Anda di halaman 1dari 24

PANCASILA DALAM AGAMA HINDU

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pancasila

Disusun Oleh :

1. Rafli Swanda Batubara (18020066)


2. Reza Riadul Ulum (18020073)
3. Risna Alifia Nur’aini (18020074)
4. Virda Aditya Arie P (18020092)
K3 & K4

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL


POLITEKNIK STTT
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

Di negara kita, istilah Pancasila pertama kali ditemukan dalam buku Sutasoma
karangan Mpu Tantular yang disusun pada jaman Kerajaan Majapahit (abad ke-14).
Hal ini membuktikan bahwa Pancasila yang kita jadikan dasar negara sudah ada pada
masa itu.
Dalam kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca (1365) disebutkan di
dalamnya terdapat istilah Pancasila, disini Pancasila diartikan sebagai lima perintah
yang berisi lima tuntunan, sebagai berikut :
1. Dilarang melakukan kekerasan.
2. Dilarang mencuri.
3. Dilarang berjiwa dengki.
4. Dilarang berbohong.
5. Dilarang mabuk karena minuman keras.

Dalam kitab Negarakertagama yang disusun oleh Mpu Prapanca adalah merupakan
sumber sejarah yang terpercaya, karena ditulis pada saat kerajaan Majapahit masih
berdiri di bawah pemerintahan Sri Rajasanagara atau lebih dikenal dengan nama
Prabu Hayam Wuruk.
Kitab ini menceritakan banyak hal penting diantaranya tentang silsilah raja-raja
Majapahit,peran dari patih Gajahmada dengan Sumpah Palapa-nya, Candi Makam
Raja, keadaaan kota raja, upacara Sradha, wilayah kerajaan Majapahit, negara-negara
bawahan Majapahit dan berbagai hal bersejarah lainnya.
Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang ada pada pita yang dicengkram oleh burung
Garuda, juga berasal dari Kitab Negarakertagama yang dikarang oleh Empu Prapanca
pada zaman kekuasaan kerajaan Majapahit.
Pada satu kalimat yang termuat mengandung istilah “Bhinneka Tunggal Ika”, yang
kalimatnya seperti begini: “Bhinneka tunggal Ika, tanhana dharma mangrwa“.
Sedangkan istilah Pancasila dimuat dalam Kitab Sutasoma yang disusun oleh Empu
Tantular yang berisikan sejarah kerajaan bersaudara Singhasari dan Majapahit.
Istilah Pancasila ini muncul sebagai Pancasila Karma, yang isinya berupa lima
tuntunan sebagaimana diuraikan di atas.
Pancasila kemudian menjadi dasar Negara kita setelah melalui proses pembahasan
yang sangat bersejarah oleh para pendiri negara kita yang terdiri dari berbagai unsur
Agama sepakat dengan komitment tinggi menyelamatkan NKRI dari penjajahan dan
perpecahan.

NILAI-NILAI PANCASILA MENURUT AJARAN HINDU

Dalam kesempatan ini, kami menguraikan nilai-nilai Pancasila yang termaktub dalam
ajaran Hindu, dimana sila-sila dalam Pancasila tersebut masing-masing sebagai
tersebut di bawah ini:

1.Sila pertama: Ketuhanan yang Maha Esa. Tersirat dalam kitab Upanisad berbunyi:
”Isavasyam idam sarvam yat kinca jagatyam“. Artinya : Tuhan Yang Maha Esa
mengendalikan segala yang ada di dunia ini.
Selaras dengan nilai tatanan Hindu “Ekam Evam Adityam Brahman” yang secara luas
dapat diartikan “Hanya ada satu Tuhan tidak ada yang kedua, meskipun orang
bijaksana menyebutnya dengan banyak nama”. “Om Bhur Bwah Swah Tat Sawitur
Warenyam, Bhargo Dewasya Dimahi, Dhyoyonam Prascodayat” yang secara luas
dapat diartikan : “Ya Tuhan yang menguasai seluruh jagat raya, engkau adalah asal
alam semesta dan satu satunya kekuasaan awal, engkau maha suci tiada ternoda,
anugrahkanlah semangat dan kecerdasan pada pikiran kami. Demikianlah dapat
dijelaskan secara singkat bahwa tatanan umat Hindu adalah tatanan yang meyakini
Tuhan yang Maha Esa. Dengan demikian, sangatlah selaras antara Ideologi NKRI-
Pancasila dengan nilai-nilai yang terkandung dalam tatanan umat Hindu.
2.Sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Dalam kitab Weda berbunyi
”Mitrasya ma caksusa sarvani bhutani samiksantam, mitrasyaham caksusa sarvani
bhutani samiksa, mitrasya caksusa samiksa mahe“[dalam Yayur Veda XXXVI.18].
Artinya : Semoga semua manusia memandang kami dengan pandangan mata seorang
sahabat. Semoga kami memandang semua manusia sebagai seorang sahabat. Semoga
kami saling memandang dengan penuh persahabatan.

