Anda di halaman 1dari 15

NILAI DAN SIFAT KONSTITUSI

Makalah:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Teori Konstitusi”

Oleh:

Imam Setiawan : (02040421008)

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Titik Triwulan Tutik, SH. MH

PROGRAM STUDI MAGISTEN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2021
Daftar isi
Sampul ……………………………………………………………………………………………..

Daftar isi ……………………………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang……………………………………………………………………………i
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………………..ii
C. Tujuan Penulisan………………………………………….……………………………..iii

BAB II PEMBAHASAN

A. Nilai Konstitusi………………………..…………………………………………………..1
1. Nilai Normatif……………………………………………………………………..1
2. Nilai Nominal……………………………………………………………………...2
3. Nilai Semantik…………………………………………………………………….2
B. Sifat Konstitusi…………………………………………………………………………3
1. Konstitusi Luwes………………………………………………………………..3
2. Konstitusi Tegas…………………………………………………………………4
3. Konstitusi Realistis……………………………………………………………..5
4. Konstitusi idealistis……………………………………………………………..5
5. Konstitusi Konservatif…………………………………………………………..6
6. Konstitusi Progresif………………………………………………………………6

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………7

A. Kesimpulan……………………………………………………………………………..7
B. Saran ……………………………………………………………………………………8

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….9
i

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai

ketatanegaraan. Berdirinya sebuah negara tidak lepas dari adanya konstitusi yang

mendasarinya. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang-

Undang Dasar, dan dapat pula tidak tertulis. Konstitusi merupakan dasar dari tatanan

hukum sebuah negara, yang di dalamnya terdapat perlindungan terhadap Hak Asasi

Manusia (HAM) dan mengatur tentang distribusi kekuasaan (Distribution of Power)

dalam penyelenggaraan negara. Konstitusi biasanya juga disebut sebagai hukum

fundamental negara, sebab konstitusi ialah aturan dasar. Aturan dasar yang nantinya akan

menjadi acuan bagi lahirnya aturan-aturan hukum lain yang ada dibawahnya. Konstitusi

dalam arti formal adalah suatu dokumen resmi, seperangkat norma hukum yang hanya

dapat diubah di bawah pengawasan ketentuan-ketentuan khusus, yang tujuannya adalah

untuk menjadikan perubahan norma-norma ini lebih sulit. Konstitusi dalam arti material

terdiri atas peraturanperaturan yang mengatur pembentukan norma-norma hukum yang

bersifat umum, terutama pembentukan undang-undang. Di Indonesia, konstitusi yang

digunakan merupakan konstitusi tertulis yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 atau biasa disebut UUD 1945. UUD 1945 pertama kali disahkan

sebagai konstitusi negara Indonesia dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan

Indonesia yaitu padatanggal 18 Agustus 1945. Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor
ii

12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mempertegas

kedudukan Undang-Undang Dasar sebagai sebuah Hukum Dasar. Ketika terjadi

reformasi konstitusi (UUD 1945) tahun 1999, muncul beberapa kesepakatan dasar dalam

melakukan perubahan UUD 1945, antara lain mempertegas sistem presidensiil. Namun

dalam kenyataannya kesepakatan tersebut tidak ditaati secara konsisten oleh MPR.

Pembongkaran konstruksi presidensialisme dalam UUD 1945 secara signifikan pada

perubahan pertama (1999), kemudian penguatan kelembagaan DPR pada perubahan

kedua (2000), bukannya melahirkan keseimbangan kekuasaan antara presiden dan DPR,

tetapi justru menimbulkan ketidakjelasan sistem presidensiil yang ingin dibangun melalui

Perubahan UUD 1945. Kesan ‘parlementernya’ justru semakin menguat. Secara umum

Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu sama

lain. Bahkan, setelah abad pertengahan yang ditandai dengan ide demokrasi dapat

dikatakan tampa konstitusi Negara tidak mungkin terbentuk. Konstitusi merupakan

hukum dasarnya suatu Negara. Dasar-dasar penyelenggaraaan bernegara didasarkan pada

konstitusi sebagai hukum dasar. Dalam hal yang sama, sesungguhnya jati dari sebuah

hukum adalah meindungi rakyat dari kesewenang-wenangan Negara/pemerintah dalam

menjalankan tugas dan fungsinya dengan maksud membatasi rakyat dalam menjalankan

fungsi Negara yang berdasarkan Kedaulatan Rakyat.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian diatas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam penulisan makalah

ini sebagai berikut

iii
1. Apa nilai dari konstitusi ?

