Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

JALUR PENAL DAN JALUR NON PENAL


DOSEN: SURYA AGUSTINA, Ners.,M.Kep

Disusun oleh:
Yeni Yuli Astuti NIM: 2019.B.20.0510
Ceciy Anti NIM: 2019.B.20.0501
Wiri Worda NIM: 2019.B.20.0508
Muhammad Zaini NIM: 2019.B.20.0505

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI DIII KEPERAWATAN TINGKAT I
TAHUN 2019/2020
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN
A.JALUR PENAL
B. JALUR NON PENAL
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi
petunjuk dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini,

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa susunan dan materi yang terkandung di dalam makalah
ini belumlah sempurna. Untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun selalu penulis
harapkan dengan senang hati dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Insya Allah makalah ini dapat membawa pemahaman dan pengetahuan bagi kita semua
tentang “JALUR PENAL DAN JALUR NON PENAL”.

PALANGKA RAYA 25 N0VEMBER 2019


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pada tahun 2004 lembaga Transparency Coruption mengeluarkan sebuah hasil penelitian

yang menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu Negara terkorup di dunia.

Menaggapi hasil penelitian tersebut, Negara Indonesia hanya menikmati alias tidak

melakukan gregat politik, tidak ada gerakan massif kebudayaan, tidak juga ada langkah

hukum yang gegap gempita tekad dan aksi yang tertata langkahnya, sebab korupsi telah

menjadi gerakan sistematik merata vertikal dan horizontal yang berujung kehancuran karena

telah menjadi gerakan sistemik. Banyak orang begitu bangga, gagah berani dan enjoy

menjarah uang rakyat dan mereka sangat menikmati hasil korupsinya. Koruptor ini terutama

adalah orang yang menduduki jabatan strategis dalam beragai institusi Negara dan

pemerintahan, mulai dari bawahan sampai atasan/pimpinan. Korupsi telah menjadi virus

ganas di tanah air yang menyebar begitu cepat dan sangat menakjubkan.

Di negeri ini, korupsi telah di lakukan secara terbuka dan terang-terangan. Kemampuan

mereka dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi menjadi modal untuk memuluskan perbuatan

dan keinginannya menjarah uang rakyat. Para koruptor telah mengidap krisis moral yang

sangat kronis dan matinya hati nuranih dari mereka, sehingga faktor agama tidak punya ruang

dalam basis kesadaran mereka. Justru agama dijadikan kedok untuk melakukan korupsi.

Terbukti kementrian Agama adalah salah satu institusi pemerintah yang tingkat korupsinya

sangat tinggi, karena himbauan moral dan gerakan sosial tidak mampu membendung laju

korupsi, maka penegakan hukum secara tegas adalah salah satu cara yang paling mungkin

untuk dilakukan. Hukum harus mampu memberikan efek jerah pada para koruptor. Namun

Kebijakan Hukum pidana (baik penal maupun non-penal policy) yang diambil dalam

pembentukan dan dalam usaha melahirkan perundangan tindak pidana korupsi sebagaimana

yang diyakini oleh sebahagian besar kalangan masyrakat bangsa ini benar-benar belum
menyentuh hakikat dari pembentukan hukum itu sendiri. Salah satu masalahnya adalah

ketidak jelasan dan ketidak tegasan mengenai pembuktian dan sanksi hukuman yang kurang

berat dan setimpal dengan dampak yang ditimbulkan dari perbuatan koruptor tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang

berhubungan dengan kebijakan hukum pidana (penal policy) dalam menanggulangi Tindak

pidana korupsi sebagai berikut:

1.    Apa itu jalur Penal dan Non Penal , beserta contohnya

2.      Bagaimana Upaya penanggulangan tindak pidana korupsi melalui kebijakan hukum

dengan sarana Penal dan Non-Penal?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1.      Tujuan penulisan

a.       Mengetahui secara jelas apa itu jalur penal dan non penal, serta lebih memahami

contoh-contohnya

b.      Mengetahui upaya penanggulangan tindak pidana korupsi melalui kebijakan hukum

