Disusun oleh:
Yeni Yuli Astuti NIM: 2019.B.20.0510
Ceciy Anti NIM: 2019.B.20.0501
Wiri Worda NIM: 2019.B.20.0508
Muhammad Zaini NIM: 2019.B.20.0505
Puji dan syukur penulis panjatkan atas Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi
petunjuk dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini,
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa susunan dan materi yang terkandung di dalam makalah
ini belumlah sempurna. Untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun selalu penulis
harapkan dengan senang hati dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Insya Allah makalah ini dapat membawa pemahaman dan pengetahuan bagi kita semua
tentang “JALUR PENAL DAN JALUR NON PENAL”.
Pada tahun 2004 lembaga Transparency Coruption mengeluarkan sebuah hasil penelitian
yang menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu Negara terkorup di dunia.
Menaggapi hasil penelitian tersebut, Negara Indonesia hanya menikmati alias tidak
melakukan gregat politik, tidak ada gerakan massif kebudayaan, tidak juga ada langkah
hukum yang gegap gempita tekad dan aksi yang tertata langkahnya, sebab korupsi telah
menjadi gerakan sistematik merata vertikal dan horizontal yang berujung kehancuran karena
telah menjadi gerakan sistemik. Banyak orang begitu bangga, gagah berani dan enjoy
menjarah uang rakyat dan mereka sangat menikmati hasil korupsinya. Koruptor ini terutama
adalah orang yang menduduki jabatan strategis dalam beragai institusi Negara dan
pemerintahan, mulai dari bawahan sampai atasan/pimpinan. Korupsi telah menjadi virus
ganas di tanah air yang menyebar begitu cepat dan sangat menakjubkan.
Di negeri ini, korupsi telah di lakukan secara terbuka dan terang-terangan. Kemampuan
mereka dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi menjadi modal untuk memuluskan perbuatan
dan keinginannya menjarah uang rakyat. Para koruptor telah mengidap krisis moral yang
sangat kronis dan matinya hati nuranih dari mereka, sehingga faktor agama tidak punya ruang
dalam basis kesadaran mereka. Justru agama dijadikan kedok untuk melakukan korupsi.
Terbukti kementrian Agama adalah salah satu institusi pemerintah yang tingkat korupsinya
sangat tinggi, karena himbauan moral dan gerakan sosial tidak mampu membendung laju
korupsi, maka penegakan hukum secara tegas adalah salah satu cara yang paling mungkin
untuk dilakukan. Hukum harus mampu memberikan efek jerah pada para koruptor. Namun
Kebijakan Hukum pidana (baik penal maupun non-penal policy) yang diambil dalam
pembentukan dan dalam usaha melahirkan perundangan tindak pidana korupsi sebagaimana
yang diyakini oleh sebahagian besar kalangan masyrakat bangsa ini benar-benar belum
menyentuh hakikat dari pembentukan hukum itu sendiri. Salah satu masalahnya adalah
ketidak jelasan dan ketidak tegasan mengenai pembuktian dan sanksi hukuman yang kurang
berat dan setimpal dengan dampak yang ditimbulkan dari perbuatan koruptor tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang
berhubungan dengan kebijakan hukum pidana (penal policy) dalam menanggulangi Tindak
2. Bagaimana Upaya penanggulangan tindak pidana korupsi melalui kebijakan hukum
a. Mengetahui secara jelas apa itu jalur penal dan non penal, serta lebih memahami
contoh-contohnya
b. Mengetahui upaya penanggulangan tindak pidana korupsi melalui kebijakan hukum
Dalam sistem peradilan pidana pemidaan itu bukanlah merupakan tujuan akhir
dan bukan pula merupakan satu - satunya cara untuk mencapai tujuan pidana
atau tujuan sistem peradilan pidana. Banyak cara dapat ditempuh, dapat
menggunakan hukum pidana maupun dengan cara diluar hukum pidana atau
diluar pengadilan. Dilihat dari segi ekonomisnya sistem peradilan pidana
disamping tidak efisien, juga pidana penjara yang tidak benar - benar diperlukan
semestinya tidak usah diterapkan.