2. Bagaimana sifat dari konstitusi ?

C. Tujuan Penulisan

1. Agar pembaca dapat memahami nilai dari konstitusi

2. Agar pembaca dapat memahami sifat dari konstitusi


1

BAB II

PEMBAHASAN

A. Nilai Konstitusi
B. (7,    72::  )1:  )7:1
 ),  2,4  ,+A  ,
C. 2=:A4(4)7:1
)717,:),
D. :  72::  :,:  "  )4<)4 
,'  )(  :
E. 47424157A:,:(
7:04,7:
F. 0  44  ((0=  ,  2=:
 71)  :4  +
G. 1  72::A  :  72:: 
4  ((1  
H. 2,(:DA    2(A  )  72:: 
4  ((1  
I. (:7
J. (7,    72::  )1:  )7:1
 ),  2,4  ,+A  ,
K. 2=:A4(4)7:1
)717,:),
L. :  72::  :,:  "  )4<)4 
,'  )(  :
M. 47424157A:,:(
7:04,7:
N. 0  44  ((0=  ,  2=:
 71)  :4  +
O. 1  72::A  :  72:: 
4  ((1  
P. 2,(:DA    2(A  )  72:: 
4  ((1  
Q. (:7
Pemikiran nilai konstitusi dapat dikutip dari seorang sarjana, Karl loewenstein,
yang mengadaka suatu penyelidikan apakah arti dari suatu konstitusi tertulis (undang-
undang dasar) dalam suatu lingkungan nasional yang spesifik, terutama kenyataan bagi
rakyat biasa sehingga membawa karl Loewenstein kepada tiga jenis penilaian konstutusi,
yaitu konstitusi yang mempunyai nilai normative, nilai nominal, dan konstitusi yang
mempunyai nilai sematik.

1) Nilai Normatif

Nilai konstitusi mempunyai nilai normative apabila penerimaan segenap

rakyat dari suatu Negara terhadap konstitusinya benar-benar murni dan

konsekuen, konstitusi itu di taati dan demikian di junung tinggi tanpa adanya

penyelewenagn sedikitpun juga. Contohnya konstitusi amerika serikat dimana

ketiga kekuasaan, eksekutif, legislative, yudikatif, menjalankan fungsinya

masing-masing secara terpisah.1

2) Nilai nominal

Nilai nominal dari suatu konstitusi kita peroleh apabila ada kenyataan sampai

dimana batas-batas berlakunya itu, yang dalam batas-batas berlakunya itulah

yang dimaksud dengan nilai nominal suatu konstitusi, dari sejumlah pasal.

dalam konstitusi terdapat beberapa pasal yang tidak dapat di berlakukan

dengan baik, bahkan mungin di beberapa daerah tertentu terdapat pasal yang

sama sekali tidak dapat diberlakukan. Yang dimaksud disini bahwa suatu

1
Kusnardi, dan Harmaily, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: pusat study hukum tata Negara
fakultas hukum, universitas indonesia), Hal: 74
konstitusi itu secara umum berlaku, namun berlakunya itu tidak sempurna,

karena ada pasal-pasal tertentu yang dalam kenyataannya tidak berlaku2

3) Nilai Semantik

Yang bersifat semantic ialah suatu konstitusi yang dilaksanakan dan

diperlakukan dengan penuh, tetapi hanyalah sekedar member bentuk

(formalization) dari tempat yang telah ada untuk melaksanakan kekuasaan

politik.3

 Nilai Konstitusi Indonesia berdasarkan UUD 1945

J. Van Appeldorn menyatakan bahwa konstitusi itu lebih luas daripada UUD,

karena UUD itu tidak lain menjadi bagian daripada konstitusi. UUD adalah bentuk

tertulis, sedangkan konstitusi memuat peraturan tertulis maupun tidak tertulis, UUD 1945

memiliki nominal karena terdaat beberapa pasal yang tidak dapat diberlakukan dengan

baik, bahkan mungkin di beberapa daerah tertentu terdapat pasal yang sama sekali tidak

dapat di berlakukan.