pidana dengan sarana penal dan Non-Penal


BAB II
PEMBAHASAN

Dalam sistem peradilan pidana pemidaan itu bukanlah merupakan tujuan akhir
dan bukan pula merupakan satu - satunya cara untuk mencapai tujuan pidana
atau tujuan sistem peradilan pidana. Banyak cara dapat ditempuh, dapat
menggunakan hukum pidana maupun dengan cara diluar hukum pidana atau
diluar pengadilan. Dilihat dari segi ekonomisnya sistem peradilan pidana
disamping tidak efisien, juga pidana penjara yang tidak benar - benar diperlukan
semestinya tidak usah diterapkan.
Penegakan hukum dengan sarana penal merupakan salah satu aspek saja dari
usaha masyarakat menanggulangi kejahatan. Disamping itu masih dikenal usaha
masyarakat menanggulangi kejahatan melalui sarana non penal. Usaha non
penal dalam menanggulangi kejahatan sangat berkaitan erat dengan usaha penal.
Upaya non penal ini dengan sendirinya akan sangat menunjang
penyelenggaraan peradilan pidana dalam mencapai tujuannya. Pencegahan atau
atau menanggulangi kejahatan harus dilakukan pendekatan integral yaitu antara
sarana penal dan non penal.
Menurut M. Hamdan, upaya penaggulangan yang merupakan bagian dari
kebijakan sosial pada hakikatnya juga merupakan bagian integral dari upaya
perlindungan masyarakat (social defence) yang dapat ditempuh dengan 2 jalur,
yaitu:
1. Jalur penal : yaitu dengan menerapkan hukum pidana ( criminal law
application)
2. Non penal : yaitu dengan cara:
a.     Pencegahan tanpa pidana (prevention without punisment), termasuk
di dalamnya penerapan sanksi administrative dan sanksi perdata.
b.     Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan
pembinaan lewat media massa (influencing views of society on crime
and punishment).
Secara sederhana dapatlah dibedakan, bahwa upaya penanggulangan kejahatan
lewat jalur “penal” lebih menitik beratkan pada sifat “repressive”
(penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi, sedangkan
jalur “non penal” lebih menitik beratkan pada sifat “preventif”
(pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi.

Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi Dengan Sarana “ Penal ” dan

“Non- Penal”

a. Sarana Penal

Secara umum upaya penanggulangan kejahatan dapat dilakukan melalui sarana

“penal” dan “non penal”, Upaya penanggulangan hukum pidana melalui sarana

(penal) dalam mengatur masyarakat lewat perundang-undangan pada

hakikatnya merupakan wujud suatu langkah kebijakan (policy).

Upaya penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana (sarana penal) lebih

menitik beratkan pada sifat “Represive”

(Penindasan/pemberantasan/penumpasan), setelah kejahatan atau tindak pidana

terjadi. Selain itu pada hakikatnya sarana penal merupakan bagian dari usaha

penegakan hukum oleh karena itu kebijakan hukum pidana merupakan bagian

dari kebijakan penegak hukum (Law Enforcement). Dengan kata lain

penanggulangan korupsi dapat dilakukan dengan cara menyerahkan kasus

tindak pidana korupsi yang terjadi kepada pihak penegak hukum dalam hal ini,
polisi, jaksa, dan KPK untuk diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang

berlaku. Dimana hukuman atau sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pelaku

diharapkan dapat memberikan efek jerah kepada pelaku sesuai dengan tujuan

pemidanaan.

Walaupun penggunaan sarana hukum pidana “penal” dalam suatu kebijakan

kriminal bukan merupakan posisi strategis dalam penanggulangan tindak pidana

korupsi, namun bukan pula suatu langkah kebijakan yang bisa di sederhanakan

dengan mengambil sikap ekstrim untuk menghapuskan sarana hukum pidana

“penal”. Karena permasalahannya tidak terletak pada eksistensinya akan tetapi

pada masalah kebijakan penggunaannya.

b. Sarana Non penal

Usaha yang rasional untuk mengendalikan atau menanggulangi tindak pidana

korupsi adalah tidak hanya dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana),

tetapi dapat juga denga menggunakan sarana-sarana yang non-penal.

Sarana non-penal mempunyai pengaruh preventif terhadap kejahatan. Upaya

preventif yang di maksud adalah upaya yang dilakukan sebelum terjadinya

tindak pidana korupsi dengan cara menangani faktor-faktor pendorong

terjadinya korupsi, yang dapat di laksanakan dalam beberapa cara:

1.      Cara Moralistik


Cara moralistik dapat dilakukan secara umum melalui pembinaan mental dan

moral manusia, khotbah-khotbah, ceramah dan penyuluhan di bidang

keagamaan, etika dan hukum.

