Anda di halaman 1dari 24

makalah

konsep dasar pemberantasan korupsi

Disusun Oleh :
KELOMPOK VIII
hanif ismail nim: 217 360 010
sitti rahma haeruddin nim: 217 360 034
muh sardy nim: -

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE

2017
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim...

Alhamdulillahirobbil `alamin, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan kemudahan dalam pengerjaan tugas Mata Kuliah Pancasila dan
Kewarganegaraan yang berjudul, Konsep Dasar Pemberantasan Korupsi.

Dalam tugas ini kami akan membahas tentang pemberantasan korupsi yang dimulai dari
pembuatan konsep, penyusunan strategi dan pelaksanaan upaya pemberantasan korupsi dari
bumi indonesia. Semoga pembahasan dalam makalan ini berguna bagai pembaca.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalan ini masih terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan, guna perbaikan
penulisan atau penyusunan makalah kami yang selanjutnya.

Terimakasih.

2
DAFTAR ISI

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Merebaknya praktek korupsi yang terjadi dimana mana merupakan fakta yang
sudah jelas terbukti. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas di masyarakat.
Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang
terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana
yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek
kehidupan masyarakat.

Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran
terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka
tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan
telah menjadi suatu kejahatan luar biasa.

Saat ini, korupsi sudah menjadi hal yang umum diperbincangkan dan banyak
dilakukan oleh kalangan pejabat, pegawai negeri, bahkan masyarakat kalangan
menengah kebawah sekalipun dinegara Indonesia ini. Korupsi seakan sudah menjadi
tradisi yang membudaya dalam bangsa indonesia.

Saat ini tingginya hutang negara indonesia membuat perkembangan negara


indonesia jelas sangat lambat. Namun, yang lebih memprihatinkan adalah dalam
kondisi ini bangsa indonesia yang melakukan tindak pidana korupsi justru makin tinggi.

Kapan negara kita akan berkembang lebih pesat menjadi negara maju bila hal ini
terus terjadi ?

Hal ini bukanlah merupakan tanggung jawab pemerintah atau aparatur negara
saja. Melainkan seluruh bangsa indonesia yang cinta kan bangsa dan tanah airnya. Oleh
kareba itu, dalam hal ini kita memerlukan suatu konsep, strategi dan upaya sebagai
bentuk nyata dari usaha pemberantasan korupsi. Hal inilah akan coba kami bahas dalam
makalah ini.

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah yang dirumuskan


dalam makalah adalah :

1. Bagaimana konsep pemberantasan korupsi ?


2. Bagaimana Strategi dalam pemberantasan korupsi ?
3. Apa upaya yang tepat dalam pencegahan korupsi ?

C. Tujuan
Mengacu pada rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah adalah
untuk :
1. untuk mengetahui konsep pemberantasan korupsi
2. untuk mengetahui strategi pemberantasan korupsi
3. untuk mengetahui upaya pencegahan korupsi

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa Latin coruptio dan corruptus yang berarti kerusakan
atau kebobrokan.. Dalam bahasa Yunani corruptio perbuatan yang tidak baik, buruk,
curang, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-
norma agama, materil, mental dan umum.

Korupsi juga mencakup nepotisme atau sifat suka memberi jabatan kepada
kerabat dan famili saja, serta penggelapan uang negara. Dalam kedua hal ini terdapat
perangsang dengan pertimbangan tidak wajar. Jadi korupsi, sekalipun khusus terkait
dengan penyuapan dan penyogokan, adalah istilah umum yang mencakup
penyalahgunaan wewenang sebagai hasil pertimbangan demi mengejar keuntungan
pribadi, keluarga dan kelompok.

B. Pengertian Konsep pemberantasan korupsi

Istilah konsep berasal dari bahasa latin conceptum, artinya sesuatu yang
dipahami. Aristoteles dalam "The classical theory of concepts" menyatakan bahwa
konsep merupakan penyusun utama dalam pembentukan pengetahuan ilmiah dan
filsafat pemikiran manusia. Konsep merupakan abstraksi suatu ide atau gambaran
mental, yang dinyatakan dalam suatu kata atau simbol. Konsep dinyatakan juga sebagai
bagian dari pengetahuan yang dibangun dari berbagai macam kharakteristik.

Dapat disimpulkan bakwa konsep pemberantasan korupsi adalah kerangka acuan


yang digunakan dalam pemberantasan korupsi. Segala bentuk pemberantaasan korupsi
yang akan dilakukan berdasarkan pada konsep yang telah disusun tersebut.

3
C. Pengertian Strategi pemberantasan korupsi

Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan


pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam
kurun waktu tertentu.

Strategi pemberantasan korupsi adalah sistematika pemberantasan korupsi yang


telah dirancang dengan berbagai cara agar dapat diaplikasikan dan menghasilkan suatu
output yang ingin dicapai.

D. Pengertian Upaya pemberantasan korupsi

Upaya adalah usaha, ikhtiar, untuk mencapai suatu maksud, memecahkan


persoalan, mencari jalan keluar. (KBBI)

Upaya pemberantasan korupsi adalah bentuk implementasi dari konsep dan


strategi yang telah disusun untuk mencapai outpun yang telah direncanakan.

