MAKALAH
Disusun Oleh :
Di negara kita, istilah Pancasila pertama kali ditemukan dalam buku Sutasoma
karangan Mpu Tantular yang disusun pada jaman Kerajaan Majapahit (abad ke-14).
Hal ini membuktikan bahwa Pancasila yang kita jadikan dasar negara sudah ada pada
masa itu.
Dalam kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca (1365) disebutkan di
dalamnya terdapat istilah Pancasila, disini Pancasila diartikan sebagai lima perintah
yang berisi lima tuntunan, sebagai berikut :
1. Dilarang melakukan kekerasan.
2. Dilarang mencuri.
3. Dilarang berjiwa dengki.
4. Dilarang berbohong.
5. Dilarang mabuk karena minuman keras.
Dalam kitab Negarakertagama yang disusun oleh Mpu Prapanca adalah merupakan
sumber sejarah yang terpercaya, karena ditulis pada saat kerajaan Majapahit masih
berdiri di bawah pemerintahan Sri Rajasanagara atau lebih dikenal dengan nama
Prabu Hayam Wuruk.
Kitab ini menceritakan banyak hal penting diantaranya tentang silsilah raja-raja
Majapahit,peran dari patih Gajahmada dengan Sumpah Palapa-nya, Candi Makam
Raja, keadaaan kota raja, upacara Sradha, wilayah kerajaan Majapahit, negara-negara
bawahan Majapahit dan berbagai hal bersejarah lainnya.
Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang ada pada pita yang dicengkram oleh burung
Garuda, juga berasal dari Kitab Negarakertagama yang dikarang oleh Empu Prapanca
pada zaman kekuasaan kerajaan Majapahit.
Pada satu kalimat yang termuat mengandung istilah “Bhinneka Tunggal Ika”, yang
kalimatnya seperti begini: “Bhinneka tunggal Ika, tanhana dharma mangrwa“.
Sedangkan istilah Pancasila dimuat dalam Kitab Sutasoma yang disusun oleh Empu
Tantular yang berisikan sejarah kerajaan bersaudara Singhasari dan Majapahit.
Istilah Pancasila ini muncul sebagai Pancasila Karma, yang isinya berupa lima
tuntunan sebagaimana diuraikan di atas.
Pancasila kemudian menjadi dasar Negara kita setelah melalui proses pembahasan
yang sangat bersejarah oleh para pendiri negara kita yang terdiri dari berbagai unsur
Agama sepakat dengan komitment tinggi menyelamatkan NKRI dari penjajahan dan
perpecahan.
Dalam kesempatan ini, kami menguraikan nilai-nilai Pancasila yang termaktub dalam
ajaran Hindu, dimana sila-sila dalam Pancasila tersebut masing-masing sebagai
tersebut di bawah ini:
1.Sila pertama: Ketuhanan yang Maha Esa. Tersirat dalam kitab Upanisad berbunyi:
”Isavasyam idam sarvam yat kinca jagatyam“. Artinya : Tuhan Yang Maha Esa
mengendalikan segala yang ada di dunia ini.
Selaras dengan nilai tatanan Hindu “Ekam Evam Adityam Brahman” yang secara luas
dapat diartikan “Hanya ada satu Tuhan tidak ada yang kedua, meskipun orang
bijaksana menyebutnya dengan banyak nama”. “Om Bhur Bwah Swah Tat Sawitur
Warenyam, Bhargo Dewasya Dimahi, Dhyoyonam Prascodayat” yang secara luas
dapat diartikan : “Ya Tuhan yang menguasai seluruh jagat raya, engkau adalah asal
alam semesta dan satu satunya kekuasaan awal, engkau maha suci tiada ternoda,
anugrahkanlah semangat dan kecerdasan pada pikiran kami. Demikianlah dapat
dijelaskan secara singkat bahwa tatanan umat Hindu adalah tatanan yang meyakini
Tuhan yang Maha Esa. Dengan demikian, sangatlah selaras antara Ideologi NKRI-
Pancasila dengan nilai-nilai yang terkandung dalam tatanan umat Hindu.
