaannya tidak diawasi oleh
pers yang bebas’. Media mempunyai peranan khusus dalam perang
melawan korupsi. Pejabat publik mungkin lebih mudah tergoda untuk
menyalahgunakan jabatan mereka untuk kepentingan pribadi bila mereka
yakin tidak ada resiko bahwa perbuatan mereka akan terbongkar dan
diungkapkan oleh pers (Pope: 2003). Namun media juga memiliki titik
lemah. Hal ini terjadi apabila media tersebut dimiliki oleh pemerintah.
Umumnya pemerintah adalah pemilik stasiun televisi dan radio terbesar
dalam suatu negara. Kita ambil contoh saja TVRI dan RRI. Karena milik
pemerintah, tentu saja independensinya tidak dapat terlalu diandalkan.
Salah satu titik lemah lagi dari media adalah pekerjaan jurnalisme yang
berbahaya. Penculikan, penganiayaan dan intimidasi terhadap jurnalis atau
wartawan menjadi hal yang biasa (Pope : 2003). Segala macam cara akan
digunakan oleh mereka (terutama yang memiliki uang dan kekuasaan)
yang tidak ingin namanya tercoreng karena pemberitaan di media. Selain
itu banyak pula negara yang berupaya untuk melakukan penyensoran
terhadap informasi yang akan diberitakan oleh media atau bahkan
pencabutan ijin usaha sebuah media.

13
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingat lokal
atau internasional juga memiliki peranan penting untuk mencegah dan
memberantas korupsi. Mereka adalah bagian dari masyarakat sipil (civil
society) yang keberadaannya tidak dapat diremehkan begitu saja. Sejak era
reformasi, LSM baru yang bergerak di bidang Anti-Korupsi banyak
bermunculan. Sama seperti pers yang bebas, LSM memiliki fungsi untuk
melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik. Simak saja apa yang
telah dilakukan oleh ICW (Indonesia Corruption Watch), salah satu LSM
lokal yang berkedudukan di Jakarta. LSM ini menjadi salah satu garda
terdepan yang mengawasi segala macam perbuatan pemerintah dan
perilaku anggota parlemen dan lembaga peradilan. Sama seperti pekerjaan
jurnalisme yang berbahaya, penculikan, penganiayaan dan intimidasi
terhadap aktivis LSM sangat sering terjadi.
Salah satu cara lain untuk mencegah dan memberantas korupsi
adalah dengan menggunakan atau mengoperasikan perangkat electronic
surveillance. Electronic surveillance adalah sebuah perangkat atau alat
untuk mengetahui dan mengumpulkan data dengan menggunakan
peralatan elektronik yang dipasang pada tempat-tempat tertentu. Alat
tersebut misalnya audio-microphones atau kamera video (semacam kamera
CCTV atau Closed Circuit Television) atau data interception dalam kasus
atau di tempat-tempat di mana banyak digunakan telepon genggam dan
electronic mail (e-mail) atau surat elektronik. Namun di beberapa negara,
penggunaan electronic surveillance harus disetujui terlebih dahulu oleh
Upaya Pemberantasan Korupsi masyarakat, karena masyarakat tidak ingin
pemerintah ‘memata-matai’ segenap aktivitas dan gerak langkah yang
mereka lakukan. Tindakan memata-matai atau ‘spying’ ini, dalam
masyarakat yang demokratis dianggap melanggar hak asasi terutama hak
akan privacy. Dalam beberapa kasus, negara yang otoriter justru akan
menggunakan data yang terekam dalam electronic surveillance untuk
melakukan intimidasi terhadap rakyatnya.