4
BAB III

PEMBAHASAN

A. Konsep Pemberantasan Korupsi

Korupsi dapat terjadi jika ada peluang, keinginan, dan bobroknya system
pengawasan dalam waktu yang bersamaan. Korupsi dapat dimulai dari; mana saja,
misalnya suap ditawarkan pada seorang pejabat, atau sebaiknya seorang pejabat,
meminta atau bahkan dengan cara memaksa memberikan uang pelicin. Orang yang
menawarkan suap karena ia menginginkan sesuatu yang bukan haknya dan ia menyuap
pejabat supaya pejabat itu mengabaikan peraturan. Keinginan korupsi dapat timbul
karena kemiskinan.
Karena korupsi menyangkut semua aspek bidang kehidupan masyarakat,
sehingga sangat sulit diberantas. konsep pemberantasan korupsi harus disesuaikan
dengan konteks, masyarakat ataupun organisasi yang dituju. Berikut merupakan contoh
yang berkaitan dengan konsep pemberantasan korupsi berdasarkan konteks :
1. Masyarakat dengan konteks atau kondisi taat pada agama akan memilih konsep
pemberantasan korupsi yang berorientasi pada hukun agama. Sehingga dalam
penyusunan konseppun akan mengacu pada hukum agama yang dianut.
2. Suatu organisasi yang memiliki konsep demokratis akan menyusun sebuah konsep
yang menitik beratkan pada nilai-nilai demokratis.

B. Strategi pemberantasan korupsi

5
Strategi untuk mengontrol korupsi harus berfokus pada 2 unsur yakni peluang dan
keinginan. Peluang dapat dikurangi dengan cara mengadakan berubahan secara
sistematis, sedangkan keinginan dapat dikurangi dengan cara membalikkan situasi
kalkulasi resiko untung rugi, resiko rendah dengan cara menegakkan hukum,
memberikan hukuman dengan efek jera secara efektif, dan menegakkan mekanisme
akuntabilitas.
Memberantas korupsi bukanlah tujuan akhir, melainkan perjuangan melawan
perilaku jahat dalam pemerintah yang merupakan bagian dari tujuan yang lebih luas,
yakni menciptakan pemerintahan yang efektif, adil, dan efisien melalui berbagai
strategi sebagai berikut.
1. Reformasi Birokrasi
Wewenang pejabat publik untuk mengambil keputusan dan kecenderungan
menyalahgunakannya dapat diperkecil dengan cara memodifikasi struktur organisasi
dan pengelolaan program-program publik. Perubahan ini akan memperkecil insentif
untuk memberi suap dan dapat memperkecil jumlah transaksi dan memperbesar
peluang bagi masyarakat unuk mendapat pelayanan publik yang baik.
Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah salah satu cara
untuk mencegah korupsi. Semakin banyak meja yang harus dilewati untuk mengurus
suatu hal, semakin banyak pula kemungkinan untuk terjadinya korupsi. Salah satu
cara untuk menghindari praktek suap menyuap dalam rangka pelayanan publik
adalah dengan mengumumkan secara resmi biaya yang harus dikeluarkan oleh
seseorang untuk mengurus suatu hal seperti mengurus paspor, mengurus SIM,
mengurus ijin usaha atau Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dsb.
2. Budaya
Senjata yang paling ampuh dalam pertempuran melawan korupsi adalah
menumbuhkan kultur demokratis dan egaliter. Ciri kultur demokrasi adalah
keterbukaan dan pengabdian kepada keterbukaan. Pengawal keterbukaan yang
paling efektif adalah warga negara yang terhimpun dalam organisasi-organisasi yang
dibentuk untuk tujuan yang diharapkan. Dalam konteks ini pers yang bebas sangat
dibutuhkan. Tanpa kebebasan untuk mengajukan pertanyaan atau untuk mengadakan
perubahan, rakyat tetap tidak berdaya karena terperangkat dalam system demkrasi
yang dangkal.
3. Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi

6
Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan membentuk
lembaga yang independen yang khusus menangani korupsi. Sebagai contoh di
beberapa negara didirikan lembaga yang dinamakan Ombudsman. Lembaga ini
pertama kali didirikan oleh Parlemen Swedia dengan nama Justitieombudsmannen
pada tahun 1809. Peran lembaga ombudsman yang kemudian berkembang pula di
negara lain--antara lain menyediakan sarana bagi masyarakat yang hendak
mengkomplain apa yang dilakukan oleh Lembaga Pemerintah dan pegawainya.
Selain itu lembaga ini juga memberikan edukasi pada pemerintah dan
masyarakat serta mengembangkan standar perilaku serta code of conduct bagi
lembaga pemerintah maupun lembaga hukum yang membutuhkan. Salah satu peran
dari ombudsman adalah mengembangkan kepedulian serta pengetahuan masyarakat
mengenai hak mereka untuk mendapat perlakuan yang baik, jujur dan efisien dari
pegawai pemerintah (UNODC : 2004). Di Hongkong dibentuk lembaga anti korupsi
yang bernama Independent Commission against Corruption (ICAC); di Malaysia
dibentuk the Anti-Corruption Agency (ACA). Kita sudah memiliki Lembaga yang
secara khusus dibentuk untuk memberantas korupsi. Lembaga tersebut adalah Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
4. Memperbaiki kinerja lembaga peradilan
Salah satu hal yang juga cukup krusial untuk mengurangi resiko korupsi
adalah dengan memperbaiki dan memantau kinerja Pemerintah Daerah. Sebelum
Otonomi Daerah diberlakukan, umumnya semua kebijakan diambil oleh Pemerintah
Pusat. Dengan demikian korupsi besar-besaran umumnya terjadi di Ibukota negara
atau di Jakarta. Dengan otonomi yang diberikan kepada Pemerintah Daerah, kantong
korupsi tidak terpusat hanya di ibukota negara saja tetapi berkembang di berbagai
daerah. Untuk itu kinerja dari aparat pemerintahan di daerah juga perlu diperbaiki dan
dipantau atau diawasi.
Lembaga yang harus perhatikan adalah dari tingkat kepolisian, kejaksaan,
pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Pengadilan adalah jantungnya penegakan
hukum yang harus bersikap imparsial (tidak memihak), jujur dan adil. Banyak kasus
korupsi yang tidak terjerat oleh hukum karena kinerja lembaga peradilan yang sangat
buruk. Bila kinerjanya buruk karena tidak mampu (unable), mungkin masih dapat
dimaklumi. Ini berarti pengetahuan serta ketrampilan aparat penegak hukum harus
ditingkatkan. Yang menjadi masalah adalah bila mereka tidak mau (unwilling) atau