2.Sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Dalam kitab Weda berbunyi
”Mitrasya ma caksusa sarvani bhutani samiksantam, mitrasyaham caksusa sarvani
bhutani samiksa, mitrasya caksusa samiksa mahe“[dalam Yayur Veda XXXVI.18].
Artinya : Semoga semua manusia memandang kami dengan pandangan mata seorang
sahabat. Semoga kami memandang semua manusia sebagai seorang sahabat. Semoga
kami saling memandang dengan penuh persahabatan.
Selaras dengan nilai-nilai tatanan umat Hindu “Tat Twamasi” yang berarti “aku
adalah kamu, kamu adalah aku”, yang secara luas dimaknai bahwa nilai-nilai tatanan
umat Hindu sangat menghargai kesamaan derajat manusia sebagai makhluk ciptaan
Tuhan yang Maha Esa. Jangankan terhadap sesama manusia ajaran “Tat Twamasi”
tersebut bahkan mengajarkan lebih luas
untuk menghargai semua makhluk ciptaan Tuhan.
3.Sila ketiga
Sila ketiga: Persatuan Indonesia. Terdapat dalam kitab Weda yang berbunyi:
”Sam gacchadhvam sam vadadhvam sam vo manamsi janatam Deva bhagam yatha
purve Samjanana upasate.”
Penerapan nilai-nilai tersebut sejalan dengan susastra Veda yang dituangkan melalui
sloka/mantranya.
Dalam ajaran Hindu dijelaskan bahwa setiap orang berusaha mengenali hakikat
dirinya yang tidak terpisahkan dengan orang lain, alam lingkungannya, bahkan
dengan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, mereka harus menyadari
kewajibannya untuk aktif memutar roda kehidupan di dunia ini. Mereka harus
bertindak adil tanpa mengutamakan diri.
Beberapa ajaran lain yang berhubungan dengan Pancasila adalah tertuang dalam
ajaran Tattwa (pengetahuan tentang filsafat agama), dimana di dalamnya diajarkan
tentang “Sradha“ atau kepercayaan. Sradha dalam agama Hindu jumlahnya ada lima
yang disebut “Panca Sradha “, atau lima keyakinan ummat Hindu.
Panca Sradha terdiri dari :
Untuk menciptakan kehidupan yang damai (shanti), seseorang wajib memiliki sradha
yang mantap.
Seseorang yang sradhanya tidak mantap, maka hidupnya menjadi ragu, canggung,
dan tidak tenang.
Dalam kesempatan ini, kami sedikit mempertegas Sila Pertama dalam Pancasila yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa, dimana kami menyebut juga sebagai Brahman (Percaya
akan adanya Hyang Widhi ).
Hyang Widhi adalah yang menakdirkan, maha kuasa, dan pencipta semua yang ada.
Kami percaya bahwa Beliau ada, meresap di semua tempat dan mengatasi semuanya
atau yang disebut “Wyapi Wyapaka Nirwikara“.
Di dalam kitab Brahman Sutra dinyatakan “Jan Ma Dhyasya Yatah“, artinya Hyang
Widhi adalah asal mula dari semua yang ada di alam semesta ini. Dari pengertian
tersebut bahwa Hyang Widhi adalah asal dari segala yang ada. Kata ini diartikan
semua ciptaan, yaitu alam semesta beserta isinya termasuk Dewa – Dewa dan lain –
lainnya berasal dan ada di dalam Hyang Widhi. Tidak ada sesuatu di luar diri Beliau.
Penciptaan dan peleburan juga adalah kekuasaan Beliau.
Agama Hindu mengajarkan bahwa Hyang Widhi Esa adanya tidak ada duanya. Hal
ini dinyatakan dalam beberapa kitab Weda antara lain :
Dalam Chandogya Upanishad dinyatakan : “Om tat Sat Ekam Ewa Adwityam
Brahman“, artinya Hyang Widhi hanya satu tak ada duanya dan maha sempurna.