Selaras dengan nilai-nilai tatanan umat Hindu “Tat Twamasi” yang berarti “aku
adalah kamu, kamu adalah aku”, yang secara luas dimaknai bahwa nilai-nilai tatanan
umat Hindu sangat menghargai kesamaan derajat manusia sebagai makhluk ciptaan
Tuhan yang Maha Esa. Jangankan terhadap sesama manusia ajaran “Tat Twamasi”
tersebut bahkan mengajarkan lebih luas
untuk menghargai semua makhluk ciptaan Tuhan.

3.Sila ketiga

Terdapat dalam kitab Weda yang berbunyi:


”Sam gacchadhvam sam vadadhvam sam vo manamsi janatam Deva bhagam
yatha purve Samjanana upasate.”
Artinya :
”Wahai manusia, berjalanlah kamu seiring, berbicara bersama dan berfikirlah
kearah yang sama, seperti para Deva dahulu membagi tugas mereka, begitulah
mestinya engkau menggunakan hakmu”.
Kitab suci Atharva Veda III.30.1
“Sahridayam sam manasyam Avidvesam krinomivah,
Anyo anyam abhiryata Vatsam jātam ivaghṇya.”

“Wahai manusia, Aku telah memberimu sifat-sifat ketulusikhlasan dan


mentalitas yang sama serta perasaan berkawan tanpa kebencian; seperti halnya induk
sapi mencintai anaknya yang baru lahir. Demikianlah seharusnya engkau mencintai
sesamamu”
Selaras dengan nilai-nilai tatanan masyarakat Hindu di Bali khususnya
mengenal slogan “Selunglung Sabayantaka” yaitu berat sama dipikul, ringan sama
dijingjing.
Nilai-nilai tatanan Agama Hindu memandang nilai persatuan .
1. Persatuan dipandang sebagai rasa kebersamaan dalam suka maupun duka,
kebersamaan dalam menjalani berat ringan suatu keadaan.
2. Persatuan berarti persaudaraan.
3. Bersatu dalam cipta, rasa dan karsa.
4. Persatuan juga dipandang sebagai sistem dimana komponen-komponennya
menjadi kesatuan yang utuh, dimana masing-masing komponen saling
mendukung satu sama lain dalam mencapai tujuan bersama dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.

4. Sila keempat: “kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan Perwakilan”. Dalam kitab suci Weda tertulis ”Samano mantrah
samitih samani samanam manah saha cittam esam Samanam mantram abhi mantraye
yah samanena vo havisa juhomi.”
Artinya Berkumpullah bersama berfikir kearah satu tujuan yang sama, seperti yang
telah Aku gariskan. Bicaralah sesuai hatimu lalu satukan pikiranmu, agar engkau
dapat mencapai tujuan hidup bersama dan bahagia.
Ada pula nilai-nilai yang disebut “Pesangkepan-Pesamuhan” dalam tatanan Agama
Hindu yang berarti berkumpul dan bermusyawarah dalam suatu pertemuan. Sejarah
tatanan Agama Hindu telah mengajarkan betapa luhurnya suatu keputusan yang
dihasilkan oleh suatu musyawarah yang menghasilkan kesepakatan untuk
kepentingan bersama, yang menghasilkan manfaat yang tak lekang oleh waktu dan
berbagai keadaan. Umat Hindu memandang bahwa hasil musyawarahlah tatanan
dalam ajaran Agama Hindu tetap lestari sampai saat ini. Salah satu yang kita kenal
adalah hasil musyawarah bernama “Samuan Tiga” yang hingga saat ini terbukti
menciptakan keteraturan dan kesejahteraan. Dengan demikian umat Hindu sangat
memandang luhur dari musyawarah itu sendiri.

