Anda di halaman 1dari 16

Observasi Kondisi Nyata Ketimpangan Sosial pada

Kampung Apung

LAPORAN PENGAMATAN

KELOMPOK 7 :

CHRISTY L - 2201808743

KEZIA B - 2201741864

NOVIGITA - 2201817382

STEVEN - 2201744903
Contents
A. Kata Pengantar ...................................................................................................................................... 2
B. Uraian Aktivitas Observasi .................................................................................................................... 3
C. Latar Belakang....................................................................................................................................... 3
D. Tujuan ................................................................................................................................................... 5
E. Manfaat ................................................................................................................................................. 6
F. Rumusan Masalah ................................................................................................................................. 6
G. Sejarah Kampung Apung ....................................................................................................................... 7
H. Perubahan pada Kampung Apung ........................................................................................................ 7
I. Bantuan yang diterima oleh Kampung Apung ...................................................................................... 9
J. Perkembangan dari Kampung Apung ................................................................................................. 10
K. Tanggapan warga Kampung Apung .................................................................................................... 11
L. Harapan dan Kesan dari Warga .......................................................................................................... 13
M. Kesimpulan...................................................................................................................................... 15
N. Referensi ............................................................................................................................................. 15

1
A. Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan atas rahmat dan berkah Tuhan Yang Maha Kuasa. Yang mana
dengan kemudahan dan karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas akhir laporan observasi
yang bertemakan “Observasi kondisi nyata ketimpangan sosial pada Kampung Apung”.

Adapun laporan observasi ini kami susun untuk memenuhi nilai tugas akhir Character
Building: Pancasila di Fakultas School of Computer Science jurusan Cyber Security Universitas
Bina Nusantara.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen pembimbing mata kuliah Character
Building: Pancasila karena telah memberikan kami tugas sehingga kami dapat menambah
pengetahuan dan juga pengalaman kami, serta dapat membentuk kebersamaan dan sinergi dalam
kelompok kami ini. Secara khusus kami juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua
kami yang senantiasa memberikan semangat dan juga dukungan serta doa yang selalu mengiringi
kami.

Kami selaku penyusun, sadar akan ketidaksempurnaan dan kekurangan dalam laporan ini,
baik dalam hal system penyusunan, maupun hasil observasinya. Oleh sebab itu, kami sangat
berharap atas kritik dan saran yang membangun guna mengembangkan pengetahuan kita bersama
dan penunjang lebih baik lagi untuk laporan observasi selanjutnya.

Jakarta, 12 Desember 2018

Penyusun,

Kelompok Tujuh (7)

2
B. Uraian Aktivitas Observasi
Jadwal observasi : Rabu, 5 Desember 2018

Waktu observasi : 13.00 WIB – 15.00 WIB

Objek observasi : Seluruh warga Kampung Apung, Cengkareng, Jakarta Barat

Hari pelaksaaan : Rabu

Waktu Pelaksanaan : 5 Desember 2018

C. Latar Belakang
Pancasila merupakan dasar negara yang dianut oleh Indonesia. Ideologi sendiri berarti
kumpulan dari norma – norma, kepercayaan, dan juga nilai yang dipegang oleh individual maupun
sekelompok orang. Sebagai ideologi bangsa Indonesia, Pancasila merupakan rumusan dan
pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta. Yaitu gabungan dari kata pañca yang berarti lima
dan juga śīla yang berarti prinsip atau asas. Jika digabungkan, Pancasila berarti lima prinsip atau
asas yang dianut oleh bangsa Indonesia. lima sendi utama dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang
Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Pancasila tercatat dalam pembukaan Undang – undang Dasar 1945 pada alinea
yang ke – 4. Pancasila diyakini dapat terus menjadi ideologi bangsa Indonesia walaupun zaman
telah berubah.

Pada kesempatan kali ini, tema yang kami ambil adalah observasi kondisi nyata
ketimpangan sosial. Ketimpangan sosial sendiri, diartikan dari beberapa tokoh berikut sebagai :

 Menurut Andrinof A. Chaniago : Ketimpangan sosial adalah buah dari


pembangunan yang hanya berfokus pada aspek ekonomi dan melupakan aspek
sosial.

