Makalah:
“Teori Konstitusi”
Oleh:
Dosen Pengampu:
2021
Daftar isi
Sampul ……………………………………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang……………………………………………………………………………i
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………………..ii
C. Tujuan Penulisan………………………………………….……………………………..iii
BAB II PEMBAHASAN
A. Nilai Konstitusi………………………..…………………………………………………..1
1. Nilai Normatif……………………………………………………………………..1
2. Nilai Nominal……………………………………………………………………...2
3. Nilai Semantik…………………………………………………………………….2
B. Sifat Konstitusi…………………………………………………………………………3
1. Konstitusi Luwes………………………………………………………………..3
2. Konstitusi Tegas…………………………………………………………………4
3. Konstitusi Realistis……………………………………………………………..5
4. Konstitusi idealistis……………………………………………………………..5
5. Konstitusi Konservatif…………………………………………………………..6
6. Konstitusi Progresif………………………………………………………………6
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………..7
B. Saran ……………………………………………………………………………………8
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….9
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
ketatanegaraan. Berdirinya sebuah negara tidak lepas dari adanya konstitusi yang
mendasarinya. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang-
Undang Dasar, dan dapat pula tidak tertulis. Konstitusi merupakan dasar dari tatanan
hukum sebuah negara, yang di dalamnya terdapat perlindungan terhadap Hak Asasi
fundamental negara, sebab konstitusi ialah aturan dasar. Aturan dasar yang nantinya akan
menjadi acuan bagi lahirnya aturan-aturan hukum lain yang ada dibawahnya. Konstitusi
dalam arti formal adalah suatu dokumen resmi, seperangkat norma hukum yang hanya
untuk menjadikan perubahan norma-norma ini lebih sulit. Konstitusi dalam arti material
Indonesia Tahun 1945 atau biasa disebut UUD 1945. UUD 1945 pertama kali disahkan
Indonesia yaitu padatanggal 18 Agustus 1945. Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor
ii
reformasi konstitusi (UUD 1945) tahun 1999, muncul beberapa kesepakatan dasar dalam
melakukan perubahan UUD 1945, antara lain mempertegas sistem presidensiil. Namun
dalam kenyataannya kesepakatan tersebut tidak ditaati secara konsisten oleh MPR.
kedua (2000), bukannya melahirkan keseimbangan kekuasaan antara presiden dan DPR,
tetapi justru menimbulkan ketidakjelasan sistem presidensiil yang ingin dibangun melalui
Perubahan UUD 1945. Kesan ‘parlementernya’ justru semakin menguat. Secara umum
Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Bahkan, setelah abad pertengahan yang ditandai dengan ide demokrasi dapat
konstitusi sebagai hukum dasar. Dalam hal yang sama, sesungguhnya jati dari sebuah
menjalankan tugas dan fungsinya dengan maksud membatasi rakyat dalam menjalankan
B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam penulisan makalah
iii
1. Apa nilai dari konstitusi ?
C. Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Nilai Konstitusi
B. (7, 72:: )1: )7:1
), 2,4 ,+A ,
C. 2=:A4(4)7:1
)717,:),
D. : 72:: :,: " )4<)4
,' )( :
E. 47424157A:,:(
7:04,7:
F. 0 44 ((0= , 2=:
71) :4 +
G. 1 72::A : 72::
4 ((1
H. 2,(:DA 2(A ) 72::
4 ((1
I. (:7
J. (7, 72:: )1: )7:1
), 2,4 ,+A ,
K. 2=:A4(4)7:1
)717,:),
L. : 72:: :,: " )4<)4
,' )( :
M. 47424157A:,:(
7:04,7:
N. 0 44 ((0= , 2=:
71) :4 +
O. 1 72::A : 72::
4 ((1
P. 2,(:DA 2(A ) 72::
4 ((1
Q. (:7
Pemikiran nilai konstitusi dapat dikutip dari seorang sarjana, Karl loewenstein,
yang mengadaka suatu penyelidikan apakah arti dari suatu konstitusi tertulis (undang-
undang dasar) dalam suatu lingkungan nasional yang spesifik, terutama kenyataan bagi
rakyat biasa sehingga membawa karl Loewenstein kepada tiga jenis penilaian konstutusi,
yaitu konstitusi yang mempunyai nilai normative, nilai nominal, dan konstitusi yang
mempunyai nilai sematik.