Sila ketiga: Persatuan Indonesia. Terdapat dalam kitab Weda yang berbunyi:
”Sam gacchadhvam sam vadadhvam sam vo manamsi janatam Deva bhagam yatha
purve Samjanana upasate.”

Artinya :”Wahai manusia, berjalanlah kamu seiring, berbicara bersama dan


berfikirlah kearah yang sama, seperti para Deva dahulu membagi tugas mereka,
begitulah mestinya engkau menggunakan hakmu”.

Selaras dengan nilai-nilai tatanan masyarakat Hindu di Bali khususnya mengenal


slogan “Selunglung Sabayantaka” yaitu berat sama dipikul, ringan sama dijingjing.

Begitulah nilai-nilai tatanan Agama Hindu memandang nilai persatuan . Persatuan


dipandang sebagai rasa kebersamaan dalam suka maupun duka, kebersamaan dalam
menjalani berat ringan suatu keadaan. Persatuan berarti persaudaraan. Bersatu dalam
cipta, rasa dan karsa. Persatuan juga dipandang sebagai sistem dimana komponen-
komponennya menjadi kesatuan yang utuh, dimana masing-masing komponen saling
mendukung satu sama lain dalam mencapai tujuan bersama dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.

Melalui sila Persatuan Indonesia, setiap manusia Indonesia menempatkan
persatuan dan kesatuan serta keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi
atau golongan. Setiap warganeraga mendahulukan kepentingan bangsa dan
negara serta rela berkorban bagi bangsa dan negaranya. Pengorbanan
didorong oleh rasa cinta tanah air Indonesia guna memelihara ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Persatuan
dikembangkan atas dasar Bhinneka Tunggal Ika dengan memajukan
pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Penerapan nilai-nilai tersebut sejalan dengan susastra Veda yang dituangkan melalui
sloka/mantranya.

Kitab suci Atharva Veda III.30.1, mengingatkan:


Sahridayam sam manasyam Avidvesam krinomivah,
Anyo anyam abhiryata Vatsam jātam ivaghṇya.

“Wahai manusia, Aku telah memberimu sifat-sifat ketulusikhlasan dan mentalitas


yang sama serta perasaan berkawan tanpa kebencian; seperti halnya induk sapi
mencintai anaknya yang baru lahir. Demikianlah seharusnya engkau mencintai
sesamamu”.
Kitab suci Veda menyatakan:
Vayam rastre jagṛyama porohītah. (Yaj. Veda IX.23)
“Semoga kami waspada menjaga dan melindungi bangsa dan negara kami”.

Vayam tubhyam balihrtah syama. (Ath.Veda XII.1.2)


"Semoga kami dapat mengorbankan hidup kami
untuk kemuliaan bangsa dan negara kami”.

Di dalam kitab suci Atharva Veda XII.1.45, dinyatakan:

“Bumi pertiwi memikul bebannya, mengalirkan sungai kemakmuran dengan ribuan


cabang bagi masyarakat yang hidup dalam berbagai tradisi, budaya, bahasa, dan
keyakinan. Hendaklah kamu hormat kepada-Nya dengan menumbuhkan penghargaan
dan kecintaan yang tulus diantara mereka, seperti halnya induk sapi memelihara
anaknya”.

Kitab Suci Atharva Veda III.30.5, mengingatkan:

“Wahai manusia, bergeraklah maju tanpa saling bertentangan, karena kamu


mengikuti tujuan yang sama. Hormatlah kepada orang tua dan para pemimpinmu
yang memiliki pemikiran mulia dan ikut dalam pikiran yang sama. Berbicaralah
dengan kata-kata yang manis di antara kamu. Aku akan mempersatukan dan
memberkatimu dengan pemikiran-pemikiran yang mulia”.
5. Melalui sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
sebagai masyarakat Indonesia harus menyadari hak dan kewajibannya guna
menciptakan keadilan sosial. Dengan ini mengembangkan perilaku luhur yang
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan serta kegotongroyongan. Karenanya,
perlu dikembangkan sikap adil kepada sesama, selalu melaksanakan hak dan
kewajiban secara seimbang dan menghormati hak-hak orang lain.