7
tidak memiliki keinginan yang kuat (strong political will) untuk memberantas korupsi,
atau justru terlibat dalam berbagai perkara korupsi.
Di tingkat departemen, kinerja lembaga-lembaga audit seperti Inspektorat
Jenderal harus ditingkatkan. Selama ini ada kesan bahwa lembaga ini sama sekali
tidak punya gigi ketika berhadapan dengan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi.
Dalam berbagai pemberitaan di media massa, ternyata korupsi juga banyak
dilakukan oleh anggota parlemen baik di pusat (DPR) maupun di daerah (DPRD).
Alih-alih menjadi wakil rakyat dan berjuang untuk kepentingan rakyat, anggota
parlemen justru melakukan berbagai macam korupsi yang dibungkus dengan rapi.
Daftar anggota DPR dan DPRD yang terbukti melakukan korupsi menambah panjang
daftar korupsi di Indonesia. Untuk itu kita perlu berhati-hati ketika mencoblos atau
mencontreng pada saat Pemilihan Umum. Jangan asal memilih, pilihlah wakil rakyat
yang punya integritas. Berhati-hati pula ketika DPR atau DPRD akan mengeluarkan
suatu kebijakan atau peraturan perundang-undangan. Salah-salah kebijakan tersebut
justru digunakan bagi kepentingan beberapa pihak bukan bagi kepentingan rakyat.
Untuk itulah ketika Parlemen hendak mengeluarkan sebuah kebijakan yang akan
mempengaruhi hajat hidup orang banyak, masyarakat sipil (civil society) termasuk
mahasiswa dan media harus ikut mengawal pembuatan kebijakan tersebut.
5. Kelembagaan
Secara kelembagaaan ada fungsi-fungsi kunci yang harus dilakukan oleh
tulang punggung pemberantasan korupsi, baik pada tingkat prefentif, detektif,
maupun represif. Harmonisasi kinerja antara lembaga kejaksaan agung, POLRI,
badan pemeriksaan keuangan (BPK), dan KPK memegang peran penting dalam
mensukseskan pemberantasan. Hanya disayangkan, saat ini tumpang tindih
wewenang dan persaingan tidak sehat membayangi kinerja beberapa lembaga
tersebut. Perseteruan antara KPK dan POLRI, atau POLRI dan kejaksaan agung
merupakan salah satu contoh ketidak harmonisan tersebut.
6. Integrasi Sistem Pemberantasan Korupsi
Tujuan pokok pembangunan sistem integritas nasional adalah membuat
tindak pidana korupsi menjadi tindakan yang mempunyai risiko tinggi dan
memberi hasil sedikit. Sistem itu dirancang untuk memastikan jangan sampai
korupsi dapat terjadi, bukan mengandalkan sanksi hukum setelah korupsi terjadi.
Integrasi sistem pemberantasan korupsi mencakup pilar-pilar; eksekutif, parlemen,
peradilan, pelayanan publik, lembaga pengawas (BPK, KPK), masyarakat sipil dan
8
media massa. Integrasi sistem pemberantasan korupsi membutuhkan identifikasi
sistematis mengenai kelemahan dan peluang untuk memperkuat dan memperkokoh
setiap pilar sehingga bersamasama menjadi kerangka yang kokoh. Untuk
mewujudkan pelaksanaan proses kerja penanganan tindak pidana korupsi yang
lancar, perlu dibuat: Pertama, sistem dan prosedur kerja antar instansi yang terkait
dengan Core Unit. Kedua, standar pelaporan yang akan di pakai sebagai dokumen
antar instansi. Ketiga, penjadwalan pertemuan regular untuk pembahasan masalah-
masalah yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, agar dapat diwujudkan
persamaan persepsi atas suatu masalah.