 Menurut Budi Winarno : Ketimpangan sosial merupakan akibat dari kegagalan


pembangunan di era globalisasi untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikis warga
masyarakat.

3
 Menurut Jonathan Haughton & Shahidur R. Khandker : Ketimpangan sosial adalah
bentuk-bentuk ketidak-adilan yang terjadi dalam proses pembangunan.

 Roichatul Aswidah : Ketimpangan sosial sering dipandang sebagai dampak


residual dari proses pertumbuhan ekonomi.

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat kita tarik sesimpulan bahwa ketimpangan sosial
adalah suatu keadaan dimana terjadi ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat dalam status
dan juga kedudukan.

Dari tugas tersebut kelompok kami memilih tema dari Pancasila silanya yang ke-5
“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” yaitu dengan tema Observasi kondisi nyata
ketimpangan sosial.

Pada observasi kali ini, kelompok kami memilih untuk mengunjungin Kampung Apung
yang berada di Cengkareng, Jakarta Barat sebagai tempat pengamatan kami. Kampung Apung
sendiri namanya sudah banyak didengar oleh warga Jakarta. Hal ini dikarenakan wilayah ini sering
sekali dilanda banjir setiap tahunnya.

Sebelumnya kampung apung merupakan daerah pemakaman yang lalu mulai dihuni oleh
para penduduk dan juga pendatang. Dimulai sekitar tahun 1970, kampung apung mulai dilanda
banjir, dan semakin tahun pula banjir itupun semakin memarah. Karena level air yang terus menaik
setiap tahunnya, lama kelamaan air banjir tersebut tidak dapat turun lagi, hal itulah yang memicu
warga kampung apung untuk membangun rumah panggung. Lama kelamaan air-air yang
menggenangi kampung apung dipenuhi dengan tanaman eceng gondok, sampah, dan bau yang tak
sedap.

Pada tahun lalu, akhirnya pemerintah mulai melakukan pembersihan terhadap kampung
apung dengan menurunkan pasukan oranye. Pembersihan masih terus berlangsung hingga
sekarang, dan tahap pencegahan masih akan terus berlanjut untuk kedepannya.

Selain masaah pada lingkungan tempat tinggal, warga kampung apung juga sebagian besar
ditinggali oleh kalangan yang bisa dianggap kurang mampu. Tingkat anak-anak yang putus
sekolah masih bisa dibilang cukup tinggi, walaupun sudah banyak berkurang.

4
Karena itu, pada tugas kali ini kami memutuskan untuk membuat laporan mengenai
kampung apung. Kegiatan pengamatan kami berlangsung pada tanggal 5 December, 2018. Disana
kami bertemu dengan para warga dari kampung apung, mantan rukun tetangga dari kampung
apung, dan juga perwakilan dari pasukan oranye yang bertugas untuk membersihkan kampung
apung.

Kami juga diberikan kesempatan untuk melakukan interview kepada orang-orang tersebut.
Dari interview yang kami lakukan, kami dapat mengetahui lebih banyak lagi mengenai kampung
apung. Seperti halnya sejarah dari kampung apung, peran pemerintah, dan hingga kesan pesan dari
para warga.

Berikut ini adalah hasil observasi dan juga interview kami dengan para warga yang akan
kami laporkan melalui laporan akhir ini.

D. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin kami capai dari observsi ketimpangan sosial pada Kampung
Apung adalah sebagai berikut :

1) Untuk memenuhi nilai untuk tugas akhir mata kuliah Character Building: Pancasila.
2) Mengamati penerapan nilai Pancasila, terutama untuk sila ke-5 pada kehidupan
sehari-hari.
3) Mengamati apakah terjadi ketimpangan sosial pada Kampung Apung.
4) Meningkatkan kesadaran masyarakat pada kehiduapn sosial warga kelas bawah.
5) Mengetahui alasan warga Indonesia masih ada orang Indonesia yang hidup dalam
kemiskinan.
6) Mengobservasi kehidupan sehari-hari warga Indonesia yang tinggal di daerah
Kampung Apung.
7) Mewanwancarai warga yang tinggal di daerah kampung kita kunjungi.