14
11. Pengembangan dan Pembuatan berbagai Instrumen Hukum yang
mendukung Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
Untuk mendukung pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak
cukup hanya mengandalkan satu instrumen hukum yakni Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berbagai peraturan perundang-
undangan atau instrumen hukum lain perlu dikembangkan. Salah satu
peraturan perundang-undangan yang harus ada untuk mendukung
pemberantasan korupsi adalah Undang-Undang Tindak Pidana Money
Laundering atau Pencucian Uang. Untuk melindungi saksi dan korban
tindak pidana korupsi, perlu instrumen hukum berupa UU Perlindungan
Saksi dan Korban. Untuk memberdayakan Pers, perlu UU yang mengatur
mengenai Pers yang bebas. Bagaimana mekanisme masyarakat yang akan
melaporkan tindak pidana korupsi dan penggunaan electronic surveillance
juga perlu diatur supaya tidak melanggar privacy seseorang. Selain itu hak
warga negara untuk secara bebas menyatakan pendapatnya harus pula
diatur. Pasalpasal yang mengkriminalisasi perbuatan seseorang yang akan
melaporkan tindak pidana korupsi serta menghalang-halangi penyelidikan,
penyidikan dan pemeriksaan tindak pidana korupsi seperti pasal mengenai
fitnah atau pencemaran nama baik perlu dikaji ulang dan bilamana perlu
diamandemen atau dihapuskan. Hal ini bertujuan untuk lebih
memberdayakan masyarakat. Masyarakat tidak boleh takut melaporkan
kasus korupsi yang diketahuinya. Selain itu, untuk mendukung
pemerintahan yang bersih, perlu instrumen Kode Etik atau code of conduct
yang ditujukan untuk semua pejabat publik, baik pejabat eksekutif,
legislatif maupun code of conduct bagi aparat lembaga peradilan
(kepolisian, kejaksaan dan pengadilan).
12. Monitoring dan Evaluasi
Ada satu hal penting lagi yang harus dilakukan dalam rangka
mensukseskan pemberantasan korupsi, yakni melakukan monitoring dan
evaluasi. Tanpa melakukan monitoring dan evaluasi terhadap seluruh
pekerjaan atau kegiatan pemberantasan korupsi, sulit mengetahui capaian

15
yang telah dilakukan. Dengan melakukan monitoring dan evaluasi, dapat
dilihat strategi atau program yang sukses dan yang gagal. Untuk strategi
atau program yang sukses, sebaiknya dilanjutkan. Untuk yang gagal, harus
dicari penyebabnya. Pengalaman negara-negara lain yang sukses maupun
yang gagal dapat dijadikan bahan pertimbangan ketika memilih cara,
strategi, upaya maupun program pemberantasan korupsi di negara kita.
Namun mengingat ada begitu banyak strategi, cara atau upaya yang dapat
digunakan, kita tetap harus mencari cara kita sendiri untuk menemukan
solusi memberantas korupsi.
13. Kerjasama Internasional
Hal lain yang perlu dilakukan dalam memberantas korupsi adalah
melakukan kerjasama internasional atau kerjasama baik dengan negara
lain maupun dengan International NGOs. Sebagai contoh saja, di tingkat
internasional, Transparency Internasional (TI) misalnya membuat program
National Integrity Systems. OECD membuat program the Ethics
Infrastructure dan World Bank membuat program A Framework for
Integrity. Pembahasan mengenai gerakan dan kerjasama internasional
pemberantasan korupsi akan diuraikan dalam bab berikutnya.

C. Upaya Pemberantasan Korupsi


Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Korupsi di Indonesia
sudah sangat tinggi. Perkembangan korupsi meningkat tiap tahunnya.
Namun demikian, kita tentu tidak boleh pesimis begitu saja. Selama ada
itikad baik untuk memberantas korupsi secara tegas, maka selama itu pula
ada harapan untuk menghilangkan budaya korupsi dari bumi indonesia.
Berikut ini dijelaskan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
1. Upaya Preventif
a. Upaya pemberantasan korupsi secara preventif dapat dilakukan
melalui
pendidikan moral agama yang ditanamkan sejak dini pada setiap
orang, berupa kesadaran akan bahaya laten korupsi.