Dalam ajaran Hindu dijelaskan bahwa setiap orang berusaha mengenali hakikat
dirinya yang tidak terpisahkan dengan orang lain, alam lingkungannya, bahkan
dengan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, mereka harus menyadari
kewajibannya untuk aktif memutar roda kehidupan di dunia ini. Mereka harus
bertindak adil tanpa mengutamakan diri. 

Kitab  Iśa Upaniṣad sloka 1 menyatakan: 

“Tuhan Yang Maha Esa mengisi dan mengendalikan segala ciptaan-Nya,


karena itu hendaknya ia (setiap orang) hanya menerima apa yang diperlukan
dan diperuntukkan baginya serta tidak menginginkan sesuatu
yang menjadi hak orang lain” 

Kitab Manawa Dharmasastra IV.226 menganjurkan:

“Mereka hendaknya tidak pernah jemu melakukan persembahan


dan derma dengan penuh keyakinan, karena persembahan
dan derma yang dilakukan dengan penuh keyakinan itu
akan mengantarnya mencapai tujuan hidup tertinggi (mokṣa). 
Kitab Veda Smṛṭi V.18 dan VII sloka 13 dan 18 menyerukan :

“Hendaknya ia berbuat di dunia fana ini dengan menyesuaikan diri


terhadap pengetahuan dan keterampilannya, akal budinya, kekayaan
dan kedudukannya, agar tercapai tujuan dan sasarannya”.
“Hendaknya jangan seorangpun melanggar undang-undang yang dikeluarkan
oleh Raja/Pemerintah, baik karena menguntungkan seseorang
maupun merugikan pihak yang tidak menghendaki ”.
Petunjuk sloka susastra Veda tersebut sangat mendukung penerapan nilai-nilai sila
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

Mantra/sloka suci tersebut hendaknya benar-benar ditanamkan sampai mewujud ke


dalam sikap hidup sebagai warganegara yang taat asas, sraddha dan bhakti kepada
Tuhan Yang Maha Esa (Hyang Widhi Waśa), saling menghormati dan menghargai
sesama, memiliki sikap kebersamaan dalam membangun kehidupan yang harmonis,
damai dan sejahtera.

Dari uraian diatas mudah-mudahan dapat memberi pemahaman bahwa keselarasan


nilai-nilai yang terkandung didalam Ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam tatanan Agama Hindu sangat sejalan. Maka
dari itu penting adanya “gerakan peduli budaya local atau local genius” untuk
Indonesia yaitu sebuah gerakan yang peduli dan terus berkarya berlandaskan
keyakinan terhadap keluhuran nilai-nilai budaya bangsa (hak asal-usul), sehingga
“gerakan peduli budaya” dapat mendukung tegaknya NKRI yang ber-Ideologi
Pancasila.
PANCA SRADHA

Beberapa ajaran lain yang berhubungan dengan Pancasila adalah tertuang dalam
ajaran Tattwa (pengetahuan tentang filsafat agama), dimana di dalamnya diajarkan
tentang “Sradha“ atau kepercayaan. Sradha dalam agama Hindu jumlahnya ada lima
yang disebut “Panca Sradha “, atau lima keyakinan ummat Hindu.
Panca Sradha terdiri dari :

1. Brahman, artinya percaya akan adanya Sang Hyang Widhi;


2. Atman, artinya percaya akan adanya Sang Hyang Atman;
3. Karma, artinya percaya akan adanya hukum karma phala (hukum sebab akibat);
4. Samsara, artinya percaya akan adanya kelahiran kembali (reinkarnasi);
5. Moksa, artinya percaya akan adanya kebahagiaan abadi.

Untuk menciptakan kehidupan yang damai (shanti), seseorang wajib memiliki sradha
yang mantap.
Seseorang yang sradhanya tidak mantap, maka hidupnya menjadi ragu, canggung,
dan tidak tenang.

Dalam kesempatan ini, kami sedikit mempertegas Sila Pertama dalam Pancasila yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa, dimana kami menyebut juga sebagai Brahman (Percaya
akan adanya Hyang Widhi ).
Hyang Widhi adalah yang menakdirkan, maha kuasa, dan pencipta semua yang ada.
Kami percaya bahwa Beliau ada, meresap di semua tempat dan mengatasi semuanya
atau yang disebut “Wyapi Wyapaka Nirwikara“.