Konstitusi merupakan suatu consensus atau general agreement, jika kesepakatan

umum itu runtuh, runtuh pula legitimasi kekuasaan Negara yang bersangkutan. Hakikat

konstitusi itu sendiri tidak lain adalah pembatasan terhada kekuasaan pemerintah di satu

pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga Negara manapun setiap penduduk di pihak

lain. Contohnya pasal 28B ayat (1) “setiap orang berhak membentuk keluarga dan

melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”. Di Indonesia berlaku juga hukum
2
Kusnardi, dan Harmaily, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: pusat study hukum tata Negara
fakultas hukum, universitas indonesia), Hal: 74
3
Chandra perbawati, konstitusi dan hak asasi manusia, (pusat kajian konstitusi dan peraturan perundang-
undangan), hal, 46
adat, maka dari itu terpakai asas Lex Specialis Derogat Generalis, pada kenyataannya

hukum adat di batak melarang pernikahan antar sesame marga.

A. Sifat Konstitusi

Berkaitan dengan sifat konstitusi, Drs. Astim Riyanto, S.H., M.H., dalam bukunya

Teori Konstitusi, mengungkapkan paling tidak ada enam sifat konstitusi,

1. Konstitusi luwes

2. Konstitusi tegas

3. Konstitusi realistis

4. Konstitusi idealistis

5. Konstitusi konservatif

6. Konstitusi progresif.

Uraian singkat masing-masing sifat konstitusi tersebut di atas sebagai berikut :

1) Konstitusi Luwes

Berkenan dengan konstitusi luwes, G.S. Diponolo mengemukakan Untuk dapat

bertahan lama maka konstitusi itu tidak boleh terlalu keras dan kaku. Segala sesuatu

itu senantiasa berubah, tidak ada sesuatu itu akan tetap selama-lamanya. Dan

konstitusi itu harus tahan menghadapi segala kedaan. Selain itu konstitusi juga

memerlukan pengertian yang mendalam, perhitungan seksama, kabijaksanaan

bertindak dan keluwesan bergerak dalam menghadapi setiap keadaan. Terlalu keras,

patah; terlalu kaku, beku. Konstitusi tidak boleh menjangkau terlalu jauh dengan

kehendak segala-galanya. Konstitusi harus memberikan kesempatan bagi


perkembangan dan perubahan bagi tuntutan jaman dan jika kita menginginkan

perkembangan itu menempuh jalan yang inkonstitusional maka kita pun harus

memungkinkan penjelasan dan menampung perkembangan dan perubahan itu secara

konstitusional.

2) Konstitusi Tegas

Menyangkut konstitusi tegas, G.S. Diponolo menulis4 Para pembela konstitusi

tegas umumnya berpendapat bahwa sudah semestinya konstitusi itu harus tegas dan

kokoh kuat, tahan untuk selama lamanya atau setidak tidaknya untuk waktu yang

cukup lama. Karena jika tidak demikian ia akan kehilangan artinya sebagai piagam

dasar Negara. Apa artinya konstitunsi yang dapat dibelok-belokan kemana saja, yang

dapat ditafsirkan bermacammacam, dan setiap waktu diubah dan dihapus.

Untuk mencegah salah tafsir dan penyelewengan, maka konstitusi itu harus

disusun secara jelas dan tandas yang tidak memungkinkan penafsiran yang berlain-

lain, apalagi bertentangan. Dan untuk menyelamatkan konstitusi itu dari

kemungkinan penghapusan, penggantian atau perubahan sewenang-wenang konstitusi

itu harus memuat klausul yang melarang penghapusan, penggantian atau perubahan

bagaimanapun, kecuali dengan prosedur tertentu dimana diterapkan syarat-syarat

yang cukup berat. Misalnya dibentuk suatu badan khusus dan keputusannya diambil

dari suatu bulat atau dengan jumblah suara yang proposional tinggi hingga tidak

memungkinkan pengambilan keputusan yang tergesa-gesa.

4
G.S. Diponolo, ilmu Negara jilid 2, (Jakarta: Balai Pustaka) Hal: 165
3) Konstitusi Realistis

Realistis berarti berdasarkan keadaan dan kenyataan yang ada. Konstitusi yang

meninggalkan kenyataan akan tidak berguna, karena tidak dapat dilaksanakan dan

akan segera lenyap. Orang tidak dapat melepaskan dan melahirkan diri dari

kenyataan.