16
b. Meningkatkan kesadaran moral masyarakat untuk selalu menjaga
perbuatannya sehingga tidak terperosok pada perbuatan kejahatan
yang merugikan.
c. Meningkatkan kesadaran moral pada pejabat apatur negara dan
penegak hukum agar kekuasaannya dijalankan sebagaimana
seharusnya dan tidak sewenang-wenang.
2. Upaya Represif
Yaitu ditempuh dengan upaya hukum bagi para pelaku korupsi.
Pelaku korupsi jika ia terbukti bersalah maka ia tidak bisa lepas dari
jeratan hukum. Upaya hukum dalam pemberantasan korupsi
memerlukan aturan hukum tentng korupsi secara tegas. Aturan-aturan
tersebut meliputi :
a. Berbagai peraturan perundang undangan tentang korupsi
b. Dibentuknya berbagai badan hukum yang khusus mempunyai
kewenangan luas, independent, serta bebas dari kekuasaan
manapun, sehingga dengan tegas dan leluasa memberantas tindak
pidana korupsi yang terjadi di indonesia.
3. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa
a. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan
kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
b. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari
pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.
d. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang
penyelenggaraan peme-rintahan negara dan aspek-aspek
hukumnya.
e. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan
berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk
kepentingan masyarakat luas.

17
4. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
a. Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-
pemerintah yang meng-awasi dan melaporkan kepada publik
mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang
yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi me-lalui
usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi.
ICW la-hir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan
reformasi yang meng-hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg
bebas korupsi.
b. Transparency International (TI) adalah organisasi internasional
yang bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman
sebagai organisasi nirlaba se-karang menjadi organisasi non-
pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik.
Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi
Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi
Korupsi (IPK) In-donesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai
kota terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya, Medan, Semarang
dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia berada di
posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2
sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan
Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan,
Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti &
Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.
Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan
istilah politik kriminal atau criminal policy oleh G. Peter Hoefnagels dibedakan
sebagai berikut (Nawawi Arief : 2008) :
1. kebijakan penerapan hukum pidana (criminal law application)
2. kebijakan pencegahan tanpa hukum pidana (prevention without
punishment)

18
3. Kebijakan untuk mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai
kejahatan dan pemidanaan lewat mass media (influencing views of society
on crime and punishment / mass media)
Melihat pembedaan tersebut, secara garis besar upaya penanggulangan
kejahatan dapat dibagi menjadi 2 (dua) yakni melalui jalur penal (dengan
menggunakan hukum pidana) dan jalur non-penal (diselesaikan di luar hukum
pidana dengan sarana-sarana non-penal). Secara kasar menurut Barda Nawawi
Arief, upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur penal lebih menitikberatkan
pada sifat repressive (penumpasan/penindasan/pemberantasan) sesudah kejahatan
terjadi, sedangkan jalur non-penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif
(pencegahan). Dikatakan secara kasar, karena tindakan represif juga dapat dilihat
sebagai tindakan preventif dalam arti luas (Nawawi Arief : 2008). Sifat preventif
memang bukan menjadi fokus kerja aparat penegak hukum. Namun untuk
pencegahan korupsi sifat ini dapat ditemui dalam salah satu tugas dari Komisi
Pemberantasan Korupsi yang memiliki Deputi Bidang Pencegahan yang di
dalamnya terdapat Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat.
Sasaran dari upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur non-penal
adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan dalam hal
ini korupsi, yakni berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi baik
politik, ekonomi maupun sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat
menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan (korupsi; tambahan dari
penulis). Dengan ini, upaya non-penal seharusnya menjadi kunci atau memiliki
posisi penting atau dalam istilah yang digunakan oleh Barda Nawawi Arief
‘memiliki posisi strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal’. Upaya yang
kedua adalah upaya penal dengan memanggil atau menggunakan hukum pidana
atau dengan menghukum atau memberi pidana atau memberikan penderitaan atau
nestapa bagi pelaku korupsi. Ada hal penting yang patut dipikirkan dalam
menggunakan upaya penal. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa sarana
penal memiliki ‘keterbatasan’ dan mengandung beberapa ‘kelemahan’ (sisi
negatif) sehingga fungsinya seharusnya hanya digunakan secara ‘subsidair’.
Pertimbangan tersebut (Nawawi Arief : 1998) adalah :