5
E. Manfaat
Adapun manfaat yang kami dapatkan dari observsi ketimpangan sosial pada Kampung
Apung adalah sebagai berikut :

1) Untuk menambah pengetahuan dari penulis, maupun pembaca

2) Menambah pengetahuan mengenai seberapa berpengaruhnya Pancasila pada


kehidupan sehari – hari warga Kampung Apung

3) Melihat secara langsung ketimpangan sosial yang masih ada di Indonesia

4) Meningkatkan sikap mengapresiasi apa yang kita punya dan tidak menyia-
nyiakannya.

5) Mendorong orang lain untuk membantu kehidupan masyarakat yang kurang


mampu dengan melakukan sembako dan lain-lain.

6) Supaya kita bisa lihat perbedaan kegiatan yang dilakukan sehari-hari antara warga
indonesia kelas bawah dan kelas menengah keatas.

F. Rumusan Masalah
Untuk mengetahui kondisi ketimpangan sosial yang ada di daerah sekitar, maka kami harus
meneliti dan mengamati daerah yang ingin kami kunjungi yaitu Kampung Apung. Berdasarkan
latae blakang yang telah dipaparkan diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1) Bagaimana kondisi Kampung Apung saat ini dan apa saja perubahan yang telah
terjadi dalam beberapa tahun ini?

2) Bagaimana kehidupan sosial dan ekonomi dari warga Kampung Apung?

3) Apakah warga Kampung Apung sudah puas dengan fasilitas dan juga infrastruktur
yang telah mereka dapatkan dan apakah mereka puas dengan seluruh fasilitas yang
diberikan oleh pemerintah dan juga yayasan yang membantu?

6
G. Sejarah Kampung Apung
Dalam tahun 1970-an Kampung Apung bukan disebut Kampung Apung tetapi Kampung
Kapuk Teko. Sebelum tahun 1990, permukaan tanah di kawasan RW 01 Kapuk, Cengkareng,
Jakarta Barat, seluas enam hektar itu, tertinggi dibandingkan dengan lokasi di sekitarnya yang
sebagian masih berupa bentangan sawah. Oleh karena itu, saat banjir datang melanda, Kampung
Apung menjadi penampungan pengungsi. Karena tak tahan lagi setiap tahun harus mengungsi ke
Kampung Apung, para pengungsi menjual tanah dan rumahnya ke para pengusaha dengan harga
murah. Para pengusaha lalu menguruk tanah hingga permukaannya jauh lebih tinggi dari
permukaan tanah di Kampung Apung. Di atas tanah tersebut didirikan gudang-gudang dan jadilah
kawasan ini menjadi kawasan industri baru. Saluran-saluran air pembuangan pun dibangun,
dengan tinggi dasar saluran melebihi permukaan tanah Kampung Apung.

Hasilnya, seluruh air kotor dari saluran di kawasan industri, mengalir ke Kampung Apung.
Air kotor itu juga membawa sampah ke sana. Karena kini permukaan tanah di Kampung Apung
lebih rendah dari lokasi di sekitarnya, maka ketika hujan datang, Kampung Apung banjir. Tahun
demi tahun, banjir yang semakin tinggi membawa sampah yang semakin banyak pula. Kampung
Apung pun menjadi rawa tempat pembuangan sampah. Lalat, nyamuk dan ular suka bersarang di
sana.

Sebagian warga yang ingin tetap bertahan di sana terpaksa menaikkan bangunan hinga dua
sampai tiga kali tinggi bangunan lama. Mereka yang kurang mampu, membuat rumah berkaki tong
tertutup. Dengan demikian, saat banjir datang, bangunan di atas tong-tong itu ikut naik. Tak ingin
lahannya sia-sia, sebagian besar warga lalu membuat peternakan lele. Jumlah kolam lele di sana
saat ini mencapai 100 kolam. Hasilnya memang masih jauh dari cukup seperti ketika mereka bisa
menyewakan rumah-rumah mereka.