7. Sumber Daya Manusia


Upaya untuk memberantas kemiskinan etika dan meningkatkan kesadaran
adalah mutlak diperlukan, karenanya sumber daya manusia yang unggul harus terus
di bangun terutama melalui pendidikan. Sumber daya masyarakat yang seperti itu
merupakan landasan yang sangat penting bagi sistem integritas nasional dalam
pemberantasan korupsi. Masyarakat yang kurang terdidik dan apatis tidak tahu hak-
haknya dan bersikap menyerah pada penyalahgunaan wewenang oleh pejabat,
sementara pejabat pemerintahan yang tidak berprinsip hanya akan mengikuti arus
dominan yang ada di lingkungan kerjanya tanpa bisa berpikir kritis dalam
memahami dan melaksanakan hak-hak dan kewajibannya.
8. Infrastruktur
Infrastruktur yang di maksud disini adalah lembaga trias politika yang
meliputi eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Berjalannya fungsi eksekutif, legislatif,
dan yudikatif pada koridor hak dan kewajibannya masing-masing akan memberikan
kontribusi yang diharapkan dalam pemberantasan korupsi. Sebaliknya jika tidak,
maka berarti infrastruktur politik nasional ini perlu dibenahi sehingga lembaga
tersebut berfungsi sebagaimana mestinya dan pada akhirnya mendukung upaya
pemberantasan korupsi nasional.
9. Pencegahan Korupsi di Sektor Publik
Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan pejabat
publik untuk melaporkan dan mengumumkan jumlah kekayaan yang dimiliki baik
sebelum maupun sesudah menjabat. Dengan demikian masyarakat dapat memantau
9
tingkat kewajaran peningkatan jumlah kekayaan yang dimiliki khususnya apabila ada
peningkatan jumlah kekayaan setelah selesai menjabat. Kesulitan timbul ketika
kekayaan yang didapatkan dengan melakukan korupsi dialihkan kepemilikannya
kepada orang lain misalnya anggota keluarga.
a. Untuk kontrak pekerjaan atau pengadaan barang baik di pemerintahan pusat,
daerah maupun militer, salah satu cara untuk memperkecil potensi korupsi adalah
dengan melakukan lelang atau penawaran secara terbuka. Masyarakat harus diberi
otoritas atau akses untuk dapat memantau dan memonitor hasil dari pelelangan
atau penawaran tersebut. Untuk itu harus dikembangkan sistem yang dapat
memberi kemudahan bagi masyarakat untuk ikut memantau ataupun memonitor
hal ini.
b. Korupsi juga banyak terjadi dalam perekrutan pegawai negeri dan anggota militer
baru. Korupsi, kolusi dan nepotisme sering terjadi dalam kondisi ini. Sebuah
sistem yang transparan dan akuntabel dalam hal perekruitan pegawai negeri dan
anggota militer juga perlu dikembangkan. Selain sistem perekruitan, sistem
penilaian kinerja pegawai negeri yang menitikberatkan pada pada proses (proccess
oriented) dan hasil kerja akhir (result oriented) perlu dikembangkan. Untuk
meningkatkan budaya kerja dan motivasi kerja pegawai negeri, bagi pegawai
negeri yang berprestasi perlu diberi insentif yang sifatnya positif. Pujian dari
atasan, penghargaan, bonus atau jenis insentif lainnya dapat memacu kinerja
pegawai negeri. Tentu saja pemberian ini harus disertai dengan berbagai pra-
kondisi yang ketat karena hal ini juga berpotensi korupsi, karena salah-salah hal
ini justru dipergunakan sebagai ajang bagi-bagi bonus diantara para pegawai
negeri.
10. Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat
Salah satu upaya memberantas korupsi adalah memberi hak pada masyarakat
untuk mendapatkan akses terhadap informasi (access to information). Sebuah sistem
harus dibangun di mana kepada masyarakat (termasuk media) diberikan hak meminta
segala informasi yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi
hajat hidup orang banyak. Hak ini dapat meningkatkan keinginan pemerintah untuk
membuat kebijakan dan menjalankannya secara transparan. Pemerintah memiliki
kewajiban melakukan sosialisasi atau diseminasi berbagai kebijakan yang dibuat dan
akan dijalankan.

10
Isu mengenai public awareness atau kesadaran serta kepedulian publik
terhadap bahaya korupsi dan isu pemberdayaan masyarakat adalah salah satu bagian
yang sangat penting dari upaya memberantas korupsi. Salah satu cara untuk
meningkatkan public awareness adalah dengan melakukan kampanye tentang bahaya
korupsi. Sosialisasi serta diseminasi di ruang publik mengenai apa itu korupsi,
dampak korupsi dan bagaimana memerangi korupsi harus diintensifkan. Kampanye
tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan media massa (baik cetak maupun
tertulis), melakukan seminar dan diskusi. Spanduk dan poster yang berisi ajakan
untuk menolak segala bentuk korupsi harus dipasang di kantor-kantor pemerintahan
sebagai media kampanye tentang bahaya korupsi. Di beberapa negara termasuk
Indonesia, isu korupsi dimasukkan sebagai salah satu bagian dari mata pelajaran atau
mata kuliah baik di tingkat sekolah dasar maupun menengah dan perguruan tinggi.
Sayangnya subjek ini belum diberikan secara nasional. Transparency International
juga mengeluarkan toolkit mengenai pendidikan anti korupsi untuk anak di tingkat
pendidikan dasar. Mata kuliah yang mahasiswa pelajari saat ini adalah salah satu
cara supaya mahasiswa dapat mengetahui selukbeluk korupsi dan meningkatkan
kepedulian serta kesadaran akan bahaya korupsi. Di beberapa sekolah didirikan
Kantin Kejujuran yang bertujuan untuk melatih kejujuran siswa.
Salah satu cara untuk ikut memberdayakan masyarakat dalam mencegah dan
memberantas korupsi adalah dengan menyediakan sarana bagi masyarakat untuk
melaporkan kasus korupsi. Sebuah mekanisme harus dikembangkan di mana
masyarakat dapat dengan mudah dan bertanggung-jawab melaporkan kasus korupsi
yang diketahuinya. Mekanisme tersebut harus dipermudah atau disederhanakan
misalnya via telepon, surat atau telex. Dengan berkembangnya teknologi informasi,
media internet adalah salah satu mekanisme yang murah dan mudah untuk
melaporkan kasus-kasus korupsi.
Di beberapa Negara, pasal mengenai fitnah dan pencemaran nama baik
tidak dapat diberlakukan untuk mereka yang melaporkan kasus korupsi dengan
pemikiran bahwa bahaya korupsi dianggap lebih besar dari pada kepentingan
individu. Walaupun sudah memiliki aturan mengenai perlindungan saksi dan korban
yakni UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, masyarakat
Indonesia masih dihantui ketakutan akan tuntutan balik melakukan fitnah dan
pencemaran nama baik apabila melaporkan kasus korupsi.