19
1. Dilihat secara dogmatis, sanksi pidana merupakan jenis sanksi yang paling
tajam dalam bidang hukum, sehingga harus digunakan sebagai ultimum
remedium (obat yang terakhir apabila cara lain atau bidang hukum lain
sudah tidak dapat digunakan lagi).
2. dilihat secara fungsional/pragmatis, operasionalisasi dan aplikasinya
menuntut biaya yang tinggi.
3. sanksi pidana mengandung sifat kontradiktif/paradoksal yang mengadung
efek sampingan yang negatif. Hal ini dapat dilihat dari kondisi overload
Lembaga Pemasyarakatan.
4. penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan hanya
merupakan ‘kurieren am symptom’ (menyembuhkan gejala), ia hanya
merupakan pengobatan simptomatik bukan pengobatan kausatif karena
sebab-sebab kejahatan demikian kompleks dan berada di luar jangkauan
hukum pidana.
5. hukum pidana hanya merupakan bagian kecil (sub sistem) dari sarana
kontrol sosial lainnya yang tidak mungkin mengatasi kejahatan sebagai
masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat kompleks.
6. sistem pemidanaan bersifat fragmentair dan individual/personal; tidak
bersifat struktural atau fungsional.
7. efektifitas pidana (hukuman) bergantung pada banyak faktor dan masih
sering diperdebatkan oleh para ahli.
Berikut ini dipaparkan beberapa pendapat mengenai pemidanaan
sehubungan dengan penanggulangan kejahatan pada umumnya dan
pemberantasan korupsi pada khususnya. Pendapat-pendapat tersebut dapat
memperlihatkan bahwa hukum pidana dan pemidanaan bukanlah ‘obat yang
manjur’ atau ‘panacea’ atau ‘bukan segala-galanya’ untuk menanggulangi
kejahatan.
Dengan demikian, ia hanya dapat dipandang sebagai salah satu cara saja
untuk memberantas korupsi. Menurut Rubin pemidanaan (apakah dimaksudkan
untuk menghukum atau memperbaiki) sedikit atau tidak mempunyai pengaruh
terhadap masalah kejahatan. Schultz menyatakan bahwa naik turunnya kejahatan

20
tidak berhubungan dengan perubahan di dalam hukum atau kecenderungan dalam
putusan pengadilan, tetapi berhubungan dengan bekerjanya atau berfungsinya
perubahan-perubahan kultural yang besar dalam kehidupan masyarakat.
Menurut Wolf Middendorf sulit melakukan evaluasi terhadap efektifitas dari
general deterrence (pencegahan umum dengan menggunakan hukum pidana),
karena mekanisme pencegahan (deterrence) yang manjur tidak dapat diketahui.
Kita tidak dapat mengetahui hubungan sesungguhnya antara sebab dan akibat.
Orang melakukan kejahatan dan mungkin mengulanginya lagi tanpa hubungan
dengan ada tidaknya UU atau pidana yang dijatuhkan. Sarana kontrol sosial
lainnya, seperti kekuasaan orang tua, kebiasaan-kebiasaan atau agama mungkin
dapat mencegah perbuatan, yang sama efektifnya dengan ketakutan orang pada
pidana. Selanjutnya Wolf Middendorf menyatakan bahwa tidak ada hubungan
logis antara kejahatan dengan lamanya pidana.
Karl. O. Christiansen menyatakan bahwa pengaruh pidana terhadap
masyarakat luas sulit diukur dan S.R. Brody menyatakan bahwa 5 (lima) dari 9
(sembilan) penelitian yang diamatinya menyatakan bahwa lamanya waktu yang
dijalani oleh seseorang di dalam penjara tampaknya tidak berpengaruh pada
adanya reconviction atau penghukuman kembali (Nawawi Arief : 1998). Berbagai
pendapat di atas dapat memberi pelajaran bahwa kita tidak dapat hanya
mengandalkan hukum (pidana) saja dalam memberantas korupsi. Padahal
beberapa kalangan mengatakan bahwa cara untuk memberantas korupsi yang
paling ampuh adalah dengan memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada
pelaku korupsi. Kepada pelaku yang terbukti telah melakukan korupsi memang
tetap harus dihukum (diberi pidana), namun berbagai upaya lain harus tetap terus
dikembangkan baik untuk mencegah korupsi maupun untuk menghukum
pelakunya. Mungkin pendapat-pendapat di atas mengecilkan hati kita. Kita
bertanya-tanya adakah gunanya berbagai macam peraturan perundang-undangan,
lembaga serta sistem yang dibangun untuk menghukum pelaku korupsi bila
hasilnya tidak ada. Jawabannya adalah: jangan hanya mengandalkan satu cara,
satu sarana atau satu strategi saja yakni dengan menggunakan sarana penal, karena
ia tidak akan mempan dan tidak dapat bekerja secara efektif. Belum lagi kalau kita