Dalam mantram Tri Sandhya tersebut juga kata – kata: “Eko Narayanad na Dwityo
Sti Kscit“, artinya hanya satu Hyang Widhi dipanggil Narayana, sama sekali tidak
ada duanya.
Dalam Kitab Suci Reg Weda disebutkan: “Om Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti“,
artinya Hyang Widhi itu hanya satu, tetapi para arif bijaksana menyebut dengan
berbagai nama.
Dengan pernyataan – pernyataan di atas sangat jelas, umat Hindu bukan menganut
Politheisme, melainkan mengakui dan percaya adanya satu Tuhan yaitu Hyang
Widhi.
Hindu sangat lengkap, dan fleksibel. Tuhan dalam Hindu diinsafi dalam 3 aspek
utama, yaitu Brahman (Yang tidak terpikirkan), Paramaatma (Berada di mana-mana
dan meresapi segalanya),dan Bhagavan (artinya berwujud).
Lembaga yang bertugas untuk mengatur tata kehidupan beragama dalam sistem
kehidupan berbangsa dan bernegara tidak hanya diserahkan kepada instansi dan
lembaga yang formal saja melainkan seluruh masyarakat luas, termasuk semua
komponen bangsa harus bertanggungjawab untuk melakukan pencegahan dan
penanggulangan terhadap kerawanan-kerawanan yang timbul sebagai akibat
pergaulan sesama umat beragama.
Krisis kerukunan hidup beragama merupakan suatu keadaan yang rawan dan gawat
serta mengancam stabilitas nasional dan integritas bangsa sebagai akibat adanya
konflik terbuka antara sesama umat beragama yang belum menyadari betapa
pentingnya kerukunan umat beragama secara intern dan antar umat serta kerukunan
antar umat beragama dengan pemerintah.
Setiap aspek yang dapat menimbulkan kerawanan yang mengarah kepada perpecahan
serta dapat mengancam goyahnya persatuan dan kesatuan, perlu diantisipasi secara
dini sehingga tetap tegaknya persatuan dan kesatuan bangsa dengan jalan
mewujudkan kerukunan sesama umat beragama sesuai dengan nilai-nilai luhur yang
terkandung dalam Pancasila.
Kita semua telah menyadari betapa pentingnya penghayatan dan pengamalan
Pancasila itu sendiri sehingga kita memiliki mental dan moral yang kuat untuk
bersama-sama menjaga keutuhan bangsa Indonesia yang berBhinneka Tunggal Ika
mampu meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa, melaksanakan demokrasi
untuk mewujudkan masyarakat madani yang aman, damai, sejahtera dan bahagia.
BUTIR-BUTIR KERUKUNAN
Dalam ajaran Hindu dikenal adanya butir-butir kerukunan sebagai berikut : Tri Hita
Karana, Tri Kaya Parisudha dan Tat Twam Asi.
Secara keseluruhan Tri Hita Karana merupakan tiga unsur keseimbangan hubungan
Manusia dengan Tuhan, hubungan Manusia dengan Manusia dan hubungan Manusia
dengan alam lingkungannya yang dapat mendatangkan kesejahteraan, kedamaian dan
kebahagiaan bagi kehidupan manusia.
Ketiga unsur tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan karena merupakan penyebab yang
satu dengan yang lainnya berjalan secara bersamaan dalam kehidupan manusia
sehari-hari.
Manusia senantiasa ingat akan kebesaran dan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa,
senantiasa taqwa kepada Tuhan, senantiasa mohon keselamatan dan senantiasa pula
tidak lupa memohon ampun atas segala kesalahan yang diperbuat baik kesalahan
dalam berpikir, berkata maupun kesalahan dalam perbuatan yang nyata dalam
kehidupan sehari-hari.
Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain atau berhubungan sesama
manusia dengan mengembangkan sikap saling asah, saling asih dan saling asuh,
sehingga tercipta kerukunan hidup yang selaras, serasi dan seimbang sesuai dengan
sloka yang terdapat dalam Kekawin Ramayana : ….. Prihen temen dharma
dumeranang sarat, Saraga Sang Sadhu sireka tutana, Tan harta tan kama pidonya tan
yasa, Ya sakti Sang Sajana dharma raksaka ….. Dan seterusnya.
Manusia senantiasa berhubungan dengan alam lingkungannya dengan maksud untuk
melestarikannya demi tercapainya kesejahteraan dan kedamaian dalam kehidupan
sehari-hari untuk mewujudkan kebahagiaan yang kekal baik di dunia maupun di
akhirat kemudian hari.
Merusak alam lingkungan sama artinya merusak kehidupan manusia itu sendiri
karena segala kebutuhan manusia terdapat dalam lingkungan alam itu sendiri, baik
binatang maupun tumbuh-tumbuhan dan segala sesuatu yang terpendam di dalam
alam semesta sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Tri Kaya Parisudha
Secara arti kata Tri Kaya Parisudha dapat diterjemahkan prilaku yang suci. (tri artinya
tiga, kaya artinya prilaku, parisudha artinya semuanya suci).
Unsur-unsur Tri Kaya Parisudha adalah :
Dalam ajaran Agama Hindu, Tri Kaya Parisudha merupakan suatu etika sopan santun
dan budi pekerti yang luhur yang harus dilaksanakan dalam kehidupan nyata sehari-
hari untuk menghindari adanya rasa kurang menghormati harkat dan martabat
manusia yang
dapat menimbulkan kemarahan dan rasa dendam yang berkepanjangan di antara
sesame manusia. Oleh karena itu perlu diperhatikan dan dihayati hal-hal yang sebagai
berikut.
Manusia hendaknya selalu berpikir yang suci, baik dan benar yang merupakan
langkah awal untuk melangkah lebih lanjut. Kesalahan dalam berpikir walaupun tidak
dilanjutkan dengan perkataan dan perbuatan sudah merupakan suatu pelanggaran dan
menghasilkan hal yang tidak baik sebagai terdapat dalam ungkapan “Riastu
riangen-angen maphala juga ika”.
Manusia hendaknya selalu berkata yang suci, baik dan benar agar tidak menyinggung
perasaan orang lain yang dapat menimbulkan kemarahan dan rasa sakit hati yang
mengakibatkan permusuhan di antara sesama manusia.
Oleh karena itu setiap manusia hendaknya selalu berupaya agar dapat berkata yang
baik, sehingga enak didengar yang dapat menimbulkan rasa simpati setiap manusia
dalam berinteraksi.
Rasa simpati manusia dapat mewujudkan kerukunan dalam kehidupan.
Manusia hendaknya senantiasa dapat berbuat dan bertingkah laku yang suci, baik dan
benar sehingga tidak merugikan orang lain bahkan perbuatan itu selalu dapat
menyenangkan orang lain dan bermanfaat bagi kehidupan manusia yang merupakan
kebajikan dapat meringankan penderitaan sesama manusia.
Dalam ungkapan Sarasamuscaya manusia hendaknya dapat berbuat dan bertingkah
laku untuk menyenangkan orang lain (Angawe sukaning wong len), sehingga akan
terwujud kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam hukum karmaphala bahwa segala perbuatan yang baik akan mendapatkan
imbalan atau hasil yang baik pula sesuai dengan ungkapan : “Ala ulah ala ketemu,
ayu prakirti ayu kinasih”.
Sebagai manusia yang merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna yang
memiliki tri pramana yaitu bayu, sabda dan idep atau pikiran yang suci, baik dan
benar. Di samping itu manusia dalam berpikir yang positif selalu mendasarkan
pikirannya kepada “Catur Paramita” yaitu Maitri (mengembangkan rasa kasih
saying); Mudhita (membuat orang simpati), Karuna (suka menolong), dan Upeksa
(mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan).