H. Perubahan pada Kampung Apung


Pada tahun 1970-an, Kampung Apung bukan Kampung Apung melainkan Kampung
Kapuk Teko. Ada warga yang mengasih tau kita Dia ingat betul di tahun 1970an kampungnya itu
dikelilingi pesawahan. Banyak pohon buah dimana-mana dan tak ada banjir. Saat pulang sekolah,
anak-anak bisa main di taman. Akan tetapi, sekarang tidak ada satu pun tempat bermain untuk

7
anak-anak yang aman. Pesawahan yang dulu ada di kampung apung pun telah hilang dan menjadi
sebuah lahan kosong dengan dasar yang tidak merata.

Air melimpah dan jernih. Dia ingat betul warga kampung pernah menggali sumur di tahun
1979 akibat kekeringan. Penggalian berhasil dan ditemukan air di kedalaman. Airnya sangat bersih
sehingga warga bisa meminum langsung air dari sumur. Tetapi bertahun-tahun lewat dan mucul
ada beberapa industri. Mereka membuang limbah mereka ke dalam sumur kampung apung.
Hasilnya, air kampung apung menjadi kotor dan tidak lagi bisa dikonsumsi oleh warga. Ini juga
menimbulkan eceng gondok bertumbuh dengan banyak. Sangkin banyaknya, sumur ditutupi oleh
eceng gondok.

Untungnya, sekarang pemerintah telah melakukan beberapa prosedur untuk membuat


kampung ampung menjadi lingkungan yang nyaman dan aman bagi warga. Pemerintah
mengirimkan pasukan oranye untuk membantu membersihkan eceng gondok. Oleh karena itu,
sekarang sumur tidak lagi ditutupi oleh eceng gondok. Banjir pun mulai mengurang, dari dulu air
yang bisa naik sampai ke dada warga sekarang hanya mencapai semata kaki. Walaupun, sumur
kampung apung telah membaik, perumahan kampung apung masih banyak yang beresiko ambruk
karena tidak mempunyai fondasi yang kuat. Sudah ada beberapa warga yang menjadi korban
kehilangan rumah karena kayu tidak dapat menahan rumah lagi.

Sebelum:

8
Setelah dilakukan pembersihan:

I. Bantuan yang diterima oleh Kampung Apung


Kondisi Kampung Apung yang memprihatinkan tentunya mengundang rasa iba dari
beberapa pihak sehingga mereka menerima beberapa bantuan dari pihak-pihak :

1. Pemerintah : Pemerintah memberikan bantuan kepada Kampung Apung dengan


menurunkan pekerja pekerja yang berasal dari dinas lingkungan dan hidup. Para pekerja yang
membantu, mereka membersihkan sampah sampah yang tergenang, begitu pula dengan eceng
gondok dan mata lele yang ada di perairan sekitar kampung tersebut. Selain memberikan bantuan
pekerja, pemerintah juga memberikan bantuan kepada anak-anak dengan memberikan KJP, serta
memberikan BPJS untuk masyarakat yang tinggal disana. Sampai sekarang, hanya bantuan umum
seperti itu yang telah diberikan, namun bantuan yang lebih belum diberikan kepada masyarakat di
Kampung Apung. Mereka mengharapkan Bapak Jokowi sendiri dapat datang ke Kampung Apung
dan benar benar melihat keadaan mereka serta memikirkan apa yang harus diubah dari Kampung
ini.

2. Bank Indonesia : Bank Indonesia memberikan bantuan kepada Kamlubg Apung


dengan memberikan 4 keramba jaring apung kepada nelayan. Kepala Perwakilan Bank Indonesia

9
Provinsi Jawa Barat mengatakan bantuan Keramba Jaring Apung berbahan Prime Grade
Polyethylene (PE) dengan anti-UV ini diharapkan mampu bertahan selama 20 tahun. Bantuan yang
juga merupakan salah satu bentuk komitmen Bank Indonesia dalam memajukan sektor
kemaritiman di Indonesia khususnya di Jawa Barat, sebagai wujud dukungan program pemerintah
kabupaten Sukabumi dalam merealisasikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2015
– 2019 yang menitikberatkan pada pembangunan Keunggulan Kompetitif, SDM dan Iptek.