Penegakan hukum dengan sarana penal merupakan salah satu aspek saja dari
usaha masyarakat menanggulangi kejahatan. Disamping itu masih dikenal usaha
masyarakat menanggulangi kejahatan melalui sarana non penal. Usaha non
penal dalam menanggulangi kejahatan sangat berkaitan erat dengan usaha penal.
Upaya non penal ini dengan sendirinya akan sangat menunjang
penyelenggaraan peradilan pidana dalam mencapai tujuannya. Pencegahan atau
atau menanggulangi kejahatan harus dilakukan pendekatan integral yaitu antara
sarana penal dan non penal.
Menurut M. Hamdan, upaya penaggulangan yang merupakan bagian dari
kebijakan sosial pada hakikatnya juga merupakan bagian integral dari upaya
perlindungan masyarakat (social defence) yang dapat ditempuh dengan 2 jalur,
yaitu:
1. Jalur penal : yaitu dengan menerapkan hukum pidana ( criminal law
application)
2. Non penal : yaitu dengan cara:
a. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punisment), termasuk
di dalamnya penerapan sanksi administrative dan sanksi perdata.
b. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan
pembinaan lewat media massa (influencing views of society on crime
and punishment).
Secara sederhana dapatlah dibedakan, bahwa upaya penanggulangan kejahatan
lewat jalur “penal” lebih menitik beratkan pada sifat “repressive”
(penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi, sedangkan
jalur “non penal” lebih menitik beratkan pada sifat “preventif”
(pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi.
“Non- Penal”
a. Sarana Penal
“penal” dan “non penal”, Upaya penanggulangan hukum pidana melalui sarana
terjadi. Selain itu pada hakikatnya sarana penal merupakan bagian dari usaha
penegakan hukum oleh karena itu kebijakan hukum pidana merupakan bagian
tindak pidana korupsi yang terjadi kepada pihak penegak hukum dalam hal ini,
polisi, jaksa, dan KPK untuk diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku. Dimana hukuman atau sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pelaku
diharapkan dapat memberikan efek jerah kepada pelaku sesuai dengan tujuan
pemidanaan.
korupsi, namun bukan pula suatu langkah kebijakan yang bisa di sederhanakan
korupsi adalah tidak hanya dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana),
Cara ini muncul dari asumsi bahwa korupsi adalah suatu kejahatan yang harus
kegiatan preventif yang non penal mempunyai kedudukan yang sangat strategis
dalam pencegahan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu suatu kebijakan
Melihat tindak pidana korupsi yang tengah membudaya di Indonesia saat ini,
Praktis operasional yang di maksud adalah tindakan preventif dan represif harus
B. SARAN
para pemegang kekuasaan, hal ini dikarenakan sikap manusia yang serakah dan
tidak pernah puas dengan apa yang telah dimilikinya. Oleh karena itu
memberantas tindak pidana korupsi harus dimulai dari diri pribadi seseorang
dengan menanamkan dalam hati bahwa korupsi adalah perbuatan yang tidak
dibenarkan dan dapat merugikan diri sendiri, keluarga maupun orang lain
3. Sanksi hukum yang diberikan harus berat, tanpa diskriminasi dan pandang
bulu.
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta
Irfan, Nurul, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Sinar Grafika Offset, Jakarta.
KPK,2006, Memahami untuk Membasmi, Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana
Korupsi,
KPK, Jakarta
Mulyadi,Lilik, 2007, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Normatif, Teoretis, Praktik dan
Masalahnya, Alumni, Bandung.
Nawawi Arief, Barda, 2011, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Prenada Media
Group, Jakarta.
Surachmin dan Suhandi Cahaya, 2011, Strategi & Teknik Korupsi “Mengetahui Untuk
Yunara, Edy, 2005, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Berikut Studi Kasus,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005,