Untuk mendapat gambaran lebih lanjut dan mempertegas beberapa uraian yang saya
kemukakan di atas, maka di bawah ini akan disampaikan beberapa sloka Kerukunan
yang berhubungan dengan nilai-nilai Pancasila yang terdapat dalam Kitab Suci
Agama Hindu sebagai berikut:
1. Sam Gacchadhvan Sam Vadadhvam, Sam Vo Manamsi Janatam, Deva Bhagam
Yatha Purvo, Sanjanano Upasate (Rg Veda X.191.2: Berkumpul-kumpullah,
bermusyawarahlah, Satu sama lain satukanlah semua pikiranmu, Dewa pada jaman
dulu, Senantiasa dapat bersatu.
2. Samani Va Akutih, Samana Hrdayani Vah, Samana Astu Vo Mano, Yatha Va
Susahasati, (Rg Veda X.191.4): Samalah hendaknya tujuanmu, Samalah hendaknya
hatimu, Samalah hendaknya pikiranmu, Semoga semua hidup bahagia bersama.
3. Sarve Mandati Yasa Sagatena, Sabhasahena Sakhya Sakhyayah, Kilbisah Prt
Pitusanir
Hyosamaram, Hito Bhavati Vajinaya, (Rg Veda X.17.10): Semua teman senang hati
dalam persahabatan yang datang, Dengan kejayaan setelah berhasil dalam
permusyawaratan, Tuhan sesungguhnya pelindung kita dari kejahatan, Yang memberi
makan, bersiap baik untuk pemulihan.
4. Yadi Na Syurmanusyesu, Ksaminah Prtivismah, Na Syat Sakhyam Manusyanam,
Krodhamulahi Vigrahah, (Sarasamuscaya, 94): Apabila tidak ada orang yang
ksamawan, sabar, tahan uji, Bagaikan Ibu Pertiwi niscaya tidak ada kepastian
persahabatan, Melainkan jiwa murka menyelubungi sekalian makhluk. Karenanya
pasti bertengkar satu sama lainnya.
5. Japye Nalva Samsidhyed, Brahmano Natra Samcayah, Kuryan Anyan Na Va
Kuryan, Maitro Brahmana Ncyate, (Manawa Dharmasastra II, 87): Tak dapat
disangkal lagi seorang yang utama, dapat mencapai tujuan yang tertinggi dengan
mengucapkan mantra, Apakah ia melakukan yadnya melalui orang lain atau
melalaikannya, Ia yang bersahabat dengan semua makhluk dinyatakan manusia
utama.
6. Ye Yatha Mam Prapadyante, Tams Tathal Va Bhajamy Aham, Mama Vartma
Nuvartante, Manusyah Partha Arvasah, (Bhagawadgita, IV.II): Jalan manapun
ditempuh manusia, ke arah-Ku semuanya Kuterima, Dari mana-mana semua mereka.
7. Devan Bhavayana Nana, Te Deva Bhavayantu Vah, Parasparam Bhavayantah,
Suyah Param Avapsyatha, (Bhagawadgita, III,II
Dengan ini pujalah dewata, Semoga dewata memberkati engkau, Dengan saling
menghormati begini, Engkau mencapai kebajikan tertinggi).
Dari beberapa kutipan yang terdapat dalam Kitab Suci tersebut, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa semua manusia mendambakan adanya penyesuaian pikiran dan
tujuan untuk mencapai hidup bersama yang bahagia. Hal tersebut sekaligus untuk
mengantisipasi sikap-sikap yang negatif yang sering muncul dalam masyarakat kita
yang majemuk seperti misalnya sikap fanatisme buta yaitu sikap yang meyakini
kebenaran mutlak yang ada pada agama yang dipeluknya.
Oleh sebab itu, perlu dipahami sikap yang toleransi yang dapat mewujudkan rasa
kerukunan umat beragama. Sikap toleransi adalah sikap menghormati agama yang
dipeluknya tetapi tidak merendahkan agama lain. Sikap semacam ini muncul apabila
kita memiliki pengetahuan yang baik tentang agama kita dan juga agama orang lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA