(ABKA542)
Dosen Pengampu :
Di susun oleh:
BANJARMASIN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai . Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini
Risnah
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................................................4
BAB I..........................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................5
A. Latar Belakang.................................................................................................................................5
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................................6
C. Tujuan penulisan.............................................................................................................................6
BAB II...........................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................7
A. Pengertian Desa...............................................................................................................................7
B. Bentuk dan Pola desa......................................................................................................................8
BAB III........................................................................................................................................................13
PENUTUP...................................................................................................................................................13
A. KESIMPULAN..................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................14
3
DAFTAR GAMBAR
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permukiman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia (kebutuhan primer) yang harus
terpenuhi agar manusia dapat sejahtera dan hidup layak sesuai dengan derajat
kemanusiaannya. Permukiman sebenarnya merupakan kebutuhan perorangan (individu)
namun dapat berkembang menjadi kebutuhan bersama jika manusia berkeluarga dan
bermasyarakat. Selain sebagai makhluk individu manusia juga sebagai makhluk sosial maka
manusia tidak hidup sendirisendiri akan tetapi hidup bersama dan membentuk kelompok-
kelompok, demikian pula halnya dengan rumah tempat tinggalnya akan dibangun secara
bersama-sama sehingga berkelompok atau tersebar dalam suatu wilayah, dilengkapi dengan
prasarana dan sarana yang diperlukan penghuninya, selanjutnya disebut dengan permukiman
(settlement). Dalam dimensi permukiman, secara harfiah pola permukiman dapat diartikan
sebagai susunan (model) tempat tinggal suatu daerah. Model dari pengertian- pengertian
permukiman mencakup didalamnya susunan dari pada persebaran permukiman.
Pengertian pola permukiman dan persebaran permukiman memiliki hubungan yang sangat
erat. Persebaran permukiman menekankan pada hal yang terdapat permukiman, dan atau
dimana tidak terdapat permukiman dalam suatu wilayah (Sumaatmadja, 1981 dalam
Banowati 2006). Perkembangan permukiman sangat dipengaruhi oleh penghuni permukiman
itu sendiri. Dengan adanya pertumbuhan penduduk yang semakin pesat akan mengakibatkan
kebutuhan permukiman semakin besar. permukiman sendiri merupakan salah satu wujud
adaptasi dari masyarakat sekitar terhadap kondisi fisik lingkungannya. Pola permukiman
yang terdapat di daerah yang memiliki kemiringan lereng yang terjal dengan yang terdapat
pada lereng yang lebih landai akan berbeda. Pola persebaran permukiman di jadikan objek
penelitian dikarenakan urgensi pemecahan masalah yang berkaitan dengan permukiman
seperti penempatan sarana dan prasarana permukiman masih sering tidak sesuai dengan
persebaran konsentrasi penduduk dan pembangunan permukiman tidak mengindahkan
tempat yang layak untuk dihuni. Hal ini berakibat pada tidak seimbangnya ketersediaan
5
sarana dan prasarana dengan pelayanan terhadap penduduk sehingga terbentuk pola
persebaran permukiman tertentu dan berbeda.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan desa ?
2. Apa saja macam-macam bentuk dan pola yang ada di desa
3. Bagaimana bentuk-bentuk desa dan pola desa tersebut
C. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah tentang bentuk dan pola desa ini untuk memenuhi tugas mata
kuliah geografi perdesaan serta memberi informasi bagaimana bentuk-bentuk desa dan
pola desa dalam bentuk konkrit.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Desa
Menurut R. Bintarto Desa yaitu perwujudan atau kesatuan sosial, ekonomi, geografi,
politik, serta kultural yang ada di suatu daerah dalam hubungan dan pengaruhnya secara
timbal balik dengan daerah lain.
Sedangkan Menurut UU No. 5 Tahun 1979, desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh
sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan
masyarakat dan hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di
bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan NKRI.
Desa dalam arti umum adalah permukiman manusia yang letaknya di luar kota
danpenduduknya ber pangupajiwa agraris. Dalam bahasa Indonesia sehari-hari disebut
jugakampung. Desa dalam arti lain adalah bentuk kesatuan administratif yang disebut
jugakelurahan. Dengan demikian di kota-kota pun dikenal sebutan desa (misalnya
desaKalicacing di Kota Salatiga) meskipun isinya penuh dengan pertokoan dan pasar serta
deretankios. Adapun desa yang tersebar di luar kota dengan lingkungan fisisbiotisnya
adalahgabungan dukuh. Dukuh ini sendiri dapat mewujudkan suatu unit geografis karena
tersebarseperti pulau di tengah-tengah persawahan atau hutan. Desa bukan bawahan
kecamatan, karena kecamatan adalah bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan
desa bukan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan Kelurahan, Desa mempunyai
hak mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa bisa
diubah statusnya menjadi kelurahan
7
B. Bentuk dan Pola desa
Pola pemukiman antara satu desa dengan yang lainnya memiliki perbedaan tergantung faktor
geografi yang berbeda.
Pola Memusat
8
Umumnya ditemukan di dataran rendah, dimana fasilitas umum yang ada dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Misalnya mengelilingi waduk atau mata air.