Di dalam kitab Brahman Sutra dinyatakan “Jan Ma Dhyasya Yatah“, artinya Hyang
Widhi adalah asal mula dari semua yang ada di alam semesta ini. Dari pengertian
tersebut bahwa Hyang Widhi adalah asal dari segala yang ada. Kata ini diartikan
semua ciptaan, yaitu alam semesta beserta isinya termasuk Dewa – Dewa dan lain –
lainnya berasal dan ada di dalam Hyang Widhi. Tidak ada sesuatu di luar diri Beliau.
Penciptaan dan peleburan juga adalah kekuasaan Beliau.

Agama Hindu mengajarkan bahwa Hyang Widhi Esa adanya tidak ada duanya. Hal
ini dinyatakan dalam beberapa kitab Weda antara lain :

Dalam Chandogya Upanishad dinyatakan : “Om tat Sat Ekam Ewa Adwityam
Brahman“, artinya Hyang Widhi hanya satu tak ada duanya dan maha sempurna.

Dalam mantram Tri Sandhya tersebut juga kata – kata: “Eko Narayanad na Dwityo
Sti Kscit“, artinya hanya satu Hyang Widhi dipanggil Narayana, sama sekali tidak
ada duanya.

Dalam Kitab Suci Reg Weda disebutkan: “Om Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti“,
artinya Hyang Widhi itu hanya satu, tetapi para arif bijaksana menyebut dengan
berbagai nama.

Dalam kekawin Sutasoma dinyatakan :


Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa artinya berbeda – beda tetapi satu,
tak ada Hyang Widhi yang ke dua.

Dengan pernyataan – pernyataan di atas sangat jelas, umat Hindu bukan menganut
Politheisme, melainkan mengakui dan percaya adanya satu Tuhan yaitu Hyang
Widhi.

Hindu sangat lengkap, dan fleksibel. Tuhan dalam Hindu diinsafi dalam 3 aspek
utama, yaitu Brahman (Yang tidak terpikirkan), Paramaatma (Berada di mana-mana
dan meresapi segalanya),dan Bhagavan (artinya berwujud).

Atman (Percaya akan adanya Sang Hyang Atma).


Atma berasal dari Hyang Widhi yang memberikan hidup kepada semua makhluk.
Oleh sebab itu, Agama merupakan salah satu hak asasi manusia yang paling
mendasar dan sangat sensitive, sehingga perlu mendapat kebebasan memilih dan
memeluk agamanya masing-masing tanpa mendapat paksaan dari siapapun.
Interaksi antara masyarakat yang berbeda agama perlu dibina serta ditangani secara
arif dan bijaksana agar tidak menimbulkan rasa ketersinggungan pemeluk agama
yang satu dengan yang lainnya yang berbeda cara pelaksanaannya walaupun
mempunyai tujuan yang sama yaitu mencapai kebahagiaan di dunia dan kemoksaan
di akhirat.
Salah satu cara untuk merukunkan sesama umat beragama adalah dengan jalan
musyawarah secara dialogis dan bertanggung jawab atas segala ucapan yang diikuti
dengan tindakan yang konsekwen dan konsisten guna menghindari timbulnya
permasalahan yang menjadi penyebab retaknya persatuan dan kesatuan bangsa.
Demikian juga halnya senantiasa perlu dijaga dan dikembangkan kerjasama dan
saling hormat menghormati
sesama umat beragama.

Lembaga yang bertugas untuk mengatur tata kehidupan beragama dalam sistem
kehidupan berbangsa dan bernegara tidak hanya diserahkan kepada instansi dan
lembaga yang formal saja melainkan seluruh masyarakat luas, termasuk semua
komponen bangsa harus bertanggungjawab untuk melakukan pencegahan dan
penanggulangan terhadap kerawanan-kerawanan yang timbul sebagai akibat
pergaulan sesama umat beragama.
Krisis kerukunan hidup beragama merupakan suatu keadaan yang rawan dan gawat
serta mengancam stabilitas nasional dan integritas bangsa sebagai akibat adanya
konflik terbuka antara sesama umat beragama yang belum menyadari betapa
pentingnya kerukunan umat beragama secara intern dan antar umat serta kerukunan
antar umat beragama dengan pemerintah.
Setiap aspek yang dapat menimbulkan kerawanan yang mengarah kepada perpecahan
serta dapat mengancam goyahnya persatuan dan kesatuan, perlu diantisipasi secara
dini sehingga tetap tegaknya persatuan dan kesatuan bangsa dengan jalan
mewujudkan kerukunan sesama umat beragama sesuai dengan nilai-nilai luhur yang
terkandung dalam Pancasila.
Kita semua telah menyadari betapa pentingnya penghayatan dan pengamalan
Pancasila itu sendiri sehingga kita memiliki mental dan moral yang kuat untuk
bersama-sama menjaga keutuhan bangsa Indonesia yang berBhinneka Tunggal Ika
mampu meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa, melaksanakan demokrasi
untuk mewujudkan masyarakat madani yang aman, damai, sejahtera dan bahagia.