J. Perkembangan dari Kampung Apung


Sisi Lingkungan
Lingkungan Kampung Apung sekarang sudah membaik. Sebelumnya perairan dipenuhi
oleh mata lele dan eceng gondok, serta sampah sampah yang menunpum semarang sudah bersih.

Selain itu, sekarang rumah mereka juga sudah mulai dibuat lebih bagus dengan mengganti
kayu dengan batu sehingga kalau rumah mereka terendam air masih akan tetap kokoh

Sekarang juga jalan yang dilalui mereka sudah lebih bagus, namun memang keinginan
untuk menbuat pembatas pada jembatan yang mereka ingin lalui belim tercapai.

Untuk sekolah, sekarang mereka sudah berpindah, bukan mengapung di atas air namun
sudah di daratan. Selain itu, mereka juga sudah memiliki perpustakaan yang baru.

Sisi Kehidupan
Dalam segi kehidupan tentunya mereka sudah lebih baik. Contohnya dalam pendidikan,
mereka sudah dapat bersekolah, sudah mendapat BPJS. Selain itu, kehidupan ekonomi mereka
juga lebih baik. Sebelumnya, karena masih sering terkena banjir, mereka susah untuk bekerja,
namun sekarang sudah lebih mudah bekerja karena frekuensi terjadinya banjir sudah berkurang.

10
K. Tanggapan warga Kampung Apung
Bau busuk tak lagi tercium saat memasuki perkampungan padat penduduk Kampung
Apung Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat. Air yang menggenangi perkampungan itu pun bebas
dari eceng gondok dan rumput liar. Area permukiman ini tampak lebih rapi pasca-pembersihan
genangan air dari tumbuhan eceng gondok dan sampah pada 20 Juli-10 Agustus 2017.

Rumah-rumah panggung berdinding triplek yang menjadi tempat tinggal warga berjejer di
atas air disangga tiang kayu dan beton. Namun, fondasi rumah panggung itu banyak yang keropos
karena terlalu lama terendam air. Para warga pun sudah beberapa kali menguruk dan mengecor
rumah mereka.

Salah satunya Aini (63 tahun) yang tinggal di kampung itu sejak lahir. Ia telah tiga kali
merenovasi rumahnya. “Ini udah tiga kali nguruk, terus dikeramik, diuruk lagi, dikeramik lagi.
Sekarang udah nggak dikeramik kerena udah enggak ada duit,” keluhnya saat disambangi kami
belum lama ini.

Aini mengatakan, kondisi tempat tinggalnya kini jauh berbeda dibandingkan saat ia masih
kanak-kanak. Ia ingat betul betapa asri Kampung Kapuk Teko dulu.

“Dulu mah enak, tanahnya kering dan banyak puun (pohon) gede. Siang-siang saya dan
temen-temen pada maen di kuburan, ngadem. Tiap malem juga ramai orang pacaran ngedekem di
situ. Biarpun kuburan masih basah juga enggak ada yang takut,” kenangnya.

Menurut cerita Aini, kampungnya mulai banjir saat perumahan dan industri dibangun di
sekitar pemukiman pada 1980-an. Pabrik-pabrik dan jalan raya dibangun lebih tinggi dari kawasan
rumah penduduk. Secara perlahan, kontur wilayah mereka berubah menjadi seperti kuali.

Kontur wilayah yang rendah dan buruknya sistem drainase membuat pemukiman
tergenang air setiap kali hujan. Air limbah industri yang ikut mengalir ke pemukiman semakin
memperburuk keadaan. Puncaknya pada 1988, hujan deras menenggelamkan rumah warga dan
membuat daerah itu banjir permanen.