1) Nilai Normatif
konsekuen, konstitusi itu di taati dan demikian di junung tinggi tanpa adanya
2) Nilai nominal
Nilai nominal dari suatu konstitusi kita peroleh apabila ada kenyataan sampai
yang dimaksud dengan nilai nominal suatu konstitusi, dari sejumlah pasal.
dengan baik, bahkan mungin di beberapa daerah tertentu terdapat pasal yang
sama sekali tidak dapat diberlakukan. Yang dimaksud disini bahwa suatu
1
Kusnardi, dan Harmaily, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: pusat study hukum tata Negara
fakultas hukum, universitas indonesia), Hal: 74
konstitusi itu secara umum berlaku, namun berlakunya itu tidak sempurna,
3) Nilai Semantik
politik.3
J. Van Appeldorn menyatakan bahwa konstitusi itu lebih luas daripada UUD,
karena UUD itu tidak lain menjadi bagian daripada konstitusi. UUD adalah bentuk
tertulis, sedangkan konstitusi memuat peraturan tertulis maupun tidak tertulis, UUD 1945
memiliki nominal karena terdaat beberapa pasal yang tidak dapat diberlakukan dengan
baik, bahkan mungkin di beberapa daerah tertentu terdapat pasal yang sama sekali tidak
dapat di berlakukan.
umum itu runtuh, runtuh pula legitimasi kekuasaan Negara yang bersangkutan. Hakikat
konstitusi itu sendiri tidak lain adalah pembatasan terhada kekuasaan pemerintah di satu
pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga Negara manapun setiap penduduk di pihak
lain. Contohnya pasal 28B ayat (1) “setiap orang berhak membentuk keluarga dan
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”. Di Indonesia berlaku juga hukum
2
Kusnardi, dan Harmaily, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: pusat study hukum tata Negara
fakultas hukum, universitas indonesia), Hal: 74
3
Chandra perbawati, konstitusi dan hak asasi manusia, (pusat kajian konstitusi dan peraturan perundang-
undangan), hal, 46
adat, maka dari itu terpakai asas Lex Specialis Derogat Generalis, pada kenyataannya
A. Sifat Konstitusi
Berkaitan dengan sifat konstitusi, Drs. Astim Riyanto, S.H., M.H., dalam bukunya
1. Konstitusi luwes
2. Konstitusi tegas
3. Konstitusi realistis
4. Konstitusi idealistis
5. Konstitusi konservatif
6. Konstitusi progresif.
1) Konstitusi Luwes
bertahan lama maka konstitusi itu tidak boleh terlalu keras dan kaku. Segala sesuatu
itu senantiasa berubah, tidak ada sesuatu itu akan tetap selama-lamanya. Dan
konstitusi itu harus tahan menghadapi segala kedaan. Selain itu konstitusi juga
bertindak dan keluwesan bergerak dalam menghadapi setiap keadaan. Terlalu keras,
patah; terlalu kaku, beku. Konstitusi tidak boleh menjangkau terlalu jauh dengan
perkembangan itu menempuh jalan yang inkonstitusional maka kita pun harus
konstitusional.
2) Konstitusi Tegas
tegas umumnya berpendapat bahwa sudah semestinya konstitusi itu harus tegas dan
kokoh kuat, tahan untuk selama lamanya atau setidak tidaknya untuk waktu yang
cukup lama. Karena jika tidak demikian ia akan kehilangan artinya sebagai piagam
dasar Negara. Apa artinya konstitunsi yang dapat dibelok-belokan kemana saja, yang
Untuk mencegah salah tafsir dan penyelewengan, maka konstitusi itu harus
disusun secara jelas dan tandas yang tidak memungkinkan penafsiran yang berlain-
itu harus memuat klausul yang melarang penghapusan, penggantian atau perubahan
yang cukup berat. Misalnya dibentuk suatu badan khusus dan keputusannya diambil
dari suatu bulat atau dengan jumblah suara yang proposional tinggi hingga tidak
4
G.S. Diponolo, ilmu Negara jilid 2, (Jakarta: Balai Pustaka) Hal: 165
3) Konstitusi Realistis
Realistis berarti berdasarkan keadaan dan kenyataan yang ada. Konstitusi yang
meninggalkan kenyataan akan tidak berguna, karena tidak dapat dilaksanakan dan
akan segera lenyap. Orang tidak dapat melepaskan dan melahirkan diri dari
kenyataan.
4) Konstitusi idealistis
Berkaitan dengan konstitusi realistis, orang ataupun suatu bangsa tidak hidup
hanya dari kenyataan saja. Bangsa yang hidup dari kenyataan saja ia akan menjadi
statis dan beku, terbelajang dan ketinggalan jaman. Dengan berdiri diatas kenyataan,
orang harus dapat memandang jauh ke depan, harus dapat melihat dan
berpijak kuat pada realita kita tidak boleh kehilangan pandangan pada cakrawala
idealisme yang luas. Dengan realita kita mencapai ideal. Ideal ini kita jadikan realita
baru untuk mencapai ideal baru lagi. Inilah dinamikanya hidup yang juga harus
5) Konstitusi Konservatif
rakyatnya. Unsure-unsur ini tidak boleh tergoyahkan oleh mode atau gejolak emosi.
6) Konstitusi Progresif
5
G.S. Diponolo, ilmu Negara jilid 2, (Jakarta: Balai Pustaka) Hal: 166.
Konstitusi harus juga progresif. Untuk itu maka konstitusi harus diperlengkapi
menjadi kodrat hidup. Itulah sebabnya ia harus progresif dalam arti harus dapat
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemikiran nilai konstitusi dapat dikutip dari seorang sarjana, Karl loewenstein,
yang mengadaka suatu penyelidikan apakah arti dari suatu konstitusi tertulis (undang-
undang dasar) dalam suatu lingkungan nasional yang spesifik, terutama kenyataan
bagi rakyat biasa sehingga membawa karl Loewenstein kepada tiga jenis penilaian
konstutusi, yaitu konstitusi yang mempunyai nilai normative, nilai nominal, dan
Berkaitan dengan sifat konstitusi, Drs. Astim Riyanto, S.H., M.H., dalam bukunya
1. Konstitusi luwes
mengemukakan Untuk dapat bertahan lama maka konstitusi itu tidak boleh
2. Konstitusi tegas
semestinya konstitusi itu harus tegas dan kokoh kuat, tahan untuk selama
3. Konstitusi realistis
4. Konstitusi idealistis
konstitusi realistis, orang ataupun suatu bangsa tidak hidup hanya dari
kenyataan saja. Bangsa yang hidup dari kenyataan saja ia akan menjadi statis
dan beku, terbelajang dan ketinggalan jaman. Dengan berdiri diatas kenyataan,
5. Konstitusi konservatif
Konstitusi harus juga progresif. Untuk itu maka konstitusi harus diperlengkapi
B. Saran
Penulis sangat mengharap kritik yang bersifat konstruktif, dan saran yang bersifat
membangun untuk bisa dijadikan penulis sebagai bahan refleksi diri agar lebih
baik lagi di kemudian hari.Tidak ada manusia yang benar-benar baik. Juga tidak
ada manusia yang benar-benar buruk. Setiap dari kita memiliki keduanya dalam
Daftar Pustaka
Kusnardi, Moh. Dan Harmaili Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi
Perbawati, Chandra, konstitusi dan hak asasi manusia, (pusat kajian konstitusi dan peraturan
perundang-undangan),
Diponolo, G.S., Ilmu Negara, Jilid 2, PN. Balai Pustaka, Jakarta, 1975.