Dosen Pengampu :
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu kami ucapkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah- Nya sehingga kami bisa menyusun makalah Sumber Hukum Internasional
ini dengan baik serta tepat waktu. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas
“Makalah Sumber Hukum Internasional (Sumber Hukum Primer)” mata kuliah Hukum dan
Hubungan Internasional, yang diampu oleh Pak Drs. Alfiandra, M. Si. Makalah ini juga
bertujuan untuk memberikan wawasan kepada pembaca tentang Hukum dan Hubungan
Internesional yang berlaku.
Semoga makalah yang kami buat ini bisa menolong menaikkan pengetahuan kita jadi
lebih luas lagi. Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini. Oleh
sebab itu, kritik serta masukan yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna
kesempurnaan makalah ini. Atas perhatian serta waktunya, kami ucapkan banyak terima kasih.
Kelompok 3
ii
DAFTAR ISI
BAB II ..............................................................................................................................................2
PEMBAHASAN ..............................................................................................................................2
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum dan
Hubungan Internasional serta menambah pengetahuan pembaca mengenai Sumber-sumber
Hukum Internasional
1
BAB II
PEMBAHASAN
Ada perbedaan pandangan tentang pengertian sumber hukum dalam membahas apa yang
dimaksud dengan sumber hukum. CS.T. Kansil mengartikan sumber hukum adalah segala
apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang memunyai kekuatan yang bersifat memaksa
yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Bagir
Manan memandang bahwa dalam mengartikan apa itu sumber hukum harus memerlukan
kehati-hatian, tanpa kehati-hatian dan kecermatan yang mendalam mengenai apa yang
dimaksud dengan sumber hukum dapat menimbulkan kekeliruan, bahkan menyesatkan.
Sumber hukum (the source of law) secara umum diartikan sebagai sumber asli kewenangan
dan kekuatan memaksa dari suatu produk hukum positif (the origins from which particular
positive laws derive their authority and coercive force).
Sumber hukum secara umum dibagi menjadi dua yaitu sumber hukum formiil dan sumber
hukum materiil. Sumber hukum materiil adalah tempat atau asal dari mana hukum itu
diambil. Sehingga untuk melihat sumber hukum materiil dari sebuah peraturan hukum harus
dilihat terlebih dahulu isi dari sebuah aturan hukum tersebut, kemudian melacak faktor-faktor
yang memengaruhi pembentukan hukum sehingga menghasilkan karakter hukum yang
demikian. Faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan hukum tersebut dapat berupa
pandangan hidup, hubungan sosial dan politik, situasi ekonomi, corak, peradaban (agama dan
kebudayaan) dan letak geografis, serta konfigurasi intemasional, sehingga dapat ditentukan
sumber-sumber hokum materiil yang ikut memengaruhi pembentukan isi hukum.
Sedangkan sumber hukum formal adalah sumber hukum yang dikenal dan digali dalam
bentuknya (peraturan perundang-undangan). Karena bentuknya lah sumber hukum formal
diketahui dan ditaati sehingga memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk
atau cara yang menyebabkan peraturan itu menjadi secara formal berlaku umum dan
mengikat semua pihak. Selama belum memunyai bentuk, suatu hukum baru merupakan
perasaan hokum dalam masyarakat atau baru cita-cita hukum sehingga belum memunyai
kekuatan mengikat. Sumber hukum formal yaitu seperti: peraturan perundang-undangan,
kebiasaan (custom), perjanjian antarnegara (traktat/treaty), keputusan- keputusan hakim
(jurisprudence, jurisprudentie) dan pendapat ahli hukum (doktrin).
Menurut Salmond, pengertian sumber hukum formal dan material adalah
sebagai berikut:
A formal source is that from which a rule of law derives its force and validity. The material
source , on the other hand, are those from which is derived the matter, not the validity of the
law. The material source supplies the substance of the rule to which the formal source gives
the force and nature of law.
2
Sumber formal adalah sumber kekuatan memaksa dan dasar keabsahan suatu produk
hukum, sedangkan sumber material adalah sumber materi dari suatu produk hukum. Contoh:
kekuatan mengikat suatu ketentuan hukum. Suatu ketentuan hukum mengikat secara hukum
apabila ketentuan itu memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan oleh kebiasaan, yang
merupakan sumber hukum formal dari hukum internasional, dan materinya diperoleh dari
praktek negara-negara, yang merupakan sumber material dari kebiasaan.