Pemprov DKI sempat berencana merelokasi penduduk, namun warga menolak. Mereka
mengatakan bahwa wilayah tempat tinggalnya bukanlah pemukiman liar. Mereka pun memiliki
bukti kepemilikan tanah yang sah.

11
Sementara itu, faktor kenyamanan juga menjadi alasan kuat yang membuat warga bertahan.
Mereka enggan memulai hidup dari nol lagi mulai dari beradaptasi di lingkungan baru maupun
mencari pekerjaan baru.

”Mau gimana lagi, kita udah betah di sini biar banjir juga. Sama warga yang lain juga udah
deket banget seperti keluarga. Kalau pindahnya rame-rame sih enggak apa-apa, kalo sendiri
enggak mau,” katanya.

Aini dan warga Kampung Apung lainnya hanya bisa berharap pemerintah mau
meninggikan area pemukiman setara dengan pabrik-pabrik dan badan jalan agar rumah mereka tak
lagi tergenang air.

Genangan air di Kampung Apung tidak hanya menghambat ruang gerak masyarakat tetapi
juga menghambat pengembangan tata wilayah kampung. Fasilitas dan ruang publik sedikit, bahkan
nyaris tidak ada.

Salah satu warga bernama Farid Iqbal, mengatakan, sulitnya akses pelayanan kesehatan di
kampungnya.

“Kalau mau berobat jauh harus ke puskesmas di (Jakarta) utara dulu. Itu kan sudah beda
wilayah. Di sini ada puskesmas sih, tapi kecil dan fasilitasnya enggak lengkap. Paling adanya cuma
dokter gigi doang," paparnya.

Selain itu, Iqbal juga mengeluhkan minimnya area berkumpul dan bermain anak-anak.

“Mau ngapa-ngapain susah. Mau main bola enggak ada lahan jadi harus nyewa lapangan
dulu di Kapuk Muara. Anak-anak mau main gasing dan lari-larian juga susah, takut kecebur,”
imbuh lelaki yang sedang berkuliah di salah satu universitas swasta di Jakarta ini.

Pada 2015, banjir di Kampung Apung ini surut setelah air disedot menggunakan mesin
pompa. Beberapa orang kemudian datang mengukur tanah untuk pembangunan rusun. Namun,
warga tak menyetujui hal tersebut. Mereka mengatakan lebih membutuhkan bangunan lain yang
lebih bermanfaat, seperti puskesmas, area bermain, dan sekolah.

“Maunya sih setelah air dipompa dibangun sekolah. Di sini sekolah dasar saja enggak ada.
Kalau ada sekolah di sini kan enak, anak-anak enggak kejauhan,” papar Aini.

12
Satu-satunya ruang publik yang mereka miliki adalah taman baca. Bangunan tersebut
dibangun atas sumbangan beberapa pihak. Dindingnya terbuat dari papan dan bercat biru. Pagar
kayu dipasang mengelilingi bangunan itu. Uniknya, di bawah lantai bangunan dipasangi drum-
drum. Gunanya untuk membuat bangunan terapung saat hujan deras sehingga buku-buku,
komputer dan fasilitas lain di dalamnya tidak rusak. Bangunan ini kerap kali menjadi ruangan
serba guna, yakni sebagai tempat belajar dan bermain anak-anak juga sebagai tempat mengaji para
ibu.

Pembangunan fasilitas umum di Kampung Apung tak kunjung terealisasikan. Saat musim
hujan datang, area pemakaman Kapuk Teko kembali tergenang--tenggelam bersama harapan
warga yang menginginkan kehidupan lebih baik.

Jadi apa yang mereka rasakan selama tinggal di kampung apung awalnya adalah mereka
senang karena memiliki lahan perumahan kampung yang baik dan bersih tapi karena kurangnya
perhatian pemerintah perlahan lahan kampung mereka mulai rusak akibat pembangunan

Industri dan lain lain sehingga situasi kampung mereka sedikit kurang bagus sekarang dan
situasi tersebut walau bisa dibilang kata mereka situasi daerah perkampungan mereka sudah
membaik dari tahun ketahuan dari masa kelam kampung mereka tersebut karena mendapatkan

Bantuan bantuan dari LSM dan badan lembaga lainnya tetapi tetap situasi sarana prasarana
disana masih belum mencukupi serta disana masih sering banjir bila hujan besar terjadi.