Dalam kaitannya dengan peningkatan ketaqwaan dan keimanan demi terwujudnya


kerukunan hidup beragama perlu lebih dihayati dan makin diamalkan lagi butir-butir
kerukunan yang ada pada setiap agama sesuai dengan caranya masing-masing demi
menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

BUTIR-BUTIR KERUKUNAN

Dalam ajaran Hindu dikenal adanya butir-butir kerukunan sebagai berikut : Tri Hita
Karana, Tri Kaya Parisudha dan Tat Twam Asi.

Tri Hita Karana


Secara harfiah Tri Hita Karana dapat diartikan tiga penyebab kebahagiaan. (tri artinya
tiga, hita artinya kebahagiaan, dan karana artinya penyebab).
Unsur-unsur Tri Hita Karana adalah :

1. Parahyangan, yaitu membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan


Tuhan Yang Maha Esa;
2. Pawongan, yaitu membina hubungan yang harmonis antara sesama manusia
sehingga tercipta keselarasan, keserasian dan keseimbangan;
3. Palemahan, yaitu membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam
lingkungannya.

Secara keseluruhan Tri Hita Karana merupakan tiga unsur keseimbangan hubungan
Manusia dengan Tuhan, hubungan Manusia dengan Manusia dan hubungan Manusia
dengan alam lingkungannya yang dapat mendatangkan kesejahteraan, kedamaian dan
kebahagiaan bagi kehidupan manusia.
Ketiga unsur tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan karena merupakan penyebab yang
satu dengan yang lainnya berjalan secara bersamaan dalam kehidupan manusia
sehari-hari.
Manusia senantiasa ingat akan kebesaran dan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa,
senantiasa taqwa kepada Tuhan, senantiasa mohon keselamatan dan senantiasa pula
tidak lupa memohon ampun atas segala kesalahan yang diperbuat baik kesalahan
dalam berpikir, berkata maupun kesalahan dalam perbuatan yang nyata dalam
kehidupan sehari-hari.
Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain atau berhubungan sesama
manusia dengan mengembangkan sikap saling asah, saling asih dan saling asuh,
sehingga tercipta kerukunan hidup yang selaras, serasi dan seimbang sesuai dengan
sloka yang terdapat dalam Kekawin Ramayana : ….. Prihen temen dharma
dumeranang sarat, Saraga Sang Sadhu sireka tutana, Tan harta tan kama pidonya tan
yasa, Ya sakti Sang Sajana dharma raksaka ….. Dan seterusnya.
Manusia senantiasa berhubungan dengan alam lingkungannya dengan maksud untuk
melestarikannya demi tercapainya kesejahteraan dan kedamaian dalam kehidupan
sehari-hari untuk mewujudkan kebahagiaan yang kekal baik di dunia maupun di
akhirat kemudian hari.
Merusak alam lingkungan sama artinya merusak kehidupan manusia itu sendiri
karena segala kebutuhan manusia terdapat dalam lingkungan alam itu sendiri, baik
binatang maupun tumbuh-tumbuhan dan segala sesuatu yang terpendam di dalam
alam semesta sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Tri Kaya Parisudha
Secara arti kata Tri Kaya Parisudha dapat diterjemahkan prilaku yang suci. (tri artinya
tiga, kaya artinya prilaku, parisudha artinya semuanya suci).
Unsur-unsur Tri Kaya Parisudha adalah :

Manacika Parisudha, yaitu berpikir yang suci, baik dan benar.


Wacika Parisudha, yaitu berkata yang suci, baik dan benar.
Kayika Parisudha, yaitu berbuat yang suci, baik dan benar.