2.      Cara Abolisionik

Cara ini muncul dari asumsi bahwa korupsi adalah suatu kejahatan yang harus

di berantas dengan terlebih dahulu menggali sebab-sebabnya dan kemudian

diserahkan kepada usaha-usaha untuk menghilangkan sebab-sebab tersebut.

Kemudian mengkaji permasalahan yang tengah dihadapi masyarakat serta

dorongan individual yang mengarah pada tindakan-tindakan korupsi,

meningkatkan kesadaran hukum masyarakat serta menghukum orang-orang

yang telah melakukan korupsi berdasarkan hukum yang berlaku.

Dengan demikian dilihat dari sudut pandang politik kriminal, keseluruhan

kegiatan preventif yang non penal mempunyai kedudukan yang sangat strategis

dalam pencegahan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu suatu kebijakan

kriminal harus dapatmengintegrasikan seluruh kegiatan preventif kedalam

sistem kegiatan Negara yang teratur.

Upaya penaggulangan kejahatan non- penal dapat berupa:

1.      Pencegahan tanpa pidana (Prevention without punishment)

2.      Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan

pemidanaan lewat media massa (Influencing views of society on crime and

punishment mass media).


Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non-penal lebih

bersifat tindakan pencegahan , maka sasaran utamanya adalah menangani

faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan korupsi dimana faktor

tersebut berpusat pada masalah-masalah atau kondisi sosial secara langsung

atau tidak langsung dapat menumbuh suburkan kejahatan.

Melihat tindak pidana korupsi yang tengah membudaya di Indonesia saat ini,

maka sebenarnya perlu ketegasan dan kejelasan mengenai praktis operasional.

Praktis operasional yang di maksud adalah tindakan preventif dan represif harus

ada di dalamnya. Sebab kedua langkah dan tindakan tersebut akan

menghasilkan penyelenggaraan Negara yang bebas dan bersih dari korupsi.


BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Upaya penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana (sarana penal) dan


lebih menitik beratkan pada sifat “Represive” ( Penindasan / pemberantasan /
penumpasa ) setelah kejahatan atau tindak pidana terjadi.
Selain itu pada hakikatnya sarana penal merupakan bagian dari usaha
penegakan hukum oleh karena itu kebijakan hukum pidana merupakan bagian
dari kebijakan penegak hukum (Law Enforcement).
Sedangkan Sarana Non-Penal (Preventif) merupakan upaya-upaya yang
dilakukan sebelum terjadinya tindak pidana korupsi dengan cara menangani
faktor-faktor pendorong terjadinya korupsi, yang dapat di laksanakan dalam
beberapa cara misalnya cara Moralistik dan Abolisionik

B. SARAN

1. Korupsi merupakan penyakit yang mudah menyerang siapa saja terutama

para pemegang kekuasaan, hal ini dikarenakan sikap manusia yang serakah dan

tidak pernah puas dengan apa yang telah dimilikinya. Oleh karena itu

memberantas tindak pidana korupsi harus dimulai dari diri pribadi seseorang

dengan menanamkan dalam hati bahwa korupsi adalah perbuatan yang tidak

dibenarkan dan dapat merugikan diri sendiri, keluarga maupun orang lain

teruatama kepentingan negara dan rakyat bangsa Indonesia.

2. Perlu diupayakan peningkatan kualitas aparat penegak hukum, mulai dari

polisi, jaksa, hingga hakim.

3. Sanksi hukum yang diberikan harus berat, tanpa diskriminasi dan pandang

bulu.
DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, Andi, 1984, Korupsi Di Indonesia Masalah dan Pemecahannya, PT.Gramedia,

Jakarta

Hartanti, Evi,2005, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta.

Irfan, Nurul, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Sinar Grafika Offset, Jakarta.

KPK,2006, Memahami untuk Membasmi, Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana
Korupsi,
KPK, Jakarta

Marwan dan Jimmy,2009, Kamus Hukum “Dictionary Of Law Complete Edition”,Reality


Publisher, Surabaya.

M. Echols, John dan Hassan Shadily,1997, Kamus Inggris-Indonesia, PT.Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta.

Mulyadi,Lilik, 2007, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Normatif, Teoretis, Praktik dan
Masalahnya, Alumni, Bandung.

Nawawi Arief, Barda, 2011, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Prenada Media
Group, Jakarta.

Surachmin dan Suhandi Cahaya, 2011, Strategi & Teknik Korupsi “Mengetahui Untuk

Mencegah” Sinar Grafika, Jakarta.

Yunara, Edy, 2005, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Berikut Studi Kasus,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005,

Anda mungkin juga menyukai