L. Harapan dan Kesan dari Warga


Warga Kampung Apung berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dapat
mengeringkan perkampungan mereka yang tergenang air. Kawasan itu disebut tergenang air
setinggi tiga meter selama bertahun-tahun.

Djuhri, tokoh masyarakat Kampung Apung yang pernah menjabat sebagai Ketua RW
setempat periode 2006-2013 mengatakan, warga Kampung Apung tidak ingin dipindah atau
digusur. Warga, kata Djuhri, hanya ingin kampung mereka kembali kering seperti semula.

13
"Harapan masyarakat sendiri, mau kering nih kampung. Sudah dua anak kecil meninggal
karena kecebur, mau berapa nyawa lagi yang harus hilang," an Pondok Indah

Djuhri mengatakan, penghasilan warga Kampung Apung bergantung pada tempat tinggal
mereka. Mereka akan mengalami kesulitan mendapatkan tempat tinggal sekaligus pekerjaan baru.
Selain itu, warga setempat diklaim memiliki sertifikat kepemilikan tanah, sehingga mereka dinilai
punya hak untuk tinggal di Kampung Apung.

"Bukan mereka enggak mau cari tempat yang lain, tapi mereka harus jual tempat mereka
di sini. Kalau mereka jual, mereka enggak bisa lagi beli tempat di Jakarta. Sedangkan mereka cari
makannya di sini seperti buruh kasar, ojek, dan dagang keliling," kata Djuhri.

"Sudah berpuluh-puluh tahun, kita bukan tinggal di bantaran kali atau tanah milik negara.
Ini tanah milik dari turun-temurun," tambah dia.

Ia berharap, Pemprov DKI mendengar harapan dan keluh kesah warga Kampung Apung
karena mereka juga termasuk warga DKI Jakarta.

"Mudah-mudahan gubernur tahu apa yang kita mau. Ini kita tinggal di pintu gerbang
negara, masa pantas ada masyarakat seperti ini," tutur Djuhri.

Kampung Teko atau dikenal dengan sebutan Kampung Apung berada di Kelurahan Kapuk,
Cengkareng, Jakarta Barat. Dinamakan Kampung Apung karena kawasan seluas 3 hektar dan
dihuni sekitar 200 Kepala Keluarga (KK) itu berada di atas air, sehingga seolah-olah mengapung.

Pada tahun 1988, ada pembangunan kompleks pergudangan dari pihak pengembang di
sekitar Kampung Apung. Pembangunan itu disebut membuat daerah resapan air untuk irigasi
sawah produktif milik warga dan saluran air menuju Kali Angke harus ditimbun.

Akibatnya, perkampungan warga mulai tergenang secara perlahan hingga saat ini jadi
intinya harapan mereka kepada pemerintah adalah memberikan bantuan dana sarana prasaran serta
alat berat untuk mengangkut air yang menggenangi kampung mereka jadi yang mereka rasakan
terhadap sekarang mereka bahagia tetapi masih merasa berkekurangan

14
M. Kesimpulan
Melalui observasi yang telah dilakukan, memang Kampung Apung sudah lebih baik namun
masih tetap terlihat ketimpangan sosial disana. Mereka masih membutuhkan banyak bantuan dan
dukungan untuk memperbaiki tempat tinggal mereka.

Berbagai macam upaya dan banyak pihak memang sudah membantu, namun itu saja tidak
cukup. Kita pun harus membantu mereka, memberi mereka bantuan dan dukungan agar mereka
dapat merasakan kehidupan yang adil.

N. Referensi
Video :

https://drive.google.com/open?id=1nRY6xAZvQZBQHD408l9GJlK-jCfF1M9F

Blog :

https://observasikampungapung.blogspot.com/

15

Anda mungkin juga menyukai