Berdasarkan sifat dan daya ikatnya, Sumber hukum Internasional dapat dibedakan
menjadi sumber hukum primer dan sumber hukum subsider. Sumber hukum primer adalah
sumber hukum yang sifatnya paling utama, yang berarti bahwa sumber hukum ini dapat
berdiri sendiri-sendiri meskipun tanpa keberadaan sumber hukum yang lain. Sedangkan
sumber hukum subsider merupakan sumber hukum tambahan yang baru mempunyai daya
ikat bagi hakim dalam memutuskan perkara apabila didukung oleh sumber hukum primer.
Sumber hukum internasional (the source of international law) diatur di dalam Pasal 38 ayat
(1) Statuta Mahkamah International (International Court of Justice-ICJ). Pasal 38 (1) Statuta
Mahkamah menentukan sebagai berikut:
The Court, whose function is to decide in accordance with international law such disputes as
are submitted to it, shall apply:
Sumber hukum Internasional jika dibedakan berdasarkan sifat daya ikatnya maka dapat
dibedakan menjadi sumber hukum primer dan sumber hukum subsider. Dalam hal ini, kita hanya
3
akan membahas mengenai sumber hukum primer dalam hukum internasional. Sumber primer
hukum internasional adalah perjanjian internasional, kebiasaan internasional, dan prinsip hukum
yang diakui oleh negara-negara beradab.
a. Perjanjian Internasional
Menurut Pasal 2 Konvensi Wina 1969 tentang perjanjian (Selanjutnya disebut
KW 1969), perjanjian internasional adalah :
an international agreement concluded between states in written form and governed by
international law, whether embodied in a single instrument or in two or more related
instruments and whetever its particular designation.
Meskipun KW 1969 hanya mengatur mengenai perjanjian yang tertulis, hukum
internasional mengakui kekuatan hukum perjanjian lisan (oral treaties), walaupun di
dalam praktik sangat jarang negara-negara membuat perjanjian internasional secara lisan.
KW 1969 juga mengakui bahwa perjanjian internasional itu dapat dibuat dalam bentuk
instrumen tunggal (a single written instrument) ataupun instrumen inda (multiple
instrument) seperti nota pertukaran diplomatik (exchange diplomatic notes) antara dua
negara.
Selain itu hukum internasional juga mengakui perjanjian internasional ing dibuat
antara negara dengan organisasi internasional atau antar sama organisasi internasional
sebagaimana diatur dalam KW 1986 leh karena itu dalam arti luas perjanjian
internasional dapat didefinisikan bagai kesepakatan internasional baik tertulis maupun
tidak tertulis yang buat oleh negara dengan negara atau negara dengan organisasi inter-
isional, atau oleh sesama organisasi internasional.
KW 1969 juga menentukan bahwa suatu perjanjian itu dikategorikan bagai
perjanjian internasional, apabila prosedur dan mekanisme pem iatan serta
pemberlakuannya didasarkan kepada hukum internasional overned by international law).
Apabila dua negara membuat satu kesepa itan tertulis misalnya perjanjian sewa gedung
untuk kantor kedutaan besar ing tunduk kepada hukum nasional masing-masing negara,
kesepakatan perti ini bukan merupakan perjanjian internasional. Kesepakatan ini inya
merupakan perjanjian keperdataan antara dua negara yang tunduk pada hukum nasional
yang disepakati. Ketentuan dalam KW 1969 rlaku mengikat terhadap perjanjian
internasional yang dibuat setelah invensi tersebut berlaku (come into force). Untuk
perjanjian yang buat sebelum konvensi ini berlaku dan juga untuk negara yang belum
eratifikasinya, ketentuan konvensi ini tidak berlaku secara langsung. rberlakuannya
melalui penerimaan atas kebiasaan internasional, karena tentuan dalam KW 1969
dianggap merupakan kodifikasi dari hukum biasaan internasional,
b. Kebiasaan Internasional
Kebiasaan (custom) ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang
dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat, dan
kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang
berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka
4
dengan demikian timbullah suatu kebiasaan hukum yang oleh pergaulan hidup dipandang
hukum. Sumber hukum kebiasaan (custom) ini merupakan sumber hukum formal yang
tidak tertulis. Oleh karena itu. kebiasaan (custom) akan menjadi sumber hukum formal
setidak-tidaknya memenuhi tiga unsur yaitu pertama, perbuatan itu dilakukan secara
berulang-ulang dalam hal yang sama dalam waktu yang lama. Kedua, adanya keyakinan
masyarakat bahwa perbuatan itu masuk akal dan menjadi kewajiban. Ketiga, adanya
sanksi ketika perbuatan itu dilanggar.
Hukum kebiasaan internasional, merupakan sumber pengetahuan yang sangat
penting untuk hukum internasional tentang hak-hak asasi manusia. Dalam Pasal 38(1) ICJ
juga menguraikan kebiasaan internasional, sebagai praktik umum yang dilakukan, yang
dapat diterima dan disebut sebagai hukum, dengan paling tidak memenuhi 2 unsur, yakni:
1. Unsur materil, berupa praktik pengulangan tindakan, sehingga bisa
diklasifikasikan sebagai "kebiasaan", serta:
2. Unsur psikologis, di mana tindakan itu memang sudah seharusnya dilakukan
untuk pemenuhan kewajiban yuridis yang tidak termuat dalam norma tertulis,
atau disebut dengan opinio iuris sivenecessitatis.
Selain itu, dalam kebiasaan internasional ini ditandai dengan adanya asas
universal pada delict jure gentium. Delict gure gentium ini memberikan syarat bahwa
adanya kepentingan masyarakat internasional yang dilanggar atas kejahatan internasional
yang dilakukan oleh pelaku. Patut dikemukakan, karena dipandang sebagai delict gure
gentium, maka dimanapun pelaku berada di tiap negara mempunyai kewajiban untuk
menangkap, menahan, menuntut sampai dengan mengadili sesuai dengan penerapan asas
universal.
Asas universal ini sebagai kewenangan yang dimilik oleh negara untuk
menghukum atau menerapkan yurisdiksi kriminalnya kepada siapapun pelaku tindak
pidana itu, bisa warga negaranya maupun warga negara asing yang ada di dalam maupun
luar wilayah teritorialnya. Dengan demikian, diadakannya asas universal semata-mata
guna memberikan perlindungan kepentingan bersama yang berupa kepentingan
masyarakat internasional.
5
Penerapan asas universal ini ditujukan selain pada delict gure gentium, juga
diterapkan pada kejahatan- kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan genosida,
pelanggaran HAM berat. kejahatan perbudakan, kejahatan pembajakan pesawat terbang,
dan lain sebagainya. Suatu negara dalam menerapkan yurisdiksi kriminalnya ini
diberikan kewenangan untuk mengadili para pelaku kejahatan internasional baik itu
terhadap pelaku maupun korban tanpa melihat kebangsaan dan tempat dimana tindak
pidana tersebut dilakukan. Pada dasarnya ada kewajiban yang diberikan kepada negara
untuk memformulasikan ke undang-undang atau hukum pidana nasionalnya atas
kejahatan internasional yang dipandang sebagai musuh bersama umat manusia (hortis
humanis generis).
6
Pengadilan internasional akan mengandalkan prinsip ini jika tidak menemukan otoritas
dari sumber hukum internasional lainnya.
7
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sumber hukum (the source of law) secara umum diartikan sebagai sumber asli
kewenangan dan kekuatan memaksa dari suatu produk hukum positif (the origins from which
particular positive laws derive their authority and coercive force). Sumber hukum internasional
(the source of international law) diatur di dalam Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah
International (International Court of Justice-ICJ). Berdasarkan sifat dan daya ikatnya, Sumber
hukum Internasional dapat dibedakan menjadi sumber hukum primer dan sumber hukum
subsider. Sumber primer hukum internasional adalah perjanjian internasional, kebiasaan
internasional, dan prinsip hukum yang diakui oleh negara-negara beradab. perjanjian
internasional dapat didefinisikan bagai kesepakatan internasional baik tertulis maupun tidak
tertulis yang buat oleh negara dengan negara atau negara dengan organisasi inter- isional, atau
oleh sesama organisasi internasional. Kebiasaan (custom) ialah perbuatan manusia yang tetap
dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Kemudian, prinsip Hukum Umum yang diakui
oleh negara-negara beradab (general principles of law) merupakan prinsip hukum yang harus
didasarkan pada sistem hukum modern.
3.2. Saran
Diharapkan setelah membaca makalah ini dapat membuka wawasan terkait konsep
sumber hukum internasional dan sumber hukum primer pada hukum internasional, serta
mengetahui apa saja yang termasuk kedalam sumber hukum primer (utama) pada hukum
internasional. Selain itu, pembaca diharapkan bisa mengetahui pentingnya sumber hukum dalam
hukum internasional.
8
DAFTAR PUSTAKA
Diantha, Putra. 2017. Buku Ajar Hukum Internasional. Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Denpasar.
Atip Latipulhayat, 2021. Hukum Internasional Sumber-sumber Hukum. Sinar Grafika. Jakarta.
Adnan, Patra. 2006. Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia. Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum Indonesia. Jakarta.
Tashya, Kanti, Imam. 2021. Hak pengungsi dalam Hukum Internasional. Nasya Expanding
Management. Pekalongan.