11
Pers yang bebas adalah salah satu pilar dari demokrasi. Semakin banyak
informasi yang diterima oleh masyarakat, semakin paham mereka akan bahaya
korupsi. Menurut Pope media yang bebas sama pentingnya dengan peradilan yang
independen. Selain berfungsi sebagai alat kampanye mengenai bahaya korupsi, media
memiliki fungsi yang efektif untuk melakukan pengawasan atas perilaku pejabat
publik. Henry Grunwald, pemimpin redaksi Time menyatakan bahwa pemerintahan
yang terpilih secara demokratis dan patuh sekalipun dapat dengan mudah menjadi
pemerintah yang korup apabila kekuasaannya tidak diawasi oleh pers yang bebas.
Media mempunyai peranan khusus dalam perang melawan korupsi. Pejabat publik
mungkin lebih mudah tergoda untuk menyalahgunakan jabatan mereka untuk
kepentingan pribadi bila mereka yakin tidak ada resiko bahwa perbuatan mereka akan
terbongkar dan diungkapkan oleh pers (Pope: 2003). Namun media juga memiliki titik
lemah. Hal ini terjadi apabila media tersebut dimiliki oleh pemerintah. Umumnya
pemerintah adalah pemilik stasiun televisi dan radio terbesar dalam suatu negara. Kita
ambil contoh saja TVRI dan RRI. Karena milik pemerintah, tentu saja
independensinya tidak dapat terlalu diandalkan. Salah satu titik lemah lagi dari media
adalah pekerjaan jurnalisme yang berbahaya. Penculikan, penganiayaan dan
intimidasi terhadap jurnalis atau wartawan menjadi hal yang biasa (Pope : 2003).
Segala macam cara akan digunakan oleh mereka (terutama yang memiliki uang dan
kekuasaan) yang tidak ingin namanya tercoreng karena pemberitaan di media. Selain
itu banyak pula negara yang berupaya untuk melakukan penyensoran terhadap
informasi yang akan diberitakan oleh media atau bahkan pencabutan ijin usaha sebuah
media.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingat lokal atau
internasional juga memiliki peranan penting untuk mencegah dan memberantas
korupsi. Mereka adalah bagian dari masyarakat sipil (civil society) yang
keberadaannya tidak dapat diremehkan begitu saja. Sejak era reformasi, LSM baru
yang bergerak di bidang Anti-Korupsi banyak bermunculan. Sama seperti pers yang
bebas, LSM memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan atas perilaku pejabat
publik. Simak saja apa yang telah dilakukan oleh ICW (Indonesia Corruption Watch),
salah satu LSM lokal yang berkedudukan di Jakarta. LSM ini menjadi salah satu
garda terdepan yang mengawasi segala macam perbuatan pemerintah dan perilaku
anggota parlemen dan lembaga peradilan. Sama seperti pekerjaan jurnalisme yang

