Anda di halaman 1dari 5

CONTOH SOAL UJIAN NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI

1. Sebutkan putusan MK mengenai kewenangan pembuat UU adalah presiden, dpr dan


DPD? Jelaskan ?
Jawab :
Latar Belakang :
DPD mengajukan Judicial Review ke MK untuk uji materiil UU P3 (11/2012) dan UU
MD3 (27/2009) yang dianggap telah membatasi kewenangan DPD
MK Memutuskan :
- Kewenangan DPD dalam mengajukan RUU setara dengan DPR dan Presiden
- DPD berwenang ikut membahas RUU
- DPD berwenang memberikan persetujuan atas RUU
- Keterlibatan DPD dalam prolegnas

2. Apakah yang dimaksud dengan supremasi konstitusi ? apakah Indonesia negara


supremasi konstitusi ? Jika ada buktikan dengan pasal-pasalnya ?
Jawab :
Supremasi konstitusi adalah pemberlakuankonstitusi sebagai hukum dasar dan hukum
tertinggi dalam mencapai tujuan negara.
Iya, Indonesia merupakan negara supremasi konstitusi.
Pasal 1 ayat 2 UUD NRI 1945

3. Jelaskan yang dimaksud dengan Pemerintah Mayoritas dalami prinsip Demokrasi?


Jawab :
Maksud pemerintahan mayoritas dalam prinsip demokrasi adalah dalam artian bahwa
dalam mewujudkan suatu pemerintahan dengan cara demokrasi pada akhirnya adalah
pemerintahan yang sesuai dengan kehendak rakyat pada umumnya (mayoritas). Jadi
dalam pemahaman ini bahwa demokrasi itu sendiri adalah pemerintahan mayoritas segala
keputusan ada ditangan rakyat , walaupun memang pada akhirnyapemerintahan oleh
rakyat/ mayoritas terwujud dalam pengambilan keputusan bukan oleh mayoritas (rakyat
keseluruhan) tapi oleh pemerintah yang dikehendaki atau dipilih oleh rakyat keseluruhan
(pemerintahan mayoritas). Dalam hal ini pemerintahan mayoritas terwujud dalam
pengambilan keputusan oleh badan perwakilan rakyat yang dilakukan secara kompromi,
kesepakatan, dan musyawarah

4. Jelaskan Perbedaan negara hukum dengan negara yang berdasarkan atas hukum ?
Jawab :
Pondasi negara hukum dan negara berdasarkan atas hukum adalah sama, yaitu hukum.
Negara hukum (rechstaat) dikelompokkan pada sistem hukum Continental law,
sedangkan negara berdasarkan hukum berada pada sistem hukum civil law. Ciri rechstaa
tadalah adanya penegakan HAM, pemisahan kekuasaan, pemerintahan berdasarkan pada
UU dan adanya peradilan administrasi. Sedangkan role of law adanya supremasi aturan
hukum, adanya kesamaan kedudukan didepan hukum (equality before the law) dan
jaminan perlindungan HAM. Rechstaatdan role of law memiliki persamaan dan
perbedaan, persamaannya terletak pada sama-sama melakukan perlindungan HAM.
Perbedaan prinsipil kedua sistem hukum tersebut terletak pada pengadilan administrasi
yang berdiri sendiri. Role of law mengedepankan asas persamaan dimuka hukum
sehingga posisi pemerintah dan warga negara sama di depan hukum

5. Bagaimana Asas- Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dikaitkan dengan Undang- Undang
Nomor 28 Tahun 1999?

Jawaban:

Korelasi antara AAUPB DENGAN Undang- Undang No 28 Tahun 1999 terlihat pada pasal
3, dalam pasal 3 tersebut terdapat asas umum penyelenggara negara yakni:

1. Kepastian hukumadalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara
Negara. Maksudnya asai ini menhendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang
berdasarkan suatu keputusan badan atau pejabat administrasi negara.
2. Tertib penyelenggara negaraadalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keseraslan,
dan keseimbangan dalam pengendalian Penyelenggara Negara.
3. Kepentingan umumadalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang
aspiratif, akomodatif, dan selektif. Maksudnya asas ini menghendaki pemerintah harus
mengutamakan kepentingan umum terlebih dahulu.
4. Keterbukaanadalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan tidak diskrirninatif tentang penyelenggaraan negara dengan
tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
5. Proporsionalitasadalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban
Penyelenggara Negara.
6. Profesionalitasadalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan
ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
7. Akuntabilitasadalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari
kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sasaran undang- undang ini adalah pejabat lembaga tertinggi negara, menteri,
gubernur, hakim serta pejabat lain yang memiliki peran dan fungsi strategis dalam
penyelenggaraan negara. Dalam Undang- undang no 28 tahun 1999 ini, pejabat yang dimaksud
harus bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, serta bekerja efektif dan efisien.

Asas- asas umum pemerintahan yang baik tersebut berfungsi sebagai sarana
perlindungan hukum preventif, diantaranya right to be heard and access to information.

Dalam hal menjaga dalam penyelenggaraan negara, undang- undang no 28 tahun 1999
tersebut mengatur tentang pembentukan komisi pemeriksa yang bertugas dan berwenang
melakukan harta kekayaan pejabat sebelum, selama dan setelah menjabat agar terdapat
transparansi dalam harta kekayaan penyelenggara negara, komisi tersebut juga memiliki
independensi yang kuat demi profesionalitas kinerja dalam pemerikasaan terhadap harta
pejabat yang terkait.

Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan asas penyelenggaraan Negara


berdasarkan pada UU no.28 tahun 1999 adalah bahwa Negara telah mencakup semua asas
pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraannya dalam arti ideal, hanya saja masalahnya
ada pada pelaksanaan asas itu sendiri dalam kebutuhan praktik dimana seringkali roh atau
esensi dari UU itu sendiri seringkali disimpangkan sebagai akibat dari pengaruh politik dalam
pemerintahan yang berimbas pada penegakkan hukum itu sendiri, yang tercermin dalam
beberapa perbuatan yang tidak pada tempatnya seperti tidak meratanya tindakan dalam
pemberantasan korupsi atau kapitalisme dalam duniaperekonomi. Dalam hal teoritis untuk
pemberantasan korupsi, peran serta masyarakat serta transparansi sudah baik. Tetapi
kebudayaan nepotisme masih tercermin dengan tegas dan kewajiban pejabat Negara sering
dilupakan dan terkesan dijadikan sebagai suatu yang berat sehingga ketidakmampuan
melakukan kewajiban itu seringkali menjadi alasan dalam menuntut hak. Jadi pada dasarnya
Rohnya sudah ada, tercermin dalam undang-undang, akan tetapi tidak didorong oleh nafsu yang
dalam hal ini adalah dalam mencapai ruh itu sendiri yang hakikatnya adalah kebebasan (dalam
hal ini adalah lepas dari KKN dan diskriminasi) walaupun kita semua memahami bahwa sebuah
Negara tentunya terdiri dari bermacam-macam hasrat yang membentuknya sebagai Negara
tetapi sungguh tidak bisa dijadikan alasan jika hal itu menjadi ketidakberdayaan Negara, sebab
bagaimana Negara bisa ada jika rakyat tidak memiliki hasrat yang mendorong perbuatan untuk
membentuk Negara). Negara yang demikian adalah gagal dalam mengarahkan tujuan rakyatnya
pada satu hal. Yang dibutuhkan oleh Negara dalam mencapai tujuan utama dari Undang-
Undang ini adalah keseriusan pelaksanaan, misi untuk mencapai visi Undang- undang itu sendiri.

6. Pembatasan Diskresi eksekutif ?


Jawab :
Dalam membentuk suatu produk hukumdan pengambilan suatu keputusan, eksekutid
mendasarkan produk hukum dan keputusan tersebut berdasarkan landasan yuridis
(rechmatigeheid & doelmatigedaad) dan landasan diskresi. Penggunaan Diskresi tersebut
digunakan bilamana terjadi kekosongan hukum, sehingga diperlukan suatu pembatasan
atas diskresi tersebut, AAUPB digunakan sebagai tolak ukur/pembatasan dalam
penggunaan diskresi, dengan memperhatikan :
1. Asas Kepastian Hukum
2. Asas Tertib penyelenggaraan negara
3. Asas kepentingan umum
4. Asas keterbukaan
5. Asas proporsionalitas
6. Asas akuntabilitas

7. Kenapa mengubah UU lebih susah daripada UUD ?


Jawab :
Dalam mengubah UUD diatur jelas dalam UUD nya itu sendiri, yang diatur dalam Bab
XVI Perubahan UUD pasal 37 ayat 1 s/d 4 :
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam
sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-
kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajuukan secara tertulis
dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuuk diubah beserta
alasannya;
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan
persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari
seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
Perlu juga di pahami bahwa dalam perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945, terdapat beberapa kesepakatan dasar, yaitu :

a. Tidak mengubah Pembukaaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945


b. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia
c. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial
d. Penjelasan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal
bersifat normatif (hukum) akan dimasukkan ke dalam Pasal-pasal.
e. Melakukan perubahan dengan cara adendum, artinya menambah pasal perubahan
tanpa menghilangkan pasal sebelumnya. Tujuan perubahan bersifat adendum agar
untuk kepentingan bukti sejarah
Sehingga dalam melakukan perubahan UUD sudah ada patokan dan syarat dalam
melakukan perubahan UUD berbeda dengan merubah UU mengubah peraturan lain yang
telah ada sebelumnya dikarenakan menyesuaikan dengan keadaan yang ada di
masyarakat , disamping itu dibandingkan dengan UUD yang abstrak UU yang sifatnya
mengatur lebih detail untuk mengubahnya diperlukan telaahan – telaahan lebih lanjut ,
karena dalam kenyataannya perubahan UU syarat dengan konfigurasi politik yang
melatar belakanginya, perubahan –perubahan UU tidak lain dipengaruhi kehendak –
kehendak politik yang bersaingan, sehingga dalam perubahan UU lebih susah untuk
melahirkan UU yang berpihak pada kepentingan rakyat bukan kepentingan politik..

8. Kenapa dulu Indonesia itu eksekutif heavy?


Jawab :
Karena selama 32 tahun orde baru, soeharto secara sistematis meminimalisir fungsi dan
peran lembaga-lembaga seperti MPR, DPR, kehakiman, dan Mahkama Agung untuk
mengikuti kebijakan dan aturan yang ditetapkan olehnya dengan kata lain, lembaga
eksekutif yang dipimpin oleh Presiden Soeharto menjelma menjadi kekuatan baru yang
membawahi lembaga legislative dan yudikatif. Kekuatan baru yang dibangun Presiden
Soeharto ini ditopang oleh birokrasi-sipil dan militer.

Anda mungkin juga menyukai