21
lihat bahwa ternyata lembaga serta aparat yang seharusnya memberantas korupsi
justru ikut bermain dan menjadi aktor yang ikut menumbuhsuburkan praktek
korupsi.

22
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Korupsi ialah perilaku yang buruk yang tidak legal dan tidak wajar
untuk mengambil keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu
mengandung unsur “penyelewengan” atau dishonest (ketidakjujuran).
Korupsi dinilai dari sudut manapun ia tetap suatu pelanggaran. Korupsi
mengakibatkan kurangnya pendapatan Negara dan kurangnya kepercayaan.
Fenomena umum yang biasanya terjadi di Indonesia yaitu selalu muncul
kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di
antara mereka yang tidak mampu. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi
dan kepentingan pribadinya dengan dalih “kepentingan rakyat”.
Oleh karenanya, disetiap negara harus memiliki strategi dan berupaya
menindak dan mencegah tindakan korupsi dengan kebijakan pemerintah
masing-masing. Seperti di Indonesia yang memberikan hukum pidana
kepada pelaku korupsi dan ditangani oleh lembaga-lembaga seperti BPK,
KPK, dll. Yang paling penting agar tidak terjadi korupsi adalah disetiap diri
harus memiliki nilai-nilai kejujuran dan rasa takut akan hal-hal yang haram.
Karena sejatinya orang yang memiliki harta yang halal adalah orang-orang
yang paling selamat agamanya, paling tenang hati dan pikirannya, paling
lapang dadanya, paling sukses kehidupannya, dipenuhi keberkahan dan
kehormatan serta harga diri bersih dan terjaga.

B. Saran
Tindak pidana korupsi sangat merugikan bangsa dan negara, terutama
bagi negara yang masih berkembang. Karena hal tersebut dapat
menghambat pertumbuhan dan perkembangan negara. Sebagai insan
bermoral dan berpendidikan, marilah jauhi segala tindakan yang menjurus
pada tindak pidana korupsi demi kemajuan bangsa dan negara.

23
DAFTAR PUSTAKA

Tim penulis buku pendidikan anti korupsi. (2011) Pendidikan Anti Korupsi Untuk
Perguruan Tinggi. JAKARTA: kementrian pendidikan dan kebudayaan
RI Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Bagian Hukum Kepegawaian

http://jeyysiska.blogspot.co.id/2013/07/pencegahan-dan-upaya-
pemberantasan.html

http://makalahnih.blogspot.co.id/2014/09/6-strategi-pencegahan-dan-
pemberantasan.html

http://sarfaraazyusuf.blogspot.co.id/2016/03/pemberantasan-korupsi-konsep-
strategi.html

https://bungbens.wordpress.com/2010/04/23/strategi-nasional-pemberantasan-
korupsi-2010-2025/

http://septianludy.blogspot.co.id/2014/07/pencegahan-dan-upaya-
pemberantasan.html

http://www.seputar-indonesia.com

Anda mungkin juga menyukai