12
berbahaya, penculikan, penganiayaan dan intimidasi terhadap aktivis LSM sangat
sering terjadi.
Salah satu cara lain untuk mencegah dan memberantas korupsi adalah dengan
menggunakan atau mengoperasikan perangkat electronic surveillance. Electronic
surveillance adalah sebuah perangkat atau alat untuk mengetahui dan mengumpulkan
data dengan menggunakan peralatan elektronik yang dipasang pada tempat-tempat
tertentu. Alat tersebut misalnya audio-microphones atau kamera video (semacam
kamera CCTV atau Closed Circuit Television) atau data interception dalam kasus atau
di tempat-tempat di mana banyak digunakan telepon genggam dan electronic mail (e-
mail) atau surat elektronik. Namun di beberapa negara, penggunaan electronic
surveillance harus disetujui terlebih dahulu oleh Upaya Pemberantasan Korupsi
masyarakat, karena masyarakat tidak ingin pemerintah memata-matai segenap
aktivitas dan gerak langkah yang mereka lakukan. Tindakan memata-matai atau
spying ini, dalam masyarakat yang demokratis dianggap melanggar hak asasi
terutama hak akan privacy. Dalam beberapa kasus, negara yang otoriter justru akan
menggunakan data yang terekam dalam electronic surveillance untuk melakukan
intimidasi terhadap rakyatnya.
11. Pengembangan dan Pembuatan berbagai Instrumen Hukum yang mendukung
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
Untuk mendukung pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak cukup hanya
mengandalkan satu instrumen hukum yakni Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Berbagai peraturan perundang-undangan atau instrumen hukum lain
perlu dikembangkan. Salah satu peraturan perundang-undangan yang harus ada untuk
mendukung pemberantasan korupsi adalah Undang-Undang Tindak Pidana Money
Laundering atau Pencucian Uang. Untuk melindungi saksi dan korban tindak pidana
korupsi, perlu instrumen hukum berupa UU Perlindungan Saksi dan Korban. Untuk
memberdayakan Pers, perlu UU yang mengatur mengenai Pers yang bebas.
Bagaimana mekanisme masyarakat yang akan melaporkan tindak pidana korupsi dan
penggunaan electronic surveillance juga perlu diatur supaya tidak melanggar privacy
seseorang. Selain itu hak warga negara untuk secara bebas menyatakan pendapatnya
harus pula diatur. Pasalpasal yang mengkriminalisasi perbuatan seseorang yang akan
melaporkan tindak pidana korupsi serta menghalang-halangi penyelidikan, penyidikan
dan pemeriksaan tindak pidana korupsi seperti pasal mengenai fitnah atau pencemaran
nama baik perlu dikaji ulang dan bilamana perlu diamandemen atau dihapuskan. Hal
13
ini bertujuan untuk lebih memberdayakan masyarakat. Masyarakat tidak boleh takut
melaporkan kasus korupsi yang diketahuinya. Selain itu, untuk mendukung
pemerintahan yang bersih, perlu instrumen Kode Etik atau code of conduct yang
ditujukan untuk semua pejabat publik, baik pejabat eksekutif, legislatif maupun code
of conduct bagi aparat lembaga peradilan (kepolisian, kejaksaan dan pengadilan).
12. Monitoring dan Evaluasi
Ada satu hal penting lagi yang harus dilakukan dalam rangka mensukseskan
pemberantasan korupsi, yakni melakukan monitoring dan evaluasi. Tanpa melakukan
monitoring dan evaluasi terhadap seluruh pekerjaan atau kegiatan pemberantasan
korupsi, sulit mengetahui capaian yang telah dilakukan. Dengan melakukan
monitoring dan evaluasi, dapat dilihat strategi atau program yang sukses dan yang
gagal. Untuk strategi atau program yang sukses, sebaiknya dilanjutkan. Untuk yang
gagal, harus dicari penyebabnya. Pengalaman negara-negara lain yang sukses maupun
yang gagal dapat dijadikan bahan pertimbangan ketika memilih cara, strategi, upaya
maupun program pemberantasan korupsi di negara kita. Namun mengingat ada begitu
banyak strategi, cara atau upaya yang dapat digunakan, kita tetap harus mencari cara
kita sendiri untuk menemukan solusi memberantas korupsi.
13. Kerjasama Internasional
Hal lain yang perlu dilakukan dalam memberantas korupsi adalah melakukan
kerjasama internasional atau kerjasama baik dengan negara lain maupun dengan
International NGOs. Sebagai contoh saja, di tingkat internasional, Transparency
Internasional (TI) misalnya membuat program National Integrity Systems. OECD
membuat program the Ethics Infrastructure dan World Bank membuat program A
Framework for Integrity. Pembahasan mengenai gerakan dan kerjasama internasional
pemberantasan korupsi akan diuraikan dalam bab berikutnya.

C. Upaya pemberantasan korupsi

Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Korupsi di Indonesia sudah sangat


tinggi. Perkembangan korupsi meningkat tiap tahunnya. Namun demikian, kita tentu
tidak boleh pesimis begitu saja. Selama ada itikad baik untuk memberantas korupsi
secara tegas, maka selama itu pula ada harapan untuk menghilangkan budaya korupsi
dari bumi indonesia. Berikut ini dijelaskan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

14
1. Upaya Preventif

a. Upaya pemberantasan korupsi secara preventif dapat dilakukan melalui


pendidikan moral agama yang ditanamkan sejak dini pada setiap orang,
berupa kesadaran akan bahaya laten korupsi.

b. Meningkatkan kesadaran moral masyarakat untuk selalu menjaga


perbuatannya sehingga tidak terperosok pada perbuatan kejahatan yang
merugikan.

c. Meningkatkan kesadaran moral pada pejabat apatur negara dan penegak


hukum agar kekuasaannya dijalankan sebagaimana seharusnya dan tidak
sewenang-wenang.

2. Upaya Represif

Yaitu ditempuh dengan upaya hukum bagi para pelaku korupsi. Pelaku korupsi
jika ia terbukti bersalah maka ia tidak bisa lepas dari jeratan hukum. Upaya hukum
dalam pemberantasan korupsi memerlukan aturan hukum tentng korupsi secara
tegas. Aturan-aturan tersebut meliputi :

a. Berbagai peraturan perundang undangan tentang korupsi

b. Dibentuknya berbagai badan hukum yang khusus mempunyai kewenangan


luas, independent, serta bebas dari kekuasaan manapun, sehingga dengan
tegas dan leluasa memberantas tindak pidana korupsi yang terjadi di indonesia.

3. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa

a. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol


sosial terkait dengan kepentingan publik.
b. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa
hingga ke tingkat pusat/nasional.
d. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan
peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.

15
e. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif
dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.

4. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)

a. Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang


meng-awasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan
terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas
korupsi me-lalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik
korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan
reformasi yang meng-hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.
b. Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan
memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba
se-karang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi
yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan
Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi
Korupsi (IPK) In-donesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota
terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam.
Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia berada di posisi keenam negara
terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan,
Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari
Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti &
Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.

Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan istilah politik
kriminal atau criminal policy oleh G. Peter Hoefnagels dibedakan sebagai berikut (Nawawi
Arief : 2008) :
1. kebijakan penerapan hukum pidana (criminal law application)
2. kebijakan pencegahan tanpa hukum pidana (prevention without punishment)
3. Kebijakan untuk mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan
pemidanaan lewat mass media (influencing views of society on crime and punishment
/ mass media)
Melihat pembedaan tersebut, secara garis besar upaya penanggulangan kejahatan dapat
dibagi menjadi 2 (dua) yakni melalui jalur penal (dengan menggunakan hukum pidana) dan
jalur non-penal (diselesaikan di luar hukum pidana dengan sarana-sarana non-penal). Secara

16
kasar menurut Barda Nawawi Arief, upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur penal
lebih menitikberatkan pada sifat repressive (penumpasan/penindasan/pemberantasan) sesudah
kejahatan terjadi, sedangkan jalur non-penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif
(pencegahan). Dikatakan secara kasar, karena tindakan represif juga dapat dilihat sebagai
tindakan preventif dalam arti luas (Nawawi Arief : 2008). Sifat preventif memang bukan
menjadi fokus kerja aparat penegak hukum. Namun untuk pencegahan korupsi sifat ini dapat
ditemui dalam salah satu tugas dari Komisi Pemberantasan Korupsi yang memiliki Deputi
Bidang Pencegahan yang di dalamnya terdapat Direktorat Pendidikan dan Pelayanan
Masyarakat.
Sasaran dari upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur non-penal adalah
menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan dalam hal ini korupsi, yakni
berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi baik politik, ekonomi maupun sosial
yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan
kejahatan (korupsi; tambahan dari penulis). Dengan ini, upaya non-penal seharusnya menjadi
kunci atau memiliki posisi penting atau dalam istilah yang digunakan oleh Barda Nawawi
Arief memiliki posisi strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal. Upaya yang kedua
adalah upaya penal dengan memanggil atau menggunakan hukum pidana atau dengan
menghukum atau memberi pidana atau memberikan penderitaan atau nestapa bagi pelaku
korupsi. Ada hal penting yang patut dipikirkan dalam menggunakan upaya penal. Hal ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa sarana penal memiliki keterbatasan dan mengandung
beberapa kelemahan (sisi negatif) sehingga fungsinya seharusnya hanya digunakan secara
subsidair. Pertimbangan tersebut (Nawawi Arief : 1998) adalah :
1. Dilihat secara dogmatis, sanksi pidana merupakan jenis sanksi yang paling tajam
dalam bidang hukum, sehingga harus digunakan sebagai ultimum remedium (obat
yang terakhir apabila cara lain atau bidang hukum lain sudah tidak dapat digunakan
lagi).
2. dilihat secara fungsional/pragmatis, operasionalisasi dan aplikasinya menuntut biaya
yang tinggi.
3. sanksi pidana mengandung sifat kontradiktif/paradoksal yang mengadung efek
sampingan yang negatif. Hal ini dapat dilihat dari kondisi overload Lembaga
Pemasyarakatan.
4. penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan hanya merupakan
kurieren am symptom (menyembuhkan gejala), ia hanya merupakan pengobatan