Dalam ajaran Agama Hindu, Tri Kaya Parisudha merupakan suatu etika sopan santun
dan budi pekerti yang luhur yang harus dilaksanakan dalam kehidupan nyata sehari-
hari untuk menghindari adanya rasa kurang menghormati harkat dan martabat
manusia yang
dapat menimbulkan kemarahan dan rasa dendam yang berkepanjangan di antara
sesame manusia. Oleh karena itu perlu diperhatikan dan dihayati hal-hal yang sebagai
berikut.
Manusia hendaknya selalu berpikir yang suci, baik dan benar yang merupakan
langkah awal untuk melangkah lebih lanjut. Kesalahan dalam berpikir walaupun tidak
dilanjutkan dengan perkataan dan perbuatan sudah merupakan suatu pelanggaran dan
menghasilkan hal yang tidak baik sebagai terdapat dalam ungkapan “Riastu
riangen-angen maphala juga ika”.
Manusia hendaknya selalu berkata yang suci, baik dan benar agar tidak menyinggung
perasaan orang lain yang dapat menimbulkan kemarahan dan rasa sakit hati yang
mengakibatkan permusuhan di antara sesama manusia.

Oleh karena itu setiap manusia hendaknya selalu berupaya agar dapat berkata yang
baik, sehingga enak didengar yang dapat menimbulkan rasa simpati setiap manusia
dalam berinteraksi.
Rasa simpati manusia dapat mewujudkan kerukunan dalam kehidupan.
Manusia hendaknya senantiasa dapat berbuat dan bertingkah laku yang suci, baik dan
benar sehingga tidak merugikan orang lain bahkan perbuatan itu selalu dapat
menyenangkan orang lain dan bermanfaat bagi kehidupan manusia yang merupakan
kebajikan dapat meringankan penderitaan sesama manusia.
Dalam ungkapan Sarasamuscaya manusia hendaknya dapat berbuat dan bertingkah
laku untuk menyenangkan orang lain (Angawe sukaning wong len), sehingga akan
terwujud kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam hukum karmaphala bahwa segala perbuatan yang baik akan mendapatkan
imbalan atau hasil yang baik pula sesuai dengan ungkapan : “Ala ulah ala ketemu,
ayu prakirti ayu kinasih”.
Sebagai manusia yang merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna yang
memiliki tri pramana yaitu bayu, sabda dan idep atau pikiran yang suci, baik dan
benar. Di samping itu manusia dalam berpikir yang positif selalu mendasarkan
pikirannya kepada “Catur Paramita” yaitu Maitri (mengembangkan rasa kasih
saying); Mudhita (membuat orang simpati), Karuna (suka menolong), dan Upeksa
(mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan).

Tat Twam Asi.


Apabila diterjemahkan secara artikulasi Tat Twam Asi berarti Itu adalah Kamu atau
Kamu adalah Itu.
Dalam pergaulan hidup sehari-hari hendaknya manusia senantiasa berpedoman
kepada Tat Twam Asi, sehingga tidak mudah melaksanakan perbuatan yang dapat
menyinggung perasaan bahkan dapat menyakiti hati orang lain dan pada akhirnya
menimbulkan rasa iri hati dan benci.
Tat Twam Asi menjurus kepada Tepa Salira atau Tenggang Rasa yang dapat
menuntun sikap dan prilaku manusia senantiasa tidak melaksanakan perbuatan yang
dapat menimbulkan sakit hati, sehingga terjadi perpecahan dan permusuhan.
Oleh karena itu janganlah suka menyakiti hati orang lain karena pada hakikatnya apa
yang dirasakan oleh orang lain seyogyanya kita rasakan juga. Jikalau kita memukul
orang akan dirasakan sakit lalu bagaimana kalau kita dipukul orang lain pasti akan
sakit pula. Marilah kita membiasakan diri untuk senantiasa menaruh rasa simpati
kepada orang lain sehingga tidak pernah terlintas dalam hati untuk berbuat yang
dapat menyakiti orang lain, Vasudeva kuthumbhakam : kita semua bersaudara.
“Salahkanlah diri sendiri terlebih dahulu sebelum menyalahkan orang”.
“Senantiasalah mengoreksi diri sebelum mengoreksi orang lain”.