Pemukiman berada di pesisir laut, karena umumnya penduduk bekerja sebagai nelayan
9
Bentuk dan pola permukiman desa Daldjoeni (2003: 60-66) bentuk-bentuk desa secara
sederhana, antara lain:
a. Farmstead: rumah petani terpencil yang dilengkapi gudang alat mesin, penggilingan gandum,
lumbung dan kandang ternak;
c.Road site: bangunan terpencil di tepi jalan (restoran, pompa bensin, motel, dan lain-lain).
Ciri-ciri dari pola permukiman menyebar adalah jarak antara permukiman penduduk yang satu
dengan yang lain terlalu jauh. Hal ini menyebabkan tipe permukiman pola menyebar tidak
kondusif lagi bagi perhubungan desa dan dapat mengganggu evolusi dari desa yang baru
terbentuk menjadi komunitas fungsional.
yakni pola permukiman yang rumahnya mengelompok (agglomerated rural settlement), dan
merupakan dukuh atau dusun (hamlet) yang terdiri atas kurang dari 40 rumah, serta kampung
(village) yang terdiri atas 40 rumah atau lebih bahkan ratusan rumah. Di sekitar kampung dan
10
dusun terdapat tanah pertanian, perikanan, peternakan, pertambangan, kehutanan, dan tempat
bekerja sehari-hari. Perkampungan pertanian pada umumnya mendekati bentuk bujur sangkar
sedangkan perkampungan nelayan umumnya memanjang (satu baris atau beberapa baris rumah)
sepanjang pantai atau sepanjang sungai. Pola permukiman ini terdapat di daerah pegunungan.
Pada umumnya, warganya masih satu kerabat. Pemusatan tempat tinggal tersebut didorong oleh
adanya rasa kegotongroyongan. Jika jumlah penduduk bertambah, pemekaran permukiman
mengarah ke segala arah, tanpa adanya rencana. Sementara itu, pusat-pusat kegiatan penduduk
dapat bergeser mengikuti pemekaran. Ciri-ciri pola permukiman terpusat adalah:
b. Kerugiannya, yaitu jarak rumah penduduk dengan lahan pertanian mereka agak jauh; dan
c. Kelebihan dari pola pemukiman terpusat, yaitu areal pertanian pribadi dapat tersebar luas.
3. Pola permukiman linier Pemukiman penduduk di dataran rendah umumnya membentuk pola
permukiman linear, dengan rentangan jalan raya yang menembus desa. Jika terjadi pemekaran,
tanah pertanian menjadi pemukiman baru. Ada kalanya pemekaran menuju ke arah pedalaman.
11
Untuk memudahkan transportasi dibuatkan jalan baru mengelilingi desa, semacam ring road.
Ciri-ciri pola permukiman linier adalah:
a. Perkembangan permukiman penduduknya menurut pola jalan yang ada (memanjang atau
sejajar dengan rentangan jalan raya yang menembus desa); dan
b. Keuntungan dari pola permukiman ini adalah aksesibilitas ke kota yang tinggi.
BAB III
PENUTUP
12
A. KESIMPULAN
pola permukiman dan persebaran permukiman memiliki hubungan yang sangat erat. Persebaran
permukiman menekankan pada hal yang terdapat permukiman, dan atau dimana tidak terdapat
permukiman dalam suatu wilayah (Sumaatmadja, 1981 dalam Banowati 2006). Perkembangan
permukiman sangat dipengaruhi oleh penghuni permukiman itu sendiri. Dengan adanya
pertumbuhan penduduk yang semakin pesat akan mengakibatkan kebutuhan permukiman
semakin besar. permukiman sendiri merupakan salah satu wujud adaptasi dari masyarakat sekitar
terhadap kondisi fisik lingkungannya. Pola permukiman yang terdapat di daerah yang memiliki
kemiringan lereng yang terjal dengan yang terdapat pada lereng yang lebih landai akan berbeda.
Pola persebaran permukiman di jadikan objek penelitian dikarenakan urgensi pemecahan
masalah yang berkaitan dengan permukiman seperti penempatan sarana dan prasarana
permukiman masih sering tidak sesuai dengan persebaran konsentrasi penduduk dan
pembangunan permukiman tidak mengindahkan tempat yang layak untuk dihuni. Hal ini
berakibat pada tidak seimbangnya ketersediaan sarana dan prasarana dengan pelayanan terhadap
penduduk sehingga terbentuk pola persebaran permukiman tertentu dan berbeda
DAFTAR PUSTAKA
Mansur, Y. M. 1988. Sistem Kekerabatan dan Pola Pewarisan. Jakarta: Pustaka Graika Kita.
Rapoport, A. 1993. Development, Culture, Change and Supportive Design. USA: University of
Wisconsin-Milwaukee.
13
Sasongko, I. 2002. Transformasi Struktur Ruang pada Permukiman Sasak, Kasus: Permukiman
Desa
Puyung. Jurnal ASPI. 2 (1):117-125. Soekanto, S. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar. Cetakan ke-
35, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Daldjoeni, N. 2003. Geografi Kota dan Desa. Bandung: P.T.
Alumni.
Soeroto, M. 2003. Dari Arsitektur Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
14