17
simptomatik bukan pengobatan kausatif karena sebab-sebab kejahatan demikian
kompleks dan berada di luar jangkauan hukum pidana.
5. hukum pidana hanya merupakan bagian kecil (sub sistem) dari sarana kontrol sosial
lainnya yang tidak mungkin mengatasi kejahatan sebagai masalah kemanusiaan dan
kemasyarakatan yang sangat kompleks.
6. sistem pemidanaan bersifat fragmentair dan individual/personal; tidak bersifat
struktural atau fungsional.
7. efektifitas pidana (hukuman) bergantung pada banyak faktor dan masih sering
diperdebatkan oleh para ahli.
Berikut ini dipaparkan beberapa pendapat mengenai pemidanaan sehubungan dengan
penanggulangan kejahatan pada umumnya dan pemberantasan korupsi pada khususnya.
Pendapat-pendapat tersebut dapat memperlihatkan bahwa hukum pidana dan pemidanaan
bukanlah obat yang manjur atau panacea atau bukan segala-galanya untuk
menanggulangi kejahatan.
Dengan demikian, ia hanya dapat dipandang sebagai salah satu cara saja untuk
memberantas korupsi. Menurut Rubin pemidanaan (apakah dimaksudkan untuk menghukum
atau memperbaiki) sedikit atau tidak mempunyai pengaruh terhadap masalah kejahatan.
Schultz menyatakan bahwa naik turunnya kejahatan tidak berhubungan dengan perubahan di
dalam hukum atau kecenderungan dalam putusan pengadilan, tetapi berhubungan dengan
bekerjanya atau berfungsinya perubahan-perubahan kultural yang besar dalam kehidupan
masyarakat.
Menurut Wolf Middendorf sulit melakukan evaluasi terhadap efektifitas dari general
deterrence (pencegahan umum dengan menggunakan hukum pidana), karena mekanisme
pencegahan (deterrence) yang manjur tidak dapat diketahui. Kita tidak dapat mengetahui
hubungan sesungguhnya antara sebab dan akibat. Orang melakukan kejahatan dan mungkin
mengulanginya lagi tanpa hubungan dengan ada tidaknya UU atau pidana yang dijatuhkan.
Sarana kontrol sosial lainnya, seperti kekuasaan orang tua, kebiasaan-kebiasaan atau agama
mungkin dapat mencegah perbuatan, yang sama efektifnya dengan ketakutan orang pada
pidana. Selanjutnya Wolf Middendorf menyatakan bahwa tidak ada hubungan logis antara
kejahatan dengan lamanya pidana.
Karl. O. Christiansen menyatakan bahwa pengaruh pidana terhadap masyarakat luas
sulit diukur dan S.R. Brody menyatakan bahwa 5 (lima) dari 9 (sembilan) penelitian yang
diamatinya menyatakan bahwa lamanya waktu yang dijalani oleh seseorang di dalam penjara
tampaknya tidak berpengaruh pada adanya reconviction atau penghukuman kembali (Nawawi
18
Arief : 1998). Berbagai pendapat di atas dapat memberi pelajaran bahwa kita tidak dapat
hanya mengandalkan hukum (pidana) saja dalam memberantas korupsi. Padahal beberapa
kalangan mengatakan bahwa cara untuk memberantas korupsi yang paling ampuh adalah
dengan memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada pelaku korupsi. Kepada pelaku
yang terbukti telah melakukan korupsi memang tetap harus dihukum (diberi pidana), namun
berbagai upaya lain harus tetap terus dikembangkan baik untuk mencegah korupsi maupun
untuk menghukum pelakunya. Mungkin pendapat-pendapat di atas mengecilkan hati kita.
Kita bertanya-tanya adakah gunanya berbagai macam peraturan perundang-undangan,
lembaga serta sistem yang dibangun untuk menghukum pelaku korupsi bila hasilnya tidak
ada. Jawabannya adalah: jangan hanya mengandalkan satu cara, satu sarana atau satu strategi
saja yakni dengan menggunakan sarana penal, karena ia tidak akan mempan dan tidak dapat
bekerja secara efektif. Belum lagi kalau kita lihat bahwa ternyata lembaga serta aparat yang
seharusnya memberantas korupsi justru ikut bermain dan menjadi aktor yang ikut
menumbuhsuburkan praktek korupsi.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

19
Korupsi ialah perilaku yang buruk yang tidak legal dan tidak wajar untuk
mengambil keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu mengandung unsur
penyelewengan atau dishonest (ketidakjujuran). Korupsi dinilai dari sudut manapun
ia tetap suatu pelanggaran. Korupsi mengakibatkan kurangnya pendapatan Negara dan
kurangnya kepercayaan. Fenomena umum yang biasanya terjadi di Indonesia yaitu
selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di
antara mereka yang tidak mampu. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan
kepentingan pribadinya dengan dalih kepentingan rakyat.
Oleh karenanya, disetiap negara harus memiliki strategi dan berupaya menindak
dan mencegah tindakan korupsi dengan kebijakan pemerintah masing-masing. Seperti
di Indonesia yang memberikan hukum pidana kepada pelaku korupsi dan ditangani oleh
lembaga-lembaga seperti BPK, KPK, dll. Yang paling penting agar tidak terjadi korupsi
adalah disetiap diri harus memiliki nilai-nilai kejujuran dan rasa takut akan hal-hal yang
haram. Karena sejatinya orang yang memiliki harta yang halal adalah orang-orang yang
paling selamat agamanya, paling tenang hati dan pikirannya, paling lapang dadanya,
paling sukses kehidupannya, dipenuhi keberkahan dan kehormatan serta harga diri
bersih dan terjaga.

B. Saran
Tindak pidana korupsi sangat merugikan bangsa dan negara, terutama bagi negara
yang masih berkembang. Karena hal tersebut dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan negara. Sebagai insan bermoral dan berpendidikan, marilah jauhi segala
tindakan yang menjurus pada tindak pidana korupsi demi kemajuan bangsa dan negara.

DAFTAR PUSTAKA

Tim penulis buku pendidikan anti korupsi. (2011) Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan
Tinggi. JAKARTA: kementrian pendidikan dan kebudayaan RI Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Bagian Hukum Kepegawaian

http://jeyysiska.blogspot.co.id/2013/07/pencegahan-dan-upaya-pemberantasan.html

http://makalahnih.blogspot.co.id/2014/09/6-strategi-pencegahan-dan-pemberantasan.html

20
http://sarfaraazyusuf.blogspot.co.id/2016/03/pemberantasan-korupsi-konsep-strategi.html

https://bungbens.wordpress.com/2010/04/23/strategi-nasional-pemberantasan-korupsi-2010-
2025/

http://septianludy.blogspot.co.id/2014/07/pencegahan-dan-upaya-pemberantasan.html

http://www.seputar-indonesia.com

21

Anda mungkin juga menyukai