Untuk mendapat gambaran lebih lanjut dan mempertegas beberapa uraian yang saya
kemukakan di atas, maka di bawah ini akan disampaikan beberapa sloka Kerukunan
yang berhubungan dengan nilai-nilai Pancasila yang terdapat dalam Kitab Suci
Agama Hindu sebagai berikut:
1. Sam Gacchadhvan Sam Vadadhvam, Sam Vo Manamsi Janatam, Deva Bhagam
Yatha Purvo, Sanjanano Upasate (Rg Veda X.191.2: Berkumpul-kumpullah,
bermusyawarahlah, Satu sama lain satukanlah semua pikiranmu, Dewa pada jaman
dulu, Senantiasa dapat bersatu.
2. Samani Va Akutih, Samana Hrdayani Vah, Samana Astu Vo Mano, Yatha Va
Susahasati, (Rg Veda X.191.4): Samalah hendaknya tujuanmu, Samalah hendaknya
hatimu, Samalah hendaknya pikiranmu, Semoga semua hidup bahagia bersama.
3. Sarve Mandati Yasa Sagatena, Sabhasahena Sakhya Sakhyayah, Kilbisah Prt
Pitusanir
Hyosamaram, Hito Bhavati Vajinaya, (Rg Veda X.17.10): Semua teman senang hati
dalam persahabatan yang datang, Dengan kejayaan setelah berhasil dalam
permusyawaratan, Tuhan sesungguhnya pelindung kita dari kejahatan, Yang memberi
makan, bersiap baik untuk pemulihan.
4. Yadi Na Syurmanusyesu, Ksaminah Prtivismah, Na Syat Sakhyam Manusyanam,
Krodhamulahi Vigrahah, (Sarasamuscaya, 94): Apabila tidak ada orang yang
ksamawan, sabar, tahan uji, Bagaikan Ibu Pertiwi niscaya tidak ada kepastian
persahabatan, Melainkan jiwa murka menyelubungi sekalian makhluk. Karenanya
pasti bertengkar satu sama lainnya.
5. Japye Nalva Samsidhyed, Brahmano Natra Samcayah, Kuryan Anyan Na Va
Kuryan, Maitro Brahmana Ncyate, (Manawa Dharmasastra II, 87): Tak dapat
disangkal lagi seorang yang utama, dapat mencapai tujuan yang tertinggi dengan
mengucapkan mantra, Apakah ia melakukan yadnya melalui orang lain atau
melalaikannya, Ia yang bersahabat dengan semua makhluk dinyatakan manusia
utama.
6. Ye Yatha Mam Prapadyante, Tams Tathal Va Bhajamy Aham, Mama Vartma
Nuvartante, Manusyah Partha Arvasah, (Bhagawadgita, IV.II): Jalan manapun
ditempuh manusia, ke arah-Ku semuanya Kuterima, Dari mana-mana semua mereka.
7. Devan Bhavayana Nana, Te Deva Bhavayantu Vah, Parasparam Bhavayantah,
Suyah Param Avapsyatha, (Bhagawadgita, III,II
Dengan ini pujalah dewata, Semoga dewata memberkati engkau, Dengan saling
menghormati begini, Engkau mencapai kebajikan tertinggi).

Dari beberapa kutipan yang terdapat dalam Kitab Suci tersebut, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa semua manusia mendambakan adanya penyesuaian pikiran dan
tujuan untuk mencapai hidup bersama yang bahagia. Hal tersebut sekaligus untuk
mengantisipasi sikap-sikap yang negatif yang sering muncul dalam masyarakat kita
yang majemuk seperti misalnya sikap fanatisme buta yaitu sikap yang meyakini
kebenaran mutlak yang ada pada agama yang dipeluknya.

Oleh sebab itu, perlu dipahami sikap yang toleransi yang dapat mewujudkan rasa
kerukunan umat beragama. Sikap toleransi adalah sikap menghormati agama yang
dipeluknya tetapi tidak merendahkan agama lain. Sikap semacam ini muncul apabila
kita memiliki pengetahuan yang baik tentang agama kita dan juga agama orang lain.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

1. Pandji. 2017. Pancasila di agama hindu di


https://jakarta45.wordpress.com/2017/08/29/pancasila-di-ajaran-agama-
hindu/. (di akses 29 Agustus)

Anda mungkin juga menyukai