4) Konstitusi idealistis

Berkaitan dengan konstitusi realistis, orang ataupun suatu bangsa tidak hidup

hanya dari kenyataan saja. Bangsa yang hidup dari kenyataan saja ia akan menjadi

statis dan beku, terbelajang dan ketinggalan jaman. Dengan berdiri diatas kenyataan,

orang harus dapat memandang jauh ke depan, harus dapat melihat dan

mempergunakan kemungkinan-kemungkinan bagi perkembangan hidupnya. Dengan

berpijak kuat pada realita kita tidak boleh kehilangan pandangan pada cakrawala

idealisme yang luas. Dengan realita kita mencapai ideal. Ideal ini kita jadikan realita

baru untuk mencapai ideal baru lagi. Inilah dinamikanya hidup yang juga harus

menjadi dinamikanya Negara.5

5) Konstitusi Konservatif

Konstitusi harus konservatif. Konservatif dalam arti harus dapat

mempertahankan nilai-nilai yang tinggi pada unsure-unsur fundamental Negara dan

rakyatnya. Unsure-unsur ini tidak boleh tergoyahkan oleh mode atau gejolak emosi.

Ia harus dilindungi terhadap goncangan-goncangan pasang surutnya suatu keadaan.

6) Konstitusi Progresif

5
G.S. Diponolo, ilmu Negara jilid 2, (Jakarta: Balai Pustaka) Hal: 166.
Konstitusi harus juga progresif. Untuk itu maka konstitusi harus diperlengkapi

dengan daya penyesuaian pada perkembangan masyarakat. Perkembangan yang juga

menjadi kodrat hidup. Itulah sebabnya ia harus progresif dalam arti harus dapat

mengikuti jalanya perkembangan. Kita tidak boleh takut pada perkembangan,

sebaliknya kita harus senantiasa dapat mengembangkan perkembangan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemikiran nilai konstitusi dapat dikutip dari seorang sarjana, Karl loewenstein,

yang mengadaka suatu penyelidikan apakah arti dari suatu konstitusi tertulis (undang-
undang dasar) dalam suatu lingkungan nasional yang spesifik, terutama kenyataan

bagi rakyat biasa sehingga membawa karl Loewenstein kepada tiga jenis penilaian

konstutusi, yaitu konstitusi yang mempunyai nilai normative, nilai nominal, dan

konstitusi yang mempunyai nilai sematik.

Berkaitan dengan sifat konstitusi, Drs. Astim Riyanto, S.H., M.H., dalam bukunya

Teori Konstitusi, mengungkapkan paling tidak ada enam sifat konstitusi,

1. Konstitusi luwes

mengemukakan Untuk dapat bertahan lama maka konstitusi itu tidak boleh

terlalu keras dan kaku

2. Konstitusi tegas

semestinya konstitusi itu harus tegas dan kokoh kuat, tahan untuk selama

lamanya atau setidak tidaknya untuk waktu yang cukup lama

3. Konstitusi realistis

Realistis berarti berdasarkan keadaan dan kenyataan yang ada

4. Konstitusi idealistis

konstitusi realistis, orang ataupun suatu bangsa tidak hidup hanya dari

kenyataan saja. Bangsa yang hidup dari kenyataan saja ia akan menjadi statis

dan beku, terbelajang dan ketinggalan jaman. Dengan berdiri diatas kenyataan,

orang harus dapat memandang jauh ke depan

5. Konstitusi konservatif

Konservatif dalam arti harus dapat mempertahankan nilai-nilai yang tinggi

pada unsure-unsur fundamental Negara


6. Konstitusi progresif.

Konstitusi harus juga progresif. Untuk itu maka konstitusi harus diperlengkapi

dengan daya penyesuaian pada perkembangan masyarakat

B. Saran

Penulis sangat mengharap kritik yang bersifat konstruktif, dan saran yang bersifat

membangun untuk bisa dijadikan penulis sebagai bahan refleksi diri agar lebih

baik lagi di kemudian hari.Tidak ada manusia yang benar-benar baik. Juga tidak

ada manusia yang benar-benar buruk. Setiap dari kita memiliki keduanya dalam

waktu yang sama

Daftar Pustaka

Kusnardi, Moh. Dan Harmaili Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi

HTN FH UI dan CV. Sinar Bakti, Jakarta, 1981

Perbawati, Chandra, konstitusi dan hak asasi manusia, (pusat kajian konstitusi dan peraturan

perundang-undangan),

Diponolo, G.S., Ilmu Negara, Jilid 2, PN. Balai Pustaka, Jakarta, 1975.

Anda mungkin juga menyukai